Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG ISLAM DAN GAGASAN

UNIVERSAL
MATA KULIAH METODOLOGI STUDI ISLAM

DOSEN PEMBIMBING : Bapak. Razali Febrianto, M.Pd.


DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4 LOKAL A
MUHAMAD RYAN (12370311102)
RINO MAHESTU (12370311492)
RIVA ILLA PUTRI (12370323061)
KARTIKA SARI DEWI (12370323182)
DYKA SILVANA (12370320411)

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “ISLAM DAN GAGASAN UNIVERSAL” ini. Makalah ini
merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dari pemenuhan
kriteria mata kuliah. Salam dan shalawat kami sampaikan kepada
junjungan kami tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga
beliau, para sahabatnya dan seluruh umat islam yang tetap teguh
dalam ajarannya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada
kekurangan disebabkan oleh kedangkalan dalam memahami teori,
keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga penulis. Semoga segala
bantuan. dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah
diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah Subhana wa
Taala. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat bagi kita
semua, khususnya bagi penulis sendiri.

i
DAFTAR ISI
Halaman Depan
Kata pengantar…………………………………………………… i
Daftar isi………………………………………………………….. ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………… 1-2
B. Rumusan Masalah………………………………………….. 2
C. Tujuan dan Manfaat………………………………………... 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam dan Globalisasi ………………………… 3-4
B. Modernismen dan Puritanisme Islam ………………… 4-5
C. Gerakan Fundamentalis dan Radikalisme Islam…..
…………………………………... 5-14
D. Islam : Eksklusif dan Inklusif…………………. 14-15
E. Islamisasi Sains……………………………………. 15
F. Pluralisme Agama-agama…………………………. 16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………… 17-19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama pada hakikatnya mengajarkan kebaikan-kebaikan kepada
semua umat dan pemeluknya. Tentu agama dijadikan sebagai landasan
berpijak, berpikir, bertindak dan mengambil keputusan. Islam
merupakan agama yang sempurna yang mengatur disemua bidang
kehidupan sebagaimana yang terkandung dalam QS Al-Maidah ayat
3. Islam menyentuh seluruh segi kehidupan. Islam adalah sebagai
peradaban, perundang-perundangan, ilmu, pemikiran dan seluruh
bagian. Islam adalah agama yang universal yaitu Islam dapat
melewati batas ruang dan waktu bahkan Islam merupakan agama
yang universalisme atau agama yang ditunjuk untuk semua umat atau
dituju kepada siapapun. Islam merupakan agama yang sangat
fundamental. Tidak terkecuali juga, Islam mengatur hubungan dengan
agama lain ditengah keberagaman agama. Islam bersifat eksklusif dan
inklusif sesuai dengan keadaannya. Islam merupakan agama yang
paling benar tapi disamping itu, dalam realitas beragama, kita tetap
menghormati keyakinan agama lain. Dalam bernegara, kehidupan
sosial dan unsur kemanusiaan, Islam tetap menghormati dan menjaga.
Islam didasari dengan prinsip yang tentunya merupakan bersumber
dari Al-Qur’an. Salah satu prinsip Islam mengenai keharmonisan
yang selalu dijaga dan dijunjung tinggi seperti Habluminallah dan
Habluminannas, dimana makna dari Habluminallah adalah hubungan
umat dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan Habluminannas
adalah hubungan antar umat, atau hubungan sesama manusia. Sebagai
agama yang universal tentunya Islam senantiasa mampu hidup dan
berkembang dalam situasi apapun,

1
kapanpun dan dimanapun selama tidak menyalahi prinsip-prinsip
dasar Islam. Sebagai agama yang bersifat universalisme juga Islam
merambah kesegala bagian kehidupan manusia termasuk hubungan
sosial, ilmu pengetahuan, bahkan globalisasi. Dalam ke universalan
Islam, menjadikan Islam agama yang berkembang dan mengikuti
globalisasi. Globalisasi ini tentu menimbulkan modernisasi dan
puritanisme dalam Islam yang mungkin akan berpengeruh terhadap
kehidupan Islam. Dalam perkembangan saat ini, kita juga dapat
melihat keterlibatan Islam dalam segi ilmu pengetahuan. Dimana Ilmu
pengetahuan lah yang mengahantarkan kehidupan kepada saat ini atau
zaman globalisasi ini. Walau ilmu pengetahuan saat ini dipengeruhi
oleh bangsa Barat. Dan terakhir bahwasanya Islam sebagai agama
universal dikenal juga sebagai agama eksklusif tetapi juga agama
inklusif. Islam eksklusif dan inklusif ini mungkin memang sangat
saling bertolak belakang tetapi sebagai agama fundalisme, Islam pasti
mengatur semuanya.

B. Rumusan Masalah
a. Pengertian Islam dan Globalisasi
b. Pengertian Modernismen dan Puritanisme Islam
c. Pengertian Gerakan Fundamentalis dan Radikalisme Islam
d. Pengertian Islam : Eksklusif dan Inklusif
e. Pengertian Islamisasi Sains
f. Pengertian Pluralisme Agama-agama

2
C. Tujuan dan Manfaat
a. Agar mengetahui apa itu Islam dan Globalisasi
b. Agar mengetahui apa itu Modernismen dan Puritanisme Islam
c. Agar mengetahui apa itu Gerakan Fundamentalis dan
Radikalisme Islam
d. Agar mengetahui apa itu Islam : Eksklusif dan Inklusif
e. Agar mengetahui apa itu Islamisasi Sains
f. Dan agar mengetahui apa itu Pluralisme Agama-agama

BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam dan Globalisasi
Globalisme atau universalisme Islam merupakan sebuah
pemahaman yang berangkat dari fakta tekstual historis bahwa risalah
Islam ditujukan untuk semua umat, segenap ras dan bangsa, serta
untuk semua lapisan masyarakat. Ia bukan risalah untuk bangsa
tertentu yang beranggapan bahwa dialah bangsa terpilih, dan
karenanya semua manusia harus tunduk kepadanya. Meskipun pada
awalnya berada di dalam tubuh suatu bangsa, sekelompok bangsa atau
hanya sekelompok individu, ia adalah satu dalam arti, bahwa ia
meliputi seluruh manusia. Oleh karenanya, berbicara secara Islam,
tidak bisa ada tata sosial Arab atau Turki, Iran atau Pakistan ataupun
Malaysia, melainkan satu, yaitu tata sosial Islam, walaupun tata sosial
bermula dari negeri atau kelompok tertentu. Risalah Islam adalah
Hidayah Allah untuk segenap manusia dan rahmat-Nya untuk semua
hamba-Nya. Manifesto ini termaktub

3
abadi dalam firman-Nya “Dan tidak kami utus engkau (Muhammad),
kecuali sebagai rahmah bagi seluruh alam” atau: “Katakanlah
(Muhammad): “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua agar ia menjadi juru peringatan bagi seru sekalian
alam” atau dalam ayat: “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-
Furqan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar ia menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam”.
B. Modernismen dan Puritanisme Islam
Modernisme mengandung makna pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adap istiadat, institusi-institusi
lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan olah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Puritanisme dalam islam mempunyai pengertian usaha untuk
mengembalikan umat islam kepada ajaran yang murni berasal dari
pembawanya yakni Nabi Muhammad saw. yaitu al-Quran dan hadis
agar bersih dari perilaku takhayyul, bid’ah dan khurafat yang dapat
merusak ajaran dan aqidah umat islam. Pengertian antara puritanisme
dan modernisme dapat dilihat bahwa kedua istilah tersebut
mempunyai makna yang berbeda. Jika puritanisme mengandung arti
memurnikan pemikiran atau ajaran dari segala aspek dari luar yang
mencampuri atau mempengaruhi suatu pemikiran atau ajaran tertentu
yang dapat menodai kemurnian islam. Sedangkan modernisme
mengandung pengertian gerakan membuat suatu perubahan
paradigma berpikir dalam umat islam yang lebih aktual. Maka dengan
adanya pergerakan modernisasi diharapkan dapat mewujudkan
kesesuaian antara kemajuan zaman

4
dan agama. Tujuan keduanya adalah untuk menyesuaikan antara
perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam yang
murni. Jika menggunakan analisa lebih global, modernisasi bukanlah
merupakan ataupun kekalahan antara dua orientasi kultural: antara
Timur dan Barat, atau antara Islam dengan non Islam. Namun yang
sesungguhnya adalah perubahan antara dua zaman yang berbeda,
misalnya abad Agraria dan abad Teknis, zaman masyarakat pedesaan
menuju masyarakat perkotaan, dan bahkan antara zama pra-sejarah
kepada zaman sejarah. Jadi substansinya adalah perubahan-perubahan
global yang terjadi pada suatu masa yang berangkat dari
ketertinggalan menuju perubahan yang lebih maju. Tetapi nampaknya
segi kekurangan paling serius daripada abad modern ini ialah dalam
hal yang menyangkut diri kemanusiaan yang paling mendalam, yaitu
bidang keruhanian dan keagamaan. Hal inilah yang diantisipasi oleh
kaum modernis muslim dalam menghadapi masalah keumatan yang
terus diperjuangkan dari masa ke masa. Perhelatan ini tetap akan
terjadi dan mengalami benturan antar kultur di belahan bumi manapun
hal itu terjadi.

C. Gerakan Fundamentalis dan Radikalisme Islam


Latar belakang fundamentalisme pertama kalinya dilakukan oleh
kelompok-kelompok penganut agama Kristen di Amerika Serikat,
untuk menamai aliran pemikiran keagamaan yang cenderung
menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid (kaku) dan harfiah
(literalis). Dalam konteks ini, fundamentalisme pada umumnya
dianggap sebagai reaksi terhadap modernisme. Reaksi ini, bermula
dari anggapan bahwa modernisme yang cenderung

5
menafsirkan teks-teks keagamaan secara elastis (feleksibel) untuk
menyesuaikan dengan berbagai kemajuan zaman modern, akhirnya
justru membawa agama ke posisi yang semakin terdesak ke pinggiran.
Jika dihubungkan dengan fakta-fakta sejarah, memang dapat dijumpai
adanya kelompok-kelompok atau aliran-aliran dalam Islam yang
berfaham fundamentalisme, walaupun tidak sepenuhnya muncul
sebagai reaksi terhadap modernisme. Dalam bidang teologi
misalanya, dijumpai aliran khawarij. Kelompok ini muncul sebagai
reaksi terhadap sikap khalīfah Ali bin Abī Tā lib dan Mu’awiyah serta
para pendukung keduanya dengan cara arbitrase, yang berakhir
dengan kemenangan pada pihak Mua’wiyah. Sikap ini tidak dapat
diterima oleh sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai
kaum Khawarij. 19 Selanjutnya, kelompok ini pula menuduh orang-
orang yang terlibat dalam arbitrse sebagai kafir. Selanjutnya pada
tahun 1928, di Kairo muncul suatu organisasi yang dikenal dengan
nama al-Ikhwā n al-Muslimīn (Persaudaraan Saudara-saudara Sesama
Muslim). Organisasi ini, didirikan oleh Hasan al-Banna20 dan
memiliki ciri-ciri Islam fundamentalis. Dari aspek akidah, al-Ikhwā n
al-Muslimīn tidak sedikitpun meragukan kebenaran ayat Alquran
yang menyatakan tiada hukum yang benar kecuali di sisi Allah; dan
Allah sajalah penentu perintah dan larangan yang mesti ditaati.
Sejalan dengan sikap akidah ini, maka dalam bidang hukum ia
cenderung tidak mematuhi ketentuan yang dibuat pemerintah, bahkan
berusaha menentang, memberontak dan semacamnya. Dari contoh
kasus kaum Khawarij dan al-Ikhwā n al-Muslimīn yang memiliki ciri
fundamentalis tersebut, dapat diketahui bahwa latar timbulnya
fundamentalisme juga karena perbedaan pandangan dalam bidang
teologi, atau dengan kata lain gerakan fundamentalisme menghendaki
pemegangan kokoh agama dalam bentuk literal, tanpa kompromi,
pelunakan, reinterpretasi

6
dan pengurangan. Atas dasar konteks historis sebagaimana dipaparkan
di atas, maka dapat diketahui bahwa fundamentalisme Islam memiliki
beberapa corak pemikiran yang prinsipil, yakni sebagai berikut :
1. Oppositionalism (paham perlawanan), yakni mengambil bentuk
per-lawanan terhadap gerakan modernisme dan sekularisasi Barat
pada umumnya.
2. Penolakan terhadap hermeneutika, yakni teks Alquran harus
dipahami secara literal sebagaimana adanya. Atau dengan kata lain
kaum fundamentalisme menolak sikap kritis terhadap teks Alquran
dan interpretasinya.
3. Penolakan terhadap pluralisme dan relavitisme, yakni bagi kaum
fundamentalisme pluralisme merupakan hasil dari pemahaman yang
keliru terhadap teks. Pemahaman dan sikap keagamaan yang yang
tidak selaras dengan pandangan kaum fundamentalisme merupakan
bentuk dari relativisme keagamaan.
4. Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis, yakni
kaum fundamentalisme berpandangan bahwa perkembangan historis
dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin
literal kitab suci. Dalam kerangka ini, masyarakat harus
menyesuaikan perkembangannya, kalau perlu secara kekerasan
dengan teks kitab suci, bukan sebaliknya, teks atau penafsirannya
yang mengikuti perkembangan masyarakat. Sejalan dengan corak
pemikiran fundamentalisme tersebut, lebih lanjut Kontowijoyo
menyebutkan tiga ciri khas kaum fundamentalisme sebagai
berikut:
1. Kaum fundamentalisme ingin kembali ke masa Rasul. Dalam
berpakaian, mereka cenderung memakai jubah dan cadar dengan

7
maksud untuk menolak industri.
2. Kaum fundamentalisme ingin kembali ke alam dengan semboyang
back to nature, misalnya; mereka menolak wewangian buatan pabrik.
Dalam hal ini mereka memakai bahan-bahan alamiah, seperti siwak,
minyak wangi tanpa alkohol dan sejenisnya.
3. Kaum fundamentalisme seringkali dicap sama terorisme, yakni
dalam hal ini negara-negara Barat (terutama Amerika Serikat) melihat
umat Islam di Iran, Libia, al-Jazair, Somalia, Sudan dan beberapa
negara Islam lainnya sebagai “sarang” fundamentalisme sekaligus
teroris. Mengenai kaum fundamentalisme masa kini, khususnya di
Indonesia, diilhami oleh gagasan Ikhwā n al-Muslimīn. Abuddin Nata
menyatakan bahwa pada tahun 1970-an muncul gerakan Komando
Jihad, bahkan pada tahun 1980-an pernah muncul bulletin al-Haqq
yang menyuaraka oposisi terhadap pemerintah dengan bahasa yang
keras. Foto Hasan al-Banna terpampang dalam beberapa penerbitan
bulletin ini dan menggunakan kata-kata tagū t untuk menyebut siapa
saja yang mereka nilai “tidak Islami” dan “tidak Qur’ā ni”.
Ringkasnya, bulettin ini menegaskan pendiriannya bahwa mereka
(kaum fundamentalisme Islam) menghendaki diberlakukan-nya
hukum Allah di Indonesia dan menentang hukum tagū t yang
dianggapnya diberlakukan di negara.
Radikalisme Islam Jika dihubungkan dengan fakta-fakta sejarah,
maka gerakan radikalisme sesungguhnya, merupakan respon terhadap
kondisi yang sedang berlangsung. Respon tersebut muncul dalam
bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Karena itu,
gerakan radikalisme pada umumnya dan termasuk gerakan
radikalisme dalam Islam tidak akan pernah berhenti. Hal ini
disebabkan, kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran

8
program atau idiologi yang mereka bawa. Dalam konteks seperti ini,
maka penyebab lahirnya radikalisme adalah penyebarannya dapat
bersifat keagamaan, politik, sosial ekonomi, psikis, pemikiran dan
lain-lain. Hal tersebut dikarenakan :
1. Lemahnya pengetahuan tentang hakikat agama
2. Memahami nash secara tekstual
3. Memperdebatkan persoalan-persoalan parsial, sehingga
mengenyampinkan persoalan besar
4. Berlebihan dalam mengharamkan
5. Kerancuan konsep
6. Mengikuti ayat mutasyabihat, meninggalkan muhkamat
7. Mempelajari ilmu hanya dari buku dan mempelajari Alquran hanya
dari mushhaf.
8. Lemahnya pengetahuan tentang syariah, realitas, sunnatullah dan
kehidupan
Dengan faktor-faktor seperti atas, maka corak pemikiran radikalisme
dan indikasinya adalah :
1. Fanatik kepada pendapat, tanpa menghargai pendapat lain
2. Mewajibkan orang lain untuk melaksanakan apa yang tidak
diwajibkan oleh Allah
3. Sikap keras yang tidak pada tempatnya.
4. Sikap keras dan kasar
5. Berburuk sangka kepada orang lain
6. Mengkafirkan orang lain.

9
Dengan indikasi-indikasi seperti di atas, maka ormas-ormas Islam
seperti FPI, Majelis Mujahidin, Laskar Jihad Ahlussunnah Waljamaah
dan KISDI, dapat saja dikelompokkan sebagai Islam Radikal yang
tetap dan senantiasa memperjuangkan Islam secara kaffah. Mereka
mendasarkan praktek keagamaannya pada orientasi salafi, yang pada
akhirnya mereka memusuhi Barat. Demikian pula telah diuraikan
bahwa kaum radikalisme Islam sering kali diasosiasikan sebagai
kelompok ekstrim Islam yang menjadikan jihad sebagai bagian
integral. Seperti tersirat dalam sejarah bahwa istilah jihad secara
alamiah diartikan sebagai perang untuk memperluas tanah kekuasaan
dan pengaruh Islam. Dari aspek sejarah ini, maka penganut
radikalisme Islam berpendirian bahwa universalisme Islam itu
haruslah diwujudkan melalui jihad dan dengan demikian memperluas
kekuasaan Islam (dā r al-Islā m) ke seluruh dunia. Kaitannya dengan
ini, Azyumardi Azra menyatakan bahwa bagi penganut radikalisme
Islam, jihad merupakan rukun iman, yang tak dapat ditinggalkan dan
dilonggarkan, baik bagi individu maupun komunitas kolektif
Muslimin. Hanya saja, pada perkembangan selanjutnya dan
berbarengan dengan ekspansi dā r al-Islā m, perjalanan historis umat
Islam sendiri kian kompleks pada gilirannya menciptakan orientasi
lain dalam jihad. Ibn Taymiyah27 misalnya, merumuskan bahwa jihad
identik dengan al-harb (perang). Baginya, ada dua hal yang dapat
menegakkan dan mempertahankan agama, yaitu Alquran dan pedang.
Di sini jelas sekali bahwa Ibn Taymiyah meyerukan perjuangan yang
tak henti-hentinya terhadap orang-orang kafir melalui jihad. Jihad
terhadap orang-orang kafir merupakan misi utama kelompok
radikalisme Islam, hanya saja kelompok ini di mata Barat disebut
teroris. Kelompok radikal yang paling menonjol di mata Barat
misalnya; Front Rakyat Pembebasan Palestina (PFLP); Front
Pembebasan

10
Palestina (PLF); Front Perjuangan Rakyat Palestina (PPSF) dan
selainnya. Kelompok-kelompok radikal ini pada gilirannya
mendorong munculnya gerakan Hamas di wilayah pendudukan
Palestina, yang secara resmi menyatakan diri berorientasi agama.
Kelompok-kelompok keagamaan radikal ini, mempunyai benang
ideologis bersama yang mengikat mereka berupa keyakinan kepada
keimanan Islam dan menjadikan jihad sebagai metode untuk
mencapai cita-citanya, yakni menumbangkan “kaum sekularis” dan
para pendukung Barat. Jadi, bangkitnya Islam radikal sangat
dipengaruhi oleh Barat dan segala produk sekularnya. Barat secara
politik telah membangkitkan kebencian di kalangan umat Islam
dengan tuduhan “Islam sebagai agama teroris”. Kebijakan politik
Barat yang menekan Islam di beberapa negara Muslim telah mem-
bangkitkan solidaritas Islam melawan Barat. 30 Dalam konteks
seperti ini, maka radikalieme tanpil sebagai pelopor dengan semangat
jihadnya. Dalam konteks radikalisme Islam seperti yang dipaparkan di
atas, jihad yang mereka laksanakan lebih bersifat politis ketimbang
keagamaan, sehingga mereka pun dicap sebagai “terorisme” atas
nama jihad. Betapapun, seperti terlihat dalam pengalaman yang
dilakukan oleh kelompok radikalisme Islam masa kini, kekerasan atas
nama jihad jelas semakin tidak efektif. Bagi penulis, dunia Muslim
pun pada umumnya tidak dapat menerima cara-rara radikal seperti itu.
Pada sisi lain, harus diakui bahwa Islam pada dasarnya adalah sebuah
manhaj yang moderat dalam segala sesuatu, baik dalam konsep,
keyakinan, ibadah, akhlak, perilaku, muamalah maupun syariat. Allah
menyebutkan manhaj sebagai jalan yang lurus (al-shirat al-mustaqim)
yang terdapat dalam radikalisme maupun pangabaian - sikap moderat
(washatiyah) merupakan salah satu karakter umum Islam, yaitu,
karakteristik mendasar yang digunakan Allah, untuk membedakan

11
dari umat lainnya. Dalam Islam, manusia diajak untuk bersikap
moderat dan memperingatkan agar menjauhi radikalisme yang
diungkapkan melalui bahasa syariat, di antaranya ghuluw (berlebihan)
tanathul (melampaui batas), kasar atau mempersulit (tasydid).
Tampaknya, bagi kelompok fundamentalisme dan radikalisme
memiliki ikatan solidaritas yang cukup solid, kokoh, militan dan rela
menerima resiko dari sebuah perjuangan. Namun, bersamaan dengan
itu terdapat beberapa catatan yang menyebabkan mereka dapat
dikatakan kurang memperlihatkan sikap yang baik di masa kini,
antara lain;
1. Dari segi keyakinan keagamaannya, mereka bersikap literalis dan
sangat menekankan simbol-simbol keagamaan daripada substansinya.
Dengan kata lain, mereka memiliki corak yang berbeda dengan
kelompok modernis yang pada umumnya mendahulukan simbol-
simbol keagamaan yang bercorak distingkif. Yang penting untuk masa
kini (bagi penulis) adalah bagaimana caranya agar prinsip-prinsip,
cita-cita ruh Islam dapat menjiwai kehidupan umat.
2. Kekurangan mereka adalah juga terletak pada sikap dan
pandangannya yang ekslusif, yaitu pandangan yang bertolak dari
keyakinan bahwa merekalah yang paling benar, sementara yang lain
adalah salah. Bagi penulis, kelompok fundamentalisme dan
radikalisme cenderung tertutup tersebut dan tidak mau menerima
pandangan orang lain merupakan sikap yang kurang etis dikemangkan
masa kini.
3. Dari segi budaya dan sosial bagi kelompok fundamentalisme,
kekurangan-nya adalah kurang menyikapi produk modern khususnya
yang berasal dari Barat, misalnya mereka lebih suka menggunakan
“siwak” ketimbang “sikat gigi”. Pada sisi lain, bagi

12
kelompok radikalisme lebih ekstrim lagi karena menganggap orang
Barat sebagai musuh. Berdasar kenyataan di atas, maka kelompok
fundamentalisme dan radikalisme masa kini, kurang empati dalam
mengikat hati umat, bahkan kenyataannya bahwa perjuangan mereka
dalam menegakkan cita-cita Islam sering kandas di tengah jalan dan
merugikan dirinya sendiri. Kenyataan seperti ini, dapat terlihat di
berbagai wilayah. Berdasar dari hasil uraian-uraian terdahulu, maka
dapat dirumuskan dua kesimpulan pokok sebagai berikut :
1. Fundamentalisme dan radikalisme merupakan suatu faham dan
sekaligus merupakan gerakan keagamaan yang berpegang kokoh pada
prinsip keagamaan secara literal. Bagi mereka Alquran dan Hadis
merupakan prinsip dasar ajaran Islam yang tidak memerlukan
interpretasi. Berpegang pada teks Alquran dan Hadis secara literal,
menjadikan kelompok fundamentalisme belakangan ini, juga
ditengarai menjadi penganut radikalisme. Kelompok fundamentalisme
masa kini menjadikan medan dakwah sebagai misi utamanya,
sementara kelompok radikalisme masa kini menjadikan medan jihad
sebagai misi utamanya. Dari aspek ini, maka dapat pula dipahami
bahwa corak pemikiran kelompok radikalisme lebih ekstrim bila
dibandingkan kelompok fundamentalisme dalam memperjuangkan
nilai-nilai dan ajaran agama.
2. Kaum fundamentalisme dan radikalisme yang eksis masa kini di
berbagai negara (termasuk Indonesia), tetap harus diakui
keberadaannya sebagai salah satu komponen masyarakat yang tidak
keluar dari Islam. Mereka termasuk orang Muslim dan Mukmin yang
taat menjalankan ajaran agama, bahkan memperjuangkannya untuk
ditegakkan. Fundamentalisme dan radikalisme Islam masa kini, dapat
dianggap bahwa eksistensinya sudah memasuki periode modern.
Gerakan yang mereka gencarkan

13
adalan berfokus untuk menantang Barat. Selain itu ditemukan pula
perkumpulan semacam partai yang dengan corak fundamentalis dan
radikalisnya tidak menantang Barat, tapi berusaha keras untuk
menjadikan pengamalan syariat Islam di sebuah negara. Gerakan
untuk kelompok yang terakhir ini, terdapat di Indonesia.

D. Islam : Eksklusif dan Inklusif


Pengertian Islam Eksklusif Secara harfiah eksklusif berasal dari
bahasa Inggris, "exlusive" yang berarti sendirian, dengan tidak
disertai yang lain, terpisah dari yang lain, berdiri sendiri, semata-mata
dan tidak ada sangkut pautnya dengan yang lain. Secara umum
eksklusif adalah sikap yang memandang bahwa keyakinan,
pandangan pikiran dan diri islam sendirilah yang paling benar,
sementara keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut
agama lain salah, sesat dan harus dijauhi.Eksklusif ke Luar Agama
Islam diyakini sebagai agama yang paling benar sedangkan agama
lain dianggap sesat dan tidak akan diterima oleh Tuhan. Pandangan ini
didasarkan pada ayat Al-Qur`an sebagai berikut: Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian yang ada di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat ayat Allah maka
sesungguhAllah sangat cepat hisabNya (QS. Ali Imron 3:19)
Eksklusif ke Dalam Yang dimaksud dengan eksklusivisme ke dalam
adalah pandangan, persepsi dan sikap yang terdapat di dalam Islam,
yang mengakui bahwa hanya aliran eksklusivisme-lah yang benar, dan
yang lainnya salah. Pengertian Islam Inklusif Islam Inklusif adalah
islam yang bersifat terbuka. Terbuka disini tidak

14
hanya masalah berdakwah atau hukum, tetapi juga masalah
ketauhidan, sosial, tradisi, dan pendidikan. Ciri-ciri Islam Inklusif
Adapun ciri-ciri Islam Inklusifantara lain:
a. Mengakui kebenaran semua agama.
b. Menghormati kebebasan dalam keyakinan.
c. Menghormati antar sesama.
d. Menghormati adat atau kebiasaan masyarakat.
e. Berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah.
f. Terbuka terhadap pendapat atau kritikan dari agama lain.
Exclusivits and Inclusivits Muslim’ Perspective. 2004

E. Islamisasi Sains Sinergi antara Ilmu Pengetahuan


(Sains) dan Ilmu Agama Hubungan ilmu agama dan ilmu
pengetahuan di dalam Islam diibaratkan dua sisi mata uang yang
berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan. Penggunaan rasio atau ilmu
pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari keimanan kepada Allah yang
Transenden, dari ajaran-ajaran, aturan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
umum yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu Ilahi. Ilmu
pengetahuan di dalam Islam juga dikembangkan melalui budaya
kemanusiaan setelah dipisahkan benar dari salahnya, baik dari
buruknya, atau yang haq dari bathil-nya. Suprayogo, Imam, Lutfi
Mustofa, “Problem Relasi Agama dan Sains di Perguruan Tinggi
Islam: Telaah Sosiologi, Jurnal Keislaman IDIA Prenduan, Vol. II/
Maret 2003.

15
F. Pluralisme Agama-agama
Pluralisme Menurut Islam Dalam Islam, pluralisme merupakan:
a. Mekanisme pengawasan dan pengimbangan (checks and balances).
QS.Al-Baqarah (2):51 “Sekirannya Tuhan tidak menahan satu
golongan terhadap golongan lain, niscaya bumi ini akan musnah.
Tetapi Tuhan penuh karunia atas semesta alam” Maksudnya, pada
dasarnya manusia selalu dalam keadaan ingin saling menundukkan
satu sama lain, yakni sikap menguasai dan hegemoni. Oleh sebab itu,
Tuhan memberikan arahan untuk saling mengendalikan hasrat
menguasai dan hegemoni dengan mekansisme pengawasan melewati
para utusan-Nya. Tuhan menurunkan utusan-Nya (Nabi, atau
agamawan) sebagai pengatur mekanisme pengawasan supaya tidak
terjadi hegemoni antar sesama manusia. Selain pengawasan,
dibutuhkan pula pengimbangan antar sesama manusia untuk menjaga
keutuhan bumi dan merupakan salah satu wujud ke-Mahamurah-an
Tuhan terhadap umat manusia Rekayasa Tuhan untuk saling
mengimbangi sekelompok manusia dengan kelompok lainnya, supaya
terjadi ketertiban sosial dan terhindar dari kemusnahan bumi. Alhasil,
semangat pluralisme menjadi bagian terpenting untuk seluruh umat
manusia sebagai modal koeksistensi damai antar mereka. Oleh sebab
itu, pluralisme adalah sebuah proses hukum alam (Sunatullah) yang
tidak akan pernah berubah dan tidak mungkin diabaikan ataupun
dihindari.
16
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Islam memiliki gagasan universal yang tercermin dalam
ajarannya dan nilai-nilainya. Kesimpulan ini dapat dirangkum dalam
beberapa poin utama:
1. Pesan Universal : Islam mengajarkan pesan universal yang dapat
diterapkan oleh seluruh umat manusia, tanpa memandang ras, suku,
atau budaya. Ajaran-ajaran Islam berkaitan dengan akhlak, etika, dan
keadilan yang relevan untuk semua individu di seluruh dunia.
2. Kebajikan dan Keadilan : Gagasan universal dalam Islam
menekankan pentingnya keadilan sosial, keseimbangan, dan kebaikan
bersama. Islam mendorong individu untuk berbuat baik kepada
sesama, memberikan hak-hak yang sama kepada semua orang, dan
berkontribusi dalam membangun masyarakat yang adil.
3. Persatuan dan Toleransi : Islam juga mengajarkan nilai-nilai
persatuan dan toleransi. Meskipun ajarannya berasal dari Arab, umat
Islam datang dari berbagai latar belakang etnis dan budaya. Islam
mengajarkan untuk hidup berdampingan dengan damai dan
menghormati perbedaan antarindividu dan kelompok.
4. Kemanusiaan dan Solidaritas : Islam menekankan pentingnya
berbagi dengan yang kurang beruntung dan membantu mereka yang
membutuhkan. Konsep zakat, yang merupakan kewajiban sosial
dalam Islam, mengilhami solidaritas dan perhatian terhadap
kesejahteraan bersama.
17
5. Kepemimpinan Adil : Islam menggarisbawahi pentingnya
kepemimpinan yang adil dan beretika. Pemimpin dalam masyarakat
Islam diharapkan untuk bertindak dengan kebijaksanaan dan
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
6. Keterbukaan Terhadap Ilmu dan Pembelajaran : Islam mendorong
umatnya untuk mencari pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas
tentang alam semesta. Hal ini tercermin dalam sejarah ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam di masa lampau. Dengan
demikian, Islam dapat dianggap memiliki gagasan universal yang
mencakup aspek-aspek sosial, etika, budaya, dan politik yang relevan
bagi semua manusia. Meskipun ada perbedaan dalam praktik dan
pemahaman Islam di seluruh dunia, gagasan universal ini tetap
menjadi landasan bagi banyak umat Muslim dalam menjalani
kehidupan sehari-hari mereka dan berinteraksi dengan dunia yang
lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA
AT-TAZAKKI: Vol. 5. No. 2 Juli-Desember 2021 Adelia Putri, dkk:
Islam dan gagasan Universal: Studi Kasus Pemahaman Masyarakat
UINSU…. h. 254-269
Waat, William Montogomery. Islamic Fundamentalism and
Modernity, diterjemahkan oleh Kurnia Sastrapraja dan Badiri
Khaeruman, dengan judul Fundamentalis dan Modernitas dalam
Islam. Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2003
Fazlur Rahman. Islam. (New York: Ancho Book) Terjemahan. 1979
Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan
Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang) 1986 Hasan Sadily DKK.
18
Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru) 1984 John J. Donohue,
John I. Esposito. Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-
Masalah. (Jakarta : Cinta Niaga Rajawali) Terj. 1993 Pustaka
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Khazanah Intelektual
Islam/Editor: Nurkholis Madjid (Jakarta: Bulan Bintang) 1994

19

Anda mungkin juga menyukai