Disusun Oleh :
Kelompok 6
i
KATA PEGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang atas kehadiratnya yang telah memberikan kita anugerah dan kerahmatan
didunia dalam mengucap syukur terhadapnya serta bersholawat kepada junjungan
Nabi besar kita Yaitu Muhammad Rasulullah SAW yang membawa kita dari alam
kegelapan (kebodohan) menuju alam yang terang benderang. Dengan kesempatan ini
atas izinya kami masih diberikan kesempatan dalam melaksanakan tugas Mata Kuliah
Asbab Al-Nuzul dan al-Nasikh wa alMansukh mengenai “QS “Ali Imran ayat
130,140,dan 143- 144” dimana yang mencangkup mengenai pembahasan dalam
Asbab al-Nuzul
Dengan demikian pembahasan dari kelompok kami ini semoga bisa dipahami
oleh teman-teman maupun Dosen, sekaligus mengarahkan hasil dari makalah kami ini
jika masih ada kekurangan dan kesalahan Mohon dimaaf kankarena disini kami masih
dalam proses belajar.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
2. Bagaimana penjelasan Tafsir mengenai surah Ali Imran ayat 130,140 dan 143-144?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Asbab al-Nuzul surah Ali Imran ayat 130,140 dan 143-144.
3. Untuk Mengetahui pemahaman tafsir dari QS Ali-Imran ayat 130,140 dan 143-144.
1
BAB II
Artinya: “Wahai orang –orang yang beriman janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (QS. Ali
Imran : 130)1
„Atha‟ berkata bahwa pada masa jahiliah, Bani Tsaqif berutang kepada Bani
Nadhir. Jika waktu pembayarannya telah tiba, mereka berkata “kami akan membayar
bunganya dahulu dan menangguhkan waktu pembayarannya.” Maka turunlah ayat,
“laa ta‟kuulur-riba…sampai…mudhaa‟afatan.” (HR. al-Faryabi) 2
1
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-130/
2
Asbabun Nuzul, hal. 51
2
mula turun. Adapun ayat yang ada dalam Surat al-Baqarah yang telah terlebih dahulu
kita tafsirkan itu adalah termasuk ayat yang terakhir turunnya kepada Nabi.
Dinamai juga Ribo Nosiy'oh. Sebagai dahulu kita menafsirkan hal riba pada
ayat 275-276 sampai dengan 279 Surat al-Baqarah kita terangkan, si berhutang boleh
terlambat (Nasiy'ah) membayarnya, bahkan yang berpiutang memang menghendaki
supaya hutang itu dilambat-lambatkan membayar, karena bila bertambah lambat
membayar bertambah berlipat hutang itu. Seorang berhutang misalnya Rp.100,
bolehlah dibayarnya tahun depan saja tetapi menjadi Rp.200. Kalau terlambat lagi
setahun, sudah menjadi Rp.400. Demikian seterusnya. Dan boleh pula diangsur
membayar, tetapi yang akan terangsur hanya bunga saja. Pokok hutang sudah
tertimbun oleh lipatan bunga. Sehingga akhirnya dengan diri-diri orang itu
sendiripuntidaklah hutang itu akan dapat dibayarnya lagi.
3
orang diperintahkan shalat berjarnaah menghadap Tuhan, apalah arti jamaah kalau
antara yang menjadi ma'mum itu ada seorang penindas atau lintah darat yang
memeras darah kawannya, sedang ma'mum yang lain, ialah orang yang dihisap
darahnya itu?
Pendeknya, riba adalah kehidupan yang paling jahat dan meruntuhkan segala
bangunan persaudaraan. Itulah sebabnya di dalam ayat disuruh supaya seorang
Mu'min takwa kepada Allah. Karena orang yang telah takwa tidak mungkin akan
mencari penghidupan dengan memeras keringat dan menghisap darah orang lain. Dan
di ujung ayat diterangkan pula, bahwa janganlah memakan riba dan hendaklah
bertakwa, supaya kamu beroleh kemenangan. Barulah kejayaan di dalam menegakkan
masyarakat yang adil dan makmur, tidak ada penghisapan manusia atas manusia,
berdasar kepada ridhaAllah dan ukhuwah yang sejati. 3
3
Al-Azhar, hal. 923
4
BAB III
َُّللا ِ َُّش ْانقَ ْى َو قَ ْز ٌح ِيثْهُُّ ۚ َو ِج ْهكَ ْاْلَيَّب ُو َُدَا ِونُ َهب َبيٍَْ ان
َّ بس َو ِن َي ْعهَ َى َّ ض ْض ُك ْى قَ ْز ٌح فَقَدْ َي َ ًْ ِإ ٌْ َي
ٍَانظبنًِِيَّ َُّّللاُ ََل يُ ِحب َّ ش َهدَا َء ۗ َو ُ انَّذِيٍَ آ َيُُىا َو َيحَّ ِخذَ ِي ُْ ُك ْى
Artinya: Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya
kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa
(kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka
mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman
(dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, 4
4
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-140/
5
Asbabun, hal. 52
5
"Jika kamu mendapat keporahan, sesungguhn yo kaum itupun telah mendapat
keparahan seumpama itu pula." (pangkal ayat 140). Pada kamu ada yang luka, pada
merekapun ada yang luka. Pada kamu ada yang tewas, pada merekapun ada yang
tewas. Kamu memang seperti kalah, sebab ada yang tidak teguh memegang
ketaatan, tetapi mereka tidaklah menang. Maksud mereka membunuh Rasulullah
tidak berhasil, maksud mereka menghancurkan Madinah telah gagal, mereka pulang
dengan tangan hampa jua. Memang dalam peperangan Uhud kamu tidak berhasil
sebagai hasil gemilang yang kamu capai dalam peperangan Badar. "Karena
demikianlah hari -hari itu," yaitu hari kalah dan hari menang. "Kami pergilirkan
antara manusia," sebagai pepatah Yaumun lana wa yaumun'alaina, pada suatu hari
kita beroleh kemenangan dan pada hariyang lain kita pula yang dikalahkan. Selain
itu ada lagiyang lebih penting. "Dan lagi karena Allah hendak membuktikan (siapa)
mereka yang beriman."Maka dalam peperangan Uhud ini terbuktilah itu; masih ada
rupanya yang belum matang imannya, sehingga ditinggalkannya pos penjagaannya
yang penting karena loba akan harta rampasan. "Don karena hendak mengambil dari
antara kamu penyaksi-penyoksi. " Yaitu Syuhada, baik orang-orang yang mati
syahid antara kamu sebagai Hamzah dan lain-lain, atau yang tinggal hidup yang
akan menjadi Syuhada hidup, menyampaikan kesannya kepada yang lain akan jadi
perbandingan pada hari kemudian. "Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang
yang zalim." (ujung ayat 140).
6
Al-Azhar, hal. 933
6
ُ ُْ ََونَقَدْ ُك ُْح ُ ْى جَ ًََُّ ْىٌَ ْان ًَ ْىتَ ِي ٍْ قَ ْب ِم أَ ٌْ جَ ْهقَ ْىُِ فَقَ ْد َرأَ ْيح ُ ًُىُِ َوأَ َْح ُ ْى ج
ٌَظ ُزو
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-„Aufi, yang bersumber dari Ibnu
„Abbas. Bahwa beberapa orang sahabat berkata: “Alangkah baiknya kalau kita mati
syahid seperti orang-orang yang berjuang di perang Badr, atau mendapat kesempatan
seperti pada perang Badr mengalahkan kaum musyrikin, tabah dalam ujian, mati
syahid dengan memperoleh surga, atau hidup mendapat rezeki.” Maka Allah
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti perang Uhud. Tetapi
ternyata mereka tidak tabah dan bertahan dalam peperangan itu, kecuali sebagian
kecil di antara mereka yang dikehendaki Allah. Maka Allah menurunkan ayat ini
sebagai peringatan atas ucapan mereka. 8
7
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-143/
8
Asbabun Nuzul, hal. 52
7
menghadapinya; dalam perang Uhud. Harapan itu lahir dari keinginan kamu
memperoleh kemuliaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Dan kini dalam perang
Uhud sungguh kamu telah melihatnya, yakni apa yang kamu harapkan itu serta
melihat jalan dan sebab-sebab yang mengantar kamu meraih kemuliaan itu,
melihatnya melalui peperangan, luka dan gugurnya sebagian dari rekan-rekan kamu,
bahkan kamu menyaksikan kematian itu dengan mata kepala kamu. Atau dahulu
kamu mengharapkan pertemuan dengan kematian, dan melalui perang Uhud itu kamu
telah melihatnya dengan pandangan mata, tetapi ternyata kamu tidak tampil
sebagaimana yang kamu ucapkan dan harapkan sebelum ini. Di sini, mereka dikecam
karena mengharapkan pertemuan dengan musuh tetapi ternyata ketika kesempatan
telah diberikan, mereka berpaling. Sikap mereka, ingin bertemu dengan lawan
dikecam sebagaimana dikecam juga keengganan mereka berjuang. Itu sebabnya,
dalam satu riwayat Rasul saw. mengingatkan: “Wahai manusia, janganlah
mengharapkan pertemuan dengan musuh (peperangan), mohonkanlah perlindungan
Allah, tetapi kalau bertemu mereka (dalam perang) maka sabar/tabahlah, dan
ketahuilah bahwa surga di bawah bayang-bayang/naungan pedang” (HR. Bukhari dan
Muslim). 9
9
Al-Mishbah, hal.231
8
BAB IV
ۚ ص ُم ۚ أَفَإِ ٌْ َيبتَ أَ ْو قُحِ َم ا َْقَهَ ْبح ُ ْى َعهَ ٰى أَ ْعقَب ِب ُك ْى ْ َصى ٌل قَ ْد َخه
ُّ ِّ ث ِي ٍْ قَ ْب ِه
ُ انز ُ َو َيب ُي َح ًَّدٌ ِإ ََّل َر
ٍَشب ِك ِزي َّ َّللاُ ان
َّ صيَ ْج ِزي َ ش ْيئًب ۗ َو َ َّ ض َّز
َ َّللا ُ َع ِق َب ْي ِّ فَهَ ٍْ ي
َ َو َي ٍْ َي ُْقَهِبْ َعهَ ٰى
Diriwayatkan oleh Ibnul Mudzir yang bersumber dari „Umar. Bahwa ketika
para sahabat terpisah dari Rasulullah ﷺpada perang Uhud, „Umar naik gunung dan
mendengar Yahudi berteriak: “Muhammad telah terbunuh!” „Umar berkata: “Tidak
akan kubiarkan orang mengatakan Muhammad telah terbunuh. Pasti akan aku
penggal lehernya.” Dan pada saat itu „Umar melihat Rasulullah ﷺdan orang-orang
kembali ke posnya masing-masing. Maka turunlah ayat ini, yang menegaskan bahwa
kematian seorang nabi adalah hal yang biasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ar-Rabi‟ bahwa
ketika kaum Mukminin mendapat musibah dalam perang Uhud dengan luka-luka
parah, ada yang menyebut-nyebut bahwa Nabiyullah telah terbunuh. Yang lain
berkata: “Kalau dia benar-benar seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.” Berkatalah
yang lainnya: “Berperanglah mengikuti jejak Rasulullah sehingga dapat kemenangan
10
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-144/
9
atau mati syahid besertanya.” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan peristiwa
tersebut.
Berjuanglah kamu untuk membela agamamu.” Maka turunlah ayat ini yang
menegaskan bahwa kematian seorang pemimpin tidaklah berarti pengikutnya boleh
meninggalkan perjuangan.
Ayat ini, masih merupakan lanjutan kecaman terhadap sebagian besar yang
terlibat dalam perang Uhud itu, bahkan kini kritikan tersebut lebih tajam lagi. Seperti
diketahui ketika para pemanah meninggalkan pos mereka terdorong untuk mendapat
rampasan perang, kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid Ibn al-Walid yang
ketika itu belum memeluk Islam, mengambil kesempatan tersebut untuk mengatur
barisannya dan menyerang balik kaum muslimin. Akibatnya, terjadi kekacauan, dan
ketika itu muncul issu bahwa Nabi Muhammad SAW, telah gugur. Mendengar issu
tersebut, pasukan kaum muslimin yang memang telah kacau, bertambah kacau dan
sebagian besar mereka meninggalkan medan tempur. Yang tinggal bertahan bersama
11
Asbabun Nuzul, hal.52
10
Rasul saw hanya beberapa orang saja. Berbeda-beda riwayat yang menyebutkan
tentang jumlahnya, antara sepuluh sampai tiga puluh orang. Sikap mereka itulah yang
ditegur dan dikecam Allah swt.
Kamu menduga bahwa Nabi Muhammad saw telah wafat, sehingga kamu
berpaling meninggalkannya, seakan-akan kamu tidak menyembah Tuhan Yang Maha
Hidup, dan tidak pula berjuang untuk menegakkan nilai-nilai-Nya. Ketahuilah, bahwa
suatu ketika beliau pasti meninggalkan dunia ini, karena Nabi Muhammad yang
selama ini berada bersama kamu tidaklain hanyalah seorang rasul, yakni manusia
yang diutus Allah kepada kamu sebagaimana rasul-rasul yang lain yang diutus kepada
kaum mereka. Dia adalah makhluk sebagaimana makhluk lain yang pasti akan
direnggut nyawanya oleh kematian sebagaimana yang dialami oleh rasul-rasul yang
lain. Sungguh telah berlalu dengan kematian mereka sebelumnya, yakni sebelum
Nabi Muhammad SAW beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat, yakni
meninggal secara normal, misalnya karena sakit atau nyawanya berpisah dengan
tubuhnya karena ulah manusia, misalnya karena dibunuh, sehingga dia tidak berada
lagi di tengah-tengah kamu, apakah bila itu terjadi kamu berbahk ke belakang
meninggalkan pula agamanya dan menjadi murtad ? Barangsiapa berbalik ke
belakang, dengan meninggalkan agama Allah, dan tuntunan-tuntunan Nabi-Nya maka
dia sendiri yang rugi dan celaka, dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada A
llah sedikit pun, karena kedurhakaan makhluk tidak mengurangi sedikit kekuasaan-
Nya dan tidak juga ketaatan mereka menambah setetespun dari kerajaan-Nya dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur, serta menyiksa
orang-orang yang kafir.
“Muhammad tidak lain kecuali seorang rasul. ” Dalam al-Qur‟an nama Nabi
Muhammad saw., bila disebut selalu dirangkaikan dengan gelar beliau, kecuali sekali,
yaitu dalam surah yang menyandang nama beliau (QS. Muhammad [47]: 2), berbeda
dengan nama nabi dan rasul-rasul yang lain, yang biasanya disebut tanpa gelar
mereka. Redaksi ayat ini menonjolkan sifat kerasulan Nabi Muhammad saw yang
serupa dengan rasul-rasul yang lalu dari sisi keniscayaan kematian, untuk membantah
11
mereka yang boleh jadi menduga bahwa sifat kerasulan bertentangan dengan
kematian, atau menduga bahwa kerasulan Nabi Muhammad saw. memiliki kelebihan
dibanding dengan kerasulan yang lain dalam hal keabadian hidup. Ini, kalau pun tidak
terbetik dalam hati para sahabat beliau, tetapi sikap mereka meninggalkan Rasul
SAW, ketika itu dapat dinilai sebagai sikap yang menduga seperti itu. Bahkan boleh
jadi ada yang menduga bahwa usia beliau akan sedemikian panjang, sehingga tidak
akan percaya bila satu saat beliau wafat, sebagaimana yang kemudian dialami oleh
Sayyidina „Umar yang baru sadar tentang wafatnya Nabi SAW, setelah Sayyidina
Abu Bakar membacakan ayat ini kepadanya. Dalam satu riwayat dikemukakan
ucapan „Umar Ibn al-Khaththab setelah membaiat Abu Bakar menjadi khalifah sehari
setelah wafatnya Nabi saw., bahwa: “Aku tadinya mengharap Rasul hidup, sehingga
menjadi manusia yang paling belakang wafat di antara kita semua, tetapi Allah
memilihkan untuk Rasul-Nya apa yang ada di sisi-Nya, bukan apa yang ada di sisi
kita....”
12
Ayat ini dipahami juga oleh sementara ilmuwan sebagai petunjuk untuk tidak
menjadikan penilaian baik buruk satu ide berdasarkan pencetus ide itu, atau faktor
faktor luar lainnya, seperti keuntungan materi, tetapi hendaknya didasarkan oleh
nilai-nilai ide itu sendiri. Sementara itu sahabat Nabi memeluk Islam, karena
terkagum-kagum kepada Nabi., dan memang kepribadian beliau merupakan salah
satu faktor sedemikian mengagumkan sehingga mereka memeluk Islam. Melalui
kecaman ini, Allah meluruskan sikap para sahabat itu. Hemat penulis, pendapat ini
baik, tetapi itu bukan berarti larangan mengagumi Nabi atau larangan menjadikan
beliau teladan dan idola kaum muslimin. Yang dimaksud adalah jangan menjadikan
seseorang sebagai tolak ukur kebenaran, tetapi hendaknya tolak ukur kebenaran
adalah kebenaran itu sendiri, siapa pun yang menyampaikannya. wa latanzhur man
qala/ lihatlah apa yang dikatakannya janganlah engkau melihat siapayang
mengatakannya.12
12
Al-Mishbah, hal. 232
13
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ayat 130 QS. Ali Imran dapat di ketahui bahawa riba adalah kehidupan
yang paling jahat dan meruntuhkan segala bangunan persaudaraan. Itulah sebabnya di
dalam ayat disuruh supaya seorang Mu'min takwa kepada Allah. Karena orang yang
telah takwa tidak mungkin akan mencari penghidupan dengan memeras keringat dan
menghisap darah orang lain. Kemudian di ayat 140 QS. Ali Imran dapat juga di
ketahui meskipun di perjuangan Uhud ini kamu ditimpakan klkecewaan seperti ini,
bukanlah berarti, bahwa Tuhan Allah suka kepada orang yang zalim, yaitu kaum
musyrikin yang telah memerangi kamu itu. Tuhan tetap tidak suka kepada orang yang
zalim. Dan boleh juga difahamkan, bahwa kepada pihak pengikut Rasulullah s.a.w.
yang ikut berperang, tetapi lalai dari kewajiban itu, Allah pun tidak suka. Dan Allah
akan suka kembali kepada mereka jika dari ini ke atas mereka obah hal itu dan
mereka taubat lalu memperbaiki. di ayat 143 QS. Ali Imran tersebut bahwasanya
beberapa orang sahabat menginginkan mereka mati syahid pada saat perang Badr.
Kemudian Allah SWT memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut dalam
perang Uhud dan mereka menyaksikan teman-teman mereka gugur di medan
peperangan, sehingga turunlah ayat tersebut untuk memperingatkan mereka. Yang
terakhir di ayat 144 QS. Ali Imran tersebut bahwasanya Rasulullah yang telah
meninggal dunia bukan berarti orang-orang yang masuk islam akan kembali berbalik
dalam kekufuran. Seperti rasul-rasul terdahulu yang telah mati dan berlalu bukan
berarti ajarannya berlalu begitu saja. Maka dari itu Allah menurunkan ayat tersebut
sebagai peringatan bagi mereka (orang-orang islam terdahulu) dan Allah SWT akan
memberi balasan pada setiap perbuatan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, Imam as Suyuthi. 2020. Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-
Ayat al-Qur'an. Bandung:Penerbit Jabal
15