Anda di halaman 1dari 20

NADZRIYATU AL-HUQUL AL-DALALIYAH

(TEORI MEDAN MAKNA)

A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi
manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti
atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang
dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan berbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna.
Salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang makna adalah ilmu
dadalalah, di sini pemakalah akan menjelaskan tentang teori medan ilmu dalalah,
apa pengertian medan makna tersebut, macam-macam medan makna, jenis-jenis
makna, hal-hal yang berkaitan dengan medan makna, kelebihan dan kekurangan
teori medan makna.
A. PEMBAHASAN
Kata semantik dalam berasal dari bahasa Yunani yaitu sema (kata benda)
yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti
“menandai” atau “melambangkan”.1 Yang dimaksud dengan tanda atau lambang
di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (Perancis: signe
linguistique).2 Semantik secara istilah adalah cabang linguistik yang mempelajari
hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, atau
dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang membahas arti atau makna.3
Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi 4 gramatika,5
dan semantik.6
Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah
lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik dan semik untuk merujuk
pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti suatu tanda atau lambang.
Sedangkan cakupan semantik hanyalah makna atau arti yang berkenaan
dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.7
Istilah ilmu dalalah muncul belakangan setelah munculnya istilah semantik,
yang ditulis pertama kali oleh seorang ahli bahasa ber-kebangsaan Perancis Breal
dalam bukunya Essai de semantique tahun 1897. Sebenarnya kajian tentang makna
telah lama dilakukan oleh para ahli bahasa Arab, tetapi baru akhir abad 19 menjadi
ilmu tersendiri, sebagaimana yang ada sekarang.8

1
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 12
2
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia; Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.2
3
J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: UGM, 2008), h13
4
Fonologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik yang
mempelajari bunyi bahasa yang tanpa menghiraukan arti maupun tidak. Ilmu bahasa yang mempelajari
bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti disebut fonetik, sedangkan ilmu bahasa yang mempelajari bunyi
bahasa yang membedakan arti disebut fonemik. Lihat, Soeparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), h. 79
5
Gramatika adalah kajian linguistik yang objek kajiaannya dari morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,
alinea, dialog, monolog, percakapan dan wacana.
6
Semantik diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari makna. Yakni mempelajari makna yang
terkandung dalam suatu lafal kata serta kolerasi yang meliputi sebuah makna itu sendiri.
7
Abdul Chaer, Op.cit,h.3
8
Mario Pei, Asas ‘ilm al-Lughoh, (Kairo: Alam al-Kutub, 1994), hlm. 55
Kajian tentang makna dalam tradisi Islam sebenarnya sudah muncul sejak
masa-masa awal, tetapi belum menjadi ilmu tersendiri. Belakangan kajian tentang
makna menjadi disiplin ilmu tersendiri yang dikenal dengan Ilmu dalalah atau
ilmu dilalah (bahasa Arab) yang merupakan padanan dari kata semantique (bahasa
Perancis) atau semantics (bahasa Inggris), atau semantik (bahasa Indonesia).
Dengan kata lain, semantik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda
dalam bahasa. Dalam bahasa Arab disebut ‘ilm- ad-dalalah.9 ‘Ilm- ad-dalalah ini
terdiri atas dua kata: ‘ilm yang berarti ilmu pengetahuan, dan al-dilalah yang
berarti penunjukkan atau makna. Jadi, ‘ilm al-dilalah menurut bahasa adalah ilmu
pengetahuan yang mengetahui tentang makna. Secara terminologis, ‘ilm- ad-
dalalah sebagai salah satu cabang linguistik ‘ilm-al-lughoh yang telah berdiri
sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada
tataran makna mufrodat (kosa-kata) maupun pada makna dalam tataran tarokib
(struktur atau gramatikal bahasa).10
Sebagai disiplin ilmu yang mengkaji masalah makna, maka yang menjadi
obyek kajian ilmu dalalah adalah:11
a. Aspek intonasi (suara atau al-aswat)
b. Aspek bentuk kata (sighah sharfiyyah)
c. Aspek makna kata (al-ma’na al-mu’jami)
d. Aspek struktur kalimat (al-tarokib al-Qowa’idi; shorof wa Nahwu)
e. Aspek ungkapan terkait erat dengan budaya penutur dan terkadang tidak
dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa lain.12
Bahwasanya pembahasan tentang makna yaitu pembahasan tentak nilai atau
isi dari bahasa tersebut. Ketika kita membicarakan tentang dalil lafaz harus sesuai
pelafazannya, yang disebut dengan fonem, bentuknya adalah tulisan. Kalimat
adalah isyarat bunyi, dan makna adalah yang terkandung di dalamnya. Para ahli
bahasa merasa kesulitan untuk mengetahui suatu makna. Ulman mengatakan
9
Ibid
10
ibid
11
Shafruddin Tajuddin, Ilmu Dalalah; Sebuah Pengantar Kajian Semantik Arab, (Jakarta: Maninjau,
2008), hlm. 2
12
Mario Pei ,Op.cit, h.55-58
bahwa dalam satu kata memiliki arti yang banyak, bukan hanya satu makna akan
tetapi suatu kalimat bisa memiliki makna yang berbeda satu sama lainnya.13
1. Pengertian Teori Medan Makna
Teori medan makna (semantic field), atau medan mu’jam ( lexical field)
yaitu gabungan dari beberapa kalimat yang terkait maknanya, dan kata yang
digunakan menggunakan lafaz yang bersifat umum. Contoh kata-kata warna
merupakan kata umum, agar menjadi kata khusus maka harus disebutkan warna
merah, kuning, hijau, putih, hitam, biru dan sebagainya. Ullmann berkata bahwa
potongan kata yang sempurna dari materi bahasa yang mengutarakan hal tertentu
dari berita. Lyons berkata yaitu kumpulan mufradat-mufradat bahasa.14
Bahwasanya adanya teori medan makna agar paham makna kata dan juga
harus paham kumpulan kata-kata yang maknanya muttashil, sebagaimana yang
dikatakan Lyons “ harus mempelajari keterkaitan antara mufradat dalam suatu
medan kata ( kata umum) atau cabang darinya (makna khusus). Bahwasanya
makna kata saling berkaitan satu sama lainnya dalam medan kamus.
Lyons berpendapat bahwa:
a. Setiap butir leksikal hanya ada pada satu medan makna
b. Tidak ada butir leksikal yang tidak menjadi anggota pada medan makna
tertentu.
c. Tidak ada alasan untuk mengabaikan konteks.
d. Kajian terhadap kosa kata tidak mungkin terlepas dari struktir.
Makna medan makna sangat luas, berikut cakupannya:

a. Kata yang berbentuk sinonim dan antonym.


b. Kata yang berbentuk derivative, atau makna dasar bentuk kata ( morpho
semantic field).
c. Bagian dari perkataan yang berkaitan dengan nahwu.
d. Kata dasar ilmu nahwu ( syntagmatic field)15

13
‘Ali Zawin, Manhajul bahsi fi lughah bainat Turatsi wa ‘Ilmullghah al-Hadits, h.173
14
Ahmad Muhtar Umar, ilmu dalalah,( Kairo: Alam al-Kutub , 1993) h.79.
15
Ibid,h.80
Makna medan makna sangat luas berikut pendapat para ahli:

Kata makna menurut istilah mengacu pada pengertian yang sangat luas.
Sebagian orang menganggap bahwa makna sejajar dengan istilah, gagasan,
konsep, pernyataan, pesan, informasi, maksud, dan lain sebagainya. Namun ada
tiga hal yang menurut para ahli bahasa sehubungan dengan usaha menjelaskan
istilah makna. Tiga hal tersebut antara lain, menjelaskan makna secara alamiah,
mendeskripsikan kalimat secara alamiah dan menjelaskan makna dalam proses
komunikasi.

Untuk memahami apa yang disebut makna atau arti. Dapat pula mengikuti
pandangan menurut Ferdinand de Saussure, yang merupakan bapak linguistic
modern dengan teori tanda lenguistiknya. Menurut Ferdinand de Saussure setiap
tanda linguistic atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu komponen
signifian atau yang mengartikan dan komponen signifie atu yang diartikan yang
wujudnya berupa pengertian atau konsep ( yang dimiliki signifian). Jadi dengan
kata lain setiap tanda lenguistik terdiri atas unsure bunyi dan unsure makna.16
Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari pandangan
Ferdinand de Saussure bahwa makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang
dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistic.
Dalam memahami sebuah kata tidak harus selalu sesuai dengan makna
secara kaidah akan tetapi sebuah kata dapat dimaknai secara luas dan mendalam
tergantuk konteks pelafalan kata tersebut. Sebagai mana cotoh yang diungkapkan
oleh W.Porzig.

Terjemahan
‫املفردات‬ ‫الرقم‬
Anjing-gonggongan
‫نباح‬-‫كلب‬ 1
Kuda betina-
‫صهيل‬-‫فرس‬ 2
meringkik
Mekar-terbuka
‫تفتح‬-‫زهر‬ 3
16
Mansur Pateda, semantic leksikal, ( Jakarta: Erlangga, 1994), h.24
Makanan-penawaran
‫يقدم‬-‫طعام‬ 4
Berjalan-kaki
‫قدم‬-‫ميسى‬ 5
Meliht-mata
‫عني‬-‫يرى‬ 6
Mendengar-telinga
‫أذن‬-‫يسمع‬ 7

Untuk memahami sebuah kata memang dibutuhkan kehati-hatian agar tidak


terjadi pemahaman yang keliru, karena satu kata dapat dimaknai bermacam-
macam tergantung kapan diungkapkan dan kepada siapa kata tersebut disampkan.
Bahwasanya kata bisa terbatas tapi makna tidak terbatas.
2. Macam-macam Medan Makna
Ullmann membagi medan kedalam tiga macam :
a. ‫ ( الحقول المحسوسة المتصلة‬medan makna yang dapat diindrai)
Misalnya teori tentang warna dalam bahasa. Warna dapat dibagi
kedalam berbagai macam warna. Warna tersebut bisa ditangkap oleh
pancaindra dan bisa dibedakan warnanya dengan penglihatan.
b. ‫لة‬TT‫ر المنفص‬TT‫ة ذات العناص‬TT‫ول المحسوس‬TT‫ ( الحق‬medan yang mempunyai unsur
terpisah)
Contohnya adalah hubungan kekeluargaan. Di mana dalam satu
keluarga terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek, dan cucu. Semuanya
bisa diindrai sementara masing-masing mempunyai unsur yang terpisah.
c. T‫ول التجريدية‬TTT‫ ( الحق‬medan makan yang berhubungan khusus dengan
fikiran).17
3. Jenis-jenis makna (semantik)
a. Lexical semantik ( makna asasiah atau makna mu’jamiyah)
Objek dari semantik adalah makna dalam keseluruhan bahasa. Namun
dari semua tataran analisis bahasa hanya leksikon dan morfologi yang memiliki
masalah semantik. Semantik dapat dibedakan kepada beberapa jenis semantik,

17
Meaning and style, h.27-31
antara lain berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa yang menjadi objek
penyelidikan. Maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal dan menjadi
objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu.
Maka leksikal dapat diartikan sebagai makana kata secara lepas diluar
konteks kalimatnya. Maka leksikal ini terutama yang berupa kata dalam kamus
yang biasanya menjadi makna pertama dari kata atau entri yang terdaftar dalam
kamus tersebut.18
Berdasarkan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah
arti dasar yaitu makna yang menjadi subtansi kebahasaan yang menjadi akar dari
segala derivasi yang digunakan dalam struktur kalimat. Seperti kata ‫رأ‬TT‫ ق‬berarti
aktivitas yang menghimpun informasi, membaca, meneliti, mencermati, menelaah
dan sebagainya.19
b. Gramatikal semantic
Morfologi dan sintaksis yang merupakan bagian dari tataran gramatikal,
dalam prosesnya juga mempunyai makna. Oleh karena itu pada tataran tersebut
terdapat masalah-masalah semantic yaitu semantic gramatikal yang objek studinya
adalah makna-makna gramatikal dan semantic sintaktikal yang berkaitan dengan
hal-hal yang berhubungan dengan sintaksis. Selai itu Verhaar mengemukakan
istilah semantic disebut juga semantic pragmatic yang diartikan sebagi bidang
studi semantic yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks
situasinya.20
Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai hasil suatu proses
gramatikal. Dalam bahasa Arab dikenal dengan dua bentuk gramatikal yaitu
sintaksis(nahwu) dan morfologi (sharaf), dalam sintaksis bahasa Arab dikenal
istilah I’rab, yang memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam
memnjelaskan suatu makna, seperti kalimat ‫د على‬TT‫رم محم‬TT‫ أك‬mempunyai makna
khusus ketika i’rabnya dirubah dengan merubah fa‘il menjadi maf ul dan maf ul
menjadi fail maka makna yang terkandung dalam kalimat tersebut dapat berubah.
18
Abdul Chaer, Psikolinguistik kajian teoritik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003)h.269
19
Fayiz al-Dalah, Ilmu al-dalalah al-‘Arabi, ( Beirut:Dar al-Fiqri al-Mu’tasir, 1996), h.20-21.
20
Abdul Chaer, Op.cit, h.9
c. Contextual Semantik
Makna konteks tual adalah makna yang diperoleh dari lingkungan
kebahasaan yang melingkupi sebuah kata, ungkapan atau kalimat. Maka konteks
tual ini juga berlandaskan pada kondisi sosial, situasi tempat serta keadaan dan
kesempatan, dimana kata atau kalimat itu diucapkan dengan segala unsurnya baik
dari pembicara atau pendengar. Oleh karena itu banyak pakar yang mengatakan
makna kata dapat ditentukan maknanya, apabila kata itu telah berada pada konteks
kalimatnya.
1. Ruang Lingkup ‘Ilmu Al-Dilalah

Dipandang dari perspektif metode linguistik historis dan deskriptif, ‘Ilm


al-Dilalah dibagi menjadi dua, yakni ‘ilm al-dilalah al-tarikhi (semantik historis),
dan ‘ilm al-dilalah al-washfi (semantik deskriptif). Menurut Ferdinand de
Saussure yang pertama disebut dengan studi diakronik (perubahan makna), dan
yang kedua disebut sinkronik (relasi makna).

Adapun ruang lingkup kajian ‘ilm al-dilalah yakni :

a. Al-dal (penunjuk, pemakna, lafaz, dan al-madlul (yang ditunjuk,


dimaknai, makna) serta hubungan simbolik diantaranya.

b. Perkembangan makna, sebab, dan kaedahnya, dan hubungan kontekstual


dan situasional dalam kehidupan, ilmu dan seni.

c. Majaz (kiasan) berikut aplikasi semantik dan hubungan skilistiknya. Al-


Dal (nilai bunyi atau bentuk akustik) , al-madlul ( ide, isi pikiran, dan
gagasan).21

Adapun ruang lingkup ilm ad-dalalah menurut Muhbib Abdul Wahhab :

a. al-dal (penunjuk, pemakna) lafadz dan al-madlul (yang ditunjuk,


dimaknai, makna) serta hubungan simbolik diantara keduanya.

Moh. Matsna, Orientasi Semantik Al-Zamakhsyari Kajian Makna Ayat-ayat Kalam, (Jakarta: Anglo
21

Media.2006).h.5
Lafadz dalam bahasa arab dapat dikategorikan dalam 4 macam :
1) Monosemi (al-tabayyun) yaitu, satu lafadz menunjukkan satu makna.
2) Hiponimi (al-isytimal) yaitu, satu lafadz yang menunjukkan makna umum
yang mencangkup beberapa arti yang menjadi turunanya. Dalam
pengertian lain disebutkan, hiponimi adalah hubungan semantik antara
sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercangkup dalam makna bentuk
ujaran lain.
3) Sinonimi (al-taroduf) yaitu, beberapa lafadz yang menunjukkan satu
makna meskipun tidak sama persis. Dalam pengertian lain disebutkan
pula, sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya
kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lain.
4) Polisemi (ta’addud al-makna) yaitu, satu lafadz yang mengandung lebih
dari satu makna; jika dua makna itu tidak saling berlawanan, maka
disebut al-musytarok al-lafdzi dan jika saling berlawanan, maka disebut
al-tadhadh (antonimi).

b. Perkembangan makna, sebab dan kaedahnya, dan hubungan kontekstual


dan situasional dalam kehidupan, ilmu dan seni.
c. Majaz (kiasan) berikut aplikasi semantik dan hubungan stilisiknya
Majaz dibedakan dari gaya. Arti majazi diperoleh jika denotasi kata atau
ungkapan dialihkan dan mencangkupi juga denotasi lain bersamaan
dengan tautan pikiran lain.
Adapun tujuan pokok dalam penelitian semantik adalah agar pendegar
memahami dengan baik makna yang dimaksud dari perkataan/pembicaraan lawan
bicara atau ungkapan-ungkapan yang dibacanya. Dan juga untuk menghindari
pengguna bahasa arab dari kesalahan semantik menyangkut pemilihan dan
penggunaan kosa-kata yang tepat sesuai dengan struktur dan konteks kalimat.
Termasuk juga kesalahan penggunaan istilah dan idiom dan ungkapan kinayah,
isti’arah dan majaz. 22
4. Hal-hal yang Berkaitan dengan Medan makana
a. ‫( الترادف‬sinonim)

Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu
onoma yang berarti ‘nana’, dan syn yang berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang
sama’. Sacara samantik Verhaar (1978) mendefenisikan sinonimi sebagai ungkapan
(bias berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan
makna ungkapan lain.
Contoh :
Buruk              =  jelek
Laris                =  laku
Dahaga            =  haus
Dari contoh diatas dapat dilihat kata – kata bersinonim, dan tidak semua
sinonim bisa dipertukarkan begitu saja.
Contoh kalimat :
Anjing meninggal ditabrak mobil
Kata meninggal pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata meninggal lebih
tepat ditujukan kepada manusia, atau kata meninggal diganti dengan kata mati. Yang
lebih tepatnya anjing mati ditabrak mobil. Jadi kata sinonim bisa digunakan sesuai
dengan kepada siapa yang ditujukan pembicaraan tersebut. Misalnya kata aku dan
saya kedua kata tersebut bersinonim, tapi kata aku lebih tepat dipakai untuk teman
sebaya, dan kata saya lebih tepat digunakan untuk orang yang lebih tua dari kita. Jadi,
kata sinonim digunakan sesuai dengan waktu, tempat,bidang kegiatan,dan lain –
lain.23
b. ‫( االشتمال او التضمن‬hiponim atau hipernimi)
Abdul Wahab, Muhbib, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Ciputat Jakarta
22

Selatan : UIN Jakarta Press, 2008)

23
Ibid, h.278
Kata hiponimi barasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti ‘nama’
dan hypo berarti’di bawah’. Jadi secara harfiah berarti ‘nama yang termasuk di bawah
nama lain. Secara semantik Verhaar menyatakan hiponim ialah ungkapan (biasanya
berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Hipernimi adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernimi
dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Konsep hipernimi
adalah kebalikan dari konsep hiponimi. Konsep hiponimi dan hipernimi
mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata
yang berada di bawah makna kata lainnya. Oleh karena itu, ada kemungkinan sebuah
kata yang merupakan hipernim dari sebuah kata merupakan hipernim dari kata
lainnya, akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hierarkial di atasnya.
Contoh:
Hipernimi: Ikan
 

Hiponimi: Lumba-lumba, tenggiri, hiu, mujaer, sepat, mas, nila dan


sebagainya.
Hipernimi: Bunga
Hiponimi: mawar, melati, anggrek, lili, dan sebagainnya.
c. ‫( عالقة الجزء بالكل‬hubungan juzu’ dengan kul)
Hunungan juzu’ dengan kul dicontohkan dengan hubungan antara tangan
denga tubuh, antara roda dengan mobil tangan bukan nau’un dari tubuh,
tapi juzu’ dari tubuh. Berbeda dengan manusia yang merupakan nau’un
dari hewan.
d. ‫( التضاد‬antonim)

Verhaar (1978) mendefinisikan antonimi adalah ungkapan (bisa berupa kata,


tetapi dapat juga berbentuk frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan
dari makna ungkapan lain. Antonimi sering disebut dengan lawan kata, maksudnya
maknanya kebalikan dari makna ungkapan lain.
Contoh :
Jujur    = bohong
Tipis    = tebal
Rajin   = malas. 24

e. ‫(التنافر‬incompatibility)
Maknanya masih berserakan. Contohnya: domba, kauda, kucing, dan
anjing adalah bagian dari binatang.25
5. Kelebihan dan Kelemahan Medan Makna
Umar menyatakan agar kita memahami makna suatu kata. Maka kita harus
memahami pula sekumpulan kasa kata yang maknanya berhubungan. Oleh karena
itu teori medan makna tidak hanya membantu kita untuk memahami makna suatu
kata, namun juga memahami kata-kata lain yang berhubungan dengan kata
tersebut. Maka kata pemahaman kita mengenai kata-kata tersebut lebih luas.
Namun teori medan makna juga memiliki kelemahan karena tidak adanya
upaya bagaimana mengidentifikasi ciri atau sifat yang lebih terperinci mengenai
suatu kata. Teori medan makna hanya membantu kita untuk menggolongkan kata
tersebut sehingga mengerti ruang lingkupnya.
Untuk mengatasi kelemahan teori medan makna ini dalam mengidentifikasi
ciri-ciri atau sifat kata, dapat digunakan wihdah dalilnya atau komponen makna.
Komponen makna yaitu:
1) Kata tunggal.
2) Tarkib.
3) Morfem muttasil.
4) Suara mufrat.26

6. Perubahan Makna
a. Sebab- Sebab Perubahan
24
Abdul Chaer, Op.cit, h.87
25
Ahmad Muhtar Umar,Op.cit, h.99-100
26
Ibid, h.110-112.
1) Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi
dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata
yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap
digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat
dari pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembangan teknologi. Perubahan makna kata sastra dan makna ‘tulisan’
sampai pada makna ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan
bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra
menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah
yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan
baik bahasanya ‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif.
2)   Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat
perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya
bermakna ‘A’, lalu berubah menjadi bermakna ‘B’ atau ‘C’ jadi, bentuk katanya
tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya kata
saudara dalam bahasa Sansakerta bermakna ‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Kini
kata saudara, walaupun masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang lahir dari
kandungan yang sama’ seperti dalam kalimat Saya mempunyai seorang saudara di
sana, tetapi digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang
dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misalnya dalam kalimat Surat
Saudara sudah saya terima, atau kalimat Dimana Saudara dilahirkan ?.

3) Perbedaan Bidang Pemakaian


Bahwa setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata
tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang
tersebut. Umpamanya dalam bidang pertanian ada kata- kata benih, menuai, panen
menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama. Dalam bidang
pendidikan formal di sekolah ada kata- kata murid, guru, ujian, menyalin,
menyontek, membaca, dan menghapal.
Kata- kata yangt menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu itu
dalam kehidupan dan pemakaian sehari- hari dapat terbantu dari bidangnya dan
digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-
kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna
aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Misalnya kata menggarap yang
berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak
dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini banyak
juga digunakan dalam bidang- bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti
tampak digunakan dalam frase menggarap skripsi, menggarap usul para anggota,
menggarap generasi muda, dan menggarap naskah drama.
4) Adanya Asosiasi
Kata- kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas
masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan
dalam bidang asalnya. Umpamanya kata mencatut yang berasal dari bidang atau
lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna bekerja dengan
menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka pekerjaan yang
dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah. Oleh
karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki
makna ‘memperoleh keuntungan dengan mudah melalui jual beli karcis’.
Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat
penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah
berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.
Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-
menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa
dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh
karena itu, dalam kalimat beri saja amplop maka urusan pasti beres, kata amplop
di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak
berisi apa- apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah.
Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu
uang.
5) Pertukaran Tanggapan Indra.
Alat indra kita yang lima sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas
tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa
pahit, getir, dan manis harus ditanggap oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin,
dan sejuk harus ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Gejala yang berkenaan
dengan cahaya seperti terang, gelap, dan remang- remang harus ditanggap dengan
alat indra mata; sedangkan yang berkenaan dengan bau harus ditanggap dengan
alat indra penciuman, yaitu hidung.
Namun, dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran
tanggapan antara indra yang satu dengan indra lain. Rasa pedas, misalnya, yang
seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap
oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup
pedas. Keadaan ini, pertukaran alat indra penanggap, biasa disebut dengan istilah
sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas
artinya ‘tampak’.
6) Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah
mempunyai makna leksikal yang teteap. Namun, karena pandangan hidup dan
ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang
menjadi memiliki nilai rasa yang rendah (peyoratif), kurang menyenangkan.
Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi (amelioratif),
atau yang mengenakkan.
7) Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonessia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena
sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan sevara
keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka kemudian
orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan
bentuk utuhnya. Misalnya kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu maksudnya
adalah meninggal dunia. Jadi, meninggal adalah bentuk singkata dari ungkapan
meninggal dunia.
Kalau disimak sebetulnya dalam khusus penyingkatan bukanlah peristiwa
perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi
adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang)
disingkat menjadi bentuk tidak utuh yang pendek. Gejala penyingkatan ini bisa
terjadi pula pada bentuk-bentuk yang sudah dipendek kan seperti AMD adalah
singkatan dari Abri Masuk Desa; dan Abri itu sendiri adalah kependekkan dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Begitu banyaknya kependekkan ini sehingga banyak orang yang tidak
tahu lagi bagaimana bentuk utuhnya, seperti radar, nilon, tilang.
8) Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi
(pengubahan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi
dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata
itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Jadi, tidaklah dapat dikatakan
kalau dalam hal ini telah terjadi perubahan makna sebab yang terejadi adalah
proses gramatikal dan proses gramatikal itu telah “melahirkan” makna-makna
gramatikal.
9) Pengenbangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru
adalah dengan memanfaatkan kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan
memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna tersebut, meluaskan,
maupun memberi arti baru sama sekali.27
a. Jenis Perubahan
1) Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang
terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah

27
Abdul Chaer, Op.cit, h.70-75
‘makna’, tapi kemudiankarena berbagai fgaktor menjadi memiliki makna-makna
lain.
2) Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi
pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas,
kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya, kata
sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian
hanya berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi.
3) Perubahan Total
Yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali
makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang
dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut
pautnya nampaknya sudah jauh sekali. Misalnya, kata ceramah pada mulanya
berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi ini berarti ‘pidato atau uraian’
mengenai sesuatu hal yang disampaikan di depan orang banyak.
4) Penghalusan (Eufemia)
Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan
gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki
makna kata yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan
kecenderungan utuk menghaluskan makna kata tanpaknya merupakan gejala
umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.
Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat
Indonesia. Orang-orang dulu yang karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya
akan mengganti kata buaya atau harimau dengan kata nenek; mengganti kat ular
dengan kata akar atau oyod.
5) Pengasaran
Yang disebut dengan perubahan pengasaran adalah usaha untuk
mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang
maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam
situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Namun, banyak
juga kata yang sebenarnaya bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk lebih
memberi tekakanan tetapi tanpa terasa kekasarannya.28

KESIMPULAN

Dari uraian makalah diatas dapat pemakalah simpulkan bahwa yang dimasud
dengan, Teori medan makna (semantic field), atau medan mu’jam ( lexical field)
yaitu gabungan dari beberapa kalimat yang terkait maknanya, dan kata yang
digunakan menggunakan lafaz yang bersifat umum.Macam-macam teori medan
makna : medan makna yang dapat diindrai, medan yang mempunyai unsur terpisah,
medan makan yang berhubungan khusus dengan fikiran.

Ruang lingkup ‘ilmu al-dilalah :pertama disebut dengan studi diakronik


(perubahan makna), dan yang kedua disebut sinkronik (relasi makna). Yang termasuk
perubahan makna yaitu meluas, menyempit, perubahan total, penghalusan, dan

28
ibid
pengasaran. Adapun yang berkaitan dengan teori medan makana yaitu,sinonom,
antonym, Hiponimi dan Hipernimi, hubungan juzu’ dengan kul, Incompatibility.

Kelebihan dan Kelemahan Medan Makna adalah teori medan makna tidak
hanya membantu kita untuk memahami makna suatu kata, namun juga memahami
kata-kata lain yang berhubungan dengan kata tersebut. Maka kata pemahaman kita
mengenai kata-kata tersebut lebih luas. tidak adanya upaya bagaimana
mengidentifikasi ciri atau sifat yang lebih terperinci mengenai suatu kata.

DAFTAR PUSTAKA

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 2009).


Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia; Edisi Revisi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002).
J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: UGM, 2008), h13
Mario Pei, Asas ‘ilm al-Lughoh, (Kairo: Alam al-Kutub, 1994).
Shafruddin Tajuddin, Ilmu Dalalah; Sebuah Pengantar Kajian Semantik Arab,
(Jakarta: Maninjau, 2008)
‘Ali Zawin, Manhajul bahsi fi lughah bainat Turatsi wa ‘Ilmullghah al-Hadits.
Ahmad Muhtar Umar, ilmu dalalah,( Kairo: Alam al-Kutub , 1993).
Mansur Pateda, Semantic Leksikal, ( Jakarta: Erlangga, 1994).
Fayiz al-Dalah, Ilmu al-dalalah al-‘Arabi, ( Beirut:Dar al-Fiqri al-Mu’tasir, 1996).
Moh. Matsna, Orientasi Semantik Al-Zamakhsyari Kajian Makna Ayat-ayat
Kalam, (Jakarta: Anglo Media.2006).
Abdul Wahab, Muhbib, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa
Arab, (Ciputat Jakarta Selatan : UIN Jakarta Press, 2008)
Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik; Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa,
(Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2002).

Anda mungkin juga menyukai