Anda di halaman 1dari 12

A.

JUDUL
Peran Pondok Pesantren Baitullisan Sebagai Wadah Untuk Mengembangkan
Minat Dan Bakat Santri Dalam (Keterampilan/Kegiatan) MAHARAH

B. ABSTRAK
C. PENDAHULUAN
D. KAJIAN TEORI
a. Peran Pondok Pesantren

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia 1 dan lahir dari akar
sejarah Indonesia. Begitu juga, pondok pesantren sering juga disebut sebagai indigenous yang
kelahirannya dari akar budaya bangsa Indonesia.2 Konteks ini menunjukkan bahwa pondok
pesantren memiliki akar sejarah dan budaya yang lahir dari umat Islam di wilayah nusantara.
Pondok pesantren sebagai identitas lembaga pendidikan Islam di Indonesia, dan memiliki
kontribusi besar dalam melahirkan intelektual muslim.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah banyak mewarnai
perjalanan pendidikan di Indonesia. Sistem pengajaran yang dijalankan pondok pesantren sangat
khas sehingga lembaga pendidikan ini sekaligus menjadi identitas Indonesia dengan beragam
variasi dan bentuk pembelajaran di dalamnya. Salah satu tradisi agung (great tradition) di
Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pesantren khususnya di
Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa dan semenanjung Malaya. 3

Pesantren adalah tempat bagi santri untuk belajar ilmu-ilmu agama bagi para santri. 4 Dengan
demikian, pesantren merupakan lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan
pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. 5 Pondok pesantren
dengan segala karakteristiknya dipandang sebagai salah satu lembaga pendidikan yang mampu
1
M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 81.
2
Muhammad I. Usman, "Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Sejarah Lahir, Sistem Pendidikan, dan
Perkembangannya Masa Kini)" Al-Hikmah Journal for Religious Studies, vol. 14, no. 1, 2013, pp. 127-146.
3
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012), h. 85.
4
Sri Haningsih, “Peran Strategis Pesantren, Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia,” El-Tarbawy: Jurnal
Pendidikan Islam, No. 1. Vol. I. 2008, h. 30
5
Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah,h. 27.
memperkuat identitas kesantrian. Kata “santri” dalam masyarakat Jawa misalnya merupakan
sebutan yang dialamatkan kepada orang-orang yang memiliki kecenderungan lebih kuat pada
ajaran-ajaran agamanya (Islam).6

Pondok pesantren terdiri atas komponen yang meliputi kiai, santri, masjid, pondok, dan kitab. 7
Kiai sebagai pimpinan sekaligus sebagai guru di pondok pesantren melakukan transmisi ilmu dan
teladan kepada santrinya. Transmisi ilmu tersebut dilakukan dengan metode sorogan dan
wetonan,8 dan dalam aspek transmisi keteladan meliputi akhlak keikhlashan, kesederhanaan,
kedisiplinan, kesantunan, ketegasan, dan sebagainya. 9 Pusat kegiatan transmisi ilmu adalah di
masjid, dan masjid menjadi icon kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Santri yang belajar di
pesantren umumnya tinggal di pondok yang telah disiapkan agar dapat aktif mengikuti
pendidikan dan pembelajaran di pesantren. Karakteristik yang lain adalah referensi yang
digunakan di pondok pesantren kitab-kitab kuning (klasik) dan biasanya kitab yang dikaji adalah
kitab yang bercirikan pada salah satu mazhab tertentu.

Pondok pesantren memiliki peran strategis, dapat memajukan dinamika sosial masyarakat yang
heterogen, menjadi suatu sistem tatanan yang kondusif. Depag RI (2001, hlm. 70) dalam Engku
& Zubaidah (2014: 176-177) menyajikan bukti bahwa dalam kehidupan sosial keagamaan
masyarakat Indonesia dan termasuk kehidupan politik, pondok pesantren memiliki peranan yang
sangat penting dalam mengembangkan kehidupan di wilayah Indonesia. Bentuk peranan -
peranan itu antara lain: Pertama, peranan instrumental yakni dalam tataran inilah peranan pondok
pesantren sebagai alat pendidikan nasional tampak sangat partisipatif. Kedua, peranan
keagamaan yakni dalam pelaksanaannya, pondok pesantren melaksanakan proses pembinaan
pengetahuan, sikap dan kecakapan yang menyangkut segi keagamaan.

Pondok pesantren berperan dalam membentuk lulusan yang memiliki kepribadian amar ma’ruf
nahī munkar di tengah-tengah masyarakat, karena amar ma’ruf nahī munkar merupakan bentuk
aktualisasi ajaran Islam. Suryana dkk (2006: 205) mencatat bahwa amar ma’ruf nahī munkar
merupakan bentuk aktualisasi ajaran Islam di tengah masyarakat dengan cara menegakkan
kebenaran dan membenci keburukan dan kemungkaran yang ada di tengah masyarakat. Amar
ma’ruf adalah keberpihakan seorang muslim terhadap kebenaran, kendatipun kebenaran itu

6
In‟am Sulaiman, Masa Depan Pesantren: Eksistensi Pesantren di Tengah Gelombang Modernisasi (Malang:
Madani, 2010), h. 155.
7
Hamdan Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren (Yogyakarta:
Pilar Religia, 2005), h. 1.
8
M. Bahri Gazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Prasati, 2003), h. 29- 30
9
Mansur, Moralitas Pesantren: Meneguh Kearifan dari Telaga Kehidupan (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2004), h.
55
merugikan dirinya. Demikian pula nahi munkar atau membenci kemunkaran harus selalu
ditampilkan kendatipun keburukan itu akan menguntungkan dirinya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran pondok pesantren bukan hanya sebagai
lembaga keagamaan tetapi berperan juga sebagai lembaga pendidikan, keilmuan, pelatihan,
pengembangan masyarakat, basis perlawanan terhadap penjajah dan sekaligus menjadi simpul
budaya. Beberapa pesantren di Indonesia telah mengalami pembaruan, tetapi ada ciri khas tradisi
pesantren dalam menghadapi pembaruan tersebut. Kalangan pesantren masih mempertahankan
tradisi lama yang masih baik, tetapi tidak menutup untuk mengambil hal yang baru jika itu
dianggap baik. Meskipun modernisme melanda dunia Islam, salah satunya yang terjadi di
Indonesia, tetapi ada dari beberapa pesantren yang masih mempertahankan sistem pendidikan
tradisional. tidak terbawa arus modernisme yang gencar dibawa oleh orang-orang Barat.

b. Pengembangan minat dan bakat santri

Setiap santri terlahir dengan beragam potensi yang dibawanya sejak kecil. Apabila seseorang
terlahir dengan suatu bakat khusus, jika dididik dan dilatih terus menerus bakat tersebut akan
terus berkembang secara optimal. Begitu juga sebaliknya, jika bakat tidak dikembangkan dan
hanya didiamkan saja maka bakat tersebut akan mati dan tidak berguna. Bakat sendiri memliki

Pengembangan minat dan bakat sendiri bertujuan agar seseorang dapat menempuh pendidikan
dan bekerja sesuai dengan minat dan bakatnya sehingga hasilnya lebih optimal. banyak macam
seperti bakat dalam bidang musik, bakat dalam bidang seni, bakat dalam bidang bela diri, bakat
dalam menari, dan masih banyak lagi.

Bakat adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang “Inherent” dalam diri seseorang yang
dibawakan sejak mereka lahir dan terkait dengan struktur otak. Secara genetis struktur otak
memang telah terbentuk sejak lahir, tetapi bekerjanya otak itu sangat ditentukan oleh bagaimana
lingkungan berinteraksi dengan anak manusia itu. Bakat dapat diartikan pula sebagai kemampuan
bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dikembangkan. Mengacu
pada pendapat Dr. Anders Ericsson dalam buku Cambridge Handbook of Expertise and Expert
Performance, bahwa orang-orang yang diberi hadiah orang yang selalu “diciptakan” atau
“dilatih”, dan bukan dilahirkan.10

Minat belajar besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar karena minat seseorang akan
melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin
10
Meilia Ajeng and Hening Mahargiyanti, “Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Pada Siswa MTS
Muhammadiyah 07 Purbalingga Institut Agama Islam Negeri,” Skripsi, 2017.
melakukan sesuatu . Berbicara minat, seperti halnya menaruh minat terhadap bidang kesenian
maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang hal dalam bidang kesenian.

Minat adalah proses kecenderungan yang menetap dalam diri seseorang untuk memperhatikan
dan mengenang beberapa kegiatan. Seseorang yang berminat terhadap sesuatu atau beberapa
kegiatan akan memperhatikan kegiatan itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan adanya
minat pada setiap individu dalam kegiatannya itu akan membantu mereka merasakan kenyaman
dalam proses aktivitasnya, terutama bagi seorang pelajar dalam proses belajarnya. 11 Minat sendiri
itu kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada sesuatu objek atau sangat menyukai
pada sesuatu itu. Misalnya, minat terhadap pelajaran, minat terhadap olahraga, ataupun minat
terhadap pelajaran, minat terhadap olahraga, ataupun minat terhadap hobi. Dalam menjalankan
minat, ia sangat erat sekali dengan dengan pikiran dan perasaan.

c. Keterampilan Maharah

Keterampilan adalah pola kegiatan yang bertujuan, yang memerlukan manipulasi dan koordinasi
informasi yang dipelajari.12 Keterampilan ini dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
keterampilan fisik dan keterampilan intelektual. Sedangkan menurut Muhibin Syah 13
keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya
tampak dalam kegiatan jasmaniah. Keterampilan dalam berbahasa mencakup empat
keterampilan, yaitu keterampilan mendengar (maharah al-istima’), berbicara (maharah al-kalam),
membaca (maharah al-qira’ah) dan menulis (maharah al-kitabah). Keempat aspek ini menjadi
aspek penting dalam belajar bahasa Arab, karena keempat keterampilan tersebut tidak dapat
dipisahkan dan kedudukan keempat keterampilan ini sangat menunjang dalam pencapaian
keterampilan berbahasa.14 Dalam penguasaan keempat keterampilan berbahasa tersebut, sebagian
ahli bahasa berasumsi bahwa kemampuan kebahasaan seseorang hanya ditentukan oleh tingkat
penguasaan terhadap kosakata.15 Hal ini tentu relevan dengan keterampilan berbahasa sebagai
alat komunikasi harus terlebih dahulu menguasai kosakata (mufradat)

Maharah adalah masdar dari fi’il (‫ارة‬FF‫ مه‬- ‫ر‬FF‫ر – يمه‬FF‫ )مه‬yang bisa diartikan keterampilan,
ketangkasan, kecakapan, kepintaran, keahlian, ataupun kerajinan. Isim faa’il nya (‫ )ماهر‬yang
berarti orang yang pandai atau pintar.Maharah secara umum menurut kamus almaany adalah
11
Sholahuddin Majid, Syamsuddin RS, and Moch Fakhruroji, “Manajemen Strategi Pesantren Dalam
Mengembangkan Bakat Dan Minat Santri,” Tadbir : Jurnal Manajemen Dakwah 3, no. 1 (2018): 67–83,
http://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/tadbir/article/view/158.
12
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Banu Algesindo, 1987)
13
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar , (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006)
14
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI (Metode Aplikatif & Inofatif Berbasis ICT), (Surabaya: PMN, 2011), h. 43.
15
Syaiful Mustofa, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 2.
kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan ketangkasan dan keterampilan manual. Terdapat
empat keterampilan maharah sebagai berikut :

1) Keterampilan Mendengar (Maharah al-Istima’)

Istima’ merupakan kumpulan fitur bunyi yang terkandung dalam mufrodat. Keterampilan
Istima’ diarahkan pada keterampilan menyimak dengan tidak melepas konteks. Mendengar
merupakan keterampilan pertama yang dilakukan oleh seseorang dalam belajar berbahasa.
Menyimak dapat menjadi alat ukur tingkat kesulitan yang dialami oleh seseorang yang
belajar bahasa, karena dari keterampilan ini kita bisa mengetahui pemahaman dialeknya,
pola pengucapannya, struktur bahasanya dan lain sebagainya.16

2) Keterampilan Berbicara (Maharah al-Kalam)

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang paling penting dalam pembelajaran


bahasa karena keterampilan berbicara merupakan keterampilan dasar dalam mempelajari
bahasa asing. Ketrampilan ini merupakan bagian dari kemampuan berbahasa yang aktif dan
produktif.17

3) Keterampilan Membaca (Maharat al-Qira’ah)

Dalam hal pemberian butir linguistik keterampilan membaca memiliki kelebihan dari
keterampilan menyimak, karena keterampilan membaca lebih akurat dari pada keterampilan
menyimak. Seseorang yang sedang belajar keterampilan membaca bisa mendapatkan
pembelajaran dari majalah, buku, dan surat kabar yang berbahasa Arab. Dengan demikian
pembelajar akan memperoleh tambahan kosa kata dan bentuk tata bahasa dalam jumlah
banyak yang bermanfaat untuk berinteraksi secara komunikatif.18

4) Keterampilan Menulis (Maharah al-Kitabah)

Keterampilan menulis merupakan keterampilan penting dalam pembelajaran bahasa Arab.


Dengan menulis seseorang bisa mengaktualisasikan kemampuannya dan spesialisasi
keilmuannya kepada publik.19

E. METODE PENELITIAN

16
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI (Metode Aplikatif & Inofatif Berbasis ICT), (Surabaya: PMN, 2011), h. 45.
17
Abd Wahab Rosyidi & Mamlu’atul Ni’mah, Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: UIN Maliki Press, 2011), h.88.
18
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI (Metode Aplikatif & Inofatif Berbasis ICT), (Surabaya: PMN, 2011), h. 53.
19
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI (Metode Aplikatif & Inofatif Berbasis ICT), (Surabaya: PMN, 2011), h. 59.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan menggunakan pendekatan
deskriptif-kualitatif karena bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam tentang
pengembangan minat dan bakat santri melalui kegiatan maharah dan penentuan sumber data. Sumber
data dalam penelitian adalah pendiri sekaligus pemilik pondok pesantren Baitullisan yaitu Ustadz
Dr. H. Syamsul Anam, S. Ag., M. Pd. Dan Ustadzah Hj. Nur Chotimah, S. Ag.

Adapun teknik pengumpulandata pada penelitian ini dilakuan dengan cara:

a. Teknik observasi, yaitu mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan
pencatatan gejolak-gejolak yang tampak pada objek penelitian yang pelaksanaannya
langsung kepada tempat di mana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi. 20
b. Teknik wawancara (interview), adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan orang
yang diwawancarai informan (informan), dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide).21
c. Teknik dokumentasi, teknik dokumentasi yaitu teknik yang digunakan penulis untuk
memperoleh data dengan cara menggali kumpulan data verbal, baik yang berbentuk tulisan
atau tidak.22 Metode ini digunakan untuk memperoleh data – data di pondok pesantren
Baitullisan, kegitan – kegitan yang di laksanakan rutin di pondok pesantren Baitullisan, serta
hal lain yang dibutukan untuk menunjang dan mempermudah peneliti mendapatkan data.

F. HASIL PENELITIAN
a) Sejarah Pondok Pesantren Baitullisan

Pondok Pesantren Baitullisan didirikan oleh Ustadz Dr. H. Syamsul Anam, S. Ag., M.
Pd. Dan Ustadzah Hj. Nur Chotimah, S. Ag. Berdirinya pondok pesantren Baitullisan ini
berawal dari angan-angan pendiri semenjak kuliah. Beliau bercita-cita ingin mempunyai
lembaga sendiri. Beliau tidak hanya mengejar kebahagiaan dunia akan tetapi akhirat juga.
Menurut beliau jika mempunyai lembaga sendiri maka tidak akan pernah pensiun, tapi
jika menjadi PNS maka setelah beberapa tahun akan pensiun. Setelah menikah pendiri
pondok pesantren ini bahkan bercita-cita ingin membangun yayasan yatim piatu di
Banyuwangi. Pada saat itu sang suami mendapatkan surat keterangan menajdi PNS di

20
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hlm 100.
21
Burhan Mungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2001), hlm 108.
22
Koentoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1991), hlm. 256.
salah satu Universitas yang ada di Malang dan Gorontalo, namun semua itu ditolak
karena terhalanga oleh restu orang tua. Dengan demikian akhirnya sang suami ini
mendaftar di salah satu Universitas yang ada di Jember dan akhirnya diterima. Maka dari
itu sepasang suami istri ini pindah ke Jember dan membangun rumah di Perumahan Tegal
Besar I, Jember. Disana sepasang suami istri ini juga mengajar TPQ secara gratis tanpa
memungut biaya apapun. Mereka memanfaatkan sebuah musholla yang tidak terawat
untuk dijadikan temapt untuk mengajar TPQ. Sebelum pindah ke Jember, sepasang suami
istri ini pulang kampung yaitu ke Banyuwangi. Disana mereka juga mengajar TPQ. Sang
suami setelah magrib mengajar kitab. Dan juga membuka lembaga Taman Kanak-Kanak
dengan gratis. Namun seiring berjalannya waktu lembaga Taman kanak-Kanak ini
merosot karena tersaingi oleh lembaga lain. Namun tidak membuat sepasang suami istri
ini putus asa.

Pada tahun 2012 sepasang suami istri ini berencana untuk membeli tanah di
pinggir Masjid yang ada di Perum Kodam Brawijaya V, Mangli, Jember yang bernama
Masjid Agung “Darul Firdaus Al Mubarak”, namun gagal dikarenakan tanahnya sempit.
Dan pada akhirnya di awal tahun 2019 kembali membeli tanah tepatnya di Perumahan
Kodam Brawijaya V, Mangli, Kaliwates, Jember. Pondok pesantren ini letaknya
dikelilingi oleh dua perumahan yaitu Perumahan Mangli Indah Permai dan Perumahan
Puri Kartika. Pondok pesantren Baitullisan dibangun pada awal tahun 2019 yaitu bulan
Januari. Dan membuka pendaftaran santri baru pada tanggal 22 Oktober 2019 yaitu
bertepatan dengan Hari Santri Nasional. Pada awal membuka pendafataran santri pondok
pesantren Baitullisan ini hanya satu anak. Namun dengan berjalannya waktu semakin
lama semakin bertambah dan sekarang jumlah santrinya sekitar kurang lebih 50 santri.

Sejarah nama pondok pesatren Baitullisan, terdiri dari dua kata yaitu kata Baitul
dan Lisan. Dimana baitul artinya rumah dan lisan asrtinya bahasa. Jadi Baitullisan ini
berarti rumah bahasa. Pondok pesantren ini dinamakan Baitullisan karena pendirinya
pada saat kuliah sama-sama jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Dan pondok pesantren ini
menekankan untuk berbicara dengan bahasa arab setiap harinya walaupun sedikit.

b) Profil Pendiri Pondok Pesantren Baitullisan


Pondok Pesantren BAITULLISAN didirikan oleh Ustadz Dr. H. Syamsul Anam, S.Ag.,
M.Pd. dan Ustadzah Hj. Nur Chotimah, S.Ag. Dr. H. Syamsul Anam, S.Ag., M.Pd.
adalah Alumni Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyiin Paculgowang Jombang sejak MI
beliau belajar di sana dan beliau juga alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Beliau adalah Dosen Pascasarjana dan saat ini sebagai Kaprodi S2 PBA UIN KHAS
Jember. Sedangkan Ustadzah Hj. Nur Chotimah adalah sarjana Pendidikan Bahasa Arab
IAIN Malang dan alumni Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono Malang. Sedangkan
saat sekolah di MTsN Banyuwangi nyantri juga di Pondok Pesantren Hj. Hilmiyah
Penataban Banyuwangi.

c) Keterampilan Maharatul di Pondok Pensantren Baitullisan

Dalam pondok pesantren Baitullisan, sesuai dengan namanya pondok ini menerapkakan kegiatan
atau keterampilan dalam berbahasa. Kegiatan yang diterapkankan pada pondok ini diantaranya :

1. Maharatul Kalam, berkaitan dengan berbicara. Seperti belajar kitab muhawarah


yang di dalamnya berisi percakapan bahasa arab sehari-hari. Dengan belajar
kitab muhawarah maka sedikit demi sedikit akan terbiasa berbicara dengan
menggunakan bahasa arab.
2. Maharatul Qiro’ah, berkaitan dengan kemampuan membaca dari majalah, buku,
dan surat kabar yang berbahasa Arab.
3. Maharatul Istima’, berkaitan dengan pendengaran. Maksudnya biasa
mendengarkan mufrodat bahasa arab dengan berbicara sehari-hari menggunakan
bahasa arab.
4. Maharatul Kitabah, berkaitan dengan menulis bahasa arab. Melatih

Dalam pondok pesantren Baitullisan juga terdapat beberapa fasilitas yang menunjang proses
pembelajaran santri diantaranya :

1. Musholla
2. Ruang Belajar
3. Kamar tidur (perkamar isi 4 orang)
4. Free WiFi
5. Kasur
6. Almari
7. Parkiran luas
8. Kipas Angin
9. Air Arthesis (dengan kedalaman sumber 230 m) dan bisa langsung diminum
10. Dapur

d) Kegiatan-Kegiatan Di Pondok Pesantren Baitullisan

Selain kegiatan atau terampilan maharatul yang diterapkan pada pondok pesantren
Bailtullisan ini juga terdapat beberapa kegitan lainnya diantaranya:

1. Membaca Wirdul Lathif

Wirdul Lathif ini dibaca pada jam 03.00 WIB. Sebelum sholat subuh berjamaah para santri
bangun jam 03.00 WIB untuk melaksanakan sholat tahajjud dan membaca wirdul lathif
secara bersama-sama. Pembaca wirdul lathif ini dibaca setiap hari. Karena pesan dari
pengasuh yaitu jika mengamalkan membaca wirdul lathif setiap hari maka kita akan dijaga
dari kejahatan dalam bentuk apapun.

Nama al-Wirdul Lathif memiliki arti “wirid yang ringan”. Wirid ini disusun oleh
salah satu Wali Quthub di zamannya, yakni Al-Imam al-Habib Abdullah bin ‘Alawi
al-Haddad. Beliau juga merupakan penyusun wirid Ratib al-Haddad. Wirid ini
dinamakan dengan “al-Wirdul Lathif” (wirid yang ringan) sebab isi dzikir dalam
wirid ini cenderung pendek dan ringkas, berbeda dengan pembandingnya, yakni al-
Wirdul Kabir (wirid yang agung) yang juga dikenal dengan nama Miftah as-Sa’adah
wa al-Falah yang isi dzikirnya cenderung panjang dan banyak.

Begitu besarnya keutamaan membaca al-Wirdul Lathif ini sampai-sampai para


ulama mengarang kitab tersendiri dalam menjelaskan keutamaan membaca wirid ini.
Kitab tersebut di antaranya adalah al-Wardu al-Qathif min Fadhaili al-Wirdul Lathif
yang di dalamnya menjelaskan pijakan dalil dan keutamaan dzikir-dzikir yang
terdapat dalam al-Wirdul Lathif. Kitab lainnya yang menjelaskan tentang al-Wirdul
Lathif adalah Mursyid adz-Dzarif ila Fawaid al-Wirdil Lathif dan al-Maqshad al-
Munif bi Dzikri Maraji’ Wirdhil Lathif. Banyaknya ulama yang memberi ulasan
dan penjelasan tentang al-Wirdul Lathif ini tentunya menunjukkan bahwa wirid ini
merupakan wirid yang besar keutamaannya dan benar-benar dapat menentramkan
hati pada saat membacanya.

2. Shalat Fardu Berjamaah

Shalat fardu yaitu shalat 5 waktu di Pondok Pesantren Baitullisan diwajibkan untuk
dilaksanakan secara berjamaah, kecuali yang sedang ada jam kuliah. Karena Pondok
Pesantren ini merupakan pondok mahasiswa. Shalat berjamaah di pondok pesantren
ini diwajibkan karena pahalanya lebih besar. Dan juga untuk melatih kedisiplinan
santri dala melaksanakan shalat tepat waktu.

3. Membaca Rotibul Haddad

Pembacaan Rotibul Haddad ini dilaksanakan secara bersama-sama pada jam 16.30
WIB.

4. Muroja’ah Juz 30

Di pondok pesantren Baitullisan setiap santrinya wajib hafal juz 30. Hafalannya
dilaksanakan secara bertahap, boleh per hari satu ayat, dan boleh juga satu minggu
satu surah. Hal ini juga untuk kepentingan kampus UIN KHAS Jember terutama
fakultas tarbiyah yang mewajibkan hafal juz 30. Dan ini dilakukan pada malam senin
dan rabu setelah sholat magrib.

5. Program Tahfidz
6. Membaca Nadzom Amstilati, Roksun Sirah, dan Maqsud

Pembacaan Nadzom Amstilati, Roksun Sirah, dan Maqsud dilaksanakan secara


bergantian setelah sholat magrib. Untuk nadzom maqsud dilaksanakan setelah sholat
magrib pada malam selasa. Dan nadzom amtsilati dibaca pada malam kamis dan
sabtu. Sedangkan untuk nadzom roksun sirah dibaca pada malam ahad.

7. Diniyah
Kegiatan diniyah ini dilakukan setelah sholat isya’ berjamaah. Adapun beberapa
kegiatan diniyah antara lain:

a. Qiro’ah
Qiro’ah dilakukan pada malam senin bersama Ustadz Suyono.
b. Pembacaan Shalawat Burdah dan Mudoriyah
Pembacaan Shalawat Burdah dilakukan pada malam selasa yang dilaksanakan
oleh semua santri kemudian dilanjutkan dengan membaca sholawat
mudhoriyah.
c. Muhawarah
Muhawarah ini dilaksanakan pada malam rabu bersama Ustadzah Hj. Nur
Chotimah, S. Ag. Yang merupakan pendiri pondok pesantren Baitullisan. Kitab
muhawarah ini berisi percakapan sehari-hari dengan menggunakan bahasa
arab. Hal ini bertujuan untuk melatih santri terbiasa berbicara dengan bahasa
arab.
d. Tahassus Bahasa Arab
Kegiatan ini dilakukan pada malam kamis bersama dengan Ustadz Dr. H.
Syamsul Anam, S.Ag., M.Pd. yang merupakan pendiri pondok pesantren
Baitullisan. Pada kegiatan ini santri belajar “Uslub” yaitu gaya bahasa. Hal ini
bertujuan untuk melatih santri menulis dan menyusun teks bahasa arab.
e. Istigosah dan Pembacaan Sholawat Nariyah
Kegiatan ini dilakukan pada malam jum’at secara bersama-sama dan dipimpin
oleh Ustadz Dr. H. Syamsul Anam, S.Ag., M.Pd. Hal ini bertujuan untuk lebih
mendekatkan lagi kepada Sang Maha Kuasa Allah swt.
f. Amtsilati
Kegiatan ini dilakukan pada malam sabtu bersama dengan Ustadz Rudi. Dalma
kegiatan ini santri diajarkan tentang tata cara pembacaan kitab kuning. Di
pondok pesantren Baitullisan santri belajar Kitab amtsilati mulai dari jilid 1
sampai 5.
g. Tadribul Khitobah
Kegiatan ini dilakukan pada malam ahad. Yang bertugas setiap malam ahad
bergantian sesuai giliran para santri. Kegiatan ini melatih untuk membiasakan
santri ceramah di depan umum. Kegaitan ini terdiri dari MC dengan
menggunakan bahasa arab, qiro’ah, khitobah, dan do’a.

G. KESIMPULAN
H. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai