Anda di halaman 1dari 9

DIMENSI AKSIOLOGI ILMU SASTRA ARAB

(TELAAH FILSAFAT ILMU)


Ema Diah Puri
21201011033
Magister Bahasa dan Sastra Arab
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PENDAHULUAN

Pada kenyataannya karya sastra memilki peranan penting dalam penyampaian


pengalaman yang berasal dari pikiran, emosi, kejadian penting dan sebagainya, sarana
membangun budaya, karena sastra juga dapat membangkitkan perasaan yang sangat kuat yang
disandarkan pada realitas kehidupan, kemudian membangkitkan kesadaran akal dan
pertumbuhan imajinasi (Ahmad Muzakki, 2006:85). Pokok-pokok yang disampaikan dalam
suatu karya sastra akan menghasilkan pesan-pesan yang berisi nilai-nilai yang ingin pengarang
sampaikan kepada para penikmat karya sastranya. Untuk itu, dibutuhkan sebuah alat yang dapat
digunakan untuk meneliti, menyelidiki dan membedah pesan moral atau nilai-nilai yang
terkandung dalam karya sastra. Alat tersebut merupakan ilmu sastra.

Istilah ilmu sastra berasal dari bahasa Inggris general literature. Di Indonesia ilmu sastra
dapat dipadankan dengan studi sastra, telaah sastra, pengkajian sastra, dan kajian sastra (Purba,
2010: 1). Sedangkan secara umum, sedangkan ilmu sastra merupakan ilmu yang menyelidiki
atau menganalisis karya sastra. Kemudian jika ditinjau dari dimensi ontologis dalam filsafat ilmu
bahwa kedudukan ilmu sastra adalah suatu disiplin ilmu atau pengetahuan yang didalamnya
terdapat kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah, maka apabila ditinjau dari sisi aksiologis akan
mempertanyakan tentang kegunaan atau nilai-nilai atau pesan moral ilmu sastra. Untuk apa
pengetahuan yang disebut ilmu sastra tersebut digunakan, dan apakah ilmu sastra dapat
menemukan sebuah nilai-nilai atau pesan moral dalam suatu karya sastra?
Untuk itu, penelitian kali ini akan mengulas bagaimana penjabaran dimensi aksiologi
dalam ilmu sastra, khususnya dalam kesusastraan Arab dalam koridor filsafat ilmu. Karena
sebagaimana yang kita ketahui bersama, tradisi kesusastraan yang dimiliki oleh bangsa Arab
merupakan suatu warisan budaya mereka yang sudah turun temurun dilestarikan dan diwariskan
hingga saat ini. Penelitian kali ini berfokus akan mengulas lebih dalam mengenai bagaimana
peran ilmu sastra dalam membedah kesusastraan Arab sehingga dapat menyelidiki nilai-nilai
atau pesan moral yang ada, berdasarkan hasil dari temuan yang penulis dapatkan selama
melakukan penelitian pada makalah kali ini.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang
terdapat dalam suatu pengetahuan.

Aksiologi secara etimologis berasal dari kata axios dan logos. Axios berarti nilai dan
logos berarti ilmu atau teori. Aksiologi adalah suatu ilmu cabang filsafat yang membahas tentang
nilai secara teoretis sehingga Aksiologi juga disebut Theory of Value (Teori Nilai). Aksiologi
membahas tentang nilai secara teoretis yang mendasar dan filsafati, yaitu membahas nilai sampai
pada hakikatnya. Oleh karena aksiologi membahas tentang nilai secara filsafati, maka juga
disebut Philosophy of Value (Filsafat Nilai). Aksiologi adalah cabang filsafat yang menganalisis
tentang hakikat nilai yang meliputi nilsi-nilai kebaikan, kebenaran, keindahan, dan religius.
Nilai-nilai kebaikan, kebenaran, keindahan, dan religius sebagai objek material ditinjau dari
sudut pandang hakikatnya (Frondizi, 1963: 5).

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang menekankan pembahasannya


disekitar bilai guna atau manfaat suatu ilmu pengetahuan. Diantara ilmu pengetahuan adalah
memberikan kemashlahatan dan berbagai kemudahan bagi kelangsungan hidup manusia itu
sendiri. Aspek ini menjadi sangat penting dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, sebab
suatu cabang ilmu yang tidak memiliki nilai aksiologis, maka cenderung mendatangkan
kemudharatan bagi kelangsungan hidup manusia. Bahkan tidak menutup kemungkinan ilmu
yang bersangkutan menjadi ancaman yang sangat berbahaya, baik bagi keberlangsungan
kehidupan sosial maupun keseimbangan alam. Ketika kita mencoba mencermati arah pemikiran
para ilmuan barat meskipun tidak semua mereka sependapat-bahwa orientasi pemikiran keilmuan
dalam bidang apapun harus bersifat bebas nilai (free values). Sebab menurut mereka ilmu
pengetahuan yang disandarkan kepada nilai-nilai.

Teori tentang nilai dapat dibagi menajdi dua nilai yaitu nilai etika dan estetika.1 Etika
merupakan salah satu pembahasan penting dalam filsafat yang membicarakan sistem moral dan
prinsip-prinsip dari suatu prilaku manusia dan memandang dari perspektif baik-buruk, salah-
benarserta sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral.2 Diantara standarisasi yangdibahas dalam
nilai etika adalah apakah ukurab perbuatan yang baik yang berlaku secara universal bagi seluruh
manusia? Apa dasar yang digunakan untuk menentukan norma-norma universal tersebut?
Bagaimana definisi baik buruk dalam perbuatan manusia dan lain sebagainya.

Adapun estetika merupakan nilai-nilai yang berhubungan dengan kreasi seni dan
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan seni atau kesenian. Barometer estetika
terbatas pada lingkungannya, personal dan preferensi manusia. Namun estetika tidak lepas dari
ukuran-ujuran etika. Lukisan vulgar misalnya, meskipun dari sudut pandang estetika dinilai baik.
Bagus dan indah tetapi akal sehat menolaknya, karena tidak etis dan tidak sesuai dengan norma-
norma etika.

Walaupun para filosof berpendapat tentang masalah nilai setidaknya ada benang merah
yang dapat ditarik yaitu mereka sepakat bahwa ilmu pengetahuan tetap harus berada dalam
koridor nilai-nilai universal guna membawa umat manusia ke peradaban yang lebih baik tanpa
harus merusak.

B. Ilmu Sastra Arab dan Ruang Lingkupnya


 Pengertian Ilmu Sastra Arab

Ilmu sastra arab merupakan ilmu yang menyelidiki karya sastra, beserta gejala yang
menyertainya, secara ilmiah. Di samping teks karya sastra, juga semua peristiwa dan fakta sosial
yang berkaitan dengan keberadaan karya sastra, pengarang, pembaca, lembaga penerbit, media
masa, dan sebagainya, juga menjadi objek penyelidikan ilmu sastra. Sebagai kegiatan ilmiah,

1
Burhanuddin Salam, Logika Material Filsafat Materi, (Jakarta:Rineka cipta, 2000), h 168
2
Muhammad Adib, Filsafat ilmu, hal. 297
ilmu sastra tentu memiliki seperangkat prinsip dasar yang melandasinya sebagai suatu disiplin
keilmuan. Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat dijelaskan melalui definisi, objek kajian,cabang-
cabang keilmuannya, ruang lingkup, sejarah, dan pendekatan yang digunakan. Disamping itu,
sebagai disiplin ilmiah, ilmu sastra harus memenuhi syarat sistematis dan merodologis.

Seperti pada ilmu-ilmu lainnya ilmu sastra memiliki obyek kajian yang sangat berkaitan
dengan ilmu sastra itu sendiri. Obyek ilmu sastra adalah kehidupan manusia yang sudah
diabstraksikan dalam karya sastra (Budi Darma,1990:338). Dengan demikian, obyek utama ilmu
sastra adalah karya sastra. Sebagai obyek ilmu sastra, hakekat karya sastra mesti dipahami
sebelum memahami bagaimana ilmu sastra mengajinya. Upaya mengungkap konsep tentang
sastra pada umumnya dipandang tidak mudah. Hal ini disadari oleh kritikus dan teoritis sastra.

 Ruang Lingkup Ilmu Sastra Arab

Dalam lingkup ilmu sastra terdapat komponen disiplin ilmu yang meliputi Teori Sastra,
Sejarah Sastra, dan Kritik Sastra. Dalam mempelajari ilmu sastra, ketiga disiplin ilmu sastra
tersebut saling berkaitan. Dalam perkembangan ilmu sastra ada teori yang mencoba memisahkan
antara ketiga bidang ilmu tersebut. Kenyataannya, pada waktu melakukan pengkajian terhadap
karya sastra, ketiga disiplin ilmu sastra tersebut tidak dapat dipisahkan.3

1. Teori Sastra Arab (Nazhariyyatul Adabi Al-arabi)

Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip,
hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra.
Teori sastra arab (Nazhariyyatul Adabi Al-arabi) merupakan suatu ilmu yang
memaparkan puisi dan prosa yang indah untuk dianalisis pemikiran dan arti-arti yang
terdapat di dalamnya. Selain itu, juga untuk menerangkan tujuan dan sasarannya,
menjelaskan hal-hal yang dipandang kabur, mengulas cabang-cabangnya, dan
menampakan ciri-ciri seninya serta tempat keindahannya. Maka dari itu dalam teks puisi,
peneliti membahas dan menganalisis unsur, syarat, cabang dan bentuk arti dan tujuannya.
Adapun dalam teks prosa, peneliti membahas dan menganalisis karya sastra yang

3
Zulfahnur, z.f. Modul Teori Sastra, PBIN104 (2014)
berwujud novel, karangan, cara berdebat, dan pidato (retorika) dengan menunjukkan
cara-cara yang dipandang paling baik dalam penyusunannya (Basalamah, 1984:13)

2. Sejarah Sastra Arab (Tarikhul Adabi Al-Arabi)

Sejarah sastra Arab merupakan cabang ilmu sastra Arab yang berusaha menyelidiki
perkembangan sastra Arab dan cabang-cabangnya sejak awal pertumbuhannya sampai dengan
perkembangannya sekarang. Selain itu, juga berusaha mengenal para tokoh sastrawan arab yang
terkenal untuk mempelajari sejarah sastra dan peninggalan-peninggalan yang diwariskan oleh
para tokoh. Peninggalan-peninggalan itu dipandang dapat mempengaruhi kehidupan, situasi,
kondisi yang melingkupi mereka. Hal tersebut dipandang dapat mempunyai pengaruh yang jelas
terhadap karya-karya sastra. Karena itu hal yang demikian dipandang merupakan salah satu aspek
studi sejarah sastra arab. Aspek yang lain adalah studi dalam menggambarkan hal-hal yang ada
diantara para sastrawan bangsa-bangsa, baik dari aspek kesamaan maupun perbedaannya serta,
menyingkapkan aspek-aspek pembaharuan, pemikiran-pemikiran dan peniruan. Pengaruh-
pengaruh pada masa berikutnya adalah tentang perkembangan karya sastra arab, baik yang
dipandang kuat maupun yang dipandang lemah, modern maupun tradisional (Basalamah,
1984:14). Dari sini dapat diketahui dan dipahami bahwa dasar-dasar studi tentang sejarah sastra
arab itu adalah priodisasi.Kesusastraan arab mengenal beberapa priode, yaitu (1) kesusastraan
zaman jahiliyyah (pra-islam), (2) kesusastraan zaman islam, (3) kesusastraan zaman abbasiyah,
(4) kesusastraan zaman pemerintahan turki, dan (5) kesusastraan abad modern (Mukhdar,
1983:25)

3. Kritik Sastra Arab (Naqdul Adabi Al-Arabi)

Kritik sastra adalah bagian dari ilmu sastra. Kata Naqd dalam bahasa indonesia
diartikan kritik, yaitu suatu tanggapan, analisis, pengecekan, penelitian baik buruk
terhadap sesuatu hasil karya dan sebagainya. Sedangkan kata kritik dalam bahasa yunani
diucapkan dengan kata kriteis (hakim) yang berarti menghakimi, membandingkan atau
menimbang (Warson, 1985.p.1551) oleh karenanya istilah Naqd secara leksikal bisa
diartikan dengan sederhana sebagai dari proses penelitian, juga membedakan berdasarkan
penilaian yang baik dan yang buruk sesuai dengan aturan tertentu (Semi,1989.p.7). Istilah
lain yang sering digunakan para pengkaji sastra untuk hal yang sama ialah telaah sastra,
kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk
menghindari kata kritik yang terkesan negatif, terkesan menghakimi.
Kritik sastra (Naqdul adab) memiliki arti sebuah kajian mendalam terhadap karya
sastra melalui analisis dan penjelasan agar bisa diterima, dipahami, dan dinikmati oleh
pembacanya kemudian mampu memberikan penilaian atau komentar secara objektif.
Sesuai ilmu kesusastraan arab, naqd adab atau kritik sastra adalah salah satu diantara tiga
dari disiplin ilmu sastra yang lain, diantaranya: teori sastra (nazhariyyah al-adab), dan
sejarah sastra (tarikh al-adab). Masing-masing ketiga ilmu sastra itu saling berhubungan,
punya ketergantungan, dan memiliki korelasi antara satu dan yang lain.

C. Aksiologi Ilmu Sastra Arab

Penjelasan tentang prinsip-prinsip dasar ilmu sastra arab, mesti dimulai dengan
mempertanyakan landasan penelitian sastra yang melahirkan ilmu sastra. Pertanyaan-pertanyaan
landasan memperoleh ilmu sastra tersebut merupakan pertanyaan fundamental sebagaimana
dengan ilmu-ilmu lainnya. Pertanyaan fundamental tersebut merupakan pertanyaan filosofis
keilmuan, yang meliputi: 1) landasan ontologi, 2) landasan epistemologi, dan 3) landasan
aksiologi.4

Pertama, landasan ontologi mempertanyakan obyek kajian ilmu sastra arab, apa hakikat
dari obyek tersebut, dan bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan subyek yang
mengkajinya. Hakikat karya sastra merupakan fokus yang selalu dicari terus menerus oleh semua
pihak, agar menemukan konsep yang jelas meskipun usaha tersebut tidak sederhana pertanyaan
yang selalu diajukan, yaitu apakah sastra itu? Upaya tersebut selalu mengalami kegagalan dan
mengundang penolakan, kritik, dan tantangan. Hal ihwal kegagalan tersebut disebabkan oleh
upaya yang ingin memperoleh konsep universal tentang pengertian sastra.

Kedua, landasan epistemologi berusaha menjawab bagaimana memperoleh pengetahuan


yang berupa ilmu sastra arab, bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendapat pengetahuan yang benar tentang sastra, apakah kebenaran sastra itu, cara dan sarana
apa yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu sastra itu. Jawaban-
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membimbing ke arah pengungkapan
epistemologi dan metode penelitian sastra.

4
Suhariyadi, Pengantar Ilmu Sastra, (Lamongan ; Pustaka Ilalang Group, 2014) h. 12-13
Ketiga, landasan aksiologi mempertanyakan tentang kegunaan atau nilai moral. Untuk
apa pengetahuan yang disebut ilmu sastra arab digunakan? Bagaimana kaitan penggunaan
tersebut dengan kaidah moral? Sederet pertanyaan-pertanyaan aksiologi tersebut mengarahkan
pengungkapan hubungan ilmu sastra dan karya sastra sebagai obyeknya dengan nilai-nilai moral
(baca: Endraswara,2012:1-2)

Dalam kamus sastra, Eneste mengemukakan bahwa ilmu sastra adalah bidang keilmuan
yang obyek utamanya karya sastra (1994:47). Dalam ini erat hubungan antara ilmu sastra dan
karya sastra guna menemukan nilai moral yang terkandung didalam karya sastra.

Dalam karya sastra dikenal istilah: `imajinasi`, `fiksi`, dan `ekspresi`. Ketiga istilah
tersebut menyarankan proses kesadaran manusia dalam penciptaan karya sastra. Dengan
memahami ketiga istilah tersebut dapat menjadi jembatan memahami hakekat karya sastra
sebagai obyek sebuah kajian. Istilah `imajinasi` mengandung pengertian perenungan,
penghayatan, pemikiran, dan perasaan. Didalam imajinasi sastrawan mengembara ke ruang
kesadaran. Ia mengarungi samudra yang luas tak bertepi dalam jiwanya. Sedangkan `fiksi`
mengandung pengertian rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh
sehingga tak perlu dicari kebenarannya dalam realitas. Ia berisi peristiwa, tokoh, dan tempat,
yang kemudianditampung dalam bahasa naratif dan disebut dengan sastra (wacana naratif).
Sedangkan istilah `ekspresi` mengandung penngertian cara mengungkapkan apa yang
diimajinasikan seseorang dengan sarana bahasa. Setiap orang memiliki ekspresi yang berbeda-
beda5

Ketiga proses kesadaran di atas muncul lantaran terdapat dorongan, baik dari dalam
mapun luar diri sastrawan, untuk mengungkap sesuatu hal dalam karya sastra yang akan
diciptakannya. Semi mengemukakan, karya sastra lahir oleh dorongan manusia untuk
mengungkap diri tentang masalah manusia, kemanusiaan dan semesta (1993:1) masalah yang
mendorong lahirnya karya sastra tersebut bersifat imajinatif, fiktif, ekspresif. Dan dengan adanya
sifat imajinatif, fiktif, dan ekspresif itulah, karya sastra pada akhirnya merupakan suatu kualitas
yang unik, khas, kreatif, dan estetis. Apa yang tidak mungkin dalam realitas, menjadi mungkin
dalam karya sastra. Apa yang tidak lumrah dalam realitas menjadi lumrah dalam karya sastra.

5
Ibid, hal. 22
Tidak sedikit pembaca sastra akan menemukan wawasan atau cara pandang yang lain ketika
membaca karya sastra. Apa yang sudah biasa di alami dalam realitas, menjadi sesuatu yang tidak
biasa dalam karya sastra, bisa jadi hal ini tidak lazim dalam realitas dan tidak disadari
sebelumnya.

Pertunjukan Uncle Tom Cabin karya Stowe, pada akhirnya menjadi terapi bagi
penontonnya, yang semuanya kulit putih Amerika, bahwa perlakuan kulit putih terhadap kulit
hitam merupakan perbuatan yang tak adil dan tidak sesuai dengan hakikat moral dan
kemanusiaan. Jika kemudian, para penonton merasakan simpati atas apa yang diceritakan dalam
pertunjukan tersebut, sesungguhnya terdapat kesadaran moral yang selama ini tidak pernah
terjadi dalam realitas. Ketika rakyat Unisovyet dibungkam kebebasan mengeluarkan
pendapatnya, maka novel Boris Pasternak berjudul Doktor Zivago menjadi medianya. Betapapun
pada akhirnya Boris Pasternak harus menerima hukuman mati, sesungguhnya ia telah
mengungkapkan sebuah kemungkinan kebenaran yang diyakininya. Yang dalam realitasnya
sangat tabu dinegeri itu. Begitu juga Abidah El-Khaliqie dalam novelnya yang berjudul
perempuan berkalung surban, mengungkap hal yang tak terungkapkan dalam realitas. Itu
menjadi sebuah alternasi cara pandang tentang permasalahan manusia dan kehudupannya. Itu
menjadi sebuah perenungan, penghayatan, pemikiran, pembayangan dan kreativitas pengarang
dalam memandang obyek yang diungkapkan dalam karya sastranya. Dan pada akhirnya akan
ditangkap pembacanya untuk memperkaya wawasan dan mengambil pesan moral yang
terkandung didalamnya.

Adapun Nilai guna yang terdapat dalam ilmu sastra arab sebagai berikut:

1. Ilmu sastra arab guna untuk menyelidiki sastra dan karya sastra secara ilmiah
2. Ilmu sastra arab untuk menyelidiki segala bentuk dan cara pendekatan ilmiah
terhadap karya sastra dan gejala sastra.
3. Ilmu sastra arab untuk menelaah secara sistematis mengenai sebuah karya sastra

Berdasarkan poin dan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aksiologi ilmu
sastra arab adalah suatu dimensi keilmuan dimana ilmu sastra arab menjadi pisau analisa atau
alat yang dipergunakan untuk memahami suatu karya sastra. Dengan begitu dapat terambil nilai-
nilai (moral) dari suatu karya sastra yang merupakan bagian dari objektif kajian sastra itu sendiri.
Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan ilmu sastra arab merupakan suatu dimensi
keilmuan yang mengnyelidiki tentang karya sastra serta gejala yang menyertainya secara ilmiah.
Seperti pada ilmu-ilmu lainnya sastra arab mempunyai cabang-cabang ilmu penting yang
terdapat dalam ilmu sastra arab yakni; teori sastra arab, sejarah sastra arab, dan kritik sastra arab.
Yang mana mereka mempunyai hubungan yang saling berkaitan satu sama lain walaupun mereka
bisa berdiri sendiri menjadi suatu cabang ilmu sastra arab. Nilai guna yang terkandung dalam
ilmu sastra arab ialah sebagai alat untuk membedah suatu karya sastra yang menjadi objek
kajiannya. Tujuan membedah suatu karya sastra tersebut salah satunya adalah untuk menemukan
nilai-nilai moral yang terkandung didalam suatu karya sastra.

Anda mungkin juga menyukai