Anda di halaman 1dari 18

KEBERAGAMAAN PADA MASA

PRANATAL DAN MASA ANAK

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Psikologi Agama

Dosen pengampu: Dr. Sururin, M.Ag

Disusun Oleh :

Andreansyah Permana Aziz 11200110000043

Lathifatul Fariidah 11200110000043

Nurul Hikmah 11200110000053

Niko Miyora Ramadhan 11180110000087

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2022/1443 H


Daftar Isi

Daftar Isi .............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN................................................................................................ 1

BAB II ................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

BAB III .............................................................................................................. 13

PENUTUP ......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT, yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Agama. Dengan materi
pembahasan mengenai ”Keberagaman pada masa pranatal dan masa anak”. Tak
lupa shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda nabi Muhammad
SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak
Kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Sururuin, M.Ag. selaku dosen
pengampu mata kuliah pembelajaran Psikologi Agama yang telah memberi
arahan dan bimbingannya kepada kami dalam proses penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami sadari bahwa masih banyak kekurangan.
Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari
para pembaca, agar kami dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi
kedepannya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
berbagai pihak, terima kasih.

Ciputat, 30 Maret 2022

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman
hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat
lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan
ajaran agama), dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan,
kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh lingkungan, baik
pengalaman atau pendidikan di sekolah. Di rumah pengalaman kegamaan pada
anak mengikuti pola keagamaan orang tua. Praktek keagamaan yang benar oleh
orang tua akan menjadi keuntungan sendiri bagi anak perihal agamanya ketika
dewasa. Sebaliknya, keagamaan seorang anak tidak baik jika semasa kecilnya ia
tidak di perkenalkan agama secara baik. Peran orang tua sangat menentukan
keberagamaan anak.1
Al – Quran banyak mencakup ayat-ayat yang memaparkan pembentukan
manusia dan juga mendekripsikan keadaan jiwanya yang selalu berubah. Juga
diterangkan penyebab penyimpangannya diserta metode untuk meluruskannya
dan mengarahkannya kepada kenormalannya. Semua ayat tersebut layaknya
petunjuk yang mengarahkan manusia untuk bisa memahami dirinya sendiri dan
keadaan jiwanya yang beragam, juga untuk mengarahkannya kepada jalan yang
baik dan mengajarkan cara terbaik untuk mendidiknya. Berdasarkan penjelasan
diatas pembahasan makalah kali ini penulis akan berusaha menjelaskan
“Keberagamaan pada masa pranatal dan masa anak”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan jiwa beragama pada masa anak?
2. Bagaimana agama pada masa anak-anak?
3. Sebutkan tahap-tahap perkembangan beragama pada anak?

1
4. Sebutkan sifat agama pada anak?

C. Tujuan Makalah
1. Agar mengetahui perkembangan jiwa beragama pada masa anak
2. Agar mengetahui agama pada masa anak-anak.
3. Agar mengetahui apa saja tahap-tahapan perkembangan beragama pada anak.
4. Agar mengetahui apa saja sifat agama pada anak.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan baik
penyusun maupun pembaca terkait “Keberagamaan pada masa pranatal dan
masa anak”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membuat pembaca
mengerti tentang pentingnya mengetahui Keberagamaan pada masa pranatal
dan masa anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Agama pada Anak

Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan


pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang
pertama (masa anak) dariumur 0-12 tahun. Seorang anak yang pada masa anak
itu tidak mendapat didikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman
keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif
terhadap agama. Seyogianya agama masuk kedalam pribadi anak bersamaan
dengan pertumbuhan pribadinya, yaitu sejak lahir, bahkan lebih dari itu, sejak
dalam kandungan. Karena dalam pengamatan ahli jiwa terhadap orang-orang
yang mengalami kesukaran kejiwaan, tampak bahwa keadaan dan sikap orang
tua ketika si anak dalam kandungan telah mempunyai pengaruh terhadap
pertumbuhan jiwa si anak di kemudian hari. 2
Si anak menerima saja apa yang dikatakan oleh orang tua kepadanya. Dia
belum mempunyai kemampuan untuk memikirkan kata itu. Bagi si anak orang
tuanya adalah benar, berkuasa, pandai dan menentukan. Oleh karena itu maka
pertumbuhan agama pada anak tidak sama antara satu dengan yang lain, karena
tergantung kepada orang tuanya sendiri. Hubungan anak dengan orang tuanya,
mempunyai pengaruh dalam perkembangan agama si anak. Si anak yang
merasakan adanya hubungan hangat dengan orang tuanya, merasa bahwa ia
disayangi dan dilindungi serta mendapat perlakuan yang baik, biasanya akan
mudah menerima dan mengikuti kebiasaan orang tuanya dan selanjutnya akan
cenderung kepada agama. Akan tetapi, hubungan yang kurang serasi, penuh

2
ZakiahDarajat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), hlm. 69

3
ketakutan dan kecemasan, akan menyebabkan sukarnya perkembangan agama
pada anak. 3
Oleh karena itu, guru agama di Sekolah Dasar, terutama di kelas I dan II,
menghadapi tugas yang tidak ringan dalam pengembangan agama anak. Satu
kelas, yang terdiriantara 30 dan 40 anak itu, akan membawa sikap sendiri-
sendiri, sesuai dengan pengalamannya di rumah, maka akan terdapat lah antara
30 dan 40 macam sikap dan pengalaman anak tentang agama. Ada di antaranya
yang telah mempunyai pengalaman positif yang banyak di rumah, sehingga
sikapnya terhadap pendidikan dan guru agama akan positif pula. Tapi mungkin
ada anak yang sebaliknya, mempunyai pengalaman negatif terhadap agama,
karena orang tuanya menampakkan sikap negatif itu dalam kehidupan sehari-
hari, maka sikap anak terhadap pendidikan dan guru agama juga biasanya
negatif. Demikianlah seterusnya.
Hanya guru agama yang pandai dan bijaksanalah yang dapat memperbaiki dan
mendekatkan semua anak kearah perkembangan agama yang sehat. Selanjutnya
guru agama, juga harus menguasai ilmu-ilmu alat seperti didaktik, metodik dan
sebagainya, seperti yang diperlukan oleh setiap guru yang ingin berhasil dalam
tugasnya mendidik anak. Sudah barang tentu, penguasaannya terhadap ilmu
yang akan diajarkannya kepada anak itu harus cukup baik pula. Di antara hal
yang perlu diingat dan selalu disadari oleh guru agama, ialah anak-anak pada
umur-umur sekolah dasar sedang dalam pertumbuhan kecerdasan cepat. Khayal
dan fantasinya sedang subur dan kemampuan untuk berpikir logis sedang
dalam pertumbuhan.
Hendaknya guru agama mendekatkan ajaran agama itu kedalam kehidupan
anak sehari-hari. Dekatkanlah anak kepada Tuhan, dengan menonjolkan sifat
Pengasih dan Penyayang-Nya. Setiap anak hendaknya dapat merasakan bahwa
dia termasuk yang disayangi oleh Allah. Guru sendiri harus menampakkan
sikap kasih-sayangitu dan melatih anak untuk saling menyayangi satu sama
lain, melalui tindakan-tindakan yang dirasakan dan dilakukan langsung oleh

3
ZakiahDarajat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), hlm. 70

4
anak, seperti tolong-menolong sesame teman dan sebagainya. Dengan
penonjolan sifat-sifat Tuhan yang memberi keamanan jiwa anak, misalnya
Pengasih, Penyayang, Menolong, Melindungi dan sebagainya akan membantu
berkembangnya sikap positif anak kepada Tuhan, jangan sampai menonjolkan
segi-segi yang menakutkan, misalnya azabkubur, siksa neraka dan sebagainya,
yang pada umur ini anak harus di dekatkan kepadaTuhan, jangan sampai
tertanam dalam jiwanya rasa takut yang mengerikan terhadap Tuhan dan
siksanya. Karena rasa takut yang demikian itu, akan menyebabkannya nanti
pada umur remaja, berbalik menjadi tidak takut dan ingin melepaskan diri dari
yang menakutkan itu dengan jalan menghindari agama. Di samping itu, perlu
pula diingat bahwa anak-anak sampai umur 12 tahun, belum mampu berpikir
abstrak (maknawi), oleh karena itu agama harus diberikan dalam jangkauannya,
yaitu dalam kehidupan nyata. Di sinilah letak pentingnya pembiasaan-
pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama
khususnya. 4

B. Agama Pada Masa Anak-anak


Anak adalah penerus generasi keluarga dan bangsa, perlu mendapat
pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang
dengan pesat, sehingga akan tumbuh menjadi manusia yang memiliki
kepribadiian yang tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan dan
keterampilan yang bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi keluarga, lembaga-
lembaga pendidikan berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan
berbagai macam stimulasi dan bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta
generasi penerus yang tangguh. Pentingnya nilai agama dan moral bagi anak
usia dini. dalam hal ini tentu orang tualah yang paling bertanggung jawab,
karena pendidikan yang utama dan pertama adalah pendidikan dalam keluarga.
Keluarga tidak hanya sekedar berfungsi sebagai persekutuan sosial, tetapi juga
merupakan lembaga pendidikan. oleh sebab itu kedua orang tua bahkan semua
4
ZakiahDarajat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), hlm. 72

5
orang dewasa berkewajiban membantu, merawat, membimbing dan
mengarahkan anak-anak yang belum dewasa di lingkungannya dalam
pertumbuhan dan perkembangan mencapai kedewasaan masing-masing dan
dapat membentuk kepribadian, karena pada masa usia dini adalah masa
peletakan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, moral dan
agama. Peran orang tua juga sangat berpengaruh bagi tingkat keimanan anak
melalui bimbingan orang tua anak dapat dibimbing untuk mengenal siapa itu
Tuhan, sifat-sifat Tuhan, bagaimana kewajiban manusia terhadap tuhan.
Perkembangan nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan anak untuk
bersikap dan bertingah laku. Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menyebabkan perlunya
pengembangan pembelajaran terkait nilai nilai moral dan agama. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dalam ajaran Islam telah dijelaskan bagaimana proses
pengembangan nili-nilai agama dan moral pada anak usia dini dapat diterapkan
dengan benar.
C. Perkembangan Keagamaan Pada masa Anak-anak

1. Tahap Perkembangan beragama pada Masa Anak-anak

Masa kanak-kanak dimulai setelah seseorang melewati masa bayi, yaitu kira-
kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual. Para ahli umunya
berpendapat bahwa kematangan seksual anak dimulai saat anak perempuan
mengalami haid atau menstruasi pertama dan anak laki-laki mengalami mimpi
basah untuk pertama kali. Biasanya hal itu terjadi pada usia 13 tahun untuk
anak perempuan dan pada usia 14 tahun untuk anak laki-laki. Dengan demikian,
masa kanak-kanak berakhir secara umum pada usia 13 tahun atau usia 14 tahun.
Dalam Pandangan fiqih Islam (ilmu tentang hukum syariah yang berdasarkan
dalil-dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, Kias dan kesepakatan ulama), masa kanak-
kanak berakhir Ketika seorang anak memasuki usia akil balig yang ditandai
dengan haid pertama untuk anak perempuan dan mimpi basah pertama untuk

6
anak laki-laki. Pada usia ini, anak menjadi seorang mukallaf (orang yang
berkewajiban menjalankan ajaran agama secara penuh).
Menurut para ahli psikologi agama, anak-anak mengalami perkembangan
keagamaan secara alamiah. Hal itu misalnya diungkapkan oleh David Elkind
(1970). Tokoh psikologi agama ini berpendapat bahwa agama merupakan
sesuatu yang alamiah pada anak. Perkembangan keagamaan anak terjadi pada
suatu organism yang berubah-ubah sebab anak memulai hidup dengan keahlian
fisik dan kapasitas mental yang sangat terbatas. Pada Sebagian besar agama,
kapasitas mental yang terbatas ini sangat penting untuk diperhatikan dalam
memahami perkembangan keagmaan anak. Dengan kata lain, anak tidak
mampu memahami konsep keagamaan seperti pemahaman kaum remaja atau
kaum dewasa. Anak-anak memiliki pola pemahaman dan Bahasa tersendiri
dalam memaknai konsep dan keyakinan keagmaan sesuai dengan tingkat
perkembangan mental mereka. 5

2. Fase Perkembangan beragama anak menurut Ernes Harmar

Menurut penelitian Ernes Harmar perkembangan beragama anak-anak


melalui beberapa fase, yaitu:

a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)

Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 tahun hingga 6 tahun. Pada
tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan
emosi. Dalam tingkat perkembangan ini seakan-akan anak itu menghayati
konsep ke-Tuhanan itu kurang masu kakal, sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi
kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama-pun anak masih
menggunakan konsep fantastik yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang

5
Gazi, Faojah, Psikologi Agama MemahamiPengaruh Agama terhadap PerilakuManusia,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN SyarifHidayatullah Jakarta, 2010), hlm. 23-24.

7
kurang masuk akal.
b. The Realistic Stage (Tingkat kenyataan)

Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai keusia
(masa usia) adolense. Pada masa ini ide ke Tuhanan anak sudah mencerminkan
konsep-konsep yang berdasarkan kepadakenyataan (realis). Konsep ini timbul
melalui Lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dan orang dewasa
lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas emosional,
maka pada masa ini mereka telah melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada
Lembaga keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa dalam
lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan
manusia merasa tertarik untuk mempelajarinya.
c. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini
terbagi atas tiga:
a. Konsep ke-Tuhanan yang convensial dan formatif dengan dipengaruhi
Sebagian kecil fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
b. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni dengan dinyatakan dengan
Pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi
ethos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Perubahaan ini Setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu
perkembangan usia dan faktor ekstern berupa pengaruh luar yang
dialaminya. 6

3. Tahap perkembangan keagamaan anak menurut Deconchy

6
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm. 55-56.

8
Dari hasil penelitiannya Deconchy membagi tiga tahap perkembangan
keagamaan anak sebagai berikut:
a. Tema-tema atributif. Anak-anak usia 8-10 tahan menggambarkan Tuhan
sebagai suatu kumpulan atribusi (sifat, gambaran, karakter) yang banyak
bersifat antropomorfik dan animistic. Biasanya, anak-anak
menggambarkan Tuhan seperti tokoh-tokoh yang mereka baca dalam
komik atau yang mereka tonton dalam film kartun.
b. Tema-tema personal. Anak-anak usia 11-13 tahun menggambarkan
Tuhan dengan pendekatan yang menekankan karakter antropomorfik
yang bersifat nonfisik. Penekanan penggambaran tentang Tuhan
berkaitan dengan kemampuan-kemampuan hebat yang dimiliki manusia
yang hebat, misalnya mampu terbang dan lain sebagainya.
c. Tema-tema interior. Anak-anak usia 14 tahun atau 15 tahun memiliki
konsep yang lebih abstrak tentang Tuhan dibandingkan anak-anak usia
dibawahnya. Konsep tersebut umumnya mencerminkan hubungan
seseorang dengan Tuhan, misalnya keragua-raguannya tentang
keberadaan Tuhan atau keyakinannya yang kuat akan eksistensi Tuhan.
Pada masa ini, anak-anak sudah mulai memasuki masa puber. Masa
puber yang dicirikan dengan usaha anak untuk mencari jati diri atau
identitas diri turut mempengaruhi persepsi mereka tentang Tuhan.
Bilausaha pencarian jati diri mereka berhasil maka mereka akan
menggambarkan Tuhan dengan baik, tetapi jika usaha mereka
mengalami hambatan dan kesulitan maka mereka akan menggambarkan
Tuhan dengan gambaran yang buruk.7

D. Sifat Agama Pada Anak


Jika kita mempelajari tentang konsep agama pada anak sama saja kita
memahami sifat agama yang ada pada anak-anak. Sifat agama pada anak-anak

7
Gazi, Faojah, Psikologi Agama MemahamiPengaruh Agama terhadap PerilakuManusia,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN SyarifHidayatullah Jakarta, 2010), hlm. 29.

9
tumbuh mengikuti pola. Maksudnya konsep keagamaan pada anak –anak
dipengaruhi oleh unsur dari luar diri mereka. Hal tersebut bisa dipahami oleh
anak sejak usia muda, mereka telah melihat, mendengar dan mempelajari hal-
hal yang ada diluar diri mereka. Mereka mulai mengikuti apasaja yang mereka
lihat dan mulai meniru atau mengikuti apa yang dilakukan oleh orang dewasa
dan orang tua mereka tentang sesuatu dan bahkan kemaslahatan agama.8
Orang tua memiliki peran paling penting terhadap anak sesuai dengan prinsip
eksplorasi yang Mereka miliki. Jadi bisa disimpulkan ketaatan kepada ajaran
agama adalah kebiasaan yang Menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari
orang tua mereka maupun guru mereka. Bagi anak-anak sangat mudah untuk
menerima ajaran dari orang dewasa walaupun mereka belum menyadari
manfaat dari ajaran tersebut. Sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
a. Unreflective (kurang mendalam/tanpa kritik)
Didalam sebuah penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada
diri anak, 73% dari mereka menganngap bahwa Tuhan itu bersifat seperti
manusia. Contoh kecilnya adalah ketika ada seorang anak yang bercanda
dimasjid lalu ada orang dewasa yang menegurnya dengan kata “nanti Allah
marah kalau kamu bercanda waktu sholat” anak –anak tersebut akan berfikir
tuhan akan memarahi mereka seperti orang tua memarahi mereka pada
umumnya. Dengan demikian anggapan mereka terhadap ajaran agama dapat
saja mereka terima tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak terlalu
mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas
dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun
demikian ada juga beberapa anak yang mereka memilik ketajaman pemikiran
Untuk menimbang pemikiran untuk menimbang pemikiran yang mereka terima
dari orang lain. Ada anak yang memang mereka sudah memiliki pikiran-pikiran
kritis sejak kecil walaupun sederhana. Menurut para peneliti, pikiran kritis baru
muncul diusia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral.

8
Dr. Jalaludin, Dr. Ramayulis, PengantarIlmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),
hlm. 35

10
b. Egosentris (berpusat pada dirisendiri)
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak pada usia pertama dalam
pertumbuhannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalamannya. Sehubungan dengan hal itu dalam masalah keagamaan anak
telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan
yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Anak -anak yang kurang
mendapatkan kasih sayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat
kekanak-kanakan dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal ini bisa mengganggu
pertumbuhan keagamaannya.
c. Anthromorphis
Sifat ini menunjukan kepada pemahaman anak terhadap konsep tuhan sama
dengan manusia. Pekerjaan tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat
jahat disaat orang itu berada didalam tempat yang gelap. Menurut penelitian
Praff pada anak usia 6 tahun, pandangan anak-anak terhadap tuhan adalah tuhan
memiliki wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar. Tuhan tidak makan
tetapi hanya minum. Dengan demikian konsep ketuhanan yang dimiliki anak
adalah mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing-masing.
d. Verbalis dan Ritualis
Sifat ini ditunjukan anak dengan : kegemaran menghafal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan, mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan
pengalaman menurut tuntutan yang dijakarkan. Sebenarnya jika dilihat kedua
hal ini kurang ada hubungannya dengan perkembangan keagamaan pada anak
dimasa mendatangnya. Tetapi ada sebuah survei yang meneliti hal itu sangat
besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak dimasa dewasanya. Bukti
yang menunjukan bahwa banyak orang dewasa yang agamamis karena
pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa kanak-
kanak.
e. Imitative (bersifattiruan/palsu)
Sifat ini ditunjukan anak dengan cara anak suka meniru tindakan keagamaan
yang dilakukan oleh orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Seperti

11
contohnya berdoa dan sholat yang mereka laksanakan adalah hasil meniru atau
melihat perbuatan dilingkungannya, baik berupa pembiasaan ataupun
pengajaran yang intensif.
f. Rasa Heran
Rasa heran dan kagum ditunjukan anak dengan perilaku mengagumi keindahan-
keindahan lahiriah pada ciptaan tuhan namun rasa kagum ini belum kritis dan
kreatif. Ini merupakan Langkah awal anak akan dorongan untuk pengalaman
barunya. 9

9
Dr. Jalaludin, Dr. Ramayulis, PengantarIlmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),
hlm. 38

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman
hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat
lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan
ajaran agama), dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan,
kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Anak adalah penerus generasi keluarga dan bangsa, perlu mendapat pendidikan
yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan pesat,
sehingga akan tumbuh menjadi manusia yang memiliki kepribadiian yang
tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan dan keterampilan yang
bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi keluarga, lembaga-lembaga
pendidikan berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan berbagai
macam stimulasi dan bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta generasi
penerus yang tangguh.
Jika kita mempelajari tentang konsep agama pada anak sama saja kita
memahami sifat agama yang ada pada anak-anak. Sifat agama pada anak-anak
tumbuh mengikuti pola. Maksudnya konsep keagamaan pada anak –anak
dipengaruhi oleh unsur dari luar diri mereka. Hal tersebut bisa dipahami oleh
anak sejak usia muda, mereka telah melihat, mendengar dan mempelajari hal-
hal yang ada diluar diri mereka. Mereka mulai mengikuti apasaja yang mereka
lihat dan mulai meniru atau mengikuti apa yang dilakukan oleh orang dewasa
dan orang tua mereka tentang sesuatu dan bahkan kemaslahatan agama
B. Saran
Penulis sadar betul akan kekurangan dalam penulisan makalah ini maka
kami sangat berharap kritik dan saran uktuk kemajuan penulisan tentang tema
berikut supaya terus berkembang.

13
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Jalaludin,Ramayulis, 1993. PengantarIlmu Jiwa Agama. Jakarta:
Kalam Mulia.
Gazi, Faojah. 2010 Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama
terhadap Perilaku Manusia, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
SyarifHidayatullah Jakarta

14
Ramayulis. 2011. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia.

15

Anda mungkin juga menyukai