Anda di halaman 1dari 18

QS ALI IMRAN AYAT 130,140 dan 143-144

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asbab Al-Nuzul dan Al-Nasikh wa


alMansukh

Dosen Pengampu: Ali Abdur Rohman, S.Ud, M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Suraya Choliza (12301193066)


Auliyatul Faizah (12301193086)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER
2020

i
KATA PEGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang atas kehadiratnya yang telah memberikan kita anugerah dan kerahmatan
didunia dalam mengucap syukur terhadapnya serta bersholawat kepada junjungan
Nabi besar kita Yaitu Muhammad Rasulullah SAW yang membawa kita dari alam
kegelapan (kebodohan) menuju alam yang terang benderang. Dengan kesempatan ini
atas izinya kami masih diberikan kesempatan dalam melaksanakan tugas Mata Kuliah
Asbab Al-Nuzul dan al-Nasikh wa alMansukh mengenai “QS “Ali Imran ayat
130,140,dan 143- 144” dimana yang mencangkup mengenai pembahasan dalam
Asbab al-Nuzul
Dengan demikian pembahasan dari kelompok kami ini semoga bisa dipahami
oleh teman-teman maupun Dosen, sekaligus mengarahkan hasil dari makalah kami ini
jika masih ada kekurangan dan kesalahan Mohon dimaaf kankarena disini kami masih
dalam proses belajar.

Tulungagung, September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan .............................................................................................. 1
BAB II LARANGAN MEMAKAN RIBA.................................................. 2
A. QS. Ali Imran ayat 130 ...................................................................... 2
B. Asbabun Nuzul QS. Ali Imran 130 .................................................... 2
C. Penafsiran QS. Ali Imran 130 ............................................................ 2
BAB III HIBURAN DARI ALLAH BAGI KEKALAHAN YANG MENIMPA
ORANG-ORANG MUKMIN PADA PERANG UHUD ............................ 5
A. QS. Ali Imran ayat 140 ..................................................................... 5
B. Asbabun Nuzul QS. Ali Imran 140 .................................................... 5
C. Penafsiran QS. Ali Imran 140 ............................................................ 5
D. QS. Ali Imran ayat 143...................................................................... 6
E. Asbabun Nuzul QS. Ali Imran 143 .................................................... 7
F. Penafsiran QS. Ali Imran 143 ............................................................ 7
BAB IV ....................................................................................................... 9
A. QS. Ali Imran ayat 144...................................................................... 9
B. Asbabun Nuzul QS. Ali Imran 144 .................................................... 9
C. Penafsiran QS. Ali Imran 144 ............................................................ 10
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-qur'an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, yang bersifat


universal dan abadi yang berlaku untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
Berbeda dengan mukjizat-mukjizat para nabi dan rasul terdahulu berupa mukjizat
materi yang bersifat indrawi, mukjizat Nabi Muhammad berupa mukjizat ruhiyah
yang bersifat rasional, kekal sepanjang masa. Seperti halnya surat Ali Imran ayat 130,
140, 143 dan 144 yang berisi tentang peringatan untuk para sahabat dan orang-orang
islam pada zaman itu.

Ayat-ayat ini turun sebagai peringatan kepada sahabat dan orang-orang


terdahulu bahwasanya islam melarang adanya riba, dan setiap perbuatan manusia di
dunia ini akan di pertanggung jawabkan kelak di akhirat. Sebagaimana orang-orang
yang syahid pada perang Badr dan perang Uhud, mereka akan mendapat balasan yaitu
surga dan janji Allah pasti akan terjadi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Asbab al-Nuzul QS Ali Imran ayat 130,140 dan 143-144?

2. Bagaimana penjelasan Tafsir mengenai surah Ali Imran ayat 130,140 dan 143-144?

3. Bagaimana pemahaman Tafsir dari QS Ali-Imran ayat 130,140 dan 143-144?

C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Asbab al-Nuzul surah Ali Imran ayat 130,140 dan 143-144.

2. Untuk mengetahui tafsir QS Ali Imran ayat 130,140 dan 143-144.

3. Untuk Mengetahui pemahaman tafsir dari QS Ali-Imran ayat 130,140 dan 143-144.

1
BAB II

LARANGAN MEMAKAN RIBA

A. QS. Ali-Imran Ayat 130


(QS Ali Imran 130)

ٌَ‫َّللا نَ َعهَّكُ ْى ج ُ ْف ِه ُحى‬


َ َّ ‫ضب َعفَةً ۖ َواجَّقُىا‬ ّ ِ ‫َيب أَيُّ َهب انَّذِيٍَ آ َيُُىا ََل جَأْ ُكهُىا‬
ْ َ‫انز َبب أ‬
َ ‫ض َعبفًب ُي‬

Artinya: “Wahai orang –orang yang beriman janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (QS. Ali
Imran : 130)1

B. Asbabun nuzul QS. Ali Imran 130:

Mujahid berkata, “dahulu, banyak orang yang berniaga dengan memakai


sistem riba, yaitu dengan memakai bunga. Jika telah tiba waktu pembayaran namun
tidak membayarnya, maka bunganya bertambah pula jangka waktu pembayarannya,
maka bunganya bertambah dan bertambah pula jangka waktu pembayarannya.” Maka
turunlah ayat, “yaa ayyuhal-ladzina…sampai..mudhaa‟afatan.” (HR. al-Faryabi)

„Atha‟ berkata bahwa pada masa jahiliah, Bani Tsaqif berutang kepada Bani
Nadhir. Jika waktu pembayarannya telah tiba, mereka berkata “kami akan membayar
bunganya dahulu dan menangguhkan waktu pembayarannya.” Maka turunlah ayat,
“laa ta‟kuulur-riba…sampai…mudhaa‟afatan.” (HR. al-Faryabi) 2

C. Penafsiran ayat 130 surah Ali Imran (tafsir Al-Azhar)

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba


berlipatganda. Dan takwalah kepada Allah, supaya kamu beroleh kemenangan " (ayat
130). Menurut keterangan ahli-ahli tafsir, inilah ayat mengharamkan riba yang mula-

1
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-130/
2
Asbabun Nuzul, hal. 51

2
mula turun. Adapun ayat yang ada dalam Surat al-Baqarah yang telah terlebih dahulu
kita tafsirkan itu adalah termasuk ayat yang terakhir turunnya kepada Nabi.

Menurut keterangan Saiyidina Umar bin Khathab sebelum Rasulullah saw.


menerangkan riba yang berbahaya itu secara terperinci, beliaupun wafat. Tetapi
pokoknya sudah nyata dan jelas dalam ayat yang mula-mula turun tentang riba, yang
sedang kita perkatakan ini. Riba adalah suatu pemerasan hebat dari yang berpiutang
kepada yang berhutang, yaitu Adh'afan Mudha'afaton. Adh'afatan artinya berlipat-
lipat, Mudha'afatan artinya berlipat lagi; berlipat-lipat, berganda-ganda.

Dinamai juga Ribo Nosiy'oh. Sebagai dahulu kita menafsirkan hal riba pada
ayat 275-276 sampai dengan 279 Surat al-Baqarah kita terangkan, si berhutang boleh
terlambat (Nasiy'ah) membayarnya, bahkan yang berpiutang memang menghendaki
supaya hutang itu dilambat-lambatkan membayar, karena bila bertambah lambat
membayar bertambah berlipat hutang itu. Seorang berhutang misalnya Rp.100,
bolehlah dibayarnya tahun depan saja tetapi menjadi Rp.200. Kalau terlambat lagi
setahun, sudah menjadi Rp.400. Demikian seterusnya. Dan boleh pula diangsur
membayar, tetapi yang akan terangsur hanya bunga saja. Pokok hutang sudah
tertimbun oleh lipatan bunga. Sehingga akhirnya dengan diri-diri orang itu
sendiripuntidaklah hutang itu akan dapat dibayarnya lagi.

Inilah yang bernama Riba Nasiy'ah, secara jahiliyah yang berlipat-lipat,


berganda-ganda itu. Dengan beginilah kaum Yahudi hidup dan beginilah hartawan-
hartawan Makkah memperkaya diri dan menindas orang yang melarat. Di ujung ayat
disuruh orang beriman supaya takwa, yaitu memelihara baik-baik dan takut kepada
Allah. Kalau itu tidak ada, takut kaum Muslimin akan terjerumus kepada main riba.

Maksud ajaran Islam bukanlah semata-mata memperbaiki hubungan dengan


Allah, melainkan juga mengokohkan hubungan sesama manusia. Sebagai ayat 1 12 di
atas tadi, yaitu supaya jangan putus tali dengan Allah dan tali dengan manusia. Kedua
sayap kehidupan inilah yang akan diperbaiki oleh Islam. Oleh sebab itu jika riba, cara
jahiliyah itu masih ada, boleh dikatakan percuma menegakkan agama. Sekiranya

3
orang diperintahkan shalat berjarnaah menghadap Tuhan, apalah arti jamaah kalau
antara yang menjadi ma'mum itu ada seorang penindas atau lintah darat yang
memeras darah kawannya, sedang ma'mum yang lain, ialah orang yang dihisap
darahnya itu?

Pendeknya, riba adalah kehidupan yang paling jahat dan meruntuhkan segala
bangunan persaudaraan. Itulah sebabnya di dalam ayat disuruh supaya seorang
Mu'min takwa kepada Allah. Karena orang yang telah takwa tidak mungkin akan
mencari penghidupan dengan memeras keringat dan menghisap darah orang lain. Dan
di ujung ayat diterangkan pula, bahwa janganlah memakan riba dan hendaklah
bertakwa, supaya kamu beroleh kemenangan. Barulah kejayaan di dalam menegakkan
masyarakat yang adil dan makmur, tidak ada penghisapan manusia atas manusia,
berdasar kepada ridhaAllah dan ukhuwah yang sejati. 3

3
Al-Azhar, hal. 923

4
BAB III

HIBURAN DARI ALLAH BAGI KEKALAHAN YANG MENIMPA


ORANG-ORANG MUKMIN PADA PERANG UHUD

A. QS. Ali Imran ayat 140

ُ‫َّللا‬ ِ َُّ‫ش ْانقَ ْى َو قَ ْز ٌح ِيثْهُُّ ۚ َو ِج ْهكَ ْاْلَيَّب ُو َُدَا ِونُ َهب َبيٍَْ ان‬
َّ ‫بس َو ِن َي ْعهَ َى‬ َّ ‫ض ْض ُك ْى قَ ْز ٌح فَقَدْ َي‬ َ ًْ ‫ِإ ٌْ َي‬
ٍَ‫انظبنًِِي‬َّ ُّ‫َّللاُ ََل يُ ِحب‬ َّ ‫ش َهدَا َء ۗ َو‬ ُ ‫انَّذِيٍَ آ َيُُىا َو َيحَّ ِخذَ ِي ُْ ُك ْى‬

Artinya: Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya
kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa
(kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka
mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman
(dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, 4

B. Asbabun nuzul QS. Ali Imran 140:


Ikrimah berkata, ketika kabar tentang kembalinya pasukan muslimin dari
perang terlambat didengar oleh kaum wanita, maka para wanita itu keluar untuk
mencari kabar tersebut. Lalu mereka mendapati dua orang laki-laki yang sedang
menunggangi unta. Maka salah seorang wanita itu bertanya, “ apa yang dilakukan
Rasulullah SAW?” dua orang laki-laki itu menjawab “beliau baik-baik saja” wanita
itu berkata lagi, “ Aku tidak peduli Allah menjadikan hamba-hamban-Nya sebagai
syuhada.” Atas ucapan wanita itu, maka Allah menurunkan ayat, “waa
yattakhidza…sampai syuhada‟a.” (HR. Ibnu Abi Hatim) 5

C. Penafsiran QS. Ali Imran ayat 140 (tafsir Al-Azhar)

4
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-140/
5
Asbabun, hal. 52

5
"Jika kamu mendapat keporahan, sesungguhn yo kaum itupun telah mendapat
keparahan seumpama itu pula." (pangkal ayat 140). Pada kamu ada yang luka, pada
merekapun ada yang luka. Pada kamu ada yang tewas, pada merekapun ada yang
tewas. Kamu memang seperti kalah, sebab ada yang tidak teguh memegang
ketaatan, tetapi mereka tidaklah menang. Maksud mereka membunuh Rasulullah
tidak berhasil, maksud mereka menghancurkan Madinah telah gagal, mereka pulang
dengan tangan hampa jua. Memang dalam peperangan Uhud kamu tidak berhasil
sebagai hasil gemilang yang kamu capai dalam peperangan Badar. "Karena
demikianlah hari -hari itu," yaitu hari kalah dan hari menang. "Kami pergilirkan
antara manusia," sebagai pepatah Yaumun lana wa yaumun'alaina, pada suatu hari
kita beroleh kemenangan dan pada hariyang lain kita pula yang dikalahkan. Selain
itu ada lagiyang lebih penting. "Dan lagi karena Allah hendak membuktikan (siapa)
mereka yang beriman."Maka dalam peperangan Uhud ini terbuktilah itu; masih ada
rupanya yang belum matang imannya, sehingga ditinggalkannya pos penjagaannya
yang penting karena loba akan harta rampasan. "Don karena hendak mengambil dari
antara kamu penyaksi-penyoksi. " Yaitu Syuhada, baik orang-orang yang mati
syahid antara kamu sebagai Hamzah dan lain-lain, atau yang tinggal hidup yang
akan menjadi Syuhada hidup, menyampaikan kesannya kepada yang lain akan jadi
perbandingan pada hari kemudian. "Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang
yang zalim." (ujung ayat 140).

Artinya, meskipun di perjuangan Uhud ini kamu ditimpakan klkecewaan


seperti ini, bukanlah berarti, bahwa Tuhan Allah suka kepada orang yang zalim, yaitu
kaum musyrikin yang telah memerangi kamu itu. Tuhan tetap tidak suka kepada
orang yang zalim. Dan boleh juga difahamkan, bahwa kepada pihak pengikut
Rasulullah s.a.w. yang ikut berperang, tetapi lalai dari kewajiban itu, Allah pun tidak
suka. Dan Allah akan suka kembali kepada mereka jika dari ini ke atas mereka obah
hal itu dan mereka taubat lalu memperbaiki. 6

D. QS. Ali Imran ayat 143

6
Al-Azhar, hal. 933

6
ُ ُْ َ‫َونَقَدْ ُك ُْح ُ ْى جَ ًََُّ ْىٌَ ْان ًَ ْىتَ ِي ٍْ قَ ْب ِم أَ ٌْ جَ ْهقَ ْىُِ فَقَ ْد َرأَ ْيح ُ ًُىُِ َوأَ َْح ُ ْى ج‬
ٌَ‫ظ ُزو‬

Artinya: Dan kamu benar-benar mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu


menghadapinya; maka (sekarang) kamu sungguh, telah melihatnya dan kamu
menyaksikannya.7

E. Asbabun Nuzul QS. Ali Imran 143:

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-„Aufi, yang bersumber dari Ibnu
„Abbas. Bahwa beberapa orang sahabat berkata: “Alangkah baiknya kalau kita mati
syahid seperti orang-orang yang berjuang di perang Badr, atau mendapat kesempatan
seperti pada perang Badr mengalahkan kaum musyrikin, tabah dalam ujian, mati
syahid dengan memperoleh surga, atau hidup mendapat rezeki.” Maka Allah
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti perang Uhud. Tetapi
ternyata mereka tidak tabah dan bertahan dalam peperangan itu, kecuali sebagian
kecil di antara mereka yang dikehendaki Allah. Maka Allah menurunkan ayat ini
sebagai peringatan atas ucapan mereka. 8

D. Penafsiran QS. Ali Imran 143 (Tafsir al-Mishbah)

Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya mengecam mereka yang meninggalkan


medan perang, dengan mengingatkan bahwa apa yang mereka lakukan itu
bertentangan dengan apa yang pernah mereka harapkan, karena sesungguhnya
beberapa waktu yang lalu kamu mengharapkan pertemuan dengan kematian, yakni
berperang hingga kamu mati syahid. Harapan itu dicetuskan oleh sebagian di antara
kamu yang tidak ikut berpartisipasi dalam,perang Badar, dengan berkata:
“Seandainya kami juga dapat ikut berperang,” atau tecermin dalam sikap kaum muda
yang ketika Nabi saw. memusyawarahkan bagaimana menghadapi rencana serangan
kaum musyrikin, para pemuda kaum muslimin menggebu-gebu ingin menghadapi
musuh di luar kota walau Nabi tidak sepenuhnya setuju ini terjadi sebelum kamu

7
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-143/
8
Asbabun Nuzul, hal. 52

7
menghadapinya; dalam perang Uhud. Harapan itu lahir dari keinginan kamu
memperoleh kemuliaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Dan kini dalam perang
Uhud sungguh kamu telah melihatnya, yakni apa yang kamu harapkan itu serta
melihat jalan dan sebab-sebab yang mengantar kamu meraih kemuliaan itu,
melihatnya melalui peperangan, luka dan gugurnya sebagian dari rekan-rekan kamu,
bahkan kamu menyaksikan kematian itu dengan mata kepala kamu. Atau dahulu
kamu mengharapkan pertemuan dengan kematian, dan melalui perang Uhud itu kamu
telah melihatnya dengan pandangan mata, tetapi ternyata kamu tidak tampil
sebagaimana yang kamu ucapkan dan harapkan sebelum ini. Di sini, mereka dikecam
karena mengharapkan pertemuan dengan musuh tetapi ternyata ketika kesempatan
telah diberikan, mereka berpaling. Sikap mereka, ingin bertemu dengan lawan
dikecam sebagaimana dikecam juga keengganan mereka berjuang. Itu sebabnya,
dalam satu riwayat Rasul saw. mengingatkan: “Wahai manusia, janganlah
mengharapkan pertemuan dengan musuh (peperangan), mohonkanlah perlindungan
Allah, tetapi kalau bertemu mereka (dalam perang) maka sabar/tabahlah, dan
ketahuilah bahwa surga di bawah bayang-bayang/naungan pedang” (HR. Bukhari dan
Muslim). 9

Penjelasan dari Tafsir al-Mishbah tersebut bahwasanya beberapa orang


sahabat menginginkan mereka mati syahid pada saat perang Badr. Kemudian Allah
SWT memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut dalam perang Uhud dan
mereka menyaksikan teman-teman mereka gugur di medan peperangan, sehingga
turunlah ayat tersebut untuk memperingatkan mereka.

9
Al-Mishbah, hal.231

8
BAB IV

AJAL ADALAH SESUATU YANG PASTI MENIMPA PADA SETIAP


ORANG

A. QS. Ali Imran ayat 144

ۚ ‫ص ُم ۚ أَفَإِ ٌْ َيبتَ أَ ْو قُحِ َم ا َْقَهَ ْبح ُ ْى َعهَ ٰى أَ ْعقَب ِب ُك ْى‬ ْ َ‫صى ٌل قَ ْد َخه‬
ُّ ِّ ‫ث ِي ٍْ قَ ْب ِه‬
ُ ‫انز‬ ُ ‫َو َيب ُي َح ًَّدٌ ِإ ََّل َر‬
ٍَ‫شب ِك ِزي‬ َّ ‫َّللاُ ان‬
َّ ‫صيَ ْج ِزي‬ َ ‫ش ْيئًب ۗ َو‬ َ َّ ‫ض َّز‬
َ ‫َّللا‬ ُ َ‫ع ِق َب ْي ِّ فَهَ ٍْ ي‬
َ ‫َو َي ٍْ َي ُْقَهِبْ َعهَ ٰى‬

Artinya: Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu


beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah
sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur. 10

B. Asbabun nuzul QS. Ali Imran 144

Diriwayatkan oleh Ibnul Mudzir yang bersumber dari „Umar. Bahwa ketika
para sahabat terpisah dari Rasulullah ‫ ﷺ‬pada perang Uhud, „Umar naik gunung dan
mendengar Yahudi berteriak: “Muhammad telah terbunuh!” „Umar berkata: “Tidak
akan kubiarkan orang mengatakan Muhammad telah terbunuh. Pasti akan aku
penggal lehernya.” Dan pada saat itu „Umar melihat Rasulullah ‫ ﷺ‬dan orang-orang
kembali ke posnya masing-masing. Maka turunlah ayat ini, yang menegaskan bahwa
kematian seorang nabi adalah hal yang biasa.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ar-Rabi‟ bahwa
ketika kaum Mukminin mendapat musibah dalam perang Uhud dengan luka-luka
parah, ada yang menyebut-nyebut bahwa Nabiyullah telah terbunuh. Yang lain
berkata: “Kalau dia benar-benar seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.” Berkatalah
yang lainnya: “Berperanglah mengikuti jejak Rasulullah sehingga dapat kemenangan

10
Sumber: https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-144/

9
atau mati syahid besertanya.” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan peristiwa
tersebut.

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Kitab ad-Dalaa-il, yang bersumber


dari Abu Najih bahwa salah seorang Muhajirin berpapasan dengan seorang Anshar
yang berlumuran darah, dan berkata: “Apakah engkau tahu bahwa Muhammad telah
terbunuh?” Ia menjawab: “Jikalau Muhammad terbunuh, ia telah menunaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.

Berjuanglah kamu untuk membela agamamu.” Maka turunlah ayat ini yang
menegaskan bahwa kematian seorang pemimpin tidaklah berarti pengikutnya boleh
meninggalkan perjuangan.

Diriwayatkan oleh Ibnu Rahawaih di dalam Musnad-nya, yang bersumber dari


az-Zuhri, bahwa pada waktu perang Uhud setan berteriak: “Muhammad telah
terbunuh.” Ka‟ab bin Malik menyatakan bahwa dialah yang paling dahulu mengenal
Rasulullah dari balik topi besinya. Dia pun berteriak sekuat tenaga: “Ini dia
Rasulullah!!” maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
sama halnya dengan nabi-nabi sebelumnya yang mungkin saja terbunuh. 11

C. Penafsiran QS. Ali Imran 144 (tafsir Al-Misbah)

Ayat ini, masih merupakan lanjutan kecaman terhadap sebagian besar yang
terlibat dalam perang Uhud itu, bahkan kini kritikan tersebut lebih tajam lagi. Seperti
diketahui ketika para pemanah meninggalkan pos mereka terdorong untuk mendapat
rampasan perang, kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid Ibn al-Walid yang
ketika itu belum memeluk Islam, mengambil kesempatan tersebut untuk mengatur
barisannya dan menyerang balik kaum muslimin. Akibatnya, terjadi kekacauan, dan
ketika itu muncul issu bahwa Nabi Muhammad SAW, telah gugur. Mendengar issu
tersebut, pasukan kaum muslimin yang memang telah kacau, bertambah kacau dan
sebagian besar mereka meninggalkan medan tempur. Yang tinggal bertahan bersama

11
Asbabun Nuzul, hal.52

10
Rasul saw hanya beberapa orang saja. Berbeda-beda riwayat yang menyebutkan
tentang jumlahnya, antara sepuluh sampai tiga puluh orang. Sikap mereka itulah yang
ditegur dan dikecam Allah swt.

Kamu menduga bahwa Nabi Muhammad saw telah wafat, sehingga kamu
berpaling meninggalkannya, seakan-akan kamu tidak menyembah Tuhan Yang Maha
Hidup, dan tidak pula berjuang untuk menegakkan nilai-nilai-Nya. Ketahuilah, bahwa
suatu ketika beliau pasti meninggalkan dunia ini, karena Nabi Muhammad yang
selama ini berada bersama kamu tidaklain hanyalah seorang rasul, yakni manusia
yang diutus Allah kepada kamu sebagaimana rasul-rasul yang lain yang diutus kepada
kaum mereka. Dia adalah makhluk sebagaimana makhluk lain yang pasti akan
direnggut nyawanya oleh kematian sebagaimana yang dialami oleh rasul-rasul yang
lain. Sungguh telah berlalu dengan kematian mereka sebelumnya, yakni sebelum
Nabi Muhammad SAW beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat, yakni
meninggal secara normal, misalnya karena sakit atau nyawanya berpisah dengan
tubuhnya karena ulah manusia, misalnya karena dibunuh, sehingga dia tidak berada
lagi di tengah-tengah kamu, apakah bila itu terjadi kamu berbahk ke belakang
meninggalkan pula agamanya dan menjadi murtad ? Barangsiapa berbalik ke
belakang, dengan meninggalkan agama Allah, dan tuntunan-tuntunan Nabi-Nya maka
dia sendiri yang rugi dan celaka, dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada A
llah sedikit pun, karena kedurhakaan makhluk tidak mengurangi sedikit kekuasaan-
Nya dan tidak juga ketaatan mereka menambah setetespun dari kerajaan-Nya dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur, serta menyiksa
orang-orang yang kafir.

“Muhammad tidak lain kecuali seorang rasul. ” Dalam al-Qur‟an nama Nabi
Muhammad saw., bila disebut selalu dirangkaikan dengan gelar beliau, kecuali sekali,
yaitu dalam surah yang menyandang nama beliau (QS. Muhammad [47]: 2), berbeda
dengan nama nabi dan rasul-rasul yang lain, yang biasanya disebut tanpa gelar
mereka. Redaksi ayat ini menonjolkan sifat kerasulan Nabi Muhammad saw yang
serupa dengan rasul-rasul yang lalu dari sisi keniscayaan kematian, untuk membantah

11
mereka yang boleh jadi menduga bahwa sifat kerasulan bertentangan dengan
kematian, atau menduga bahwa kerasulan Nabi Muhammad saw. memiliki kelebihan
dibanding dengan kerasulan yang lain dalam hal keabadian hidup. Ini, kalau pun tidak
terbetik dalam hati para sahabat beliau, tetapi sikap mereka meninggalkan Rasul
SAW, ketika itu dapat dinilai sebagai sikap yang menduga seperti itu. Bahkan boleh
jadi ada yang menduga bahwa usia beliau akan sedemikian panjang, sehingga tidak
akan percaya bila satu saat beliau wafat, sebagaimana yang kemudian dialami oleh
Sayyidina „Umar yang baru sadar tentang wafatnya Nabi SAW, setelah Sayyidina
Abu Bakar membacakan ayat ini kepadanya. Dalam satu riwayat dikemukakan
ucapan „Umar Ibn al-Khaththab setelah membaiat Abu Bakar menjadi khalifah sehari
setelah wafatnya Nabi saw., bahwa: “Aku tadinya mengharap Rasul hidup, sehingga
menjadi manusia yang paling belakang wafat di antara kita semua, tetapi Allah
memilihkan untuk Rasul-Nya apa yang ada di sisi-Nya, bukan apa yang ada di sisi
kita....”

Firman-Nya: ( inqalabtum „ala a'qabikum) yang diterjemahkan di atas dengan


berbalik kebelakang adalah satu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang sangat buruk. Seorang yang meninggalkan kebenaran dan petunjuk Ilahi
dan menggantinya dengan kesesatan diibaratkan keadaanya seperti seorang yang
mundur kebelakang sedang matanya mengarah ke depan. Sedangkan kata ( a „qab)
jamak („aqib), yakni tumitnya yang menuntun dia kebelakang, sehingga dia dalam
keadaan berbalik, kepalanya di bawah dan kakinya di atas. Demikian penjelasan
Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsirnya al-Wasith.

Firman-Nya: Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyangbersyukur,


mengisyaratkan bahwa sebagian dari kaum muslimin yang terlibat dalam perang
Uhud telah melaksanakan tugas mereka dengan baik, bertahan dan berjuang walau
situasi yang mereka hadapi sudah sedemikian gawat, membahayakan dan mengancam
jiwa mereka.

12
Ayat ini dipahami juga oleh sementara ilmuwan sebagai petunjuk untuk tidak
menjadikan penilaian baik buruk satu ide berdasarkan pencetus ide itu, atau faktor
faktor luar lainnya, seperti keuntungan materi, tetapi hendaknya didasarkan oleh
nilai-nilai ide itu sendiri. Sementara itu sahabat Nabi memeluk Islam, karena
terkagum-kagum kepada Nabi., dan memang kepribadian beliau merupakan salah
satu faktor sedemikian mengagumkan sehingga mereka memeluk Islam. Melalui
kecaman ini, Allah meluruskan sikap para sahabat itu. Hemat penulis, pendapat ini
baik, tetapi itu bukan berarti larangan mengagumi Nabi atau larangan menjadikan
beliau teladan dan idola kaum muslimin. Yang dimaksud adalah jangan menjadikan
seseorang sebagai tolak ukur kebenaran, tetapi hendaknya tolak ukur kebenaran
adalah kebenaran itu sendiri, siapa pun yang menyampaikannya. wa latanzhur man
qala/ lihatlah apa yang dikatakannya janganlah engkau melihat siapayang
mengatakannya.12

Penjelasan dari tafsir al-Mishbah tersebut bahwasanya Rasulullah yang telah


meninggal dunia bukan berarti orang-orang yang masuk islam akan kembali berbalik
dalam kekufuran. Seperti rasul-rasul terdahulu yang telah mati dan berlalu bukan
berarti ajarannya berlalu begitu saja. Maka dari itu Allah menurunkan ayat tersebut
sebagai peringatan bagi mereka (orang-orang islam terdahulu) dan Allah SWT akan
memberi balasan pada setiap perbuatan.

12
Al-Mishbah, hal. 232

13
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Dari ayat 130 QS. Ali Imran dapat di ketahui bahawa riba adalah kehidupan
yang paling jahat dan meruntuhkan segala bangunan persaudaraan. Itulah sebabnya di
dalam ayat disuruh supaya seorang Mu'min takwa kepada Allah. Karena orang yang
telah takwa tidak mungkin akan mencari penghidupan dengan memeras keringat dan
menghisap darah orang lain. Kemudian di ayat 140 QS. Ali Imran dapat juga di
ketahui meskipun di perjuangan Uhud ini kamu ditimpakan klkecewaan seperti ini,
bukanlah berarti, bahwa Tuhan Allah suka kepada orang yang zalim, yaitu kaum
musyrikin yang telah memerangi kamu itu. Tuhan tetap tidak suka kepada orang yang
zalim. Dan boleh juga difahamkan, bahwa kepada pihak pengikut Rasulullah s.a.w.
yang ikut berperang, tetapi lalai dari kewajiban itu, Allah pun tidak suka. Dan Allah
akan suka kembali kepada mereka jika dari ini ke atas mereka obah hal itu dan
mereka taubat lalu memperbaiki. di ayat 143 QS. Ali Imran tersebut bahwasanya
beberapa orang sahabat menginginkan mereka mati syahid pada saat perang Badr.
Kemudian Allah SWT memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut dalam
perang Uhud dan mereka menyaksikan teman-teman mereka gugur di medan
peperangan, sehingga turunlah ayat tersebut untuk memperingatkan mereka. Yang
terakhir di ayat 144 QS. Ali Imran tersebut bahwasanya Rasulullah yang telah
meninggal dunia bukan berarti orang-orang yang masuk islam akan kembali berbalik
dalam kekufuran. Seperti rasul-rasul terdahulu yang telah mati dan berlalu bukan
berarti ajarannya berlalu begitu saja. Maka dari itu Allah menurunkan ayat tersebut
sebagai peringatan bagi mereka (orang-orang islam terdahulu) dan Allah SWT akan
memberi balasan pada setiap perbuatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin, Imam as Suyuthi. 2020. Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-
Ayat al-Qur'an. Bandung:Penerbit Jabal

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah. Tangerang:Penerbit Lentera Hati.

Amrullah, Abdulmalik Abdulkarim. 1982. Tafsir al-azhar. Pustaka


Nasional:Singapura

15

Anda mungkin juga menyukai