Oleh :
Kusni Mubarak
Muhammad Asymirul Muasyarah
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah
berjudul PERKEMBANGAN TAFSIR DI ASIA TENGGARA
Makalah ini telah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ust. Dr. Subur Wijaya, M, Pd.I selaku dosen
pengampuh mata kuliah Sejarah Perkembangan Tafsir , serta kepada semua pihak yang
sudah ikut berkontribusi di dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik
dan benar.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberi
manfaat ataupun inspirasi bagi pembaca.
Penyusun
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses penafsiran Alquran terus berkembang sejak dari Arab sampai ke seluruh penjuru
dunia, tak terkecuali dengan negara Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan kawasan yang
cukup luas dan cukup berpengaruh di kancah dunia. Islam di negara-negara Asia Tenggara
sangat diperhitungkan karena jumlah kuantitasnya, hampir seluruh negara yang ada di Asia
Tenggara, penduduknya mayoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama
resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (Sekitar 90%
menganut agama Islam).
Masuknya Islam ke Indonesia pada tahun 1963 menyimpulkan bahwa Islam telah
sampai di Indonesia pada abad pertama Hijriah (abad VII/VIII Masehi) dan langsung dari Arab.
Menyebut Indonesia dalam konteks ini tidak menutup kemungkinan bahwasanya negara-
negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina dan
Thailand juga mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari yang dialami Indonesia.
Artinya, Islam telah hadir di negara-negara Asia Tenggara tersebut selama 14 abad yang lalu.
Secara inklusif begitu masuk Islam ke suatu wilayah, maka penafsiran kitab suci Al-Qur′an
pun ikut masuk secara otomatis karena Islam tidak dapat dipahami tanpa penafsiran kitab
sucinya; apalagi bagi bangsa-bangsa ‘ajam (non Arab) seperti negara Asia Tenggara ini.
Mereka tidak mungkin memahami Islam tanpa menerjemahkan kitab suci itu ke dalam bahasa
mereka; terjemahan itu adalah salah satu bentuk penafsiran. Itulah salah satu faktor utama
mengapa penafsiran kitab suci ini selamanya tidak dapat terlepas dari Islam tersebut. 1
Penafsiran Al-Qur’an itu sendiri terus berkembang pesat menembus ruang dan waktu.
Tidak hanya di Arab, namun juga di seluruh penjuru dunia, termasuk wilayah Asia Tenggara. 2
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah Islam di Asia Tenggara
2. Perkembangan Tafsir di : Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand
3. Karakteristik dan Metodologi penafsiran
4. Tokoh-tokoh dan kitab tafsir di Asia Tenggara
1
Nasharuddin Baidan dan Erwati Aziz, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Di Asia Tenggara,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2019) hal 1
2
Zakirman dan Shafwatul Bary, Geliat dan Keterpengaruhan Tafsir Al-Qur’an dalam dakwah di
Malaysia, (Al Munir : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran, 2019) hal 50
iii
BAB II
PEMBAHASAN
3
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan kota-kota muslim di Indonesia dari Abad XVII
Sampai Abad XVIII Masehi, (Jakarta: Penerbit Menara Kudus, 2000), Hal 15
4
Djoko Marihandono, Nilai Strategis Malaka dalam Kontelasi Politik Asia Tenggara Awal abad XX :
Studi Kasus Tentang Strategi Maritim, Makalah ini disampaikan pada acara seminar internasional, Univeristas
Hasanudin dan University Kebangsaan Malaysia, (Makassar 24-27 November 2016)
1
interaksi itu, kemudian muncul pengaruh yang kuat dari satu pihak pada pihak lainnya. Dalam
hal ini, pihak yang memberikan pengaruh adalah para pedagang dan ulama dan Arab.
Salah satu kerajaan yang memiliki peran dalam penyebaran sejarah peradaban Islam di
Asia Tenggara adalah Samudera Pasai. Kerajaan ini, hingga sejarah saat ini dipercaya sebagai
kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia, dan juga kawasan Asia Tenggara. Kerajaan
yang berpusat di Aceh ini dipimpin seorang raja yang menganut Islam, yaitu Sultan Malikus
Shaleh. Saluran Islamisasi melalui perdagangan menjadi salah satu penyebab kuatnya
pengaruh peradaban Islam di Asia Tenggara.
b. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama putri-putri bangsawan,
tertarik untuk menjadi istri dari saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawinkan mereka di
Islamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin
luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh
keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan
ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau
anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati ataupun bangsawan itu kemudian turut
mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan
Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Juti dengan putri Kawunganten, Brawijaya dengan
putri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
c. Saluran Tasawuf
Ajaran Islam sampai ke Alam Melayu, sangat dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Para
sejarawan menyatakan bahwa inilah yang menyebabkan Islam menarik kepada mereka di Asia
Tenggara dan boleh dikatakan bahwa tasawuf dengan ajaran dan amalannya menyebabkan
berlakunya proses Islamisasi di Asia Tenggara. H. John seorang ahli sejarah yang berasal dari
Australia menyatakan bahwa islamisasi tersebut berlaku adanya dakwah cerdas yang dilakukan
oleh para sufi yang datang bersama-sama dengan pedagang muslim. Para sufi melalui jalur
tasawuf ini berhasil mengislamkan sejumlah besar penduduk Asia Tenggara setidaknya sejak
abad ke-13M, sehingga pengaruh Islam kelihatan lebih nyata.
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan
ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Asia Tenggara. Mereka mahir dalam soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Dengan tasawuf, "bentuk" Islam
yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka
yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan
diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan
2
Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M
bahkan di abad ke-20 M ini. 5
d. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu,
calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren,
mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan
Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk
mengajarkan Agama Islam.
e. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia
tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan
Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad
dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir. 6
f. Saluran Politik
Kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di
Sumatera, Jawa, Sulawesi Selatan maupun di Indonesia Bagian Timur. Demi kepentingan
politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan
kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
5
Muarif Ambary, Hasan, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia,
(Jakarta: Logos 1998), hal 76
6
Rahmawati, Jurnal Rihlah Islam di Asia Tenggara ( UIN Alauddin Makassar : 2014), hal 107
3
yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk
memeluk Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut futuh
yang disertai kehadiran kekuatan militer. 7
Masuknya Islam ke berbagai wilayah Asia Tenggara tidak berada dalam satu waktu
yang bersamaan, melainkan berlangsung selama berabad-abad, dan tidak merata di seluruh
tempat. Kondisi wilayah-wilayah Asia Tenggara pada saat itupun berada dalam situasi politik
dan kondisi budaya yang berbeda-beda. Misalnya, pada paruh kedua abad ke-13, para penguasa
Sumatera Utara (sekarang Aceh) sudah menganut Islam. Pada saat yang sama hegemoni politik
di Jawa Timur masih di tangan raja-raja beragama Syiwa dan Budha seperti Kerajaan Kediri
dan Kerajaan Singosari.
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa Islam telah datang ke Asia tenggara sejak
abad pertama hijriah seperti diyakini oleh Arnold. Ia mendasarkan pendapatnya ini pada
sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang akhir perempat abad ke 7 seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai
Sumatera. 8 Sebagian orang-orang Arab ini melakukan perkawinan dengan wanita lokal,
sehingga membentuk sebuah komunitas Muslim yang terdiri dari orang-orang Arab pendatang
dan penduduk lokal.
Menurut Thomas W. Arnold, dalam buku klasiknya, The Preaching of Islam anggota-
anggota komunitas Muslim ini juga melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran Islam melalui
jalur perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab, Persia dan
India dengan masyarakat pribumi. Watak Islam seperti itu diakui banyak pengamat atau
“orientalis” lainnya di masa lalu, di antaranya, Thomas W. Arnold, dengan itu Arnold
menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara
berlangsung secara damai. 9
Seperti tergambar secara implisit dalam uraian di atas, Islam di Asia Tenggara pada
awalnya diperkenalkan melalui hubungan dagang dan perkawinan. Para pedagang Muslim
Arab di yakini menyebarkan Islam sembari melakukan perdagangan di wilayah ini. Para
pedagang Muslim tersebut juga melakukan perkawinan dengan wanita lokal. Dengan
pembentukan keluarga Muslim ini, maka komunitas-komunitas Muslim pun yang memainkan
andil besar dalam penyebaran Islam. Namun A.H. Johns meyakini bahwa kecil kemungkinan
para pedagang itu berhasil mengislamkan jumlah penduduk yang besar dan signifikan. Karena
itu ia berpendapat bahwa adalah para sufi pengembara yang terutama melakukan penyiaran
Islam di kawasan ini. Para sufi melalui jalur tasawuf ini berhasil mengislamkan sejumlah besar
penduduk Asia Tenggara setidaknya sejak abad ke-13M, sehingga pengaruh Islam kelihatan
lebih nyata. Hal ini disebabkan oleh karena para sufi tersebut menyampaikan Islam dengan
cara yang menarik dan atraktif.
7
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung:
Rosdakarya, 1999), hal 23
8
Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara,( Jakarta: LP3ES, 2007. hal 24
9
Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam, (London : 1950), hal 42
4
B. Perkembangan tafsir di : Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand
1) Perkembangan tafsir di Malaysia
Penafsiran Alquran di Malaysia bermula sejak abad ke 17 melalui lisan (oral) oleh para
da’i di rumah-rumah “Tok Guru” sebutan untuk tokoh agama yang di berikan kepercayaan
mampu untuk mengajarkan Alquran. Tok Guru mengajarkan Al-Qur’an bermula di Masjid-
masjid dan madrasah- madrasah melalui pengajian-pengajian agama yang diadakan di tempat-
tempat tersebut. Kepandaian murid membaca dan memahami bahkan menghafalkan Alquran
seolah menjadi tugas dan tanggung jawab mereka.
Untuk pertama kali Alquran secara lisan (oral) ini dilakukan oleh Syekh Abdul Malik
bin Abdullah (1650 – 1736), atau yang juga dipanggil dengan “Tok Pulau Manis” pada abad
ke- 17. Tok Pulau Manis yang saat itu dianggap sebagai tokoh yang cukup mengerti dengan
Alquran mengajar dengan cara mengenalkan setiap huruf hijaiyyah, lalu dilanjutkan dengan
membaca juz ke-30 (juz Amma), dan setelah itu memberikan pesan-pesan Alquran secara
perlahan kepada muridnya. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan kenapa proses
penafsiran Alquran secara lisan (oral) di rumah-rumah Tok Guru cukup digandrungi oleh
pelajar dan masyarakat muslim Malaysia ketika itu; pertama, pada saat itu belum ada
terjemahan Alquran ke bahasa Nusantara. Sehingga, Alquran yang berbahasa Arab jadi sangat
sulit untuk dimengerti oleh masyarakat Malaysia yang saat-saat itu masih di bawah jajahan
Portugis dan Belanda, sehingga mendatangi Tok Guru dan mendengar setiap dakwahnya di
setiap kesempatan adalah satu-satunya cara untuk tetap bisa berinteraksi dengan Alquran.
Kedua, kitab-kitab tafsir periode awal dan pertengahan yang sudah mulai beredar ke seluruh
wilayah Nusantara, masih menggunakan bahasa asli di mana kitab itu berasal. Persoalan bahasa
memang selalu jadi polemik tersendiri dalam proses transmisi pesan-pesan ilahi dalam
Alquran. 10
Proses penafsiran Alquran secara oral di rumah-rumah Tok Guru pada abad 17 sampai
awal abad 19 cukup diminati masyarakat Muslim di Malaysia, proses penafsiran Alquran mulai
diinstitusikan. Tafsir Alquran menjadi satu mata pelajaran wajib pada lembaga-lembaga
pendidikan resmi seperti Pondok Pesantren dan Madrasah. 11 Pondok pertama yang
mengajarkan tafsir adalah Pondok yang didirikan Tok Kenali pada tahun 1917. Pondok Tok
Kenali inilah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh penulis tafsir di Malaysia seperti;
Muhammad Idris al-Marbawi (1990), Ali Salah al-Din (1968), Haji Abdullah Tahir Haji
Ahmad (1961) dan Sheikh Usman Jalaluddin (1952) Setelah Pondok Tok Kenali, pondok-
pondok lain pun mengikuti dengan menjadikan tafsir sebagai mata pelajaran wajibnya.
Kepentingan mengusai ilmu tafsir untuk memahami Alquran semakin mendesak, justru
pengajiannya diangkat ke tingkat institusi perguruan tinggi. Ini dapat dibuktikan ketika ilmu
tafsir mulai diajarkan kepada mahasiswa di Akademi Pengajian Islam, Fakultas Sains Sosial,
Universitas Malaya pada tahun 1959. Pengajian ilmu ini terus berkembang ketika subjek yang
10
Zakirman dan Shafwatul Bary, Geliat dan Keterpengaruhan Tafsir Al-Qur’an dalam dakwah di
Malaysia, (Al Munir : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran, 2019) hal 52
11
Abdullah Qori, Tuk Kenali Penggerak Ummah, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2009)
hal 43
5
berkaitan dengan tafsir menjadi bagian dari silabus yang ditawarkan institusi pengajian tinggi
lain seperti Akademi Pengajian Islam Universitas Kebangsaan Malaysia, Kuliah Ilmu Wahyu
dan Sains Kemanusiaan, Universitas Islam Antarbangsa; Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan,
Universitas Sains Malaysia; Universitas Sains Islam Malaysia; Fakulti Pengajian Kontemporer
Islam, Universitas Darul Iman Malaysia, Pusat Pengajian Islam dan Pembangunan Sosial,
Universitas Teknologi Malaysia, Universitas Pendidikan Sultan Idris Tanjong Malim; dan lain-
1ain.
Perkembangan Tafsir Alquran di Malaysia mempunyai perjalanan dan problematika
yang cukup menarik di Nusantara. Sebagai negara yang mempunyai penduduk muslim cukup
banyak, Malaysia dalam bidang studi Qur’an dan tafsir memang agak sedikit terlambat jika
dibandingkan dengan Indonesia, keterlambatannya juga tak lepas dari pengaruh kolonialisme
bangsa-bangsa Eropa ke Asia Tenggara. Kolonialisme yang cenderung kejam kepada
pendakwah, menyebabkan keterlambatan yang cukup signifikan.
Pada prosesnya, penafsiran Alquran di Malaysia bisa dibagi jadi tiga fase; pertama,
pengajian Alquran di rumah- rumah Tok Guru. Kedua, institusional tafsir melalui sekolah-
sekolah dan madrasah yang mengajarkan studi Islam. Ketiga, proses penulisan yang baru
muncul pada abad 20. Semua geliat pertumbuhan tafsir Alquran di Malaysia dari periode awal
sampai dewasa ini, adalah peran penting para penggiat Alquran yang memainkan peran dakwah
dalam setiap dakwahnya. Beberapa aktor seperti Tok Pulau Manis, Tok Kenali, Tok
Shihabuddin, dan lain-lain tercatat sebagai pionirnya atau penggerak utamanya. 12
12
Zakirman dan Shafwatul Bary, Geliat dan Keterpengaruhan Tafsir Al-Qur’an dalam dakwah di
Malaysia, (Al Munir : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran, 2019) hal 57
6
(Temburong). 13 Pihak pemerintah menyadari kepentingan khazanah ilmu Al-qur’an dalam
membentuk jati diri anak bangsa. Pengajian tafsir telah ditawarkan ke peringkat yang lebih
tinggi, yaitu di bawah Jabatan Tafsir dan Hadis, Fakultas usuluddin, Insitut Pengajian Islam
(IPI), Universitas Brunei Darussalam. Tidak cukup dengan itu, Kerajaan Brunei telah
membuka sebuah lagi universitas yang bercirikan Islam yaitu Universitas Islam Sultan Sharif
Ali (UNISSA), yakni pengajian tafsir turut ditawarkan di Jabatan Tafsir dan Hadist, Fakultas
Usuluddin.
Menurut Mufti Kerajaan Brunei Darussalam, Pehin Dato’ Seri Maharajo Dato Paduka
Seri Setia Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, mengatakan perkembangan tafsir karya ulama
Brunei Darussalam jauh tertinggal dibanding dengan wilayah Nusantara lainnya. Hal ini juga
dengan alasan jumlah penduduknya yang sedikit yaitu sebanyak 249 ribu jiwa saja dan juga
kekurangan pakar tafsir yang benar-benar memahami bidang-bidang ini. Oleh sebab itu para
peneliti tafsir sedikit mengalami kesusahan untuk mencari tafsir karya ulama Brunei
Darussalam. 14
13
Mushtaffa bin Abdullah dan Abdul Manan Syafi’I, “Khazanah Tafsir di Nusantara”. (Jurnal
Kontekstualita : 2009), hal 36
14
Amirulloh Sain Asari, Jurnal History And Development Of Tafsir In Southeast Asia (Waratsah :
2016) hal 180
15
Hasani Ahmad Said, Mengenal Tafsir Nusantara Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia
Malaysia, Thailand, Singapura Hingga Brunei Darussalam ( Refleksi : 2017) hal 222
7
masjid atau kelompok-kelompok pengajian agama yang biasa disebut (Jamiyyatun al-Dakwah
al-Islamiyyah), yang berjalan secara sistematik dan menyerupai sistem pendidikan formal.
Pengajian tafsir di masjid dilaksanakan dengan lebih sistematis, yakni pengajian tafsir
dikhususkan hanya kepada masjid tertentu saja supaya pengajiannya dapat dilaksanakan
dengan baik dan berkesan, Di antara objeknya adalah menjadi pusat sumber kajian di dalam
bidang tafsir dan menyediakan bahan-bahan rujukan dalam bidang tafsir Alquran. Begitu pula
aktivitas kuliah memfokuskan Tafsir Jalalayn, Tafsir Maudu'i, Tafsir Ayat-ayat Janji Allah,
Tafsir Ayat Hukum, dan lain-lain.
Ketika membahas perihal perkembangan khazanah tafsir di Singapura, rasanya sulit
dilepaskan dari sosok Ahmad Sonhaji. Karena jerih payahnya menyampaikan pesan-pesan Al-
Qur’an dalam berbagai tempat dan media, khususnya dalam bidang tafsir. Dalam bidang
perkembangan penafsiran Al-Qur’an, ada 5 karya tafsir yang menonjol, dan 2 karya di
antaranya karya Ahmad Sonhaji. Pertama, Tafsir al-Qur’an (edisi Singapura) karya Ahmad
Sonhaji Muhammad tahun 1960. Kedua, Tafsir al-Qur’an ‘Abr al-Athir / Tafsir al-QUr’an di
Radio (edisi Malaysia) karya Ahmad Sonhaji Muhammad 30 juz lengkap, tahun 1989.
4) Perkembangan tafsir di Thailand
Negara yang dikenal dengan julukan negeri gajah putih ini, jika ditelusuri secara sejarah
bahwa Islam masuk ke Thailand dengan melalui Kerajaan Pasai (Aceh). Ketika Kerajaan Pasai
di taklukan Thailand, raja Zainal Abidin dan orang-orang Islam banyak yang ditawan. Setelah
mereka membayar tebusan mereka dikeluarkan dari tawanan, dan para tawanan tersebut ada
yang pulang dan ada juga yang menetap di Thailand, sehingga mereka menyebarkan agama
Islam. Chapakia menuturkan bahwa kedatangan Islam di Patani (selatan Thailand) berkisar
sekitar abad ke-7 M. 16
Perkembangan kajian Islam di Thailand tidak terlepas dari peranan para tokoh-tokoh
ulama Thailand, khususnya di daerah Patani. Adapun ulama-ulama Patani itu adalah Syeikh
Daud, Syeikh Ahmad, Syeikh Muhammad bin Ismail dan lain-lain. Mereka inilah yang banyak
menghasilkan penulisan-penulisan ilmiah dan secara tidak langsung mereka turut
memengaruhi keberagamaan masyarakat Patani. Hanya saja karya-karya para ulama pendahulu
Patani, tulisan dan pemikirannya masih tertumpu pada bidang tauhid, fiqh dan tasawuf, ilmu
alat dan sebagainya. Sangat disayangkan karya-karya mereka tidak atau tidak banyak
mengupas bidang tafsir al-Qur’an. 17
Jika di sisir, di Patani (selatan Thailand), pengajian tafsir al-Qur’an tidak begitu jelas,
kalau adapun yang diajar di institusi pengajian pondok atau sekolah hanya dengan
menggunakan buku-buku tafsir dalam bahasa Arab sebagai teks, seperti kitab “Tafsir al-
Jalalyn” dan syarah-syarahnya, “Tafsir al-Maraghi” karangan Ahmad Mustafa al-Maraghi,
“Tafsir al-Wadih” karangan Dr. Muhammad Mahmud Hijazi, dan sebagainya.
16
Ahmad Omar Chapakia, Politik Thai dan Masyarakat Islam di Selatan Thailand, (Kedh Darul Aman
: Pustaka Darusslama, 2000), hal 18
17
Rorsuedee Salaeh Rushdi dan.Ishak Suliaman, Makalah “Dr. Ismail Lutfi: Peranannya dalam
Penulisan Tafsir Qur’an di Selatan Thailand”.pdf, (2011), hal 317
8
Pada awal abad ke-15H, muncul nama Prof. Dr. Ismail Luthfi, beliau seorang Mufti
kerajaan Thailand yang memberikan pembaharuan corak pengajian tafsir di Patani dengan
mengadakan pengajian umum yang dikenali sebagai Maljis al-ilmi. Pelajaran yang
disampaikan ialah tafsir al-Qur’an dan al-Hadist. Di sini jelaslah bahwa pengajian tafsir al-
Qur’an di Patani bukan saja untuk pelajar-pelajar pondok atau sekolah, tetapi disampaikan
secara terbuka kepada umum.
Penafsiran Al-Qur’an di Thailand bermula dari pengajian biasa yang biasa diadakan di
masjid, majelis taklim secara rutin. Dari pengajian-pengajian tafsir itulah lahirlah tulisan
ringkas dan selanjutnya susun secara sistematis dan teratur, dinamakan Tafsir al-Bayan. Tafsir
al-Bayan adalah satu di antara sekian banyak hamparan karya tafsir yang dihasilkan oleh ulama
Thailand. 18
C. Karakteristik dan Metodologi penafsiran
Metode-metode penafsiran tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, walaupun
tidak dapat dipungkiri juga terdapat kelemahan-kelemahan, meskipun penggunaan metode-
metode tafsir tersebut tetap disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan metode
penafsiran Al-Qur'an tidak lepas dari perbedaan kecenderungan, motif para mufasir, perbedaan
misi yang diemban, perbedaan kedalaman, dan keragaman bentuk ilmu yang dikuasai,
perbedaan waktu, perbedaan situasi dan kondisi, dan lain-lain. 19 Secara garis besar Al-
Farmawi, membagi metode tafsir yang selama ini dipakai ulama menjadi empat cara atau
metode, yaitu: metode ijmali (global), metode tahlili (analitis), metode muqarin (perbandingan)
dan metode maudhu’i (tematik). 20 Lahirnya metode-metode tafsir tersebut, disebabkan oleh
tuntutan perkembangan masyarakat yang selalu dinamis.
1. Metode Ijmali (global)
Metode ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara singkat dan global tanpa uraian
panjang lebar. Metode ijmali adalah metode tafsir yang telah digunakan oleh Nabi Muhammad
sebagai al-Mufassir al-Awwal untuk menafsirkan al-Qur`an dengan cara singkat dan global,
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada era Nabi Muhammad dan para sahabat,
persoalan Bahasa, terutama bahasa arab bukanlah menjadi penghambat dalam memahami al-
Qur`an. 21 Metode ini digunakan agar pesan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur`an dapat
dipahami dengan mudah dan gampang oleh umat Islam pada zaman itu.
Sistematika penulisannya mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya
tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an. Hal ini dilakukan terhadap ayat per ayat dan surat
per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf sehingga tampak keterkaitan antara makna
satu ayat dan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang lain.
18
Hasani Ahmad Said, Mengenal Tafsir Nusantara Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia
Malaysia, Thailand, Singapura Hingga Brunei Darussalam, ( Refleksi : 2017) hal 220
19
Anandita Yahya dkk, Metode Tafsir Al-Tafsir Al-Tahlili, Al-Ijmali, Al-Muqaran Dan Al-Mawdu’i,
(Jurnal Palapa : Riau, 2022), hal 3
20
Abd Al-Hayy al-Farmawi, al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû‘I, (Dirâsah Manhajiyyah Mauduiyyah,
1977), hal 23
21
Muhammad Mutawali, Jurnal Tafsir Ijmali Sebagai Metode Tafsir Rasulullah, (2017), Hal 7
9
a. Kelebihan
Praktis dan mudah dipahami dan pola penafsiran seperti ini lebih cocok untuk
para pemula; bebas dari penafsiran israiliyat; dekat dengan bahasa al-Qur’an
yang berarti tafsir ijmali ini memakai bahasa yang ringkas dan padat, sehingga
pembaca tidak merasa bahwa ia telah membaca kitab tafsir. Hal ini disebabkan,
karena tafsir dengan metode global menggunakan bahasa yang singkat dan
akrab dengan bahasa arab tersebut. 22
b. Kekurangan
Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai, yang berarti
tafsir yang memakai metode ijmali ini tidak menyediakan ruangan untuk
memberikan uraian dan pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan
pemahaman suatu ayat. Oleh karenanya, jika menginginkan adanya analisis
yang rinci, metode global tak dapat diandalkan. Ini disebut suatu kelemahan
yang disadari oleh mufassir yang menggunakan metode ini. Namun tidak berarti
kelemahan tersebut bersifat negatif. 23
22
Achmad Imam Bashori, Pergeseran Tafsir Tahliliy Menuju Tafsir Ijmaliy, (Jurnal Kaca Jurusan
Ushuluddin STAI Al-Fithrah 2019), hal 117-118.
23
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Pelajar,1988) hlm. 22-23
24
‘Abd al-Hay al-Farmawi, al-Bidayah fi al-tafsir al- Maudhu’i, (Mesir: Mathba’at al-Hidharat al-
‘Arabiyah, 1977), hal 24
25
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 378
26
Zuailan, Jurnal Metode Tafsir Tahlili, (Diya al-Afkar Vol.4 : 2016) hal 63
10
Para mufassir tidak seragam dalam mengoperasikan metode ini. Ada yang mengurai
secara ringkas ada pula yang menguraikannya secara terperinci. Itu semua didasari oleh
kecenderungan para mufassir. 27 Untuk lebih mudah mengidentifikasi metode tafsir tahlili
(analisis), penulis ingin mengemukakan beberapa corak tafsir yang tercakup dalam metode ini,
dapat dikemukakan paling tidak ada tujuh corak tafsir yang disebutkan al-Farmawi, di
antaranya:
Jika dilihat dari segi pendekatan, secara garis besar, tafsir tahlili dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’y. Diantara kitab tafsir tahlili yang
mengambil bentuk bi al-ma’tsur adalah: kitab tafsir Jami’ al-Bayan’an Ta’wil Ayi Al-Qur’an
karangan Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H), Ma’alim al-Tazil karangan al-Baghawi (w. 516 H),
Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim (terkenal dengan tafsir Ibn Katsir) karangan Ibn Katsir (w. 774 H),
al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur karangan al-Suyuthi (w. 911 H).
Adapun tafsir tahlili yang mengambil bentuk bi al-ra’yi antara lain: Tafsir Lubāb al-
ta’wīl fī ma„ānī al-tanzīl karya Imam al- Khāzin (w. 741 H), Anwar al-Tanzil wa Asrar al-
Ta’wil karangan al-Baydhawi (w. 691 H), al-Kasysyaf karangan al-Zamakhsyari (w. 538 H),
‘Arais al-Bayan fi Haqaia Al-Qur’an karangan al-Syirazi (w. 606 H), dan lain-lain. 28
Namun seiring perkembangan zaman, selanjutnya metode tahlili berkembang menjadi
beberapa bagian, yaitu: at-tafsir al-shufi, tafsir al-falsafi, tafsir al-fiqhi, tafsir al-‘ilmi, dan
tafsir al-adabi al-ijtima’i. 29
a. Kelebihan
1) Ruang lingkup yang luas 30
2) Memuat berbagai ide yang berarti metode analisis relatif memberikan kesempatan
yang luas kepada mufassir untuk mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam
menafsirkan al-Qur’an.
3) Penafsiran terhadap satu ayat dapat dilakukan secara tuntas, baik dari sudut bahasa,
asbabun nuzul, munasabah, maupun kandungan isinya. Dengan metode ini dapat
dikatakan, semua bagian dari ayat dapat ditafsirkan dan tidak ada yang ditinggalkan.
b. Kekurangan
1) M. Quraish Shihab, mengemukakan pendapat mengenai kelemahan dalam metode
penafsiran tahlili, di antaranya penjelasan dalam beberapa kitab tafsir tahlili
terkesan tidak ada habisnya karena hanya fokus pada kalimat yang dibahas,
berargumentasi tanpa mengaitkannya dengan ayat lainnya yang saling
27
M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: penerbit TERAS, 2010), hlm.42.
28
Putri Maydi Arofatun Anhar, Tafsir Ilmi: Studi Metode Penafsiran Berbasis Ilmu Pengetahuan pada
Tafsir Kemenag, Jurnal Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains : 2018, h. 112.
29
Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahis Fi ‘Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al- Ashr al-Hadits,
1973), hlm.1
30
Metode tahlili dikembangkan dalam berbagai penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing
mufassir. Contoh: ahli bahasa, mendapat peluang yang luas untuk menafsirkan al-Qur’an dari pemahaman
kebahasaan, menjadikan kajian qiraat sebagai titik tolak dalam penafsirannya. Demikian pula ahli filsafat,
cenderung di dominasi oleh pemikiran-pemikiran filosofis seperti kitab Tafsir karya al-Fakhr al-Razi. Mereka
yang cenderung dengan sains dan teknologi menafsirkan al- Qur’an dari sudut teori-teori ilmiah atau sains.
11
berhubungan. hingga metode penafsiran ini membuat petunjuk-petunjuk Al-Qur'an
seolah terpecah-pecah.
2) Tidak mampu memberi jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan yang
dihadapi. meskipun metode tahlili ini dinilai sangat luas, namun tidak
menyelesaikan satu pokok bahasan, karena seringkali satu pokok bahasan diuraikan
sisinya atau kelanjutannya pada ayat yang lain. 31
3) Metode tahlili tidak membatasi mufassir dalam mengemukakan pemikiran-
pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya, tidak
terkecuali pemikiran Israiliyat
31
Zuailan, Jurnal Metode Tafsir Tahlili, (Diya al-Afkar Vol.4 : 2016), hal 82-83
32
Syahrin Pasaribu, Metode Muqaran Dalam Al’quran, (WAHANA INOVASI : 2020), hal 46
33
Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak
Mufassirin (Al-Mawarid : 2008), hal 278
12
dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen yang
berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional. 34
Tafsir Maudhu’i yang bersifat sederhana (al-wajiz) contohnya para penceramah dan
khatib yang menentukan satu topik tertentu dan memaparkannya dalam pemaparan yang
sangat sederhana dengan memberikan pemahaman yang cukup pada topik qur’ani tersebut. 35
a. Kelebihan
1) Praktis dan sistematis. Tafsir dengan metode ini disusun secara praktis dan sistematis
dalam memecahkan permasalahan yang timbul. Dengan adanya tafsir tematik, mereka
akan mendapatkan petunjuk Al-Qur’an secara praktis dan sistematis serta dapat lebih
menghemat waktu, efektif dan efisien.
2) Membuat pemahaman menjadi utuh. Maka dari itu, metode tematik ini dapat
diandalkan untuk pemecahan suatu permasalahan secara lebih baik dan tuntas
3) Menjawab tantangan zaman.
b. Kekurangan 36
1) Memenggal Ayat Qur’an
2) Membatasi pemahaman ayat
7 Prof. Dr. Teungku Muhammad • Tafsir An-Nur & Al- Bayan 1966
34
Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak
Mufassirin, (Al-Mawarid : 2008), hal 279
35
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan ulumul Quran, (Jakarta: Qaf, 2019) cet. II. Hlm. 166
36
Moh. Tulus Yamani, Modul Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i (UIN Malang:J-
PAI,2015) hlm.286
37
Nashruddin Baidan. Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, (Tiga Serangkai Pustaka Mandiri :
2003), hal 78
13
Hasbi Ash-Shiddqi
2) Malaysia
Beberapa karya tafsir di Malaysia dengan berbagai corak, sebagai berikut 38 :
NO TOKOH KARYA TAHUN
1 Tuan Haji Muhammad Sa'id bin • Tafsir Nur al-Ihsan 1925 s/d
Umar 1927
2 Sayed Syeikh Al-Hadi • Tafsir al-Fatihah 1928
38
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir di Malaysia, (Akademi Pengajian Malaya University : 2010)
hal 37
14
12 Nik Muhammad Adeeb • Rahasia Mengadap 1947
Tuhan
13 Haji Nik Muhammad Saleh Wan • Falsafah Berumahtangga
atau Tafsir Surah Al-
Maidah 1947
• Kuliah Pengajian Al-
Quran
14 Haji Yusuf bin Haji Abdullah • Tafsir al-rawi Juzuk 1950
Amma
15 Datok Yusuf Zaky Yacob • Tafsir fi Zillal al- 2000
Quran
16 Tuan Guru Datok Nik Abdul • Tafsir Surah Hud, 1997
Aziz Nik Mat Yunus, Al-Furqan
17 Abdul Qari b. Haji Salleh • Mencari Hidayah Al-
Quran 1996
• Perintis Intisari Tafsir
Surah Tabarak
18 Mohd Fauzi Awang • Tafsir Al-Quranul 1964
Karim Juz Amma
19 Dr. Abdul Hayei Abdul Shukor • Tafsir Pedoman 2005
Muttaqin
• Tafsir Pedoman 2008
Muttaqin
20 Tuan Guru Haji Abdul Hadi b. • Tafsir at-Tibyan dalam 2004
Awang memahami Al- quran surah
al- baqarah
• At-Tibyan dalam 2002
menafsirkan al-quran tafsir
surah al-fill dan surah al-
hasyr
• Tafsir Surah Luqman 2002
3) Singapura 39
39
Abdullah Alwi Hasan, Islam in Singapore an Introduction, (Kuala Lumpur, Sarjana Enterprise :
1981), hal 65
15
3 Abdullah al-Jufri • Pelita al-quran (Tafsir of
Al-Baqarah, Ali Imran, 2001
Annisa, and Juz Amma)
4 Osman Jantan • Pedoman Tafsir Juz 2005
Amma
4) Thailand
Pada abad ke-20 pengajian tafsir Alquran di Patani telah disampaikan secara
meluas. Karena itu, penghasilan buku-buku tafsir berkembang. Kitab-kitab tafsir tertua
yang ditulis pada tahun 1979 berjudul Al-Qur'an dan Pengertiannya Syekh Swanasat,
dengan menggunakan bahasa Thailand 30 juz beserta 6 jilid lengkap. Syekh Swanasat
adalah pelopor penulisan tafsir Al-Quran di Thailand, dan bukunya sebagai referensi
untuk beberapa mufassir di Thailand saat ini. Beberapa karya tafsir lainnya adalah
sebagai berikut 40 :
5) Brunei Darussalam
Seperti yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya bahwa perkembangan dan
penulisan tafsir di Brunei Darussalam mengalami keterlambatan di banding negara-
negara sekitarnya. Walau begitu, rakyat Brunei harus berbangga dengan kerja keras
sebagian penduduk asli dan pihak kerajaan Brunei dalam menghasilkan karya tafsir
seperti berikut:
40
M. Lazim Lawee, Perkembangan Pengajian Alquran dan Hadist di Thailand, (Kuala lumpur :
Malayua University, 2008), hal 23
16
NO TOKOH KARYA TAHUN
1 Pegawai jabatan Hal Ehwal Agama • Tafsir Darussalam (dalam
dan Guru-Guru Sekolah Menengah bentuk majalah berseri dari 1972 s/d
Arab Hassanal Bolkiah. 1972-1995) 1995
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyebaran Islam di kawasan ini terjadi tanpa melalui ekspansi pembebasan
yang melibatkan kekuatan militer, pemaksaan struktur kekuasaan norma-norma
masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui jalur perdagangan,
perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.
Perkembangan tafsir di wilayah Asia Tenggara memiliki proses perkembangan
yang berbeda-beda, yang dimana terdapat wilayah yang perkembangannya cepat dan
mudah di terima oleh masyarakat di masa itu dan terus berkembang seiring berjalannya
waktu hingga kini, tetapi ada juga wilayah yang mengalami keterlambatan dalam
perkembangan tafsirnya di banding negara-negara sekitarnya.
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991.
Anandita, Yahya, dkk, , Metode Tafsir Al-Tafsir Al-Tahlili, Al-Ijmali, Al-Muqaran Dan Al-Mawdu’i, Jurnal Palapa
: Riau. 2022
Anhar, Putri Maydi Arofatun, Tafsir Ilmi: Studi Metode Penafsiran Berbasis Ilmu Pengetahuan pada Tafsir
Kemenag, Jurnal Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains : 2018.
Arnold, Thomas W, The Preaching of Islam, London : 1950.
Asari, Amirulloh Sain, Jurnal History And Development Of Tafsir In Southeast Asia, Waratsah, 2016
Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: Rosdakarya, 1999
Baidan, Nasharuddin dan Erwati Aziz, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2019
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Pelajar,1988.
Baidan, Nashruddin. Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri : 2003
Bashori, Achmad Imam, Pergeseran Tafsir Tahliliy Menuju Tafsir Ijmaliy, Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI
Al-Fithrah, 2019
Chapakia, Ahmad Omar, 2000, Politik Thai dan Masyarakat Islam di Selatan Thailand, Kedh Darul Aman :
Pustaka Darusslama.
Djoko, Marihandono, Nilai Strategis Malaka dalam Kontelasi Politik Asia Tenggara Awal abad XX : Studi Kasus
Tentang Strategi Maritim, Univeristas Hasanudin dan University Kebangsaan Malaysia, 2016
al-Farmawi, ‘Abd al-Hayy. al-Bidayah fi al-tafsir al- Maudhu’i, Mesir: Mathba’at al-Hidharat al-‘Arabiyah, 1977
Hasan, Abdullah Alwi, Islam in Singapore an Introduction, Kuala Lumpur, Sarjana Enterprise, 1981
Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin Al-
Mawarid : 2008.
Ibn Abdullah, Mushtaffa dan Abdul Manan Syafi’I, “Khazanah Tafsir di Nusantara”. Jurnal Kontekstualita :
2009.
Lawee, M. Lazim, Perkembangan Pengajian Alquran dan Hadist di Thailand, Kuala lumpur : Malayua
University, 2008
Muarif, Ambary, Hasan, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Jakarta: Logos
1998
Muhammad, Ahsin Sakho, Membumikan ulumul Quran, Jakarta: Qaf, 2009.
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir di Malaysia, Akademi Pengajian Malaya University, 2010.
Mutawali Muhammad, Jurnal Tafsir Ijmali Sebagai Metode Tafsir Rasulullah, 2017
Pasaribu, Syahrin, Metode Muqaran Dalam Al’quran, Wahana Inovasi : 2020.
al-Qaththan, Manna’ Khalil, Mabahis Fi ‘Ulum al-Qur’an, Riyadh: Mansyurat al- Ashr al-Hadits, 1973
Qori, Abdullah, Tuk Kenali Penggerak Ummah, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2009
Rahmawati, Jurnal Rihlah Islam di Asia Tenggara UIN Alauddin Makassar : 2014.
Rushdi, Rorsuedee Salaeh dan.Ishak Suliaman, (Makalah “Dr. Ismail Lutfi: Peranannya dalam Penulisan Tafsir
Qur’an di Selatan Thailand”).pdf, 2011
Said, Hasani Ahmad, Mengenal Tafsir Nusantara Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia Malaysia,
Thailand, Singapura Hingga Brunei Darussalam, Refleksi, 2017
19
Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang : Lentera Hati, 2013
Suryadilaga, M. Alfatih, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: penerbit TERAS, 2010
Suryadinata, Leo, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara, Jakarta: LP3ES, 2007.
Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan Perkembangan kota-kota muslim di Indonesia dari Abad XVII Sampai
Abad XVIII Masehi, Jakarta: Penerbit Menara Kudus, 2000.
Yamani, Moh. Tulus, Modul Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i, UIN Malang:J-PAI,2015.
Zakirman dan Shafwatul Bary, Geliat dan Keterpengaruhan Tafsir Al-Qur’an dalam dakwah di Malaysia, Al
Munir : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran, 2019
Zuailan, Jurnal Metode Tafsir Tahlili, Diya al-Afkar Vol.4 : 2016.
20