Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Bahasa dan Berbahasa

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

ILMU LUGHAH AN-NAFSI

Dosen Pembimbing :

Mas Tajudin Ahmad, M.Hum

Disusun Oleh :

1. Masfirotus Sa’idah (A01218016)


2. Nafi’atur Rohmah (A91218110)
3. Nila ’itqul Maula Fiki (A91218114)
4. Salsabila (A91218125)
5. Shofi Nafisah (A91218126)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2019
A. HAKIKAT BAHASA
Bahasa merupakan bagian dari hidup manusia yang tidak dapat dipisahkan,
karena bahasa adalah salah satu ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
Bahasa juga bisa dikatakan merupakan symbol, yang bisa membedakan antar
golongan satu dengan yang lainnya. Misal orang jawa dalam mengucapkan kalimat
“siapa nama anda?”, dalam bahasa jawa “sinten nami panjenengan?”. Sedangkan
dalam bahasa Madura “sapah dikah nyamanah?”
Menurut Al-Khuli bahasa adalah system suara yang terdiri atas symbol-
simbol arbitrer yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
bertukaran pikiran atau berbagi rasa. Sedangkan menurut Ba’labaki bahasa adalah
system yang terbentuk oleh symbol-simbol. Diusahakan, dan dapat berubah untuk
mengekspresikan tujuan pribadi atau komunikasi antarindividu. Sehingga
disimpulkan bahwa bahasa yaitu merupkan symbol yang digunakan oleh individu
atau kelompok untuk mengekspresikan tujuan pribadi atau komunikasi antarindividu.
Bahasa pada dasarnya tanpa diajari siapapun orang sudah bisa berbahasa,
dapat kita lihat seorang bayi yang baru lahir, sudah bisa berbahasa (menangis), itu
udah memberi isyarat bahwa seorang bayi minta sesuatu pada orangtuanya, apakah
dia lapar atau merasa sakit pada tubuhnya.
Hakikat bahasa sama artinya dengan ciri atau sifat hakiki pada bahasa Chaer
menyatakan hakikat bahasa itu diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa sebagai system
System merupakan susunan yang teratur, berpola dan membentuk keseluruhan
yang memiliki makna dan fungsi. Bahasa juga dapat dikatakan memiliki system,
berpola dan membentuk keseluruhan yang memiliki makna dan fungsi. Sub
system yang terdapat pada bahasa antara lain subsistem fonologi, subsistem
morfologi, subsistem sintaksis, subsistem semantik. Jadi, sebagai sistem, bahasa
berfungsi untuk memilah kajian morfologi, sintaksis, fonologi dan semantik.
2. Bahasa berwujud lambang
Bahasa sebagai lambang juga dikatakan sebagai simbol, untuk menyampaikan
pesan kepada lawan bicara. Ia berfungsi menegaskan bahasa yang hendak
disampaikan. Bahasa sebagai lambang didalamnya terdapat tanda, gejala gerak,
isyarat, kode, sintaksis, ide, dan ikon.
3. Bahasa adalah bunyi
Menurut Kridalaksana bunyi adalah pesan dari pusat saraf sebagi akibat dari
gendang telinga yang berreaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan
udara. Karenanya, banyak ahli yang menyatakan bahwa yang disebut bahasa
adalah yang sifatnya primer, dapat diucapkan dan menghasilkan bunyi. Dengan
bahasa demikian bahasa tulis adalah bahasa sekunder yang sifatnya rekaman dari
bahasa lisan, yang apabila dibacakan atau dilafalkan tetap melahirkan bunyi juga.
Sebagai bunyi, bahasa berfungsi sebagai untuk menyampaikan pesan lambang
dari kebahasan sebagaimana disebutkan diatas bahwa bahasa juga bersifat
lambang atau simbol.
4. Bahasa itu bermakna
Bahasa dilambangkan dengan suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran yang
hendaknya disampaikan mulai wujud bunyi tersebut. Karena terdapat sesuatu
yang hendak disampaikan, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu memiliki
makna. Sebuah lambang bunyi bahasa yang bermakna berupa satuan-satuan
bahasa yang berwujud morfem, kata frasa, atau klausa, kalimat, dan wacana. Jadi
bahasa sebagai suatu hal yang bermakna memiliki kaitan erat dengan sistem
lambang bunyi.
5. Bahasa itu Arbiter
Arbiter bisa dikatakan “sewenang-wenang, berubah-ubah. Tidak tetap, mana
suka”. Arbiter dapat pula dikatakan dengan tidak adanya hubungan wajib antara
lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut. Hal ini berfungsi untuk memudahkan orang
dalam melakukan tindakan dalam kebahasaan.
6. Bahasa itu Unik
Bahasa dikatakan memiliki sifat unik karena bahasa memiliki ciri khas tersendiri
yang tidak dimiliki oleh bahasa yang lain. Ciri khas ini meliputi sistem bunyi,
sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, dan sistem lainnya.
Bahasa bersifat unik berfungsi untuk membedakan antara bahasa satu dengan
yang lainnya. Jadi karena bersifat unik tadi, kita bisa mengetahui ciri khas
masing-masing pemakai bahasa.
7. Bahasa itu Universal
Selain bersifat unik dengan ciri-ciri tersendiri, bahasa juga dimungkinkan
memiliki ciri yang sama untuk beberapa kategori . karena bahasa itu bersifat
ujaran, ciri yang paling umum dimiliki setiap bahasa adalah memiliki konsonan
dan vokal. Misalnya, dalam bahasa Indonesia memiliki 6 vokal dan 22 konsonan,
tetapi bahasa Arab memiliki 3 vokal pendek, 3 vokal panjang dan 28 konsonan.
Oleh karena sifatnya yang universal ini, bahasa memiliki fungsi yang sangat
umum dan menyeluruh dalam tindakan komunikasi.
8. Bahasa itu Manusiawi
Bahasa yang manusiawi yaitu bahasa yang lahir alami dari manusia sebagai
penutur bahasa tersebut. Karena pada binatang belum tentu ada bahasa, meskipun
binatang dapat berkomunikasi. Sifat ini memiiki fungsi bahasa sebagai citra
yang baik dalam komunikasi.
9. Bahasa itu bervariasi
Setiap masyarakat bahasa memiliki ragam atau variasi bahasa dalam bertutur.
Bahasa jawa misalnya, antara penutur bahasa jawa bagi masyarakat Jawa Timur
dengan masyarakat Jawa Tengah memiliki variasi. Variasi bahasa terjadi secara
idiolek, kronolek, sosiolek dan fungsiolek. Karena bervariasi itu bisa dikatakan
bisa itu unik.
10. Bahasa itu dinamis
Hampir setiap tindakan manusia pasti menggunakan bahasa. Bahkan ketika
bermimpi pun menggunakan bahasa. Karena tindakan atau perilaku manusia itu
berubah sering dengan perkembangan zaman yang diikuti pola pikir mereka,
maka bahasa yang digunakan juga mengalami perubahan. Dengan kata lain,
bahasa itu tidak statis, tetapi akan terus berubah mengikuti kebutuhan penutur
bahasa tersebut.
11. Bahasa sebagai alat interaksi sosial
Dalam interaksi manusia memang kerap tidak terlepas dari bahasa. Sebagaimana
penjelasan diatas, hampir setiap tindakan manusia itu menggunakan bahasa,
maka salah satu hakikat dari bahasa adalah alat komunikasi dalam sehari-hari.
12. Bahasa sebagai identitas diri
Bahasa juga dapat menjadi identitas diri bagi penggunanya. Hal ini disebabkan
karena bahasa juga menjadi cerminan dari sikap seseorang dalam berinteraksi.
Sebagai identitas diri, maka bahasa akan menjadi penunjuk karakter pemakai
bahasa tersebut.

Hakikat manusia berbahasa ibarat burung bersayap, begitulah ungkapan yang


dilontarkan oleh George H. Lewis. Bahasalah yang menjadi ciri dari manusia
sebagaimana sayap yang mencirikan burung, keberadaan bahasa yang tidakbterlepas
dari hakikat keberadaan manusia.

Pakar linguistik Noam Chomsky menyatakan bahwa mempelajari bahasa


hakikatnya sama dengan mempelajari esensi manusia, dan membuat karakteristik dan
ciri tersendiri pada manusia. Jadi, pada hakikatnya manusia akan tetap berbahasa
meskipun dicegah agar dia tidak memperoleh bahasa.

B. ASAL USUL BAHASA


1. Sejarah Berdirinya Ilmu Psikolinguistik

Psikolinguistik merupakan ilmu hibrida, yakni gabungan dari ilmu psikologi


dan linguistic. Awal berdirinya disiplin ilmu hibrida ini sebenarnya telah ada pada
permulaan abad ke 20 tatkala psikolog jerman Wilhelm Wundt menyatakan
bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan dasar prinsip-prinsip psikologis. Pada saat
itu telaah bahasa mulai mengalami perubahan dari sifatnya yang estetik dan
kultural ke suatu pendekatan yang “ilmiah”.

Hingga saat ini banyak orang yang belum mengerti bahwa sesungguhnya
lahirnya teori ilmu hibrida ini pertama kali ada di jerman, akan tetapi tidak
dikenal oleh banyak orang. Hingga pada akhirnya di benua Amerika keterkaitan
antara bahasa dengan ilmu jiwa atau psikologi juga mulai tumbuh dan mengalami
perkembangan yang pesat. Perkembangan ini dapat dibagi menjadi empat tahap
yakni tahap formatif, tahap linguistik, tahap kognitif dan tahap teori
psikolinguistik.

1.1 Tahap Formatif

Pada pertengahan abad ke 20, John W. Gardner, yakni seorang psikolog


dari Carneige Corporation Amerika, mulai menggagas hibridisasi
(penggabungan) kedua ilmu ini. Ide ini kemudian dikembangkan oleh
psikolog lain, John B. Carrol, yang pada tahun 1951 menyelenggarakan
seminar di Universitas Indiana. Hasil pertemuan ini membuat gema yang
begitu kuat diantara para ahli ilmi jiwa maupun ahli bahasa, sehingga banyak
penelitian yang kemudian dilakukan terarah pada kaitan antara kedua ilmu ini
(Osgood and Sebeok, 1954). Pada saat itulah istilah psycholinguitics pertama
kali dipakai. Kelompok ini kemudian mendukung penelitian mengenai
relativitas bahasa maupun universal bahasa. Pandangan tentang relativitas
bahasa, seperti yang dikemukakan olej Benjamin Lee Whorf (1956) dan
universal bahasa seperti dalam karya Greenberg (1963) merupakan karya-
karya pertama dalam bidang psikolinguistik.

1.2 Tahap Linguistik

Perkembangan ilmu linguistic yang semua berorientasi pada aliran


behaviorisme dan kemudian beralih ke mentalisme (yang sering juga disebut
dengan nativisme) pada tahun 1957 dengan diterbitkannya buku Chomsky,
Syntatic Structures, dan kritik tajam dari Chomsky terhadap teori
behavioristic B.F. Skinner (Chomsky, 1959) telah membuat psikolinguistik
sebagai ilmu yang diminati banyak orang. Hal ini semakin berkembang karena
pandangan Chomsky tentang universal bahasa makin mengarah pada
perolehan bahasa, khususnya pertanyaan “mengapa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa mereka dengan memakai strategi yang sama”.

Kesamaan dalam strategi ini didukung pula oleh berkembangnya ilmu


neurolinguistik (Caplan 1987) dan biolinguistik (Lenneberg, 1967; Jenkins
2000). Studi dalam neurolinguistik menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan
memiliki otak yang berbeda dengan primate lain, baik dalam struktur maupun
fungsinya. Pada manusia ada bagian-bagian otak yang dikhususkan untuk
kebahasaan, sedangkan binatang, bagian-bagian ini tidak ada. Dari segi
biologi, manusia juga ditakdirkan memiliki struktur biologi yang berbeda
dengan binatang. Misalnya mulut manusia, memiliki struktur yang sedemikian
rupa sehinga memmungkinkan manusia untuk mengeluarkan bunyi yang
berbeda-beda. Ukuran ruang mulut dalam bandingannya dengan lidah,
kelenturan lidah dan tipisnya bibir, membuat manusia mampu untuk
menggerak-gerakkannya secara mudah untuk menghasilkan bunyi-bunyi yang
disignitif.

Biolinguistik yang merupakan ilmu hibrida anara biologi dan linguistic,


bergerak lebih luas karena ilmu ini mencoba untuk menjawab lima pertanyaan
sentral dalam studi bahasa seperti yang dikemukakan oleh Chomsky: (1) apa
yang dimaksud dengan pengetahuan bahasa (knowledge of language), (2)
bagaimana pengetahuan itu diperoleh, (3) bagaimana pengetahuan itu
diterapkan, (4) mekanisme otak mana yang relevan dalam hal ini, (5)
bagaimana pengetahuan ini berperan pada spesies manusia, yakni
pengetahuan seperti apa yang dimiliki oleh manusia sehingga dia dapat
berbahasa. Hal ini dikaitkan dengan pertanyaan kedua, yakni, dari mana
datangnya pengetahuan itu. Apakah pengetahuan itu sudah ada sejak manusia
dilahirkan (inntae), atau diperoleh dari lingkungan setelah manusia itu
lahir.Pertanyaan ketiga mencba menjawab masalah bagaimana pengetahuan
yang dimiliki itu diterapkan pada data yang masuk. Dengan pengetahuan yang
telah kita miliki, parameter apa yang kita pakai untuk mengolah dan mencerna
input yang masuk pada kita. Pertanyaan keempat menyangkut peran otak
manusia yang membedakannya dari otak binatang; dan pertanyaan terakhir
merujuk pada ihwal yang membedakan manusia dari binatang, yakni apakah
pengetahuan dan kemampuan berbahasa itu milik eksklusif manusia, dan
apakah binatang tidak dapat berbahasa?.

Keterkaitan Antara bahasa dengan neurobiology ini mendukung


pandangan Chomsky yang mengatakan bahwa pertumbuhan bahasa pada
manusia itu terprogram secara genetic. Manusia dilahirkan di dunia bukan
dengan piring kosong (teori tabula rasa). Ketika dilahirkan, manusia sudah
dibekali dengan apa yang di namakan faculties of the mind (kapling minda)
yang salah satu bagiannya khusus diciptakan oleh pemerolehan bahasa.
Menurut Chomsky, manusia memiliki bekal kodrati (innet propertise) ketika
lahir dan bekal ilmiah yang kemudian membuatnya mampu untuk
mengebangkan bahasa.

Orang telah banyak melakukan penelitian dan mencoba mengajarkan


binatang untuk berbahasa (Kellogs 1933; Hayes 1947; Gardner 1966; Terrace
1979), tetapi tidak satupun dari mereka itu berhasil. Gua, seekor simpanse
yang ditelitui oleh Dr. dan Ny. Hayes akhirnya hanya dapat mengatakan papa,
mama, cup, dan up. Prof dan Ny Gardner melatih simpanse Washoe bahasa
isyarat. Dia berhasil menguasai sekitar 100 kata dalam waktu 21 bulan, tetapi
tetap saja tidak dapat berbicara. Simpanse yang dilatih oleh Herbert Terrace
yang dinamakan Nim Chimsky (Noam Chomsky!) tampaknya menunjukkan
adanya kemampuan menggabungkan kata, akan tetapi setelah diteliti lebih
lanjut kedapatan bahwa kemampuan itu semu belaka.

Ketidak-berhasilan semua penelitian ini membuktikan bahwa pemerolehan


bahasa adalah unik untuk manusia (species-specific) – hanya manusialah yang
dapat berbahasa. Makhluk lain dapat melakukan banyak hal, termasuk hal-hal
yang dilakukan oleh manusia, tetapi kemampuan mereka terbatas pada ihwal
yang non-verbal. Begitu sampai pada ihwal yang verbal, disitulah mereka
menjadi berbeda dengan mnusia.

1.3 Tahap Kognitif

Pada tahap ini psikolingusitik mulai mengarah pada peran kognsi dan
landasan biologis manusia dalam pemerolehan bahasa. Pelopor seperti
Chomsky mengatakan bahwa linguis itu sebenarnya adalah psikolog kognitif.
Pemerolehan bahasa pada manusia bukanlah penguasaan komponen bahasa
tanpa berlandaskan pada prinsip-prinsip kognitif. Tata bahasa misalnya, tidak
lagi dipandang sebagai sesuatu yang terlepas dari kognisi manusia karena
konstituen dalam suatu ujaran sebenarnya mencerminkan realita psikologi
yang ada pada manusia tersebut.

Ujaran bukanlah suatu urutan bunyi yang linier, tetapi urutan bunyi yang
membentuk unit-unit konstituen yang hierarkis dan masing-masing unit ini
adalah realita psikologis. Frasa orang tua misalnya, membentuk suatu
kesatuan psikologis yang tidak dapat dipisahkan. Frasa ini dapat digantikan
dengan hanya satu kata saja seperti Achmad dan dia.

Pada tahap ini orang juga mulai berbicara tentang peran biologi pada
bahasa karena mereka mulai merasa bahwa bilogi merupakan landasan
dimana bahasa itu tumbuh. Orang-orang sepert Chomsky dan Lenneberg
mengatakan bahwa pertumbuhan bahasa seorang manusia itu terkait secara
genetic dengan bahasa biologisnya.

1.4 Tahap Teori Psikolinguistik

Pada tahap akhir ini, psikolinguistik tidak lagi berdiri sebagai ilmu yang
terpisah dari ilmu-ilmu lain karena pemerolehan dan penggunaan bahasa
manusia menyangkut banyak cabang ilmu pengetahuan yang lain.
Psikolinguistik tidak lagi terdiri dari psiko dan linguistic saja, akan tetapi juga
menyangkut ilmu-ilmu lain seperti neurologi, filsafat, primatologi, dan
genetika.

Neurologi mempunyai peran yang sangat erat dengan bahasa karena


kemampuan manusia berbahasa ternyata bukan karena lingkungan, akan tetapi
karena kodrat neurologis yang dibawanya sejak lahir. Tanpa otak dengan
fungsi-fungsinya yang kita miliki seperti sekarang ini, mustahillah manusia
dapat berbahasa. Ilmu filsafat juga kembali memegang peran, karena
pemerolehan pengetahuan merupakan yang sudah ada dari zaman purba
menjadi perdebatan diantara para filsof – apa pengetahuan itu dan bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan. Primatologi dan genetika juga mengkaji
sampai seberapa jauh bahasa itu milik khusus manusia dan bagaimana
genetika terkait dengan pertumbuhan bahasa.

Dengan kata lain, psikolinguistik kini telah menjadi ilmu yang ditopang
oleh ilmu-ilmu yang lain.

C. FUNGSI BAHASA
1. Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan,
dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya : komunikasi ilmiah,
komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial, dan komunikasi
budaya.
2. Bahasa Sebagai Sarana Integrasi dan Adaptasi
Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu
ikatan. Misalnya, integritas kerja dalam sebuah institusi, integritas karyawan
dalam sebuah departemen, integritas keluarga, integritas kerja sama dalam
bidang bisnis, integritas berbangsa dan bernegara.
3. Bahasa Sebagai Kontrol Sosial
Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk mengendalikan
komunikasi agar orang yang terlibat dalam komunikasi dapat saling
memahami. Masing–masing mengamati ucapan, perilaku, dan simbol–simbol
lain yang menunjukan arah komunikasi. Bahasa kontrol ini dapat diwujudkan
dalam bentuk : aturan, anggaran dasar, undang-undang dan lain-lain.
4. Bahasa Sebagai Sarana Memahami Diri
Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan
mengidentifikasi kondisi dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat menyebutkan
potensi dirinya, kelemahan dirinya, kekuatan dirinya, bakat, kecerdasan,
kemampuan intelektualnya, kemauannya, tempramennya, dan sebagainya.
Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi, inteligensi, kecerdasan,
psikis, karakternya, psikososial, dan lain – lain. Dari pemahaman yang
cermat atas dirinya, seseorang akan mampu membangun karakternya dan
mengorbitkan-nya ke arah pengembangan potensi dan kemampuannya
menciptakan suatu kreativitas baru.
5. Bahasa Sebagai Sarana Ekspresi Diri
Bahasa sebagai ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks atau tingkat kesulitan yang sangat
tinggi. Ekspresi sederhana, misalnya, untuk menyatakan cinta (saya akan
senatiasa setia, bangga dan prihatin kepadamu), lapar (sudah saatnya kita
makan siang).
6. Bahasa Sebagai Sarana Memahami Orang Lain
Untuk menjamin efektifitas komunikasi, seseorang perlu memahami
orang lain, seperti dalam memahami dirinya. Dengan pemahaman terhadap
seseorang, pemakaian bahasa dapat mengenali berbagai hal mencakup
kondisi pribadinya: potensi biologis, intelektual, emosional, kecerdasan,
karakter, paradigma, yang melandasi pemikirannya, tipologi dasar
tempramennya (sanguines, melankolis, kholeris, flagmatis), bakatnya,
kemampuan kreativitasnya, kemempuan inovasinya, motifasi pengembangan
dirinya, dan lain – lain.
7. Bahasa Sebagai Sarana Memahami Lingkungan
Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut harus
diupayakan kepastian konsep, kepastian makna, dan kepastian proses berfikir
sehingga dapat mengekspresikan hasil pengamatan tersebut secara pasti.
Misalnya apa yang melatar belakangi pengamatan, bagaimana pemecahan
masalahnya, mengidentifikasi objek yang diamati, menjelaskan bagaimana
cara (metode) mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil
pengamatan,. dan apa kesimpulan.
8. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Logis
Kemampuan berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir
logis induktif, deduktif, sebab – akibat, atau kronologis sehingga dapat
menyusun konsep atau pemikiran secara jelas, utuh dan konseptual. Melalui
proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat yang harus
dilakukan. Proses berfikir logis merupakn hal yang abstrak. Untuk itu,
diperlukan bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan makna sehingga
mampu melambangkan konsep yang abstrak tersebut menjadi konkret.
9. Bahasa Membangun Kecerdasan
Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan
sistem dan fungsi bahasa dalam mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana
argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi, analisis atau pemaparan, dan
kemampuan mengunakan ragam bahasa secara tepat sehingga menghasilkan
kreativitas yang baru dalam berbagai bentuk dan fungsi kebahasaan.
10. Bahasa Mengemangkan Kecerdasan Ganda
Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki
beberapa kecerdasan sekaligus. Kecerdasan – kecerdasan tersebut dapat
berkembang secara bersamaan. Selain memiliki kecerdasan berbahasa, orang
yang tekun dan mendalami bidang studinya secara serius dimungkinkan
memiliki kecerdasan yang produktif. Misalnya, seorang ahli program yang
mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, atau membuat mesin
penerjemah yang lebih akurat dibandingkan yang sudah ada.
11. Bahasa Membangun Karakter
Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat
mengembangkan karakternya lebih baik. Dengan kecerdasan bahasanya,
seseorang dapat mengidentifikasi kemampuan diri dan potensi diri. Dalam
bentuk sederhana misalnya : rasa lapar, rasa cinta. Pada tingkat yang lebih
kompleks , misalnya : membuat proposal yang menyatakan dirinya akan
menbuat suatu proyek, kemampuan untuk menulis suatu laporan.
12. Bahasa Mengembangkan Profesi
Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran
dilanjutkan dengan pengembangan diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh
selama proses pembelajaran, tetapi bertumpu pada pengalaman barunya.
Proses berlanjut menuju pendakian puncak karier / profesi. Puncak pendakian
karier tidak akan tercapai tanpa komunikasi atau interaksi dengan mitra,
pesaing dan sumber pegangan ilmunya. Untuk itu semua kaum profesional
memerlukan ketajaman, kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa
sehingga mempu menciptakan kreatifitas baru dalam profesinya.
13. Bahasa Sebagai Sarana Menciptakan Kreatifitas Baru
Bahasa sebagai sarana berekspresi dan komunikasi berkembang
menjadi suatu pemikiran yang logis dimungkinkan untuk mengembangkan
segala potensinya. Perkembangan itu sejalan dengan potensi akademik yang
dikembangkannya. Melalui pendidikan yang kemudian berkembang menjadi
suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini dapat
berkembang spontan menghasilkan suatu kretifitas yang baru.
D. STRUKTUR BAHASA
a. Tata bahasa
Menurut teori linguistik generatif-transformasi setiap tata bahasa suatu
bahasa terdiri dari tiga buah komponen fonologi, komponen sintaksis, dan
komponen semantik.
1. Komponen sintaksis
Menurut teori ini sintaksis merupakan komponen komponen sentral
dalam pembentukan kalimat, disamping komponen semantik dan komponen
fonologi.
2. Komponen semantik
Teori linguistik generatif transformasi standar mengakui bahwa makna
suatu kalimat sangat tergantung pada beberapa faktor yang saling berkaitan
dengan lainnya. Antara lain (a) makna leksikal kata yang membentuk kalimat,
(b) urutan kata dalam organisasi kalimat, (c) intonasi, cara kalimat diucapkan
atau dituliskan, (d) konteks situasi tempat kalimat itu diucapkan, (e) kalimat
sebelum dan sesudah yang menyertai kalimat itu, dan (f) faktor-faktor lain.
3. Komponen fonologi
Komponen fonologi adalah sistem bunyi suatu bahasa. Komponen
fonolgi ini, sebagai komponen ketiga dalam tata bahasa generatif transformasi
memiliki rumus-rumus fonologi yang bertugas mengubah struktur-luar
sintaksis menjadi representasi fonetik yaitu bunyi-bunyi bahasa yang kita
dengar di ucapkan oleh seorang penutur
b. Struktur dalam dan struktur luar
Menurut linguistik generatif-transformasi setaip kalimat yang kita
lahirkan mempunyai dua struktut yaitu struktur dalam dan stuktur luar.
Struktur dalam adalah struktur kalimat itu secara abstrak yang berada didalam
otak penutur sebelum kalimat itu diucapkan.
Struktur luar adalah struktur kalimat itu ketika diucapkan yang dapat kita
dengar. Jadi bersifat kongkrit.
E. PROSES BERBAHASA MANUSIA

Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama


dengan kemampuan dan prilaku untuk berfikir, bercakap-cakap, bersuara ataupun
bersiul. Lebih spesifik lagi berbahasa ini merupakan kegiatan dan proses memahami
dan menggunakan isyarat komunikasi yang di sebut bahasa. Berbahasa merupakan
gabungan antara proses produktif dan reseptif. Proses produktif adalah proses
menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh
pembicara melalui alat-alat artikulasi dan disebut dengan enkode, sedangkan reseptif
ialah proses penerimaan, perekaman, dan pemahaman kode-kode bahasa tadi dengan
alat-alat pendengaran disebut dengan dekode.

Selanjutnya tentang proses rancangan berbahasa produktif (enkode) terdapat


tiga tahapan, yaitu: enkode semantik yakni proses penyusunan konsep, ide atau
pengertian, kemudian enkode gramatikal yakni penyusunan konsep atau ide tersebut
dalam bentuk satuan gramatikal, kedua proses ini terdapat pada otak pembicara.
Selanjutnya, enkode fonologi,yaitu proses penyusunan unsur bunyi dari kode itu,
proses ini terjadi di dalam mulut, dilakukan oleh alat-alat bicara (alat artikulasi).

Kemudian proses dekode dimulai dengan dekode fonologi, yakni penerimaan


unsur-unsur bunyi itu melalui telinga pendengar. Dilanjutkan dengan dekode
gramatikal yaitu pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal, dan diakhiri dengan
dekode semantik, yaitu pemahaman tentang ide-ide atau konsep yang disampaikan
melalui kode tersebut. Proses ini semua terjadi dalam otak pendengar.

Proses yang terjadi diantara proses enkode dan dekode disebut dengan proses
transmisi yaitu proses pemindahan atau pengiriman kode-kode yang berupa ujaran
manusia, yang disebut bahasa. Proses ini terjadi antara artikulasi pembicara sampai ke
telinga pendengar.

Proses dekode dan proses enkode dari pesan, amanat, atau perasaan
terangkum dalam satu proses, yang disebut proses komunikasi oleh karena itu
pembelajaran bahasa ialah pembelajaran komunikasi yang didalamnya menekankan
pemahaman serta kemampuan berbahasa produktif dan berbahasa reseptif yang harus
sama-sama dikuasai dengan baik.

Mengenai tentang penganalisisan proses berbahasa dapat dilakukan dengan


pendekatan perilaku (behaviorisme) dan pendekatan kognitif. Aspek reseptif atau
perilaku pendengar lebih mudah diamati, dari pada perilaku pembicara sebelum,
sewaktu, dan setelah memproduksi isyarat bahasa itu.

Jadi, proses produktif dan proses reseptif merupakan proses yang berkesinambungan,
mulai dari proses perancangan pesan sampai pada proses penerimaan dan pemahaman
pesan itu.

Proses berbahasa adalah proses komunikasi yang bermakna dan berguna, dan
yang dikomunikasikan adalah makna dan yang diterima adalah makna, yang berupa
pesan atau perasaan, berita atau amanat yang merupakan proses produksi bahasa.
Sedangkan menerima berita, pesan atau amanat adalah proses reseptif.

Proses produktif dimulai dengan tahap idealisme, yaitu pemunculan ide,


gagasan, perasaan, yang ada dalam pemikiran pembicara. Kemudian tahap
perancangan, pemilihan bentuk-bentuk bahasa untuk mewadahi, mengungkapkan ide-
ide tadi, meliputi komponen bahasa sintaksis, semantik, dan fonology.kemudian
tahap pelaksanaan, secara psikologi orang melahirkan kode verbal, secara linguistik
orang melahirkan arus ujaran.

Kemudian proses reseptif, dimulai dengan tahap rekognisi atau pengenalan


akan arus ujaran yang disampaikan, yaitu menimbulkan kembali kesan yang pernah
ada. Kemudian tahap identifikasi, proses mental yang dapat membedakan bunyi yang
kontrastif, frase, kalimat, teks, dan sebagainya. Kemudian Allah juga telah
mengajarkan manusia untuk menjadi makhluk yang pandai berbicara, hal ini telah
dijelaskan dalam firmanNya:
)4( ‫ال َب َيان‬ ُ‫علَّ َمه‬
َ )3( َ‫سان‬ ِ َ‫َخلَق‬
َ ‫اإلن‬

Artinya : Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara (QS.Ar


Rahman: 3-4)

Kata al-bayan dalam ayat di atas merupakan identitas dari manusia. Pada ayat
ke-3 manusia diciptakan lalu disambung ke ayat 4 tanpa kata penghubung “ٔ”yang
artinya „dan‟, namun langsung tersambung dari ayat ke-3 dan ke-4. Hal ini
menandakan bahwa bahasa merupakan hal istimewa dan begitu penting yang
merupakan ciri melekat dari manusia. Tafsir al-Mawardiy menjelaskan kata al-bayan
yang dimaksud dengan beberapa makna diantaranya : kepandaian bicara, tulisan,
hidayah, akal, penjelasan diri & lingkungan, dan manusia diciptakan tidak tahu
kemudian diajari jalan pengetahuan (al-Mawardiy, : 206). Dapat disimpulkan bahwa
Albayan dimaknai secara praktis adalah kepandaian berbicara dan kemampuan
menjelaskan sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai