Anda di halaman 1dari 37

RESPON MASYARAKAT DESA PILANG TERHADAP EKSISTENSI

MA’HAD ALY HIDAYATURRAHMAN DALAM MEMBINA MAJELIS


TA’LIM IBU-IBU

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Ust. Selamet Santoso M.Pd

Disusun Oleh:

Shofi Nur Bani

Siti Qomariyah

AL- MA’HAD AL-‘ALY LIDDIROSAH AL-ISLAMIYAH


HIDAYATURRAHMAN

PILANG MASARAN SRAGEN JAWA TENGAH

2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah merupakan suatu aktifitas yang mulia yang menjadi kewajiban bagi setiap
muslim, dengan tujuan memberikan segala informasi mengenai Islam dan mengajak
orang lain agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai-nilai
Islam.

Perintah dalam melaksanakan dakwah islamiyah yang merupakan tugas sebagai


manusia muslim tercantum dalam kitab suci Al-Qur'an, surat al-Imran ayat 104:

‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬ ِ


َ ِ‫اْلَِْْي َويَأْ ُمُرو َن بِالْ َم ْعُروف َويَْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر ۚ َوأُولَئ‬
ْ ‫َولْتَ ُك ْن ِمنْ ُك ْم أ َُّمةٌ يَ ْد ُعو َن إِ ََل‬

Artinya: "Dan hendaklah ada diantara kalian kamu segolongan umat yang menyeru
pada kebajikan, menyuruh kepada ma'ruf dan mencegah pada yang munkar, mereka
itulah orang-orang yang beruntung". (ali-Imran" 104).

Islam sebagai sebuah ajaran llahiyah yang berisi tata nilai kehidupan hanya
akan menjadi sebuah konsep yang melangit jika teraplikasikan dalam kehidupan
nyata. Masyarakat akan tenggelam dalam kesesatan dan tetap dalam kegelapan jika
tidak tersinari oleh cahaya keislaman. Manusia akan hidup dalam kebingungan dan
kebimbangan jikalau hidup tanpa pegangan yang kokoh dengan ajaran Allah. Maka
dakwah mutlak diperlukan sebagai suatu ikhtiar untuk menyebarkan ajaran Islam di
tengah masyarakat agar tercipta individu (khairul bariyyah), keluarga (usrah), dan
masyarakat (jama'ah) yang menjadikannya sebagai pola pikir (way of thinking) dan
pola hidup (way of life) agar tercapai bahagia dunia dan akhirat.

Umat Islam mempunyai peran yang sangat penting sebagai pelaku yang harus
menyebarkan dan menumbuhkan benih-benih amar ma'ruf itu di tengah-tengah
pergaulan hidup masyarakat. Usaha untuk menyebarluaskan Islam, serta
merealisasikan ajarannya di tengah-tengah kehidupan manusia adalah sebagian dari
usaha dakwah yang di laksanakan dalam keadaan apapun dan bagaimanapun harus
dilaksanakan oleh umat Islam. Untuk mempermudahkan dakwah Islam biasanya
dibentuk suatu organisasi atau lembaga yang merupakan sebuah kekuatan umat yang
disusun dalam satu kesatuan berupa bentuk persatuan mental dan spiritual serta fisik
material di bawah komandan pimpinan sehingga dapat melakasanakan tugas lebih
mudah, terarah dan jelas motifasinya serta jelas arah dan tujuannya sehingga dapat
mengetahui tahapan-tahapan yang harus dilaluinya

Salah satu bentuk lembaga untuk mempermudah dalam dakwah maupun


pendidikan yaitu dengan melalui didirikannya sebuah lembaga berupa pondok
pesantren. Sebagaimana kita tahu bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahamai, mendalami, menghayati dan
men1gamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dengan adanya pesantren, kita dapat
mengetahui peran, fungsi dan kontribusi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
dan dakwah Islam.

Pondok pesantren dan masyarakat merupakan elemen yang tak bisa


dipisahkan, masyarakat membutuhkan pondok pesantren dan pondok pesantren
membutuhkan masyarakat. Hal itu dapat terlihat di Pondok pesantren setingkat kuliah
Ma’had Aly Hidayaturrahman dan desa Pilang kecamatan Masaran kabupaten sragen
propinsi Jawa Tengah.

Pilang adalah desa yang dikenal dengan desa batik, juga dikenal sebagai desa
pusat keislaman di kawasan Masaran, sebelum adanya ma’had aly hidayaturrahman
seluruh masyarakat desa Pilang selalu dihantui rasa takut saat melewati area Pondok
yang konon dulunya hanya kebun pekarangan samping pemakaman yang ditumbuhi

1 http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28028/1/NIA%20NAJIAH-FDK.pdf
rerumputan yang menjulang langit, di daerah ini akan ramai jika ada acara
pemakaman saja, dan bisa dikatakan desa ini seprti desa mati karena terlalu lenggang
dari aktifitas warga terlebih sangat minim dari yang namanaya kajian, tetapi semenjak
ma’had aly di dirikan, kehadiran mahad aly di desa Pilang telah menjadi lembaga
tafaqquhfiddin yaitu tempat mendalami agama, yang sekaligus menjadi lembaga
pendidikan masyarakat yang memberikan siraman keagamaan bak memberi penerang
dan menjadi bibit merebaknya kajian-kajian ilmu di segala kalangan terkhusus para
ibu.

Mahad aly Hidayturrahman merupakan lembaga dakwah yang memiliki


pengaruh besar dalam perkembangan dakwah kepada masyarakat Pilang, nuansa
keagamaan di desa Pilang juga masih terasa sangat kental, dan mahad aly
Hidayaturrahman telah menjadi bagian dari masyarakat Pilang yang istiqomah dalam
menjaga dan melestarikan nilai-nilai Islam dan budaya religious. Perkembangan
dakwah yang dilakukan oleh mahad aly Hidayaturrahman mengajak masyarakat
Pilang kearah yang lebih baik, sehingga masyarakat Pilang merespon, mendukung,
dan memberikan support dengan perkembagan dakwah yang dilakukan mahad aly
Hidayaturrahman.

Karena hal-hal diatas, penulis tertarik sekali untuk melakukan penelitian ilmiah yang
akan memaparkan dan menjelaskan tentang keeksistensian ma’had aly
Hidayaturrahman dan oleh karena itu jurnal ini mengangkat judul:

Eksistensi Ma’had Aly Hidayaturrahman dalam Membina Ta’lim Ibu-ibu Desa Pilang

B. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengentahui
keeksistensian Ma’had Aly Hidayaturrahman, pengaruh pembinaan ta’lim dan
pengaplikasiannya terhadap kehidupan ibu-ibu desa Pilang.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :

Apa respon masyarakat desa pilang terhadap eksistensi Ma’had Aly


Hidayaturrahman?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

Mengetahui respon masyarakat desa Pilang terhadap eksistensi Ma’had Aly


Hidayaturrahman.

D. Kegunaan Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis:
a. Mampu menambah khasanah pengetahuan berkaitan dengan ilmu
komunikasi
b. Penelitian ini menambah bacaan di perpustakaan Ma’had Aly
Hidayaturrahman.
2. manfaat Praktis :
a. Menjadi acuan bagi masyarakat dan Ma’had Aly sebagai bahan
evaluasi dalam membangun komunikasi yang lebih baik dengan
masyarakat pada umumnya, khususnya warga desa pilang.
b. Menjadi salah satu syarat untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia
E. Tinjauan pustaka
Maksud dari tinjauan pustaka ini adalah untuk membedakan perbedaan
anatara penelitian satu dengan yang lainnya, agar kebenaran penelitian dapat
dipertanggung jawabkan serta terhindar dari duplikatif. Berdasarkan
pengamatan peneliti, sampai saat ini belum ada penelitian yang secara khusus
dan lengkap membahas tentang eksistensi Ma’had Aly Hidayaturrahman
dalam membina ta’lim ibu-ibu desa Pilang. Untuk mendukung penelitian ini,
maka penulis mengambil beberapa skripsi, sebagai bahan pertimbangan untuk
membedakan penelitian yang telah ada. Adapun beberapa skripsi tersebut
adalah:
Pertama, skripsi yang berjudul´”Peran Pondok Pesantren Al-Ishlah dalam
Mengembangkan Dakwah di Desa Kananga Menes Pandeglang Banten” oleh
Nia Najiah jurusan komunikasi dan penyiaran islam NIM : 108051000138
penulis menggambarkan aktifitas pondok pesantren Al-Ishlah yang berperan
dalam mendirikan mejelis ta'lim yang tersebar dibeberapa daerah, mendirikan
pengajian untuk remaja, dan dari pengembangan dakwahnya membudayakan
busana muslim, dan menanamkan semangat untuk mengikuti ketrampilan
yang ada di pondok pesantren Al Ishlah, jadi dalam skripsi ini tidak
membahas bentuk pembinaan talim kepada ibu-ibu secara khusus.

Kedua, “Eksistensi Pondok Pesantren Salaf dalam Pemberdayaan


Masyarakat” oleh Moh. Mansur Fauzi NIM 10770024 menguraikan peran
pesantren dalam pemberdayaan masyarakat sekitar baik bidang sosial,
pendidikan soasial dan dakwah islamiyah , jadi dalam skripsi ini tidak
dijelaskan secara khusus tentang pembinaan ta'lim ibu-ibu

Ketiga, “Pemberdayaan Perempuan Melalui Majelis Ta'lim” Syarifah Fauziah


didalamnya menerangkan fungsi majelis ta'lim sebagai sarana yang paling
efektif menyiarkan agama islam serta perempuan memegang strrategis untuk
aktif pada lembaga mejelis ta'lim, jadi didalamnya tidak berkaitan dengan
peran sebuah pondok pesantren dalam membina ta'lim .
Penulis tertarik ingin meneliti skripsi yang berjudul eksistensi Ma’had Aly
Hidayaturrahman dalam membina ta’lim ibu-ibu desa pilang. Karena yang
berkaitan dengan Ma’had Aly Hidayaturrahman belum pernah ada yang
meneliti, sehingga penulis tertarik ingin meneliti. Ma’had Aly
Hidayaturrahman merupakan Pondok pesantren jenjang kuliah yang menitik
beratkan focus pada ilmu fikih, selain itu hadirnya Ma’had Aly
Hidayaturrahman ditengah-tengah masyarakat desa pilang sebagai penghidup
merebaknya ta’lim ibu-ibu di berbagai RT yang konon dahulunya sempat mati
dari aktivitas mengaji.
LANDASAN TEORI

A. Majelis Ta’lim

1. Pengertian Majelis Ta’lim

Istilah majelis ta’lim berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua suku kata yaitu
majelis yang berarti tempat duduk dan ta’lim yang artinya belajar. Dengan demikian,
secara bahasa yang dimaksud majelis ta’lim adalah tempat belajar. Adapun secara
istilah, majelis ta’lim adalah sebuah lembaga pendidikan nonformal yang memiliki
jamaah dengan jumlah yang relatif banyak, usia yang heterogen, memiliki kurikulum
berbasis keagamaan dan waktu yang fleksibel sesuai kebutuhan jamaah.

Selain itu ada beberapan tokoh yang memaparkan pengertian majelis ta’lim. Muhsin
menyatakan bahwa majelis ta’lim adalah tempat atau lembaga pendidikan, pelatihan,
dan kegiatan belajar mengajar dalam mempelajari, mendalami, dan memahami ilmu
pengetahuan agama Islam dan sebagai wadah dalam melaksanakan berbagai kegiatan
yang memberikan kemaslahatan kepada jamaah dan masyarakat sekitarnya.

Effendy Zarkasyi dalam kutipan Muhsin mengatakan, “Majelis ta’lim merupakan


bagian dari model dakwah dewasa ini dan sebagai forum belajar untuk mencapai
suatu tingkat pengetahuan agama”. Masih dalam Muhsin, Syamsuddin Abbas juga
mengartikan majelis ta’lim sebagai “Lembaga pendidikan non-formal Islam yang
memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti
oleh jamaah yang relatif banyak”.
Helmawati menuturkan bahwa majelis ta’lim adalah tempat memberitahukan,
menerangkan, dan mengabarkan suatu ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga
maknanya dapat membekas pada diri muta’allim untuk kemudian ilmu yang
disampaikan bermanfaat, melahirkan amal saleh, memberi petunjuk ke jalan
kebahagiaan dunia akhirat, untuk mencapai ridha Allah SWT, serta untuk
menanamkan dan memperkokoh akhlak.

Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa majelis ta’lim
adalah suatu tempat kegiatan transfer ilmu agama Islam dari mu’allim kepada
muta’allim yang dilakukan secara rutin untuk menambah pengetahuan keagamaan,
memperkuat iman, dan menanamkan akhlak mulia sehingga mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Komponen Majelis Ta’lim

Dari pengertian majelis ta’lim, dapat diketahui komponenkomponen dalam majelis


ta’lim, yaitu:

a. Mu’allim (guru sebagai pengajar), merupakan orang yang menyampaikan materi


kajian dalam majelis ta’lim. Helmawati menyebutkan beberapa hal yang harus ada
pada diri mu’allim, diantaranya:

1) Mu’allim dalam kegiatan majelis ta’lim tidak boleh pilih kasih, sayang kepada
yang bodoh, berperilaku baik dalam mengajar, bersikap lembut, memberi pengertian
dan pemahaman, serta menjelaskan dengan menggunakan atau mendahulukan nash
tidak dengan ra’yu kecuali bila diperlukan.

Mu’allim perlu mengetahui bagaimana membangkitkan aktivitas murid kepada


pengetahuan dan pengalaman.
Mu’allim harus senantiasa meningkatkan diri dengan belajar dan membaca sehingga
ia memperoleh banyak ilmu.

Mu’allim senantiasa berlaku baik, tidak suka menyiksa fisik, balas dendam,
membenci, dan mencaci murid.

Wahidin juga menyebutkan karakteristik mu’allim, yaitu lemah lembut, toleransi, dan
santun; memberi kemudahan dan membuang kesulitan; memerhatikan sunah tahapan;
kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan bukan kepada fanatisme mazhab;
menyesuaikan dengan bahasa jamaah; serta memperhatikan adab dakwah.

b. Muta’allim (murid yang menerima pelajaran) atau biasa disebut dengan jamaah
majelis ta’lim.

c. Al-‘ilmu (materi atau bahan yang disampaikan).

Materi dalam majelis ta’lim berisi tentang ajaran Islam. Oleh karena itu, materi atau
bahan pengajarannya berupa: tauhid, tafsir, fiqh, hadits, akhlak, tarikh Islam, ataupun
masalah-masalah kehidupan yang ditinjau dari aspek ajaran Islam. Penjelasan dari
masing-masing teori adalah sebagai berikut:

1) Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang keesaan Allah SWT dalam
mencipta, menguasai, dan mengatur alam raya ini.

2) Tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan al-Quran berikut penjelasannya,


makna, dan hikmahya.

3) Fiqh, isi materinya meliputi shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Selain itu, juga
dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari, meliputi pengertian
wajib, sunnah, halal, haram, makruh, dan mubah.

4)Hadits adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan, dan persetujuan Rasulullah


saw yang dijadikan ketetapan hukum dalam Islam setelah al-Quran.
Akhlak, materi ini meliputi akhlak terpuji dan akhlak tercela.

Tarikh adalah sejarah hidup para Nabi dan para sahabat khususnya sahabat Nabi
Muhammad.

Masalah-masalah kehidupan yang ditinjau dari aspek ajaran Islam merupakan tema
yang langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang kesemuanya juga
dikaitkan dengan agama, artinya dalam menyampaikan materi tersebut berdasarkan
alQuran dan hadits.

Tuti Amaliyah juga menyebutkan materi-materi yang dikaji di dalam majelis ta’lim.
Menurutnya, kategori pengajian itu diklasifikasikan menjadi lima bagian: 1) Majelis
ta’lim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai tempat berkumpul,
membaca sholawat, berjamaah, dan sesekali pengurus majelis ta’lim mengundang
seorang guru untuk berceramah.

2) Majelis ta’lim yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dasar ajaran
agama seperti membaca al-Quran dan penerangan fiqh.

3) Majelis ta’lim yang mengajarkan tentang fiqh, tauhid, akhlak yang diajarkan dalam
pidato mubaligh yang kadang-kadang disertai dengan tanya jawab.

4) Majelis ta’lim seperti nomor 3, yang disertai dengan penggunaan kitab sebagai
pegangan, ditambah dengan ceramah.

5) Majelis ta’lim di mana materi pelajaran disampaikan dengan ceramah dan


memberikan teks tertulis kepada jamaah. Adapun materi pelajaran disesuaikan
dengan situasi hangat berdasarkan ajaran Islam Majelis ta’lim juga perlu
menggunakan kitab atau buku yang sesuai dengan kemampuan muta’allim. Kitab
yang digunakan dapat berupa buku yang berbahasa Indonesia ataupun kitab yang
berbahasa Arab. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para mu’allim membuat
semacam diktat atau modul sebagai materi ajar bagi muta’allim.
d. Yu’allim (proses kegiatan pengajaran). Proses kegiatan pengajaran dalam
metodologinya merupakan upaya pemindahan pengetahuan dari mu’allim kepada
muta’allim. Seorang mu’allim hendaknya memberikan pemahaman, menjelaskan
makna agar melekat pada pemikiran muta’allim.10 Oleh karena itu, mu’allim harus
memikirkan metode apa yang baik digunakan untuk menyampaikan materi, sehingga
muta’allim mudah memahami materi tersebut

3. Metode Penyajian Majelis Ta’lim Salah satu faktor yang membuat keberhasilan
dalam majelis ta’lim adalah metode yang digunakan mu’allim dalam menyampaikan
materi kajian. Adapun metode penyajian majelis ta’lim yaitu:

a. Metode ceramah

Ada dua macam metode ceramah dalam majelis ta’lim. Pertama, ceramah umum, di
mana mu’allim bertindak aktif dengan memberikan pelajaran, sedangkan pesertanya
berperan pasif hanya mendengarkan atau menerima materi yang disampaikan. Kedua,
ceramah terbatas, di mana biasanya terdapat kesempatan untuk bertanya jawab. Jadi,
antara mu’allim dengan jamaah dama-sama aktif.

Metode halaqah

Dalam hal ini mu’allim memberikan pelajaran biasanya dengan memegang suatu
kitab tertentu. Jamaah mendengarkan keterangan mu’allim sambil menyimak kitab
yang sama atau melihat ke papan tulis di mana pengajar menuliskan hal-hal yang
disampaikannya. Bedanya dengan metode ceramah terbatas adalah dalam metode
halaqah peranan mu’allim sebagai pembimbing jauh lebih menonjol karena mu’allim
seringkali harus mengulang-ulang sesuatu bacaan dengan ditirukan oleh jamaah serta
membetulkan bacaan yang salah.

Metode mudzakarah
Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat atau diskusi mengenai
suatu masalah yang telah disepakati untuk dibahas. Dalam metode ini, mu’allim
seolah-olah tidak ada, karena semua jamaah biasanya terdiri dari orang-orang yang
pengetahuan agamanya setaraf atau jamaahnya terdiri dari pada ulama. Namun
demikian, peserta awam biasanya diberi kesempatan.

Metode campuran

21 Dalam hal ini berarti satu majelis ta’lim menyelenggarakan kegiatan pendidikan
atau pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan dengan berbagai
metode secara berselang-seling

4. Manfaat dan Tujuan Majelis Ta’lim Majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan
nonformal memiliki beberapa fungsi, di antaranya:

a. Fungsi keagamaan, yakni membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam


rangka membentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT;

b. Fungsi pendidikan, yakni menjadi pusat kegiatan belajar masyarakat (learning


society), keterampilan hidup, dan kewirausahaan;

c. Fungsi sosial, yakni menjadi wahana silaturrahmi, menyampaikan gagasan, dan


sekaligus sarana dialog antar ulama, umara, dan umat;

d. Fungsi ekonomi, yakni sebagai sarana tempat pembinaan dan pemberdayaan


ekonomi jamaahnya;

e. Fungsi seni dan budaya, yakni sebagai tempat pengembangan seni dan budaya
Islam;

f. Fungsi ketahanan bangsa, yakni menjadi wahana pencerahan umat dalam


kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.
Abdul Jamil menyebutkan fungsi dan tujuan dari majelis ta’lim secara garis besar
adalah sebagai berikut:

a. Sebagai tempat kegiatan belajar mengajar

b. Sebagai lembaga pendidikan dan keterampilan

c. Sebagai wadah berkegiatan dan berkreativitas

d. Sebagai pusat pembinaan dan pegembangan

e. Sebagai jaringan komunikasi, ukhuwah, dan wadah silaturrahim.

Adapun tujuan majelis ta’lim, meliputi tujuan pendidikan dan tujuan pengajaran.
Tujuan pendidikan majelis ta’lim adalah sebagai berikut:

a. Pusat pembelajaran Islam

b. Pusat konseling Islam (agama dan keluarga)

c. Pusat pengembangan budaya dan kultur Islam

d. Pusat pabrikasi (pengkaderan) ulama/cendekiawan

e. Pusat pemberdayaan ekonomi jamaah

f. Lembaga kontrol dan motivator di tengah-tengah masyarakat.

Sedangkan tujuan pengajaran dari majelis ta’lim adalah:

a. Jamaah dapat mengagumi, mencintai, dan mengamalkan alQuran serta


menjadikannya sebagai bacaan istimewa dan pedoman utama;

b. Jamaah dapat memahami serta mengamalkan dienul Islam dengan segala aspeknya
dengan benar dan proporsional;

c. Jamaah menjadi muslim yang kaffah;


d. Jamaah bisa melaksanakan ibadah harian yang sesuai dengan kaidah-kaidah
keagamaan secara baik dan benar;

e. Jamaah mampu menciptakan hubungan silaturahmi denga baik dan benar;

f. Jamaah bisa meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih baik;

g. Jamaah memiliki akhlakul karimah, dan sebagainya.

Dari beberapa fungsi dan tujuan adanya majelis ta’lim tersebut, dapat dikatakan
bahwasanya majelis ta’lim merupakan salah satu lembaga yang dapat memberikan
pendidikan karakter bagi para jamaahnya. Seperti yang telah diuraikan, bahwa tujuan
penyampaian pendidikan di majelis ta’lim di antaranya yaitu sebagian besar pada
aspek pengetahuan keagamaan (rohani) dan aspek pengetahuan umum (akal), serta
sebagian kecil sekali ditujukan pada aspek ketrampilan. Oleh karena itu, Helmawati
menyimpulkan bahwa tujuan dari majelis ta’lim yaitu agar jamaah memiliki karakter
beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan.2

Pengertian Ma’had Aly

Ma’had Aly merupakan salah satu bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik
pesantren, yang dilakukan sekitar dua dekade yang lalu. Cikal bakal pelembagaan ini
adalah program-program kajian takhassus yang sudah berkembang berpuluh-puluh
tahun di lingkungan pesantren. Pembentukan Ma’had Aly dilatarbelakangi oleh
kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang
mampu melahirkan ulama di tengah-tengah kamajuan dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini. Disamping mempertahankan tradisi keilmuan yang sudah
menjadi ciri khas pesantren bertahun-tahun, Ma’had Aly juga berusaha melakukan
pembaharuan dalam kurikulum dan metodologi pengajaran.

2 http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9849/5/BAB%20II.pdf pada hari rabu 4 Mei 2019 pukul 00:01


Meskipun tekanan tetap diberikan pada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan, kurikulum
Ma’had Aly mencakup juga ilmu-ilmu umum seperti sosiologi, antropologi, dan
filsafat. Dalam hal pengajaran ilmu-ilmu keagamaan, kurikulum disusun berdasarkan
pendekatan disipliner seperti fiqh, ushul fiqh, tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits,
tasawwuf, dll, yang dikombinasikan dengan penggunaan kitab-kitab tingkat tinggi
dalam tradisi pendidikan pesantren. Rujukan dan bacaan dalam ilmu-ilmu keagamaan
juga diperluas dengan kitab-kitab yang ditulis ulama-ulama modern. Sementara itu,
muatan ilmu-ilmu umum diberikan sebagai dasar dan pengenalan untuk memperkaya
wawasan dan mempertajam analisis dan perbandingan (komparasi). Pendalaman dan
pengembangan lebih jauh dalam ilmu-ilmu umum ini diserahkan pada proses belajar
mandiri.

Dalam proses pembelajaran, Ma’had Aly menggunakan metodologi


pengajaran yang memberi kesempatan kepada para peserta untuk berekspressi. Di
antara metode-metode yang sering digunakan adalah diskusi, seminar, dan penulisan
laporan kepustakaan. Pengajar pada Ma’had Aly lebih berperan sebagai pembimbing,
pengarah, dan fasilitator, sementara para peserta dituntut untuk aktif dan berinisiatif
sendiri dalam mengembangkan pemahaman-pemahaman keagamaan. Untuk
kepentingan ini Ma’had Aly pada umumnya dilengkapi dengan perpustakaan yang
menyediakan literatur-literatur keagamaan yang bervariasi.

Kualitas dan kuantitas mahasantri dalam sebuah pesantren mempunyai peran besar
terhadap nilai pesantren. Semakin banyak mahasantri yang dimiliki dan semakin
beragam daerah asal mahasantri, maka nilai pesantren akan semakin lebih tinggi,
karena kemahsyuran sebuah pesantren dapat dilihat dari kondisi objektif santrinya.[3]
Oleh karena itu studi terhadap mahasantri akan difokuskan pada daerah asal daerah
mahasantri, latar belakang pendidikan keluarga, serta kemampuan ekonomi
mahasantri, serta perkembangan kuantitas mahasantri.

B. Terbentuknya Ma’had Aly


Pondok pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia sejak pesantren
Ampel Denta Surabaya, berdiri selanjutnya berturut-turut lembaga pendidikan
pondok pesantren terus menyebar di tanah air terutama Pulau Jawa dari pondok
pesantren tersebut, telah melahirkan pemimpin seperti Raden Fatah dengan majelis
Wali Sanga (1478-1518 H).

Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri.
Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang digunakan
untuk asrama para santri. Di samping itu kata “pondok” berasal dari kata “funduq”
yang berarti hotel atau asrama.

Kata ma’had aly secara etimologi berarti pesantren tinggi atau dengan kata lain
setingkat dengan perguruan tinggi. Munculnya Ma’had Aly dilatar belakangi oleh
langkanya pendidikan formal yang secara khusus mencetak ulama dalam masyarakat
yang sedang mengalami perubahan, meskipun banyak perguruan tinggi Islam.

Secara historis eksistensi ma’had ‘aly di Indonesia pada awalnya muncul dari
beberapa pesantren terutama di Jawa, sebagai upaya pengembangan dari program
takhasshush yang merupakan jenjang pendidikan tingkat tinggi dalam tradisi
pendidikan pondok pesantren khususnya yang mempertahankan sistem klasik dengan
orientasi pengkaderan ulama, melalui jenjang takhasshush inilah dibina para kader
ulama (biasa disebut kiai) yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan bidang
spesialisasi keilmuan yang diprogramkan. Secara umum, meskipun institusi
takhasshush ini bersifat non formal dan tidak pernah pengelolanya berurusan dengan
pemerintah untuk mendapat pengakuan dan penyetaraan secara formal namun dari
segi efektifitas dapat dikatakan berhasil dan kualitas luarannya dapat diunggulkan.

Siapa yang lebih mendalam penguasaan ilmu-ilmu fiqih beserta segenap ilmu-ilmu
alatnya (bahasa arab, ilmu tafsir, musthalah hadis, dsb) antara seorang alumni
takhasshush fiqih dari sebuah pondok pesantren misalnya, dengan seorang luaran S1
dari fakultas syari’ah suatu perguruan tinggi agama Islam yang formal di negeri ini
baik negeri maupun swasta. Padahal, rumusan misi dan tujuan kedua lembaga di atas
bisa dipastikan sama atau -paling tidak- hampir sama atau mirip-mirip. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Banyak faktor yang terkait; namun yang paling mendasar adalah
persoalan penerjemahan orientasi pendidikan dalam tataran operasionalnya, yang bila
lebih dijabarkan akan tercakup dengan sendirinya persoalan kurikulum, metodologi,
pendidik/pengajar, anak didik/anak ajar, lingkungan dan sebagainya.

Memperhatikan efektifitas program takhasshush atau ma’had ‘aly di satu sisi dalam
upaya mencapai misi pendidikannya, dan menyadari fenomena dis-orientasi yang
terjadi secara umum pada PTAI pada sisi yang lain, sudah kurang lebih satu dekade
terakhir DEPAG RI melalui Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren
(Ditpekepontren) secara serius memelopori upaya pengembangan ma’had ‘aliy yang
ada di pesantren, menjadikannya sebagai suatu institusi formal dan menyetarakannya
dengan perguruan tinggi Islam (PTAI) yang ada, akan tetapi pola pendidikan dan
tradisi kesarjanaan kepesantrenan tetap dipertahankan, orientasinya jelas ialah
menghasilkan para ulama yang selain memiliki potensi karismatik dan kepemimpinan
tentu berbekal penguasaan ilmu-ilmu Islam yang memadai dan secara khusus
memiliki satu bidang spesialisasi yang menjadi area kompetensi keilmuannya.

Menuru t Direktur Pekapontren DEPAG RI, DR. H. Amin Haedari, MA, ditargetkan
perangkat-perangkat aturan tentang perguruan tinggi ma’had ‘aly bisa rampung
paling lambat tahun 2007 dan akan diadakan launching ma’had ‘aly secara nasional
sebagai sebuah bentuk perguruan tinggi Islam resmi, sejajar dengan perguruan tinggi
Islam lainnya namun tetap dengan karakter khas-nya. Adanya konsep ma’had ‘aliy
yang tengah dikembangkan oleh DEPAG RI sebagai perguruan tinggi khas untuk
kaderisasi ulama (bukan cendekiawan) inilah yang kemudian dipandang oleh para
pimpinan lembaga WI dan kalangan asatidzah (dosen STIBA) sangat relevan dengan
plat-form gerakan dakwah WI yang didasari oleh manhaj Salaf yang salah satu
prinsipnya adalah “al-‘ilm qabla al-qaul wa al-’amal” (berilmu sebelum berkata dan
berbuat). Dalam konteks gerakan dakwah, prinsip tersebut mengharuskan keberadaan
orang-orang memiliki penguasaan ilmu (syar’i) yang mendalam (minimal memadai)
sebagai ikon utama dalam usaha dakwah menuju pencapaian tujuan-tujuannya.

Dalam perkembangannya, pondok pesantren menjelma sebagai lembaga sosial yang


memberikan warna yang khas bagi masyarakat sekitarnya. Peranannya pun berubah
menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen pembangunan masyarakat.
Adapun tujuan utamanya, yaitu tafaqquh fi al-addin dengan menekankan pentingnya
nilai-nilai, tata aturan, dan nilai agama Islam sebagai pedoman kesalehan individual
maupun kesalehan sosial.

Dalam dinamika pendidikan pesantren memaparkan bahwa perkembangan pondok


pesantren telah mengalami pergeseran atau perubahan pada beberapa aspek seiring
dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Wacana yang berkembang dalam dinamika pemikiran dan pengalaman praktis alumni
pesantren merupakan bagian dari infrastruktur masyarakat yang makro telah berperan
menyadarkan komunitas masyarakat untuk mempunyai idealisme, kemampuan
intelektual, dan perilaku mulia (al-Akhlak al-Karimah) guna menata dan membangun
karakter bangsa yang paripurna. Ini dapat dilihat dari peran strategis pesantren yang
dikembangkan dalam kultur internal pendidikan pesantren.

Pondok pesantren dalam arti sudah mampu melaksanakan pendidikan diniyah pada
jenjang pendidikan tinggi, maka pemerintah mengeluarkan peraturan dalam peraturan
pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 20 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan
diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik
dan profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi”.

Melihat dari isi peraturan pemerintah tersebut jelas bahwa pemerintah telah
memberikan wewenang kepada pesantren untuk melaksanakan pendidikan Ma’had
Aly sebagai jenjang pendidikan tinggi. Dengan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi untuk bisa mendirikan Ma’had Aly atau paling tidak terakreditasi B+ atau
A, yang menjadi standaritas pemerintah dalam memberikan izin kepada pesantren
untuk bisa mendirikan Ma’had Aly tersebut.

Berdasarkan dari pemikiran di atas pesantren saat ini sedang dan akan mengambil
langkah strategis dengan membentuk program pendidikan pasca santri. Program ini
merupakan jenjang pendidikan lanjutan bagi para santri yang telah menyelesaikan
pendidikannya (dalam waktu tertentu) di pesantren. Dalam istilah pesantren program
ini disebut ma’had aly.

Ma’had aly dibentuk dalam rangka mempersiapkan kader-kader ulama yang memiliki
integritas ilmiah, amaliyah, dan khuluqiyyah yang berkualitas dan memiliki keadilan,
kesetaraan, keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, dan kerakyatan. Ma’had aly
berdasarkan Ahlus Sunnah Waljama’ah dengan dasar Islam dimaksudkan bahwa
Ma’had aly diadakan, diselenggarakan, dan dikembangkan berangkat (point of
depture) dari ajaran Islam, proses pengelolaannya secara Islami dan menuju apa yang
diidealkan oleh pendidikan yang Islami.

C. Dasar, Visi, Misi, Operasional, Tujuan dan Fungsi

1. Dasar

Ma’had Aly berdasarkan Islam dan Pancasila. Dengan Islam dimaksudkan bahwa
Ma’had Aly diadakan, diselenggarakan dan dikembangkan berangkat dari ajaran
Islam, dilaksanakan proses pengelolaannya secara Islami dan menuju apa yang
diedialkan oleh model-model pendidikan yang Islami, dan dengan Pancasila
dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan
dalam wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
bagi seluruh warga Negara Indonesia.

2. Visi
Visi Ma’had Aly dalam abad 21 ini adalah menjadi salah satu pusat studi Islam di
Indonesia. Diyakini sepenuhnya bahwa budaya, karya-karya ulama, cendikiawan dan
ilmuan-ilmuan muslim Indonesia mampu menjadi sumber kajian Islam mengiringi
pusat-pusat kajian Islam dari Timur Tengah, Eropa, Amerika dan Negara-negara lain
yang juga menyimpan sumber-sumber akademik ajaran Islam.

3. Misi

Sesuai dengan visi di atas, maka misi Ma’had Aly adalah Pertama: mengadakan
kajian Islam secara Kaffah, dan komprehensip atau holistik agar bangsa dan negara
Indonesia mampu menghadapi tantangan zamannya atau mampu hidup terhormat
dalam tatanan kehidupan internasional modern tanpa kehilangan jati dirinya. Kedua,
Ma’had Aly rnengembangkan sistem Pondok Pesantren yang mampu menjadi sumber
pengembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni) lengkap
pemanfaatannya dalam bingkai ajaran Islam. Melalui misi kedua ini, diharapkan
Ma’had Aly dapat memberikan sumbangan yang substansial dan konstruktif bagi
bangsa dan negara Indonesia secara terus-menerus mencari penyempurnaan Sistem
Pendidikan Nasionalnya.

4. Operasional

Seiring dengan tantangan kehidupan dalam era globalisasi dengan persaingan yang
keras dan dinamika yang tinggi, maka orientasi Ma’had Aly dalam abad ke-21 ini
tidak lain kecuali harus berorientasi pada mutu, kebenaran dan kebaikan bagi seluruh
kepentingan bangsa dan negara serta agama sebagai konsekuensi logis bahwa Islam
adalah rahmatan lil ‘alamin. Orientasi ini dimaksudkan untuk mengatasi
kecenderungan akhir-akhir ini di mana nilai-nilai kemanusiaan bangsa Indonesia
terasa amat terpuruk dan jauh dari nilai Islami.

5. Tujuan
a. Menyiapkan dan mengantarkan mahasantri menjadi ulama yang memiliki sifat-
sifat sebagaimana dicontohkan Rosulullah (siddiq, amanah, tabligh dan fathonah).

b. Mengantar mahasantri jadi cendikiawan dan ilmuan yang memiliki kemauan


dan kemampuan professional, terbuka, bertanggungjawab, berdedikasi dan peduli
terhadap bangsa dan negara serta berpandangan bahwa Islam adalah rahmatan lil
‘alamin.

6. Fungsi

Ma’had Aly mempunyai fungsi :

a. Pelaksanaan pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan

b. Pusat pengkajian dan penelitian dalam rangka pengembangan dan penemuan


ilmu pengetahuan.

c. Pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat madani

d. Sebagai agen modernisasi bangsa, negara dan khususnya umat Islam/Ma’had


Aly merupakan sumber “studi banding” bagi pengembangan Perguruan Tinggi
Umum atau lainnya3

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan
dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang
menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-

3 http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9849/5/BAB%20II.pdf pada hari rabu 4 Mei 2019 pukul 00:11


orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,2002). Dalam penelitian
kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang
dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang
realitas dan kondisi kehidupan nyata (Patton dalam Poerwandari, 1998).

Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu


situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut
mementingkan proses dibandingkan dengan hasil akhir. Oleh karena itu, urutan-
urutan kegiatan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada kondisi dan
banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu secara holistik (utuh). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
karena penelitian ini menganalisis dan mendeskripsikan keeksistensian Mahad
Aly Hidayaturrahman dalam membina majelis ta’lim ibu-ibu desa pilang yang
didapatkan dari kata-kata hasil wawancara dengan informan penelitian.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah proses


memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil
bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara) (Nazir, 1999). Wawancara merupakan metode pengumpulan data
dengan jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan
berlandasakan kepada tujuan penelitian. Wawancara yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu dengan mewawancarai ibu ibu yang mengikuti majeis ta’lim
yang ada di desa pilang. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui apakah
pembinaan yang dilakukan oleh mahasantri Mahad Aly Hidayaturrahman dapat
memberikan pengaruh dan berimplikasi pada kehidupan sehari-hari ibu-ibu desa
Pilang.

B. Tipe Penelitian

Tipe penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Metode penelitian deskriptif adalah salah satu metode penelitian yang banyak
digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kejadian.
Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011), penelitian deskriptif adalah
sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu
keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur
ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Maka metode penelitan deskriptif
adalah sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan,
menginterpretasikan sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan yang
ada, pendapat yang berkembang dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk
menjawab masalah secara aktual. Dengan demikian, peneliti beranggapan bahwa
metode penelitian deskriptif sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan oleh
peneliti.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dalam skripsi ini adalah ibu-ibu desa Pilang RT 08

Penentuan Informan

Teknik pemilihan informan adalah teknik sampling purposif (purposive


sampling). Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria
kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset. Sedangkan orang-
orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan
sampel (Kriyantono, 2006) Menurut Spradley dalam Moleong, informan harus
memiliki beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu:
1. Subjek yang telah lama intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan
aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini biasanya
ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang
sesuatu yang ditanyakan.

2. Subjek masih terikat penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang
sasaran penelitian.

3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai


informasi.

4. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau


dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan
informasi (Moleong, 2000)

Penentuan informan dalam penelitian ini dengan beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Informan Formal: ibu-ibu desa pilang yang ikut serta dalam majelis ta’lim
yang diisi oleh mahasantri hidayaturrahman sebanyak 5 orang.

2. Informan Pendukung: anggota BEM seksi ta’lim sebanyak 1 orang.

F. Sumber Data

Sumber data yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder.

1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari
lapangan. Data ini dapat diperoleh melalui pengamatan langsung maupun
hasil wawancara kepada informan berdasarkan pedoman wawancara yang
dibuat oleh peneliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui peninggalan tertulis yang
dilakukan dengan cara membaca buku-buku literatur, dokumen, dan tulisan
yang dianggap peneliti berkenan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian


maka yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari informan penelitian,
berupa hasil wawancara, data primer akan menjadi sumber data utama dalam
penelitian. Dalam mendapatkan data primer, dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

a) Wawancara;

Teknik pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan informan


untuk mendapatkan informasi-informasi tambahan yang berkaitan dnegan
penelitian ini.

b) Observasi;

Mengamati secara langsung-tanpa mediator-sesuatu objek untuk melihat


dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Kegiatan observasi
meliputi melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik kejadian-
kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan
dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.

2. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang mendukung data primer. Data yang
ditambahkan atau pelengkap yang bisa didapat dari studi pustaka dan
literaturliteratur yang berkaitan dengan penelitian.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menguraikan respon per kategorinya
memilih mana yang penting dan yang akan diperbaiki, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.4

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Ma’had Aly Hidayaturrahman

1. Profil

Ma’had Aly Putri Hidayaturraman yang terletak di desa Pilang, Masaran, Sragen,
Jawa Tengah ini berdiri pada tahun 2005 M, dengan nama PGSD Hidayaturrahman
dengan masa pendidikan 2 tahun. Karena besarnya kebutuhan masyarakat secara
umum akan ulumuddin, terlebih dari kalangan wanita, maka pada tahun 2011 M
PGSD Hidayaturrahman bermetamorfosis menjadi Ma’had Aly Putri
Hidayaturrahman, dengan masa pendidikan 3 tahun, atau 6 semester. Lembaga

4 http://digilib.unila.ac.id/16431/18/BAB%20III.pdf pada hari rabu 4 Mei 2019 pukul 00:15


pendidikan ini merupakan sekolah lanjutan tingkat perguruan tingggi khusus putri
dengan basis pendidikan pondok pesantren. Ma’had Aly ini membina dan mendidik
lulusan Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah (pondok pesantren putri setingkat SMA)
yang memiliki kompetensi dasar dalam ilmu pengetahuan Islam (dirasah islamiyah),
bahasa Arab, dan bahasa Inggris serta sanggup untuk berjuang dalam iqamatuddin.

Ma’had Aly Putri Hidayaturrahman Liddirasat Al-Islamiyah menitikberatkan


studi tunggal di jurusan Fiqih dan Ushul Fiqih, dengan masa studi 7 semester.
Program ini dibuka untuk umum, bagi seluruh muslimat yang telah menyelesaikan
studinya di tingkat SLTA/Muallimat atau sederajat, serta mampu menguasai bahasa
Arab dengan baik.

Tenaga pendidik Ma’had Aly Putri Hidayaturrahman, merupakan lulusan dari


berbagai universitas Indonesia dan Luar Negeri yang berpengalaman di bidangnya. Di
antaranya; Master ISID Gontor, Master Universitas Muhammadiyah Surakarta
(UMS), S3 UIN Yogyakarta, S3 Universitas Ibnu Khaldun Bogor, LIPIA Jakarta,
Ma’had Aly An-Nuur Surakarta, dan perguruan tinggi lainnya.

2. Visi Program Studi

Sebagai lembaga tinggi islam dengan system asrama, ma’had ‘aly putri
hidayaturrahman merupakan “pusat kajian” dan pengembangan ilmu keislaman untuk
mewujudkan tenaga pengajar dan da’iyyah yang terampil dalam penguasaan ilmu
fiqih dan ushul fiqih.

3. Misi program studi


a. Mewujudkan almamater guna melahirkan kader mudarrisah dan da’iyyah
yang siap iqomatuddien.
b. Mengembangkan budaya imiyah dengan mengembalikan semua persoalan
pada pemahaman yang benar.
c. Melahirkan kader mudarrisah dan da’iyyah yang mumpuni dalam bidang
fiqih dan ushul fiqih.
d. Menyebarkan ajaran Islam berdasarkan tuntutan Al-Qur’an dan As-
Sunnah dalam pemahaman As-Salafush Shalih melalui gerakan dakwa
yang dipelopori oleh para ahlul ilmi.
e. Menyelenggarakan program studi fiqih dan ushul fiqih secara mendalam
dan meyeluruh melalui system Pendidikan yang intergral dengan
keterpaduan Pendidikan pondok pesantren dan perguruan tinggi.
f. Melaksanakan kaderisasi ahli fiqih dan ushul fiqih yang dapat mewarisi
dan mengembangkan tradisi ilmiyah dan amaliyah as-salafush shalih
sesuai tuntutan zaman serta berkepribadian pejuan dan pelopor dalam
dakwah dan perbaikan umat5

B. GAMBARAN UMUM DESA PILANG


1. Ciri khas dan letak geografis desa Pilang

Desa Pilang Masaran Sragen terletak di antara kaki Gunung Lawu dan Merapi
Merbabu, secara topografis terbelah pleh Sungai Bengawan Solo yang berdampak
pada perbedaan karakter masing-masing wilayah. Desa Pilang mempunyai letak
geografis yang unik, yakni berada di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Jarak
dari Pusat Kota Sragen ekitar 13 kiometer, jarak tempuh tersebut didukung oleh
infrasruktur yang baik, dan sebagai mana wilayah di Kabupaten Sragen lainnya,
untuk menuju Desa Pilang pengunjung akan disuguhi areal persawahan yang luas dan
subur.

Desa Pilang terletak di sebelah utara ibu kota Kecamatan Masaran dengan
jarak 14 km dengan batas wilayah desa yakni sebelah barat berbatasan dengan
wilayah Kecamatan Plupuh, sebelah timur dengan Desa Pring Anom, sebelah utara

5 https://ma-hidayaturrahman.com/, pada tanggal 3 Mei 2019 pukul 23:38


dengan Desa Karanganyar Kecamatan Plupuh dan sebelah selatan berbatasan dengan
Desa Kliwonan.

Kondisi tanah di Desa Pilang pada dataran renah dan sebagian persawahan
tadah hujan. Luas wilayah Desa Pilang 1.691.070 ha, Penggunaan lahan terdiri dari :
Tanah sawah sekitar : 163.000ha, tanah kering sekitar 774.035 ha, dan tanah
pekarangan maupun bangunan sekitar 754.035ha, (data Desa Pilang 2014)

Desa Pilang berada pada ketinggian 100 M dari permukaan air laut, Curah
hujan rata-rata 24,25 mm perbulan dengan suhu udara rata-rata 27-29 derajat Celsius.
Musim penghujan terjadi pada rentang Bulan Oktober sampai Bulan April, sedangkan
musim kemarau berlangsung pada rentang Bulan Mei sampai dengan Bulan
September.

Dari aspek pemerintahan, Desa Pilang dipimpin oleh Kepala Desa dengan
didampingi oleh 11 orang pamong desa, yang didukung oleh 3 daerah kebayanan dan
7 dukuh dengan jumlah Rukun Tetangga sekitar 37, serta memiliki perangkat
pendukung BPD sebanyak 11 orang. (2014: Desa Pilang diolah). Jumlah penduduk
yag terdata di Kantor pemerintahan desa sebanyak 4.487 jiwa, yang terdiri dari
pendududk laki-laki 2.195 dan perempuan 2.292 jiwa, terhimpun dalam 1.265 KK.
Dari aspek Pendidikan sebanyak 1284 lulus SD, 1072 lulus SLTP, 572 lulus SLTA,
dan lulusan PT sekitar 89. Sedangkan dari aspek agama yang dianut mayoritas
beragama islam, dimana yang beragama katholik sebanyak 6 orang, Protestan
sebanyak 14 orang serta bergama Hindu sebanyak 5 orang. Berdasarkan jenis mata
pencaharian mayoritas petani (511) dan buruh tani (341, selanjutnya adalah dengan
profesi pedagang (275) PNS (65) Swasta (59) dan lainnya merupakan pekerja dengan
ragam profesi seperti Polisi/ TNI, Penjahit, Montir, Sopir, Tukang kayu/batu, guru
dan Pemulung.6

6http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5894/2/PROS_Solichul%20Hadi%20Ab%2C%20M
uladi%20W_Pengembangan%20Potensi%20Desa_fulltext.pdf, pada tanggal 3 Mei 2019 pukul 23:35
C. Respon positif masyarakat desa Pilang terhadap pembinaan ta’lim yang
dilakukan ma’had aly
a. Diisi oleh tamu kehormatan
Berdasarkan wawancara dari ibu widiyati, 40 tahun “saya semangat ikut
ta’lim Karena sudah menjadi rutinitas sejak dulu, dan longgarnya sabtu
siang, pokonya habis dhuhur, karena bos-bos batik kalo sabtu sore gaji
karyawan. Yang saya dapatkan dari ta’lim yang diisi oleh mba-mba
Pondok saya rutin baca al-kahfi setiap malam jum’at, dan lebih menjaga
silaturahmi anatar tetangga. Saya antusian mendengarkan kajian yang
diisi oleh mba-mba Pondok biar kenal, bisa berbagi pengalaman,
istilahnya kita kedatangan tamu kehormatan dari daerah lain”.
b. Dari segi keilmuan lebih unggul
Berdasarkan wawancara dari ibu Asih, 26 tahun ” “saya semangat ikut
ta’lim buat menambah ilmu, biar g sekedar arisan sama ngobrol biasa
jadi kan lebih manfaat, lagian cuman dua minggu sekali jadi g ada
salahnya disempet-sempetin, kumpul-kumpul dengan tetangga juga. Yang
saya dapatkan dari ta’lim yang diisi oleh mba-mba Pondok kemarin saya
dapat materi karakteristik pasangan ternyata memang antara laki-laki
dengan perempuan ada perbedaan jadi saya dituntut bisa memahami
suami saya g cemberut terus kalo ada yang beda. Saya antusian
mendengarkan kajian yang diisi oleh mba-mba Pondok karena dari segi
kelilmuannya lebih”.
c. Menambah keakraban dengan masyarakat
Berdasarkan wawancara dari ibu Wiji, 52 tahun “saya semangat ikut
ta’lim Karena bisa menambah wawasan, ilmu, pengalaman, emang
diprogramnya siang. Kalo sore punya kesibukan masing-masing terutama
yang punya anak kecil. Yang saya dapatkan dari ta’lim yang diisi oleh
mba-mba Pondok saya mendapat materi cara mendidik anak, terus tenang
kewajiban seorang istri jadi saya lebih memahami kewajiban istri kalo
saya masih kurang dalam menjalankan kewajiban saya jadi ingin
memperbaiki. Saya antusian mendengarkan kajian yang diisi oleh mba-
mba Pondok karena sudah di programkan di ibu-ibu RT 08 mba-mba
Pondok untuk menyampaikan ilmunya biar g Cuma dapat dari ustadz-
ustdz lain dari mba pondoknya iya, menambah keakraban dengan
masyarakat”.
d. Yang disampaikan mba Pondok pasti bermanfaat imunya bagi ibu-ibu.
berdasarkan wawancara dengan ibu siti uminatun,40 tahun “saya
semangat ikut ta’lim biar nambah ilmunya, biar dapat pahala karena
mencari ilmu suatu kewajiban. Yang saya dapatkan dari ta’lim yang diisi
oleh mba-mba Pondok tau adab minum air putih dan ternyata ada
hikmahnya kalo. Saya antusian mendengarkan kajian yang diisi oleh mba-
mba Pondok karena memandang imunya lebih banyak, jadi kalo mba
Pondok yang menyampaikan diusahakan duduk didepan karena apa yang
disampaikan bermanfaat untuk ibu-ibu”.
e. Ingin belajar fikih dari mba Pondok karena mereka memiliki pengalaman
didalamnya.
Berdasarkan wawancara dengan ibu Eni, 39 tahun. “saya semangat ikut
ta’lim Karena tholabul ilmi wajib, waktunya kapan diusahakan untuk
disempatkan. Yang saya dapatkan dari ta’lim yang diisi oleh mba-mba
Pondok saya dapat materi perhisan dunia yang ada tujuh yang salah
satunya tidak mengungkit kebaikan dan diusahakan bisa seperti itu. Saya
antusian mendengarkan kajian yang diisi oleh mba-mba Pondok ingin
belajar dari mereka karena mereka punya pengalaman dalam belajar
fikih”.

Respon Negative Masyarakat Desa Pilang terhadap pembinaan yang


dilakukan ma’had aly:
a. Penjelasan yang terlalu banyak memakan waktu
Berdasarkan wawasan dengan ibu widayati, 40 tahun “ yang membuat
aras-arasen ibu dating ke ta’lim kadang kalo lagi kepentok acara,
kalo longgar semangat. Yang membuat ibu-ibu kurang memperhatikan
kajian yang disampaikan mba Pondok waktu terlalu lama suka tunjuk
mendadak ibu-ibu buat qiroah mentalnya jadi g siap”.
b. Kurang terdengar
Berdasarkan wawasan dengan ibu Asih, 26 tahun “ yang membuat
aras-arasen ibu datang ke ta’lim kalo ada acara lain yang lebih
penting. Yang membuat ibu-ibu kurang memperhatikan kajian yang
disampaikan mba Pondok karena kurang denger, kelamaan, ngobrol
sendiri”.
c. Suka ngobrol
Berdasarkan wawasan dengan ibu Wiji, 51 tahun “ yang membuat
aras-arasen ibu datang ke ta’lim kalo g repot sama kerja karena
kadang pulang siang. Yang membuat ibu-ibu kurang memperhatikan
kajian yang disampaikan mba Pondok, karena kebiasaan seorang ibu
kalo udah ngumpul dengan teman ngobrol sama teman yang lain”.
d. Terlalu lama dalam menyampaikan materi
Berdasarkan wawasan dengan ibu Siti Uminatun, 40 tahun “ yang
membuat aras-arasen ibu datang ke ta’lim kalo pas sakit, anaknya
menggoda, diajak g mau ditinggal g mau. Yang membuat ibu-ibu
kurang memperhatikan kajian yang disampaikan mba Pondok karena
kelamaan”.
e. Kurang memahamkan
Berdasarkan wawasan dengan ibu Eni, 39 tahun “ yang membuat aras-
arasen ibu dating ke ta’lim melihat sikon, mana yang lebih penting.
Yang membuat ibu-ibu kurang memperhatikan kajian yang
disampaikan mba Pondok karena fokus momong anak dan ada yang
kurang memahamkan dalam menyampaikan”.
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat mengambil kesimpulan
dari analisis respon masyarakat desa pilang terhadap eksistensi ma’had aly
Hidayaturrahman dalam membina ta’lim ibu-ibu desa pilang terdapat dua
kategori sebagai berikut:
1. Respon positif, ibu-ibu dewasa ini semakin sadar akan tuntutan wajibnya
belajar agama dan merasa haus akan ilmu-ilmu yang guna menjadi bekal
di akhirat kelak, mereka tetap antusias hadir dan rela menyempatkan
waktu demi mengemu siraman kalbu, meskipun ta’lim diadakan disiang
hari yang biasanya para ibu memilih mengisi waktu siangnya dengan
istirahat, disamping itu karena ta’lim ibu-ibu sudah di programkan pada
siang hari. adapun implikasi yang para ibu rasakan setelah mereka
mendapatkan materi yang disampaikan oleh mahsantri hidayaturrahman
atau sebutan akrab masyarakat yang biasa disapa dengan julukan “mba
Pondok” diantaranya para ibu menjadi lebih termotivasi mengamalkan
amalan membaca surat al-kahfi pada malam jum’at dan surat al-mulk
disetiap menjelang tidur, ibu-ibu menjadi semakin erat menjaga
silaturahmi antar tetangga dan saling memberi hadiah walaupun hanya
memberi semangkuk kuah sayur, ibu-ibu semakin faham akan kewajiban
seorang istri dan dituntut untuk memperbaiki diri ketika didapati
kekurangan dalam menjalankan perannya, ibu-ibu semakin faham dan bisa
mengerti keadaan bahwa dalam pernikahan ada perbedaan antara laki-laki
dengan perempuan sehingga setelah itu tidak ada kata dongkol dihadapan
pasangannya, ibu-ibu bisa mengambil hikmah mengapa kita dianjurkan
sebelum minum membaca basmalah karena mempengaruhi kualitas air
yang ada didalamnya air akan menjadi kristal, dan alas an para ibu antuias
menghadiri ta’lim yang disampaikan oleh mahasantri Hidayaturrahman
karena para ibu merasa bahwa ilmu mereka lebih diatas mereka, dan
mereka ingin belajar dari mereka, karena mereka memiliki pengalaman
belajar fikih, adapula sebagai ajang perkenalan dan berbagi pengalaman
sekaligus upaya untuk menambah keakraban dengan masyarakat. Ibarat
kata mereka adalah tamu kehormatan karena mereka datang dari berbagai
penjuru kota yang berbeda untuk menyampaikan kajian ta’lim.
2. Respon negative, terkadang ketika menyampaikan materi mahasantri
hidayaturrahman terlalu lama sehingga para ibu sudah kehilangan daya
fokusnya dan mengeluh, atau ketika penyampaian bahasa yang digunakan
terlalu tinggi sehingga susah dimengerti, adapula keluhan seorang ibu
yang mengaku grogi, dan belum siap mental karena seringnya ditunjuk
mendadak untuk membacakan al-qur’an didepan ibu-ibu satu RT minder
karena bacaan al-qur’annya belum benar. ada ibu yang menyayangkan
bahwa belum ada kajian untuk remaja terkhusus bagi remaja terdekat yang
berada dipesisir Pondok.

Dari sini bisa kita nilai bahwa respon masyarakat terhadap eksistensi mahad
aly Hidayaturrahman dalam membina ta’lim ibu-ibu, sudah baik dan
memberikan pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan dengan
antusias mereka mengikutinya, kehadiran mahad aly Hidayaturrahman
ditengah -tengah masyarakat dianalogikan sebagai penghidup merebaknya
kajian-kajian ilmu karena dahulunya desa Pilang hampir bisa dikatakan
sebagai desa mati terutama di Kawasan berdirinya mahad aly
hidayaturrahman karena dahulunya tanah kosong dekat pemakaman yang
ditumbuhi rerumputan sehingga memunjulkan stigma negative dan
menimbulkn rasa takut untuk melintasi Kawasan ini.

Saran
1. Bagi para mahasantri yang dijadwalkan mengisi kajian ta’lim diharapkan
lebih mengefisienkan waktu, pilihlah materi yang mudah di fahami oleh
para ibu, adapun ketika sesi qiroatul qur’an sebaiknya mahasantri
mengejakan atau menuntun mereka per ayat lantas mereka menirukannya
supaya tidak menimbulkan rasa grogi ibu-ibu dan beban mental, dan
diusahakan remaja yang terutama berada dipesisir Pondok diadakan kajian
ilmu jadi tidak cuman yang jauh-jauh saja yang diperhatikan tetapi
melupakan yang lebih dekat. Dan pesan terakhir dari salah seorang ibu
“jangan sungkan-sungkan untuk menyampaikan ilmu, lanjutkan, tetap
sampaikan ilmu, meskipun kadang kurang didengarkan oleh ibu-ibu”.
2. Bagi para ibu yang aktif mengikuti ta’lim, supaya lebih memperhatikan
adab bermajelis ilmu, dengan tidak asik mengobrol sendiri, memang
sudah menjadi fitroh perempuan itu suka berbicara tapi tetap diminta
untuk bisa mengkondisikannya, karena secara tidak langsung saat ibu-ibu
mengabaikan mereka sama saja ibu sedang menyakiti perasaan mereka,
yang bisa saja memunculkan rasa jera dan tersinggung tidak mau
menyampaikan kajian lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28028/1/NIA%20NAJIAH-
FDK.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9849/5/BAB%20II.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9849/5/BAB%20II.pdf

http://digilib.unila.ac.id/16431/18/BAB%20III.pdf

https://ma-hidayaturrahman.com/,

http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5894/2/PROS_Solichul%20Hadi%20Ab%2
C%20Muladi%20W_Pengembangan%20Potensi%20Desa_fulltext.pdf
ABSTRAK

“RESPON MASYARAKAT DESA PILANG TERHADAP EKSISTENSI


MA’HAD ALY HIDAYATURRAHMAN DALAM MEMBINA MAJLIS
TA’LIM IBU-IBU”

Usaha untuk menyebarluaskan Islam, serta merealisasikan ajarannya di


tengah-tengah kehidupan manusia adalah sebagian dari usaha dakwah yang di
laksanakan dalam keadaan apapun dan bagaimanapun harus dilaksanakan oleh umat
Islam. Untuk mempermudahkan dakwah Islam biasanya dibentuk suatu organisasi
atau lembaga yang merupakan sebuah kekuatan umat yang disusun dalam satu
kesatuan berupa bentuk persatuan mental dan spiritual serta fisik material di bawah
komandan pimpinan sehingga dapat melakasanakan tugas lebih mudah, terarah dan
jelas motifasinya serta jelas arah dan tujuannya sehingga dapat mengetahui tahapan-
tahapan yang harus dilaluinya.

Keberadaan sebuah majlis ta’lim disuatu daerah telah menumbuhkan


kesadaran betapa pentingnya ilmu yang hakiki. Karena majlis ta’lim sendiri berfungsi
sebagai tempat mendapatkan ilmu syar’i.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat desa Pilang


terhadap Ma’had Aly Hidayaturrahman sebagai lembaga yang berperan penting
dalam menyebarluaskan ilmu melalui pengisian di majlis ta’lim dan halaqoh-halaqoh
tertentu. Penelitian ini mencakup beberapa penjelasan mengenai definisi majlis ta’lim
dan bentuk-bentuknya, serta memaparkan beberapa kondisi geografis desa Pilang.

Adapun pada metode penelitian ini, penulis mengunakan sistem penelitian


lapangan, yang merupakan bentuk ketertarikan penulis untuk mengetahui respon
masyarakat terhadap pembahasan ini. Ditambah dengan metode deskriptif untuk
menghasilkan suatu penjelasan yang lebih detail.

Kata Kunci: respon masyarakat,eksistensi,membina majlis ta’lim

Anda mungkin juga menyukai