Oleh:
Nur Dina Arifina
Program Magister Bahasa dan Sastra Arab
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
e-mail: arifina0715@gmail.com
Di dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika, etika, dan estetika.
Logika akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika
akan diperoleh sebuah keruntutan. Etika akan berbicara mengenai nilai kebenaran,
yaitu antara yang pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik.
Sedangkan estetika akan mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan.
1
Suaedi, Pengantar Filsafat Islam, (Bogor: IPB Press, 2016), hal. 106
akan dipergunakan untuk suatu kebaikan atau akan digunakannya sebagai sebuah
kejahatan.
Sebuah nilai bisa bersifat subjektif dan objektif, akan sangat bergantung
pada perasaan dan intelektualitas yang hasilnya akan mengarah kepada perasaan
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Nilai akan subjektif bila subjek
sangat berperan dalam segala hal. Sementara nilai akan bersifat objektif apabila ia
tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Seorang ilmuan
diharapkan tidak mempunyai kecenderungan memiliki nilai subjektif, tetapi lebih
pada nilai objektif, sebab nilai ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial. Nilai ini tidak semata-mata bergantung pada pendapat individu, tetapi lebih
pada objektivitas fakta.2
2
Ibid, hal. 107
3
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur`an, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),
hal.309
Dari pengertian kata di atas, dapat dipahami bahwa tafsir adalah rangkaian
penjelasan dari suatu pembicaraan atau teks dalam kaitan ini adalah al-Qur`an.
Atau dalam kalimat lain, tafsir adalah penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-
Qur`an yang dilakukan oleh mufassir (juru tafsir). Sedangkan ilmu yang
membahas tentang tata cara atau bagaimana teknik menjelaskan ayat-ayat al-
Qur`an itu sendiri supaya tetap berada dalam koridor penafsiran yang benar dan
baik, disebut dengan ilmu tafsir.
Ada beberapa pengertian ilmu tafsir yang dikemukakan oleh para ahli
`Ulum Al-Qur`an, di antaranya ialah seperti yang diformulasikan Muhammad bin
Abd al-Azhim al-Zarqani menurutnya ilmu tafsir ialah ilmu yang membahas
tentang al-Qur`an dari segi dilalahnya sesuai yang dikehendaki Allah SWT
menurut kemampuan manusia. Pengertian senada juga diberikan oleh Muhammad
Badr al-Din al-Zarkasyi, menurutnya ilmu tafsir adalah ilmu untuk memahami
kitab Allah (Al-Qur`an) yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad SAW
serta menerangkan makna, hukum dan hikmah (yang terkandung di dalamnya).4
Pada dasarnya, tidak ada satupun cabang atau ranting ilmu pengetahuan—
termasuk atau bahkan terutama ilmu-ilmu keislaman— yang tidak memiliki
fungsi dan nilai guna. Juga tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak dibutuhkan
oleh umat manusia. Lebih-lebih ilmu tafsir yang dengan ilmu ini masyarakat luas
khususnya umat islam dapat memahami dan mengamalkan al-Qur`an.
4
Ibid, hal. 311
Tafsir dan ilmu tafsir berfungsi sebagai kunci utama untuk memahami Al-
Qur`an dari berbagai aspeknya. Tanpa ilmu tafsir, pemahaman terhadap al-Qur`an
tidak mungkin bisa dikembangkan, juga tidak akan terjadi sosialisasi pengamalan
Al-Qur`an di dalam kehidupan bermasyarakat. Ilmu tafsir merupakan alat atau
sarana yang sangat berguna bagi kaum muslimin untuk melahirkan berbagai
penafsiran yang benar dan baik, serta menghindarkan mereka dari kemungkinan
terjebak dengan penafsiran-penafsiran al-Qur`an yang salah dan buruk. Manfaat
dari ilmu tafsir ialah untuk mempertahankan originalitas dan kelestarian al-Qur`an
dari kemungkinan usaha-usaha banyak pihak yang berusaha mengaburkan atau
bahkan menghilangkan Al-Qur`an.5 Dengan adanya ilmu tafsir, maka para
mufassir dapat menghasilkan produk yaitu tafsir Al-Qur`an yang sesuai dengan
koridor agama Islam serta terus dapat memenuhi kebutuhan umat muslim dalam
penyelesaian berbagai macam persoalan yang ada.
Sejalan dengan tujuan dan nilai guna tafsir dan ilmu tafsir yaitu untuk
membantu ummat muslim khususnya dalam memahami Al-Qur`an serta menjadi
sumber pencarian solusi untuk persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia
dari masa ke masa, maka ilmu tafsir harus terus tumbuh berkembang dan
melakukan pembaharuan (tajdid) di dalam kajian ilmu tafsir itu sendiri.
5
Ulumul Qur`an, hal. 317
6
Muhammad Amin, Konstribusi Tafsir Kontemporer Dalam Menjawab Persoalan
Ummat, (Jurnal Substansia, 2013), Vol. 15 No. 1.
Adapun upaya-upaya yang coba dilakukan ilmu tafsir untuk terus
berkembang ialah dengan adanya tajdid di dalam kajian-kajiannya. Pembaharuan
tersebut mulai terlihat ketika tafsir akan memasuki era modern, yang mana
kemudian sering kita sebut dengan tafsir kontemporer. Tafsir kontemporer adalah
penafsiran Al-Qur`an yang muncul dan berkembang dimulai sejak akhir abad ke-
19 M sampai saat ini.
7
Nasruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur`an di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai,
2003), hal. 18.
8
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Dar al-Maktab al-
Haditsah, 1976), Jilid II hal. 347
memahamkan al-Qur`an itu kepada masyarakat awam. Mereka benar-benar telah
melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menjelaskan pesan-pesan suci
yang terdapat dalam Al-Qur`an agar pesan tersebut selalu membumi dan makna-
maknanya selalu sesuai untuk segala masa dan tempat (shalih likulli zaman wa
makan).
Namun demikian upaya-upaya yang telah dilakukan oleh para pakar tersebut
tidak berjalan mulus. Banyak sekali tantangan dan rintangan yang mereka hadapi
khususnya dari para pakar dalam bidang yang sama akan tetapi menganggap cara-
cara yang ditempuh oleh mereka adalah bukan jalan yang terbaik. Sebagian pakar-
pakar tersebut lebih memilih untuk mengikuti alur pikir ulama-ulama klasik dengan
argumentasi bahwa merekalah yang lebih mempunyai otoritas dan kapabilitas untuk
menjelaskan pesan-pesan al-Qur’an. Hal tersebut terjadi juga karena disamping
adanya pembaharuan yang bernilai positif adapula pembaharuan yang bernilai
negatif, seperti contohnya corak ilhadi, dimana corak ini merupakan penafsiran dari
golongan kaum liberal yang sangat menyimpang dari agama. 9 Mereka menjadikan
ilmu tafsir sebagai jalan untuk menyesatkan umat manusia khususnya umat muslim.
Tafsir dan ilmu tafsir di masa modern ini memang sudah banyak memberikan
sumbangsih terhadap penyelesaian berbagai persoalan ummat yakni dengan adanya
pembaharuan-pembaharuan dalam kajiannya. Akan tetapi tidak ada perkara yang
sempurna, tentunya dari berbagai macam bentuk pembaharuan yang ada dalam kajian
tafsir dan ilmu tafsir mereka memilki kekurangan, kelemahan dan kelebihan masing-
masing. Justru dengan adanya kelemahan dan kekurangan inilah menjadi tugas bagi
calon mufassir-mufassir mendatang untuk mengkritisi dan mengubah kekurangan dan
kelemahan tersebut menjadi sebuah celah untuk pembaharuan-pembaharuan dalam
9
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa ... ... ... ..., Jilid II hal. 347
kajian tafsir dan ilmu tafsir di masa mendatang, sehingga nantinya tetap bisa
memberikan pemahaman yang baik terhadap isi kandungan al-Qur`an dan solusi
untuk berbagai persoalan umat sesuai kebutuhan dan masanya.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tafsir dan ilmu tafsir
memiliki nilai guna yang sangat penting, yakni sebagai sarana dan produk yang
dibutuhkan untuk membantu memahami isi kandungan al-Qur`an dengan baik dan
benar serta menjadi rujukan (solusi) bagi berbagai macam persoalan umat sesuai
tempat dan masanya. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi pendorong bagi tafsir
dan ilmu tafsir untuk terus berkembang dan melakukan pembaharuan-- yang bernilai
positif-- dalam kajiannya sebagai bentuk upaya agar tetap memiliki nilai guna bagi
umat manusia umumnya dan umat muslim secara khusus.