Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT ILMU

HAKEKAT PENGETAHUAN DAN KEBENARAN ILMIAH

DOSEN PENGAMPU : Syafieh, M. Fil. I

KELOMPOK 1:

Ariza Salsabilla 3012019001


Elsa Tia Rishki 3012019003
Meilina Aulia Prantika 3012019007

INSTITUT AGAMA NEGERI ISLAM (IAIN) LANGSA


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat bagi kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakekat Pengetahuan dan Kebenaran
Ilmiah ” untuk dipersentasi kan kepada teman-teman, shalawat berangkaikan salam tidak
lupa kita sanjung sajikan kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari
zaman jahiliah menuju zaman yang islamiah.
Jika ada penulisan dan kata-kata yang kurang berkenan saya mohon maaf segala
kekurangan dari makalah kami, saran dan kritik dari berbagai pihak saya terima. Mudah
mudahan makalah sederhana ini dapat membantu kelancaran kuliah ini khususnya Aamiin…

Langsa, 23 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................................1
A. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
A. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
A. Hakekat Pengetahuan...............................................................................................................2
a. Pengertian pengetahuan........................................................................................................3
b. Jenis-Jenis pengetahuan........................................................................................................5
c. Sumber Pengetahuan.............................................................................................................6
B. Kebenaran Ilmiah.....................................................................................................................7
a. Pengertian Kebenaran Ilmiah................................................................................................8
b. Kebenaran Ilmiah Sebagai Kebijaksanaan............................................................................9
c. Kebenaran Ilmiah dan Tanggung Jawab Moral....................................................................9
BAB III PENUTUPAN................................................................................................................11
A. Kesimpulan............................................................................................................................11
A. Saran......................................................................................................................................11
DAFTAR PUSAKA......................................................................................................................12

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu dan pengetahuan merupakan hal yang penting dimiliki individu dalam menjalani
hidup, namun kita masih rancu akan pengertian keduanya. Apakah ilmu dan pengetahuan
adalah hal yang sama? Atau apakah ilmu dan pengetahuan ternyata memiliki pengertian yang
berbeda? Alexander Bird (1998) dalam bukunya, Philosophy of Science menjelaskan bahwa
pada sekitar tahun 1995 sempat terjadi perdebatan besar di Amerika terkait penggunaan
ajaran kitab suci atau ilmu yang dijadikan landasan terbentuknya kehidupan dan alam
semesta. Pada dasarnya manusia memiliki tingkat keingin tahuan yang tinggi. Manusia dapat
menggunakan indera yang ada untuk mendapatkan pengalaman, dan penglaman itulah yang
akan menjadi pengetahuan. Namun dalam filsafat Islam, mereka tidak mendewakan akal
ataupun inderawi, tetapi mengakui potensi dan eksistensi keduanya untuk mengetahui
hakekat tentang segala sesuatu termasuk pengetahuan. Mereka melihat kebenaran dari
suatu pengetahuan berdasarkan wahyu Allah yaitu Al-qur’an dan Hadits.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengetahuan?
2. Apa saja jenis-jenis pengetahuan?
3. Apa saja sumber-sumber pengetahuan?
4. Apa yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah?
5. Apa yang dimaksud kebenaran ilmiah sebagai kebijaksanaan?
6. Apa yang dimaksud kebenaran ilmiah dan tanggung jawab moral?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menambah waasan kita tentang Hakekat
Pengetahuan dan Kebenaran Ilmiah. Termasuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan
kita yang terdapat pada rumusan masalah.

1
BAB I
PEMBAHASAN

A. Hakekat Pengetahuan
Secara umum, hakikat diartikan sebagai sesuatu yang sebanarnya, yang tak dapat
berubah pengertiannya tentang sesuatu. Hakikat berasal dari bahasa Arab haqîqah
(jamaknya haqâiq), dengan kata dasar haq, yaitu nyata, pasti, tetap yang
diterjemahkan sebagai kebenaran, kenyataan, keaslian (Kamus Arab-Indonesia Al-
Munawwir, 1997: 283). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hakikat adalah dasar,
intisari, kenyataan yang sebenarnya (Peter S. dan Yenny S., 1991: 500).
Sementara pengetahuan, orang sering menyebutkan secara bersama-sama antara
ilmu dan pengetahuan sebagai satu istilah. Ada yang berpendapat bahwa keduanya
memiliki kaitan proses. Namun, ada juga yang memisahkan dan membedakan
pengertian antara keduanya. Mohammad Adib (2010: 49) menyebutkan beberapa
diantaranya yaitu, seorang filsuf John F. Kemeny. Ia menggunakan ilmu dalam arti
semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah. Bagi Charles
Singer ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Sedangkan Harold H. Titus
mengatakan bahwa banyak orang telah mempergunakan ilmu untuk menyebut suatu
metode guna memperoleh pengetahuan yang obyektif dan dapat diperiksa
kebenarannya. Ilmu diartikan sebagai “pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu” (Depdiknas, 2001: 423).
Dalam filsafat Islam, ilmu dan hakikat pengetahuan memiliki pengertian
tersendiri. Mereka tidak mendewakan akal ataupun inderawi, tetapi mengakui potensi
dan eksistensi keduanya untuk mengetahui hakekat tentang segala sesuatu termasuk
pengetahuan.
Para filsuf muslim masa skolastik mulai dari Al-Kindi hingga Ibnu Rusyd atau
yang lebih dikenal dengan Averoes memiliki pandangan bahwa pengetahuan pada
hakekatnya datang dari Allah. Adapun semua potensi yang ada pada manusia baik
akal, indera, hati, maupun jiwa sama-sama penting dan berperan serta secara
bersama-sama untuk menemukan hakekat tentang segala sesuatu. Pengetahuan yang
diperoleh oleh akal, indera, hati, dan jiwa kebenarannya bersifat subyektif dan
sementara, oleh karenanya harus disesuaikan dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan petunjuk yang diberikan oleh Allah

2
untuk membimbing manusia menuju hakekat dan menemukan kebenaran. Karena
keduanya berasal dari Allah maka kebenaran dan pengetahuan yang tercakup di
dalam keduanya merupakan pengetahuan dan kebenaran yang berlaku sepanjang
masa. Untuk itulah pengetahuan yang diperoleh oleh potensi manusia tersebut harus
disesuaikan dengan petunjuk wahyu yang berupa Al- Qur’an dan As-Sunnah.
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila
seseorang mengenal sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu atas
unsur yang mengetahui dan diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin
diketahuinya itu.
Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai
kesadaran untuk mengetahui tentang suatu objek yang merupakan suatu yang dihadapinya
sebagai hal yang diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan adalah hasil pengetahuan
manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek
yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Semua manusia ingin mengetahui, demikian kalimat pembuka dalam buku
monumental karya Aristoteles berjudul Metaphisyca. Pengetahuan baik perorangan
maupun kolektif menurut C. Verhaak dan R. Haryono:
Berlangsung dalam dua bentuk dasar yang berbeda sulit ditentukan mana yang asli,
paling berharga dan paling manusiawi. Model yang pertama ialah mengetahui hanya
untuk sekedar tahu. Yang kedua, pengetahuan yang digunakan dan diterapkan, seperti
melindungi diri, memperbaiki tempat tinggal, mempermudah pekerjaan dan lain-lain.1

a. Pengertian pengetahuan
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari bahasa Inggris knowledge. Secara
Terminology pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia
secara langsung dari kesadarannya sendiri. Menurut Aristoteles pengetahuan bisa didapat
berdasarkan pengamatan dan pengalaman. Burhanuddin Salam menuliskan bahwa
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (2005: 5). Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan berarti segala sesuatu yang
diketahui, kepandaian, atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal mata

1
C. Verhaak & R. Haryono Imam,, “Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-Ilmu”, Cet. III.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995) hlm. 5.

3
pelajaran. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui dan disadari oleh manusia dari suatu kenyataan, yang diperoleh
melalui pengalaman berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran terhadap yang dipelajarinya.
Secara mendasar ada beberapa unsur yang terlibat dalam pengetahuan yakni subjek
(manusia). Objek (alam) baik pengalaman maupun fakta yang terdapat dalam alam itu
sendiri. Pengetahuan secara terminiologi menurut para ahi,Pertama, Menurut
Pudjawidjana pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui
persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah
orang melakukan penginderaan sebuah objektertentu. Kedua, menurut Notoatmodjo pengetahuan
adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek dari
indra yang dimilikinya. Ketiga, menurut Jujun S, pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan
bagian dari pengetahuan manusia, disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Pada
dasarnya pengetahuan pengetahuan manusia terbagi beberapa macam, diantaranya :

1. Pengetahuan sains (scientific knowledge), objek yang dapat diteliti oleh sains
hanyalah objek empiris, sebab ia harus menghasilkan objek empiris.
2. Pengetahuan Filsafat, kebenarannya hanya dipertanggung jawabkan secara logis, tidak
secara empiris.
3. Pengetahuan Mistik, yaitu sejenis pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara
empiris, tidak juga secara logis.
Ada dua teori untuk dapat mengetahui hakikat dari sebuah pengetahuan, yaitu teori
Realisme dan Idealisme:
1. Teori realisme, mengatakan bahwa pengetahuan adalah kebenaran yang sesuai dengan
fakta. Apa yang ada dalam fakta itu dapat dikatakan benar. Dengan teori ini dapat
diketahui bahwa kebenaran obyektif juga di butuhkan bukan hanya mengakui
kebenaran subyektif. Contoh kita mengetahui bahwa pohon itu memang tertancap
ditanah karena kenyataannya memang begitu dan obyeknya terlihat sangat nyata. Jadi
teori ini mengakui adanya apa yang mengetahui dan apa yang diketahui.
2. Teori idealisme, memiliki perbedaan pendapat dengan realisme. Pada teori ini
dijelaskan bahwa pengetahuan itu bersifat subyaktif. Oleh karena itu pengetahuan
menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan
pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang

4
mengatahui (subjek).
Dengan adanya kedua teori tersebut dapat dikatakan semua orang memiliki
pengetahuhan walaupun dasar yang mereka pakai berbeda-beda. Selain itu pengetahuan
diperoleh pula dari sumber yang lebih dari satu. Yaitu sumber empirisme, rasionalisme,
intuisi dan wahyu. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan oleh
dua hal utama, yakni pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu
mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berfikir
menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.

b. Jenis-Jenis pengetahuan
1. Pengetahuan langsung (immadiete)
Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa
melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis penganut paham Realisme
mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan bahwa kita mengetahui
sesuatu itu sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini berkaitan dengan realitas-realitas
yang telah dikenal sebelumnya seperti pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang, dan
beberapa individu manusia.

2. Pengetahuan Tak Langsung (mediated)


Pengetahuan mediate adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses berfikir serta
pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-benda eksternal
banyak berhubungan dengan penefsirran dan pencernaan pikiran kita.

3. Pengetahuan indrawi perceptual


Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra
lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek
ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan
kita. Tanpa diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-
indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar
dari apa yang diketahui lewat indra-indra tersimpan didalamnya. Pada pengetahuan
indrawi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, seperti adanya cahaya yang
menerangi objek-objek eksternal, sehatnya anggota-angota indra badan seperti mata,

5
telinga, dan lain- lain, dan pikiran yang mengubah benda-benda partikular menjadi
konsepsi universal, serta faktor-faktor sosial seperti adat istiadat. Dengan faktor-faktor
tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan indrawi hanya akan dihasilkan melalui
indra-indra lahiriah.

c. Sumber Pengetahuan
Dalam kajian filsafat dijelaskan dengan jelas pengetahuan yang dimiliki oleh manusia
memiliki sumber. Dengan kata lain pengetahuan itu tidak timbul dengan sendirinya. Ada
empat sumber pengetahuan yang dimaksud yaitu Rasio, Empiris, Intuisi, dan Wahyu.
Keempat sumber ini memiliki pengertian yang berbeda-beda dalam menafsirkan sumber
dari pengetahuan manusia tersebut:
 Rasio, merupakan pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia. Pada sumber
pengetahuan ini diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil pemikiran manusia.
 Empiris, merupakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami
manusia. Sumber pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan kegiatan manusia yang
suka
memperhatikan gejala-gejala yang terjadi disekitarnya. Misalnya peristiwa terjadinya
hujan di bumi. Peristiwa ini terus terulang-ulang dan dengan proses kejadian yang
sama. Hal ini menjadi daya tarik bagi manusia, muncul pertanyaan mengapa selalu
turun hujan. Dari pengalaman itulah manusia tergerak untuk bernalar hingga
melakukan penelitian penyebab terjadinya hujan.
 Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan secara
tiba-tiba. Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari revolusi pemahaman
yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan
kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi)
memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu
pengetahuan yang langsung, yang mutlak. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara intuisi tidak dapat
diandalkan. Pengetahuan intuisi dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis
selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan.
Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan
kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan
bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience).

6
Terkadang kita sebagai manusia ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan, otak
akan berpikir sangat keras untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut.
Tingkat berpikir otak berbanding lurus dengan masalah yang akan diselesaikan.
Semakin sulit tingkat permaslahan yang akan dipecahkan semakin keras juga kinerja
otak dalam berpikir menyelesaikan masalah tersebut. Dalam kondisi tertentu,
terkadang semakin kita berusaha untuk memecahkan masalah, semakin sulit
menemukan solusinya. Tapi dalam kondisi yang berlawanan ketika kita tidak sedang
berpikir untuk menyelesaikan masalah dan melakukan aktivitas-aktivitas, kita seakan
terpikirkan solusi untuk permasalahan. Solusi itu muncul tiba-tiba dalam benak kita,
tanpa sedikitpun kita menjadwalkan atau berusaha mencarinya. Hal yang demikian
bisa dikatakan sebagai intuisi.
 Wahyu, atau bisa dikatakan dengan sumber pengetahuan yang non-analiktik karena
tidak ada proses berpikir dari manusia tersebut. Wahyu merupakan sumber
pengetahuan yang berasal dari yang Maha kuasa. Biasanya yang dapat menerima
sumber pengetahuan yang seperti ini adalah manusia-manusia pilihan. Contoh yang
paling dekat adalah para nabi, yang menerima pengetahuan dari Allah. Kisah-kisah
merekapun banyak menginspirasi banyak orang.

Dari kemepat sumber pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa cara berpikir
itu ada dua yaitu analatik; Rasio, dan Empiris. Dikatakan sebagai cara berpikir yang
analitik karena ada proses berpikir yang rincih yang dilakukan manusia. Adapula cara
berpikir yang non-analitik; intuisi, dan wahyu yang tidak memiliki proses berpikir secara
rincih yang dilakukan oleh manusia.2

B. Kebenaran Ilmiah
Dalam sejarah perkembangannya, manusia ternyata selalu berusaha memperoleh
pengetahuan yang benar atau yang secara singkat dapat disebut sebagai kebenaran.
Manusia senantiasa berusaha memahami, memperoleh, dan memanfaatkan kebenaran
untuk kehidupannya. Tidak salah jika satu sebutan lagi diberikan kepadanya, yaitu
manusia sebagai makhluk pencari kebenaran. (Nasir.et al., 2011).3
Benar dan kebenaran merupakan kata yang sudah tidak asing lagi dalam hidup dan

2
Ririn M. Djailani, 2012,” Essay Filsafat Ilmu”, https://sites.google.com/site/auroranight0912/filsafat-
ilmu/sumber-pengetahuan.
3
Dodiet Aditya Setyawan,16 Maret 2014,” Metodologi Penelitian Hakekat Kebenaran Ilmu dan Pengetahuan”,
hlm. 2.

7
kehidupan sehari-hari. Kata benar dan kebenaran sering dipergunakan manusia dalam
hidup sehari-hari. kebenaran yang telah dianggap sebagai kebenaran umum atau disebut
juga common sense dan kedua kebenaran ilmiah yang ditemukan dalam ilmu. Guna
memahami secara kritis kedua persoalan tersebut, filsafat ilmu sebagai ilmu tentang ilmu,
menurut penulis, merupakan sumber rujukan yang patut untuk diperhatikan.

a. Pengertian Kebenaran Ilmiah


Pengertian Kebenaran Secara etimologi, dengan merujuk kepada Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan
Bahasa, 1994; 114-115), kata kebenaran dapat diartikan sebagai:
1. Keadaan atau hal yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya.
2. Sesuatu yang sungguh-sungguh atau benar-benar ada.
3. Kelurusan hati, kejujuran.
Sementara itu Lorens Bagus (1996; 412) mengatakan bahwa istilah kebenaran
merupakan lawan dari kesalahan, kesesatan, kepalsuan dan juga kadang opini.
Lebih lanjut Beerling (1986; 6-7) menegaskan bahwa kemandirian ilmu pengetahuan
ilmiah sesungguhnya berkaitan dengan tiga norma ilmiah. Pertama pengetahuan ilmiah
merupakan pengetahuan yang memiliki dasar pembenaran. Kedua pengetahuan ilmiah
bersifat sistematis. Ketiga pengetahuan ilmiah bersifat intersubjektif. Dari berbagai
pemahaman mengenai kebenaran ilmiah yang telah diuraikan di atas, dapat dibuat suatu
kerangka pemahaman bahwa kebenaran ilmiah adalah sebagai kebenaran yang memenuhi
syarat atau kaidah ilmiah atau kebenaran yang memenuhi syarat atau kaidah ilmu
pengetahuan. Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian
dan penalaran logika ilmiah.

Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis,
koresponden dan koheren:
 Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki
kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi.
Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada
manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji yang tinggi..

8
 Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi
pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi
dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan
logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-
fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan
teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas
Teknik elektro ada di Tembalang, teknik mesin ada di Tembalang dan teknik sipl
Undip ada di Tembalang.
 Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan
memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori
koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir
dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa Undip
harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip, jadi harus mengikuti
kegiatan Ospek.4

b. Kebenaran Ilmiah Sebagai Kebijaksanaan


De facto bahwa disiplin ilmiah yang berkembang sekarang ini adalah sebagai
perpanjangan tangan dari positivisme yang meraja sekitar abad 19, dan tampaknya gejala
ini masih berlangsung hingga kini, semakin mempengaruhi dunia dewasa ini (H.J. Pos,
1946, dalam Koento Wibisono 1997; X). Salah satu karakteristik dari gejala ini adalah
dominasi peran ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia. Kebenaran dan kenyataan
diukur dari segi positivistiknya, dalam artian bahwa apa yang dianggap benar, baik, maju,
berhasil, haruslah kongkret, eksak, akurat, dan bermanfaat. Sedemikian rupa sehingga
sesuatu yang sifatnya abstrak kurang mendapat perhatian karena dianggap membuang-
buang waktu, sementara masih banyak permasalahan-permasalahan praktis dan teknis
yang butuh penanganan.

c. Kebenaran Ilmiah dan Tanggung Jawab Moral


Kebenaran ilmiah dimanifestasikan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

4
Romi Satria Wahono, 20 Februari 2007, Research Methodology,
https://romisatriawahono.net/2007/02/20/hakekat-kebenaran/

9
diumpamakan sebagai pedang yang bermata dua di tangan pemiliknya. Namun pedang
pada dirinya adalah netral, dapat digunakan untuk tujuan baik ataupun jahat, demikian
pula halnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat digunakan untuk hal yang
menguntungkan umat manusia, tetapi dapat juga digunakan untuk halhal yang merugikan
umat manusia, semuanya itu tergantung dari si pengguna.
Dari satu sisi peradaban umat manusia sangat berhutang budi dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai manifestasi dari kebenaran ilmiah. Berkat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan secara
instan seperti yang telah diterapkan dalam ilmu kedokteran, transportasi, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Akan tetapi di lain pihak, sejarah telah membuktikan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak digunakan oleh manusia bukan saja
untuk menguasai alam, melainkan juga untuk memerangi dan memusnahkan sesama
manusia, melalui alat-alat perang yang merupakan hasil dari perkembangan ilu
pengetahuan dan teknologi. Tentu masih terdapat banyak contoh dan kasus yang
memperlihatkan bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi telah dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga membawa kerugian bagi manusia sendiri (Jujun S.
Suriasumantri, 1994; 229). Lebih lanjut, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti nampak dalam bidang rekayasa genetika yang spektakuler, seperti bayi tabung dan
kloning bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi tetapi bahkan juga telah merambah
kepada pemahaman tentang hakikat kemanusiaan itu sendiri.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hakikat diartikan sebagai sesuatu yang sebanarnya, yang tak dapat berubah
pengertiannya tentang sesuatu. Secara etimologi, pengetahuan berasal dari bahasa
Inggris knowledge. Secara Terminology pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Jenis-
jenis pengetahuan ialah pengetahuan langsung, pengetahuan tak langsung, dan
pengetahuan inderawi perceptual. Sumber-sumber ilmu ialah, Rasio, merupakan
pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia, Empiris, merupakan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami manusia. Intuisi,
merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan secara tiba-tiba.
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari revolusi pemahaman yang
tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran
dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu
usaha dan Wahyu, wahyu merupakan sumber pengetahuan yang berasal dari yang
Maha kuasa.
Pengertian Kebenaran Secara etimologi, dengan merujuk kepada Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan
Bahasa, 1994; 114-115), kata kebenaran dapat diartikan sebagai:
 Keadaan atau hal yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya.
 Sesuatu yang sungguh-sungguh atau benar-benar ada.
 Kelurusan hati, kejujuran.
Sementara itu Lorens Bagus (1996; 412) mengatakan bahwa istilah kebenaran
merupakan lawan dari kesalahan, kesesatan, kepalsuan dan juga kadang opini.

B. Saran

Sekarang kita mengetahui bahwa beberapa orang mengatakan bahwa pengetahuan


kebenaran dilihat dari fakta. Namun baiknya sebagai muslim, kita melihat pengetahuan
kebenran itu dari wahyu Allah, namun tidak ada salahnya juga jika kita menyeimbangkan
antara fakta dengan wahyu Allah..

11
DAFTAR PUSAKA

Djailani, M. Ririn. 2012 “Essay Filsafat Ilmu”.


https://sites.google.com/site/auroranight0912/filsafat-ilmu/sumber-pengetahuan, di
akses pada 20 november 2020 pukul 20.30 .
https://text-id.123dok.com/document/oy8ne93wy-pengetahuan-langsung-immediate-
pengetahuan-tak-langsung-mediated-pengetahuan-indrawi-perceptual.html
http://referensiassyariabdullah.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-jenis-jenis
pengetahuan.html
Setyawan,Dodiet Aditya. 2014. “Metodologi Penelitian Hakekat Kebenaran Ilmu dan Pengetahuan”.
https://adityasetyawan.files.wordpress.com/2014/03/bab-i-hakekat-kebenaran-ilmu-dan-
pengetahuan.pdf, di akses pada 18 november 2020 pukul 21.00 .
Verhaak, C. dan R. Haryono Imam. 1995. “Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Atas Cara
Kerja Ilmu-Ilmu”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wahono, Romi Satria. 2007. “ Research Methodology”.
https://romisatriawahono.net/2007/02/20/hakekat-kebenaran/ , di akes pada 20
november 2020 pukul 21. 00 .

12

Anda mungkin juga menyukai