Anda di halaman 1dari 7

AKSIOLOGI TAFSIR DAN ILMU TAFSIR

Oleh:
Nur Dina Arifina
Program Magister Bahasa dan Sastra Arab
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
e-mail: arifina0715@gmail.com

Pengantar : Pengertian Aksiologi


Peradaban manusia akan sangat bergantung pada sejauh mana ilmu
dimanfaatkan. Sebuah ilmu ditemukan dalam rangka memberikan kemanfaatan
bagi manusia. Dengan ilmu diharapkan semua kebutuhan manusia dapat terpenuhi
secara cepat dan lebih mudah. Yang demikian itu mengenai manfaat dan nilai
sebuah ilmu dibahas dalam dimensi aksiologi.

Aksiologi itu sendiri merupakan salah satu aspek pembahasan dalam


kajian filsafat ilmu yang mana di dalamnya membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan serta bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Secara
etimologi, kata aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata axios yang
berarti nilai dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, dapat diambil
kesimpulan bahwa aksiologi adalah ilmu tentang nilai.1

Di dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika, etika, dan estetika.
Logika akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika
akan diperoleh sebuah keruntutan. Etika akan berbicara mengenai nilai kebenaran,
yaitu antara yang pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik.
Sedangkan estetika akan mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan.

Menurut Jujun. S Suriasumantri, aksiologi berarti teori nilai yang


berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Ia juga memandang
bahwa aksiologi lebih difokuskan kepada nilai kegunaan ilmu. Ilmu dipandang
akan berpautan dengan moral. Nilai sebuah ilmu akan diwarnai sejauh mana
ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap ilmu yang dimiliki, apakah

1
Suaedi, Pengantar Filsafat Islam, (Bogor: IPB Press, 2016), hal. 106
akan dipergunakan untuk suatu kebaikan atau akan digunakannya sebagai sebuah
kejahatan.

Sebuah nilai bisa bersifat subjektif dan objektif, akan sangat bergantung
pada perasaan dan intelektualitas yang hasilnya akan mengarah kepada perasaan
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Nilai akan subjektif bila subjek
sangat berperan dalam segala hal. Sementara nilai akan bersifat objektif apabila ia
tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Seorang ilmuan
diharapkan tidak mempunyai kecenderungan memiliki nilai subjektif, tetapi lebih
pada nilai objektif, sebab nilai ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial. Nilai ini tidak semata-mata bergantung pada pendapat individu, tetapi lebih
pada objektivitas fakta.2

Kembali kepada pembahasan aksiologi, pada tulisan ini penulis ingin


membahas lebih dalam mengenai aksiologi dari salah satu ilmu keislaman yaitu
tafsir dan ilmu tafsir. Apakah nilai guna dan manfaat tafsir dan ilmu tafsir itu
sendiri bagi kemaslahatan umat muslim khususnya dan bagaimana upaya mereka
untuk tetap menjaga eksistensi dan nilai guna mereka terhadap kemashlahatan
umat manusia.

Pengertian Tafsir dan Ilmu Tafsir


Kegiatan menafsirkan al-Qur`an sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW,
pada masa itu para sahabat apabila terdapat kata-kata atau ayat yang tidak
dipahami di dalam al-Qur`an maka mereka akan langsung menanyakan hal
tersebut kepada Nabi. Banyak sekali pernyataan mengenai makna kata tafsir,
namun secara etimologis, kata tafsir berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata kerja
(fi`il) fassara-yufassiru-tafsiiran yang memiliki arti menjelaskan (a-idhah),
menerangkan (al-tibyan), menampakkan (al-izhhar), menyibak (al-kasyf), dan
merinci (al-tafshil). Kata tafsir juga bisa berarti membuka sesuatu yang tertutup.3

2
Ibid, hal. 107
3
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur`an, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),
hal.309
Dari pengertian kata di atas, dapat dipahami bahwa tafsir adalah rangkaian
penjelasan dari suatu pembicaraan atau teks dalam kaitan ini adalah al-Qur`an.
Atau dalam kalimat lain, tafsir adalah penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-
Qur`an yang dilakukan oleh mufassir (juru tafsir). Sedangkan ilmu yang
membahas tentang tata cara atau bagaimana teknik menjelaskan ayat-ayat al-
Qur`an itu sendiri supaya tetap berada dalam koridor penafsiran yang benar dan
baik, disebut dengan ilmu tafsir.

Ada beberapa pengertian ilmu tafsir yang dikemukakan oleh para ahli
`Ulum Al-Qur`an, di antaranya ialah seperti yang diformulasikan Muhammad bin
Abd al-Azhim al-Zarqani menurutnya ilmu tafsir ialah ilmu yang membahas
tentang al-Qur`an dari segi dilalahnya sesuai yang dikehendaki Allah SWT
menurut kemampuan manusia. Pengertian senada juga diberikan oleh Muhammad
Badr al-Din al-Zarkasyi, menurutnya ilmu tafsir adalah ilmu untuk memahami
kitab Allah (Al-Qur`an) yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad SAW
serta menerangkan makna, hukum dan hikmah (yang terkandung di dalamnya).4

Jika memperhatikan pengertian tafsir dan ilmu tafsir di atas, sesungguhnya


antara tafsir dan ilmu tafsir itu berbeda. Tafsir adalah penjelasan atau keterangan
tentang Al-Qur`an, sedangkan ilmu tafsir adalah ilmu yang membahas tentang
bagaimana cara menerangkan atau menafsirkan Al-Qur`an itu. Dengan kata lain
bisa disebutkan bahwa ilmu tafsir adalah sarana atau alatnya; sedangkan tafsir
adalah produk yang dihasilkan oleh ilmu tafsir.

Aksiologi Tafsir dan Ilmu Tafsir

Pada dasarnya, tidak ada satupun cabang atau ranting ilmu pengetahuan—
termasuk atau bahkan terutama ilmu-ilmu keislaman— yang tidak memiliki
fungsi dan nilai guna. Juga tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak dibutuhkan
oleh umat manusia. Lebih-lebih ilmu tafsir yang dengan ilmu ini masyarakat luas
khususnya umat islam dapat memahami dan mengamalkan al-Qur`an.

4
Ibid, hal. 311
Tafsir dan ilmu tafsir berfungsi sebagai kunci utama untuk memahami Al-
Qur`an dari berbagai aspeknya. Tanpa ilmu tafsir, pemahaman terhadap al-Qur`an
tidak mungkin bisa dikembangkan, juga tidak akan terjadi sosialisasi pengamalan
Al-Qur`an di dalam kehidupan bermasyarakat. Ilmu tafsir merupakan alat atau
sarana yang sangat berguna bagi kaum muslimin untuk melahirkan berbagai
penafsiran yang benar dan baik, serta menghindarkan mereka dari kemungkinan
terjebak dengan penafsiran-penafsiran al-Qur`an yang salah dan buruk. Manfaat
dari ilmu tafsir ialah untuk mempertahankan originalitas dan kelestarian al-Qur`an
dari kemungkinan usaha-usaha banyak pihak yang berusaha mengaburkan atau
bahkan menghilangkan Al-Qur`an.5 Dengan adanya ilmu tafsir, maka para
mufassir dapat menghasilkan produk yaitu tafsir Al-Qur`an yang sesuai dengan
koridor agama Islam serta terus dapat memenuhi kebutuhan umat muslim dalam
penyelesaian berbagai macam persoalan yang ada.

Seiring berjalannya waktu dan bergantinya masa, maka akan terus


bermunculan persoalan-persoalan baru dalam kehidupan umat muslim. Oleh
karenanya, maka hal tersebut menjadi tugas utama bagi tafsir dan ilmu tafsir untuk
terus menggali dan “mengeksploitasi” al-Qur`an sehingga dapat menjawab dan
memberikan solusi untuk berbagai persoalan ummat manusia. Al-Qur`an yang
notabennya sesuai untuk segala masa dan tempat juga diinterpretasikan oleh para
mufassir sesuai dengan perkembangan tersebut, sehingga al-Qur`an benar-benar
menjadi solusi terhadap berbagai persoalan ummat manusia sejak dulu sampai
sekarang dan pada masa yang akan datang.6

Sejalan dengan tujuan dan nilai guna tafsir dan ilmu tafsir yaitu untuk
membantu ummat muslim khususnya dalam memahami Al-Qur`an serta menjadi
sumber pencarian solusi untuk persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia
dari masa ke masa, maka ilmu tafsir harus terus tumbuh berkembang dan
melakukan pembaharuan (tajdid) di dalam kajian ilmu tafsir itu sendiri.

5
Ulumul Qur`an, hal. 317
6
Muhammad Amin, Konstribusi Tafsir Kontemporer Dalam Menjawab Persoalan
Ummat, (Jurnal Substansia, 2013), Vol. 15 No. 1.
Adapun upaya-upaya yang coba dilakukan ilmu tafsir untuk terus
berkembang ialah dengan adanya tajdid di dalam kajian-kajiannya. Pembaharuan
tersebut mulai terlihat ketika tafsir akan memasuki era modern, yang mana
kemudian sering kita sebut dengan tafsir kontemporer. Tafsir kontemporer adalah
penafsiran Al-Qur`an yang muncul dan berkembang dimulai sejak akhir abad ke-
19 M sampai saat ini.

Di dalam kajian tafsir kontemporer terdapat beberapa perkembangan dan


pembaharuan yang dilakukan, baik itu dari segi sumbernya, metode, corak,
ataupun karakteristiknya. Jika dilihat dari sumbernya, tafsir kontemporer memiliki
perpaduan bentuk antara bil Ma`tsur dan bil Ra`yi atau yang biasa disebut dengan
Shahih al-Manqul wa Sharih al-Ma`qul (menggunakan riwayat yang benar dan
nalar yang bagus) atau izdiwaj.7

Adapun metode yang seringkali digunakan oleh para mufassir


kontemporer adalah metode maudhu`i dan metode kontekstual. Kedua metode
tersebut dianggap lebih sesuai dengan kondisi dan situasi serta kebutuhan umat
manusia masa kini untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi, yang
mana kedua metode tersebut juga termasuk bentuk pembaharuan dalam kajian
ilmu tafsir. Sedangkan corak yang berkembang pada era tafsir kontemporer
menurut Muhammmad Husein Az-Zahabi dalam al-Tafsir wa al-Mufassirun ini
ada lima, yaitu corak `ilmi, madzhabi, ilhadi, falsafi, dan adabi ijtima`i.8

Dengan adanya pembaharuan-pembaharuan tersebut, maka terbukti bahwa


para ulama di kalangan mufassir khususnya di era kontemporer ini telah
melakukan banyak hal dalam upaya untuk terus mengembangkan ilmu tafsir
sehingga dapat menghasilkan pemahaman-pemahaman yang lebih situasional
untuk memberikan solusi terhadap berbagai persoalan ummat yang dihadapi di era
modern ini. Mereka menciptakan metode-metode baru (metode maudhu`i dan
kontekstual) dalam menafsirkan al-Qur`an yang dianggap lebih efektif dalam

7
Nasruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur`an di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai,
2003), hal. 18.
8
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Dar al-Maktab al-
Haditsah, 1976), Jilid II hal. 347
memahamkan al-Qur`an itu kepada masyarakat awam. Mereka benar-benar telah
melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menjelaskan pesan-pesan suci
yang terdapat dalam Al-Qur`an agar pesan tersebut selalu membumi dan makna-
maknanya selalu sesuai untuk segala masa dan tempat (shalih likulli zaman wa
makan).

Upaya-upaya yang ditempuh oleh para ilmuan muslim tersebut telah


memberikan banyak pencerahan dan solusi-solusi terhadap berbagai persoalan
keummatan yang terjadi di era modern. Banyak sekali persoalan-persoalan yang
dalam penafsiran ulama klasik terasa kaku tetapi kemudian dengan upaya-upaya yang
dilakukan oleh para pakar di era kontemporer persoalan tersebut terasa lebih mudah
dan fleksibel untuk dipahami maupun diamalkan oleh ummat.

Namun demikian upaya-upaya yang telah dilakukan oleh para pakar tersebut
tidak berjalan mulus. Banyak sekali tantangan dan rintangan yang mereka hadapi
khususnya dari para pakar dalam bidang yang sama akan tetapi menganggap cara-
cara yang ditempuh oleh mereka adalah bukan jalan yang terbaik. Sebagian pakar-
pakar tersebut lebih memilih untuk mengikuti alur pikir ulama-ulama klasik dengan
argumentasi bahwa merekalah yang lebih mempunyai otoritas dan kapabilitas untuk
menjelaskan pesan-pesan al-Qur’an. Hal tersebut terjadi juga karena disamping
adanya pembaharuan yang bernilai positif adapula pembaharuan yang bernilai
negatif, seperti contohnya corak ilhadi, dimana corak ini merupakan penafsiran dari
golongan kaum liberal yang sangat menyimpang dari agama. 9 Mereka menjadikan
ilmu tafsir sebagai jalan untuk menyesatkan umat manusia khususnya umat muslim.

Tafsir dan ilmu tafsir di masa modern ini memang sudah banyak memberikan
sumbangsih terhadap penyelesaian berbagai persoalan ummat yakni dengan adanya
pembaharuan-pembaharuan dalam kajiannya. Akan tetapi tidak ada perkara yang
sempurna, tentunya dari berbagai macam bentuk pembaharuan yang ada dalam kajian
tafsir dan ilmu tafsir mereka memilki kekurangan, kelemahan dan kelebihan masing-
masing. Justru dengan adanya kelemahan dan kekurangan inilah menjadi tugas bagi
calon mufassir-mufassir mendatang untuk mengkritisi dan mengubah kekurangan dan
kelemahan tersebut menjadi sebuah celah untuk pembaharuan-pembaharuan dalam
9
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa ... ... ... ..., Jilid II hal. 347
kajian tafsir dan ilmu tafsir di masa mendatang, sehingga nantinya tetap bisa
memberikan pemahaman yang baik terhadap isi kandungan al-Qur`an dan solusi
untuk berbagai persoalan umat sesuai kebutuhan dan masanya.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tafsir dan ilmu tafsir
memiliki nilai guna yang sangat penting, yakni sebagai sarana dan produk yang
dibutuhkan untuk membantu memahami isi kandungan al-Qur`an dengan baik dan
benar serta menjadi rujukan (solusi) bagi berbagai macam persoalan umat sesuai
tempat dan masanya. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi pendorong bagi tafsir
dan ilmu tafsir untuk terus berkembang dan melakukan pembaharuan-- yang bernilai
positif-- dalam kajiannya sebagai bentuk upaya agar tetap memiliki nilai guna bagi
umat manusia umumnya dan umat muslim secara khusus.

Anda mungkin juga menyukai