Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesantren merupakan salah satu solusi dari yang terjadi pada masyarakat
Indonesia saat ini yang memiliki kepribadian yang tidak mencerminkan nilai-nilai
pancasila dan nilai-nilai religius, seperti banyak oknum yang terjerat kasus seperti
korupsi, kejahatan asusila, kriminalitas, dan bahkan pembunuhan. Padahal mereka
berpendidikan tinggi mulai dari yang bergelar sarjana hingga yang bergelar
profesor, banyak oknum yang menjadikan agama sebagai tameng untuk tindakan
penyalahgunaan wewenang sehingga dapat dikatakan mereka semua tidak mampu
mengamalkan nili-nilai pendidikan dan nilia-nilai reiligius dalam kehidupan
sehari-hari sehingga oknum-oknum tersebut terjerat kasus-kasus penyalahgunaan
wewenang, korupsi, dan tindakan kriminalitas.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang banyak jumlahnya dan
penyebaranya yang sangat luas hingga pelosok tanah airtelah banyak berperan
dalam pembentukan masyarakat yang religius dan berkepribadian. Tujuan awal
pendidikan pesantren tidak semata-mata memperkaya pikiran santri, tetapi juga
memperbaiki moral, menumbuhkan semangat, menghargai nilai-nilai spiritual,
nilai-nilai kemanusiaan, mengajarkan tingkah laku jujur, mengajarkan tingkah
laku hidup sederhana serta bersih hati.
Dalam rangka membangun masyarakat untuk memperkokoh kepribadian
bangsa dalam menghadapi era modern, keberadaan pesantren sebagai lembaga
pendidikan juga sebagai lembaga masyarakat islam indonesia sehingga pesantren
dapat berkembang bersama masyarakat selama berabad-abad. Oleh karena itu,
keberadaan pesantren dapat diterima dengan baik oleh masyarakat hingga saat ini
(Hakim, habibil;2009).
Konsep pendidikan pesantren diharapkan mampu menjadi alternatif solusi dari
upaya pembentukan kepribadian masyarakat yang bernilai pancasila dan religius
melalui penguatan nilai-nilai yang terdapat dalam pesantren.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran strategis pesantren dalam pembentukan kepribadian masyarakat
indonesia?
2. Bagaimana penerapan nilai-nilai pesantren dalam lingkungan keluarga sebagai
lembaga pendidikan pertama?

1.3 Tujuan
1. Untuk memaparkan peran strategis pesantren dalam pembentukan kepribadian
masyarakat indonesia.
2. Untuk memaparkan penerapan nilai-nilai pesantren dalam lingkungan keluarga
sebagai lembaga pendidikan pertama.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Strategis Pesantren dalam Pembentukan Kepribadian Masyarakat Indonesia


Pesantren merupakan nama sebuah lembaga pendidikan yang sudah tidak
asing lagi ditelinga masyarakat indonesia, lembaga ini telah lama menjadi
lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa.
Banyaknya jumlah pesantren di indonesia serta besarnya jumlah santri menjadikan
lmbaga ini layak diperhitungkan dalam kontribusinya dalam pembangunan
bangsa utamanya bidang pendidikan dan moral.
Keberadaan pesantren sudah sangat lama bahkan keberadaanya terlebih
dahulu ada dibanding masuknya islam di indonesia membuat eksistensi lembaga
ini begitu mudahnya mendapat ruang di hati masyarakat (Brugmans;2010).
Terkenal bukan hanya nama, tokoh dan eksistensinya saja, bahkan model serta
metode dalam pembentukan kepribadian telah menjadi rujukan bagi peneliti-
peneliti dalam dan luar negeri.
Pondok pesantren menurut sejarah akar berdirinya di Indonesia, ditemukan
dua pendapat. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pondok pesantren
berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. pondok pesantren
mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum
sufi; Kedua, pondok pesantren yang dikenal sekarang pada awalnya merupakan
penyesuaian dari sistem pondok pesantren yang diadakan masyarakat Hindu di
Nusantara (Kemenag, 2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren adalah tempat snatri
atau murid-murid belajar, mengaji, dsb ; pondok. Pesantren juga dapat dipahami
sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama. Pesantren berasal dari kata
santri, kata santri berasal dari kata Cantrik (Bahasa sansekerta) yang berarti orang
yang selalu mengikuti guru, istilah ini juga ada dalam bahasa Tamil yang berarti
guru mengaji.
Sedang menurut C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari
istilah Shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci
agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Juga dapat
diartikan sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka
menolong) sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-
baik.
Menurut Nurcholis Madjid asal usl kata santri dapat dilihat dari 2
pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa santri berasal dari kata
sastri (Bahasa Sansekerta) yang artinya melek huruf, pendapat ini didasarkan atas
kaum snatri kelas literary bagi orang jawa yang berusaha mendalami agama
melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa arab. Kedua, bahwa santri berasal
dari bahasa jawa cantrik berarti selalu mengikuti seorang guru kemanapun pergi.
Mastuhu memberikan batasan pengertian bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam yang mempelajari, memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Soegarda Poerbakatwatja dikutip oleh Haidar Putra Daulay mengatakan
bahwa pesantren berasal dari kata santri yaitu seorang yang belajar agama Islam
sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul
untuk belajar agama Islam.
Lembaga Research Islam (Pondok Pesantren Luhur) mendefinisikan
pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima
pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat
tinggalnya.
Sudjoko Prasojdo mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan
pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklisikal dimana seorang kyai atau
ustad mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab
yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama’ abad pertengahan dan para santri
umumnya tinggal di asrama pesantren tersebut.
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian pesantren dapat diambil
kesimpulan bahwa pengertian pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan
keagamaan yang berusaha melestarikan, mengajarkan dan menyebarkan agama
Islam serta melatih para santri untuk siap dan mampu mandiri dalam
bermasyarakat. Juga dapat ditarik kesimpulan sebagai tempat dimana para santri
belajar pada seorang kyai untuk memperoleh dan memperdalam ilmu agama yang
diharapkan nantinya menjadi bekal bagi santri dalam menghadapi kehidupan
dunia maupun akhirat.
Dari yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini yang memiliki
kepribadian yang tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai religius,
seperti banyak diberitakan di berbagai media massa oknum yang terjerat kasus
seperti korupsi, kejahatan asusila, kriminalitas, dan bahkan pembunuhan. Padahal
mereka berpendidikan tinggi mulai dari yang bergelar sarjana hingga yang
bergelar profesor, banyak oknum yang menjadikan agama sebagai tameng untuk
tindakan penyalahgunaan wewenang sehingga dapat dikatakan mereka semua
tidak mampu mengamalkan nili-nilai pendidikan dan nilia-nilai reiligius dalam
kehidupan sehari-hari sehingga oknum-oknum tersebut terjerat kasus-kasus
penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan tindakan kriminalitas.
Fenomena-fenomena tersebut seharusnya mampu menyadarkan kita bahwa
kita sebagai masyarakat yang memiliki banyak tatanan norma, adab dan juga
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan ajaran agama bukanlah jaminan
akan tercipta kondisi dan kepribadian jiwa masyarakat yang sesuai dengan tatanan
norma, adab dan juga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan ajaran
agama.
Di tengah dinamika sistem kehidupan dunia yang mulai meninggalkan
nilai-nilai moral dan pranata sosial, tampak jelas geliat lembaga-lembaga
pendidikan Islam khususnya pesantren menyiapkan peserta didiknya menjadi
manusia yang tidak saja memiliki kompetensi keilmuan dan life skill yang
memadahi, namun juga menjunjung tinggi aspek moral sebagai landasan berpijak.
Pesantren adalah tempat dimana calon-calon pengemban amanah negara tumbuh
dan belajar membekali diri dengan menyeimbangkan kebutuhan material dan
spiritual untuk menyongsong masa depan. Kekuatan elit pesantren tidak diragukan
lagi sebagai bagian integral dari kelompok agent of change diharapkan mampu
memberikan kontribusi bagi pencerahan masyarakat.
Berdasarkan fakta-fakta historis, sangat sulit dipungkiri keterlibatan
pondok pesantren dalam membentuk dan mencerdaskan bangsa Indonesia. Namun
perkembangan tatanan serta keadaan politik dan sistem pendidikan di Indonesia
telah sedikit banyak mengkaburkan peran tersebut sehingga seakan-akan pondok
pesantren tidak memiliki kontribusi yang memadai bagi lahirnya Indonesia
sebagai sebuah bangsa dan negara yang berdaulat serta berketuhanan.
Dalam historis pendidikan di Indonesia, pesantren termasuk lembaga
pendidikan yang ada dalam sejarah perjuangan dan pembangunan bangsa,
pesantren sudah banyak memberikan kontribusi nyata dalam melahirkan
pemimpin yang berkarakter kuat, militan, penuh integritas, gigih, visioner,
pantang menyerah dan ikhlas dalam berjuang. Kontribusi tersebut tidak berhenti
pada masa perjuangan bangsa, melainkan hingga dewasa ini, pimpinan institusi
tertinggi negara banyak yang dipimpin oleh tokoh nasional dengan latar belakang
pesantren.
Pondok pesantren sebagai satuan pendidikan luar sekolah merupakan
bagian dari sistem pendidikan nasional. Sitem pendidikan mengandung beberapa
subsistem yang saling berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondok pesantren
apabila dijadikan sebagai sistem pendidikan, maka harus memiliki subsistem
tersebut. Kafrawi (1978) mengungkapkan bahwa pesantren merupakan salah satu
lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia dan salah satu bentuk kebudayaan
asli bangsa Indonesia. Lembaga dengan pola Kiai, Santri, Asrama dan
Masjid/Surau telah dikenal tidak hanya dalam bidang keagamaan saja tetapi juga
dalam kisah dan cerita rakyat maupun sastra klasik Indonesia, khususnya di Pulau
Jawa.
Dalam praktiknya, di samping menyelenggarakan kegiatan pengajaran,
pesantren juga sangat memperhatikan pembinaan pribadi melalui penanaman tata
nilai dan kebiasaan di lingkungan pesantren. Kafrawi (1978) mengemukakan
bahwa hal tersebut pada umumnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu lingkungan
(sistem asrama/hidup bersama), perilaku Kiai sebagai central figure dan
pengamalan kandungan kitab-kitab yang dipelajari.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pergeseran paradigma pembangunan pendidikan, pesantren kini digiring untuk
dilengkapi dengan pendidikan formal, sehingga pesantren di samping
menyelenggarakan pendidikan non formal (madrasah diniyah, ngaji sorogan
dan bandongan) juga menyelenggarakan pendidikan formal (SD, SMP, SMA dan
bahkan sampai Universitas).
2.2 Penerapan Nilai-Nilai Pesantren dalam Lingkungan Keluarga Sebagai Lembaga
Pendidikan Pertama
Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama dalam lingkungan
pendidikan, keluarga juga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial) dan
keluarga merupakan tempat atau sarana menyediakan situasi belajar.
Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa pendidikan keluarga adalah
yang pertama dan utama. Pertama, maksudnya bahwa kehadiran anak di dunia ini
disebabkan hubungan kedua eksistensi anak untuk menjadikannyakelek sebagai
seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang
tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama, maksudnya adalah bahwa orang tua bertanggung jawab
pada pendidikan anak. Hal ini memberikan pengertian bahwa seorang anak di
lahirkan dalam kondisi yang tak berdaya, keadaan penuh ketergantungan dengan
orang lain, tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya
sendiri. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan meja lilin berwarna putih (a sheet of
white paper avoid of all characters) atau yang lebih dikenal dengan istilah
Tabularasa. Tabularasa adalah sebuah teori yang di kemukakan oleh John Lock
seirang tokoh aliran Empirisme, yang menyatakan bahwa anak lahir dalam
keadaan suci bagai meja lilin warna putih. Maka lingkunganlah yang akan
menentukan keman aanak itu dewasa. Dengan demikian menunjukan bahwa
kehidupan seorang anak pada saat itu benar – benar tergantung kepada orang tua
nya. Oleh karena itu, orang tua wajib memberikan pendidikan pada anaknya dan
yang paling utama dimana hubungan orang tua dengan anaknya bersifat alami dan
kodrati.
Sebagai satu kesatuan hidup bersama (system social), keluarga terdiri dari
ayah, ibu dan anak. Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat
persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplin, tingkah
laku yang baik serta pengakuan akan kewibawaan. Sementara itu, yang berkenan
dengan keuarga menyediakan situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak-
anak sangat tergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya
maupun kemampuan intelektual, sosial dan moral. Bayi dan anak belajar
menerima dan meniru apa yang di ajarkan oleh orang tua.
Beberapa peranan penting keluarga sebagai fungsi pendidikan dalam
membentuk pandangan hidup seseorang meliputi pendidikan berupa pembinaan
akidah dan akhlak, keilmuandan atau intelektual dan kreativitas yang mereka
miliki serta kehidupan pribadi dan sosial yang jika dikaitkan dengan nilai-nilai
dalam pesantren memiliki hubungan yang selaras.
1. Pembinaan Intelektual
Pembinaan intelektual dalam kehidupan memegang peranan
penting dalam upaya meningkatkan kualitas manusia, baik intelektual,
spiritual maupun sosial. Karena manusia yang berkualitas akan mendapat
derajat yang tinggi. Dengan adanya pendidikan melalui pembinaan
intelektual maka kehidupan dalam keluarga dapat berjalan secara logis dan
benar.
Hal ini selaras fengan nilai-nilai utama pendidikan dalam pesantren
yakni menciptakan, membina dan membimbing seseorang yang cerdas dan
berwawasan terutama wawasan keagamaan atau kecerdasan religius.
2. Pembinaan Akidah dan Akhlak
Mengingat akidah dan akhlak dalam hal ini lebih dominan
perananya untuk diajarkan kepada seorang anak dengan dasar-dasar
keimanan, sejak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu, maka
seorang tokoh terkemuka yaiu al-Ghazali memberikan beberapa metode
pendidikan dalam rangka menanamkan akidah dan keimanan yaitu dengan
cara memberikan pemahaman lewat hafalan.
Sebab proses pemahaman diawali dengan hafalan terlebih dahulu.
Ketika mau menghafalkan dan kemudian memahaminya, akan tumbuh
dalam dirinya sebuah keyakinan dan pada akhirnya membenarkan apa
yang diayakini. Inilah proses yang dialami anak pada umumnya.
Akidah adalah bentuk penyaksian dari sebuah keimanan atas
keesaan Tuhan. Sedangkan Akhlak adalah implementasi dari iman dalam
segala bentuk perilaku, pendidikan dan pembinaan akhlak anak. Dalam
keluarga pendidikan yang berupa pembinaan akidah dan akhlak
dilaksanakan dengan memberi contoh dan teladan dari orang tua
3. Pembinaan Kepribadian dan Sosial
Pembentukan kepribadian terjadi melalui proses yang panjang.
Proses pembentukan kepribadian ini akan menjadi lebih baik apabila
dilakukan mulai pembentukan produksi serta reproduksi nalar tabiat jiwa
dan pengaruh yang melatar belakanginya.
Mengingat hal ini sangat berkaitan dengan pengetahuan yang
bersifat menjaga emosional diri dan jiwa seseorang. Dalam hal yang baik
ini adanya kewajiban orang tua untuk menanamkan pentingnya memberi
support kepribadian yang baik bagi anak didik yang relative masih muda
dan belum mengenal pentingnya arti kehidupan berbuat baik, hal ini cocok
dilakukan pada anak sejak dini agar terbiasa berprilaku sopan santun
dalam bersosial dengan sesamanya. Untuk memulainya, orang tua bisa
dengan mengajarkan agar dapat berbakti kepada orang tua agar kelak anak
dapat menghormati orang yang lebih tua darinya.
Disamping itu, dalam pembinaan kepribadian dan sosial tersebut
akan menciptakan fungsi pendidikan yang bersifat kultural, sehingga
budaya dan adat yang dipegang dalam kelurga dapat tetap lestari dan
terjaga.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh
harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat
4. Menjamin Kehidupan Emosional Anak
Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang diliputi rasa
cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tenteram,
suasana percayai. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan
emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau
dapat berkembang dengan baik, hal ini di karenakan adanya hubungan
darah antara pendidik dengan anak didik, dan karena hubungan tadi
didasarkan atas rasa cinta kasih sayang murni.
Kehidupan emosional ini merupakan salah satu faktor yang
terpenting di dalam perkembangan pribadi seseorang. Berdasarkan
penelitian, terbukti adanya kelainan – kelainan di dalam perkembangan
pribadi individu yang disebabkan oleh kurang perkembangannya individu
yang disebabkan oeh kurang perkembangannya kehidupan emosional ini
secara wajar antara lain sebagai berikut : anak-anak yang sejak kecil di
pelihara dirumah yatim piatu, panti asuhan, atau di rumah sakit, banyak
mengalami kelainan-kelainan jiwa seperti menjadi seorang anak yang
pemalu, agresif dan lain – lain yang pada mulanya di sebabkan kurang
terpenuhinya rasa kasih sayang, yang sebenarnya merupakan bagian dari
emosional anak.
Banyaknya terjadi tindak kejahatan atau kriminal, dari penelitian
menunjukkan, bahwa tumbuhnya kejahatan tersebut karena kurangnya
kasih rasa kasih sayang yang diperoleh anak dari orang
tuanya.penyebabnya kesibukan orang tua,Susana yang tidak religious,
broken home dan sebagainya.
5. Menjamin Dasar Pendidikan Moral
Di dalam keluarga juga merupakan perana utama dasar – dasar
moral bagi anak, yang biasanya tercemin dalam sikap dan perilaku orang
tua sebagai teladan yang dapat di contoh anak. Dalam hubungan ini Ki
Hajar Dewantara menyatakan bahwa: “rasa cinta, rasa bersatu dan lain –
lain perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah
untuk berlangsungnya pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup
keluarga dalam sifat yangkuat dan murni, sehingga tak dapat pusat – pusat
pendidikan lainnya yang menyamainya”.
Memang biasanya tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan di
tiru oleh anak, teladan ini melahirkan gejala identifikasi positif, yakni
penyamaan diri dengan orang yang di tiru, dan hal ini penting sekali dalam
rangaka pembentukan kepribadian.
Segala nilai yang di kenal anak akan melekat pada orang – orang
yang di senangi dan di kaguminya, dan dengan melalui inilah salah satu
proses yang di tempuh anak dalam mengenai nilai.
6. Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Di dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat
penting dalam peetakan dasar – dasar pendidikan social anak. Sebab pada
dasarnya keluarga merupakan lembaga social resmi yang minimal terdiri
dari ayah, ibu dan anak.
Perkembangan benih – benih kesadaran social pada anak – anak
dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang
penuh rasa tolong menolong ,gotong royong secara kekeluargaan,
menolong saudara atau tetanga yang sakit, bersama – sama menjaga
ketertiban, kedamaian,kebersihan dan keserasian dalam segala hal.
7. Peletakan Dasar – Dasar Keagamaan
Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama,
disamping sangat menentukan dalam menanamkan dasar – dasar moral,
yang tak kalah pentingnya adalah berperan besar dalam proses internalisasi
dan transpormasi nilai – nilai keagamaan ke dalam pribadi anak.
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk
meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi
dalam keluarga. Anak – anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke masjid
bersama – sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau
ceramah – ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar sekali
pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Keyataan membuktikan, bahwa
anak semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal – hal yang
berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak pernah pergi bersama orang
tua ke masjid atau tempat ibadah untuk melaksanakan ibadah,
mendengarkan khutbah atau ceramah – ceramah dan sebagainya, maka
setelah dewasa mereka itupun tidak ada perhatian terhadap hidup
keagamaan. Kehidupan dalam keuarga hendaknya memberikan kondisi
kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.
Sangat wajar dan logis jika tanggungjawab pendidikan terletak di tangan
kedua orang tua dan tidak bisa dipikulkan kepada orang lain karena dia adalah
darah dagingnya, kecuali berbagai keterbatasan kedua orang tua ini. Maka
sebagian tanggung jawab pendidikan dapat dilimpahkan kepada orang lain, yaitu
melalui sekolah.
Dengan peranan orang tua sebagai lembaga pendidikan pertama yang
diharapkan mampu menerapkan nilai-nilai dalam pendidikan di pesantren dan
mampu menjadi tahap awal pembangunan kepribadian bangsa.

Anda mungkin juga menyukai