Anda di halaman 1dari 15

Oleh: TIM BDK DENPASAR

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pondok pesantren yang melembaga di masyarakat, terutama di pedesaan


merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Awal kehadiran
pondok pesantren bersifat tradisional untuk mendalami ilmu-ilmu agama Islam sebagai
pedoman hidup (tafaqquh fi al-din) dengan menekankan pentingnya moral dalam
bermasyarakat (Mastuhu,1994). Munculnya pesantren di Indonesia diperkirakan
sejak 300-400 tahun yang lalu dan menjangkau hampir di seluruh lapisan masyarakat
muslim (Agama, 1984/1985), terutama di jawa. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama,
tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama
tersebut. Karena keunikannya itu, C. Geertz demikian juga Abdurrahman Wahid
menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa).

Pada zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-


pribumi. Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat dirasakan oleh masyarakat.
Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, selain pembentukan kader-kader
ulama dan pengembangan keilmuan Islam, juga merupakan gerakan-gerakan protes
terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Protes tersebut selalu dimotori dari dan
oleh kaum santri. Setidaknya dapat disebutkanya misalnya; pemberontakan petani di
Cilegon-Banten 1888(Kartodirjo, 1993); Jihad Aceh 1873 (Kartodirjo, 1993, pp. 250-
252); gerakan yang dimotori oleh H. Ahmad Ripangi Kalisalak 1786-1875 dan yang
lainnya merupakan fakta yang tidak dapat dibantah bahwa pesantren mempunyai
peran yang cukup besar dalam perjalanan sejarah Islam di Indonesia (Steenbrink,
1994).

Setelah kemerdekaan negara Indonesia, terutama sejak transisi ke Orde Baru


dan ketika pertumbuhan ekonomi betul-betul naik tajam, pendidikan pesantren
menjadi semakin terstruktur dan kurikulum pesantren menjadi lebih tetap. Misalnya,
selain kurikulum agama, pesantren juga menawarkan mata pelajaran umum dengan

1
menggunakan kurikulum ganda, yaitu kurikulum Kemendiknas dan kurikulum
Kemenag. Meskipun demikian, karena otoritas pesantren ada pada kyai, seringkali
pesantren juga membuat kurikulum sendiri sebagai tambahan dari materi kurikulum
Kemendiknas dan Kemenag, karena dianggap kedua kurikulum tersebut belum
mengakomodir semangat institusi pesantren tersebut.

Proses pengembangan dunia pesantren selain menjadi tanggung jawab internal


pesantren, juga harus didukung oleh pemerintah secara serius sebagai proses
pembangunan manusia seutuhnya. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta
pesantren dalam proses pembangunan di era otonomi daerah merupakan langkah
strategis dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional terutama sektor
pendidikan. Terlebih, dalam kondisi bangsa yang tengah mengalami krisis (degradasi)
moral. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan
mengembangkan nilai-nilai moral menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit
moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih
bernilai dan bermakna. Seiring dengan keinginan yang luhur dalam membina dan
mengembangkan masyarakat, dengan kemandiriannya, pesantren secara terus
menerus melakukan upaya pengembangan dan penguatan diri. Walaupun terlihat
berjalan secara lamban, kemandirian yang didukung keyakinan yang kuat, ternyata
pesantren mampu mengembangkan kelembagaan dan eksistensi dirinya secara
berkelanjutan.

Eksistensi Pesantren ternyata sampai hari ini, ditengah tengah deru


modernisasi, pesantren tetap bisa bertahan (survive) dengan identitasnya sendiri.
Bahkan akhir-akhir ini para pengamat dan praktisi pendidikan dikejutkan dengan
tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pedidikan pondok pesantren di tanah
air ini. Pertumbuhan pesantren yang semula rural based institution menjadi juga
Lembaga pendidikan urban, bermunculan juga di kota-kota besar. Di samping banyak
juga pendidikan umum yang mengadopsi aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan
pesantren seperti yang di lakukan oleh SMU Madania di Parung, SMU Insan
Cendekia-nya BPPT (sekarang MA Unggulan-nya Kementerian Agama RI) di
Serpong, Assalam di Surakarta, ketiganya mengadopsi sistem asrama dengan

2
menyebutnya boarding school. Sistem”boarding” tentu saja merupakan salah satu
karakteristik dasar sistem Pendidikan Pesantren. Ada beberapa nilai fundamental
pendidikan pesantren yang selama ini jarang dipandang oleh kalangan yang
menganggap dirinya modern, antara lain: (1) komitmen untuk tafaquh fi addin, nilai-
nilai untuk teguh terhadap konsep dan ajaran agama; (2) pendidikan sepanjang waktu
(fullday school); (3) pendidikan integratif dengan mengkolaborasikan antara
pendidikan formal dan nonformal pendidikan seutuhnya, teks dan kontekstual atau
teoritis dan praktis; (4) adanya keragaman, kebebasan, kemandirian dan
tanggungjawab; (5) dalam pesantren diajarkan bagaimana hidup bermasyarakat.

B. Diskripsi Singkat

Mata pelatihan ini membahas peraturan perundang-undangan pondok


pesatren, urgensi peraturan Pondok Pesantren, perkembangan peraturan Perundang
undangan Pondok Pesantren, dan analisis pelaksanaan perundangan-undangan
Pondok Pesantren.

C. Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu menganalisis


peraturan perundang-undangan Pondok Pesantren

D. Indikator
Setelah mengikuti pelatihan peserta dapat:
1. Menjelaskan pengertian perturan Perundang-undangan Pondok Pesantren
2. Menunjukkan peraturan perundang-undangan pondok pesatren,
3. Menjelaskan urgensi peraturan Pondok Pesantren,
4. Menjelaskan perkembangan peraturan Perundang-undangan Pondok
Pesantren, dan
5. Menganalisis pelaksanaan perundangan-undangan Pondok Pesantren

3
BAB II
KEBIJAKAN MANAJEMEN PONDOK PESANTREN

A. Pesantren
1. Pengertian Pesantren
Undang-Undang No.18 Tahun 2019 tentang Pesantren menyebutkan bahwa
Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh
perseorangan, Yayasan, organisasi masyarakat islam, dan/atau masyarakat yang
menamamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak
mulia serta memegang teguh ajaran islam rahmatan lil’alamin yang tercermin dari
sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa
Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah islam, keteladanan, dan
pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara sederhana Pesantren adalah tempat para santri. Imam Zarkasyi (muhtadi,
2021), secara definitif mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
dengan sistem asrama atau pondok, di mana Kyai sebagai figur sentralnya, masjid
sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah
bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Sehingga secara
singkat pesantren dapat dikatakan sebagai laboratorium serta miniatur kehidupan,
di mana para santri belajar hidup dan bermasyarakat dari berbagai segi dan
aspeknya.
Dalam pondok pesantren ada beberapa unsur-unsur yang perlu diperhatikan
yaitu meliputi: (1) pondok; (2) masjid; (3) santri; (4) pengajian kitab-kitab Islam
klasik; dan (5) Kyai. Sedangkan fungsi utama pesantren sesungguhnya sangat
sederhana yaitu mensinergikan pelaku pendidikan yakni tenaga pendidik dan
santri, dengan materi yang menjadi objek kajian dalam suatu lingkungan tersendiri.
Dari berbagai definisi pesantern diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia yang
dipimpin oleh seseorang kyai yang mempunyai karismatik dan bersifat independent
dimana santri disediakan tempat menginap.

4
2. Tujuan Pendidikan Pesantren
Tujuan pendidikan pesantren berorientasi pada dua (2) tujuan pokok, yaitu:
pertama, tujuan yang berorientasi ukhrowi, yaitu membentuk seorang hamba agar
melakukan kewajiban kepada Allah. Kedua, tujuan yang berorientasi duniawi, yaitu
membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang
lebih layak dan bermanfaat bagi orang.
Pesantren harus mampu memunculkan atau membentuk kepribadian yang
mantap yang dilengkapi dengan ilmu pengetahuan dengan harapan setelah
kembali ke kampung halaman dapat menjadi muslim yang menjadi suri tauladan
yang mampu memantulkan culture pesantren dalam menempuh hidup di dunia
serta dapat menyiarkan nilai-nilai dari ajaran agama Islam yang menjadi pembuka
terhadap cakrawala baru dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Pesantren merupakan hasil usaha mandiri Kyai yang dibantu oleh para dewan
pengajar, santri serta masyarakat, sehingga memiliki berbagai macam bentuk.
Selama ini belum pernah terjadi, dan barangkali cukup sulit jika harus
menyeragamkan sistem pendidikan pesantren dalam skala nasional. Karena setiap
pesantren pasti memiliki ciri khusus dalam hal pelaksanaan pendidikannya
disebabkan perbedaan pola piker Kyai dan keadaan social budaya maupun social
geografis yang mengelilinginya. Untuk kategori pendidikan pesantren bisa
diteropong dari segi rangkaian kurikulumnya dan juga dari sudut sistem
pendidikannya.

3. Sisi Kurikulum
Dari segi kurikulumnya, M. Arifin (Muhtadi, 2021), menggolongkan menjadi 3
macam, yaitu pesantren modern, pesantren tahassus (tahassus ilmu alat, ilmu fiqh/
ushul fiqh, ilmu tafsir/ hadits, ilmu tasawuf/ thariqat, dan qira’at al-Qur’an) dan
pesantren campuran. Sedangkan kategori pesantren jika dipandang dari sistem
pendidikan yang dikembangkan dikelompokkan menjadi tiga macam: pertama,
memiliki santri yang belajar dan tinggal bersama Kyai, kurikulum tergantung Kyai,
dan pengajaran secara individual. Kedua, memiliki madrasah, kurikulum tertentu,
pengajaran bersifat aplikasi, Kyai memberikan pelajaran secara umum dalam

5
waktu tertentu, santri bertempat tinggal di asrama untuk mempelajari pengetahuan
agama dan umum. Dan ketiga, hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah/
madrasah, dan Kyai sebagai pengawas dan pembina mental.

4. Sistem Pengajaran
Pada permulaan didirikan pondok pesantren, sistem pengajaran yang
digunakan adalah sejenis sistem wetonan, sorogan, dan non-klasikal. Akan tetapi
disebabkan oleh tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat serta akibat kemajuan
dan perkembangan pendidikan, maka pada sebagian pondok pesantren ada yang
mengembangkan dengan menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan dan
pengajaran pada lembaga pendidikan jalur sekolah (pendidikan formal), dan
sebagian lagi masih tetap bertahan pada sistem pengajaran yang lama. Perbedaan
bentuk dan sistem yang berlaku di kalangan pondok pesantren karena bentuk dan
sistem pondok pesantren ditentukan oleh Kyai sebagai pemimpin pondok
pesantren dan para pendukung pondok pesantren masing-masing. Oleh sebab itu
penye¬lenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran antara satu pondok
pesantren dengan pondok pesantren yang lain berbeda-beda dan tidak ada
keseragaman. Hal demikian ini menjadikan pondok pesantren sebagai sebuah
kultur yang unik.

5. Pengembangan Pesantren
Pengembangan pendidikan yang terjadi di dunia Islam tidak lebih dari respon
positif para modernis Muslim terhadap ketertinggalan umat Islam dari kemajuan
Barat modern. Pengembangan sendiri merupakan sebuah gerakan Islam yang
mencakup gerakan-gerakan pembaharuan atau moderinisasi Islam.
Menurut Fazlur Rahman modernisasi di dunia Islam terjadi pada abad ke-19
yang digerakkan oleh elit penguasa (birokrat) dengan tujuan menciptakan
keseimbangan (equilibrium) antara masyarakat Barat dan Islam. Sedangkan untuk
modernisasi pendidikan di Indonesia Hasnun Asrohah mengatakan pada
permulaan abad ke-20 masyarakat Islam Indonesia telah mengalami beberapa
perubahan baik dalam bentuk kebangkitan agama, perubahan, maupun

6
pencerahan yang diakibatkan adalah dorongan untuk melawan penjajah bangsa
Belanda. Sebab tidak mungkin bangsa Indonesia harus mempertahankan segala
aktivitas dengan cara tradisional untuk melawan kekuatan-kekuatan kolonialisme
Belanda.
Ada hubungan yang erat antara modernisasi dan pendidikan terutama
pendidikan Islam yang turut mewarnai dinamika di Indonesia. Istilah modernisasi
lebih diarahkan kepada istilah pengembangan (development) yang merupakan
proses multidimensional yang kompleks. Dalam dunia pendidikan, Azyumardi Azra
mengatakan bahwa modernisasi umumnya dilihat dari dua segi, yaitu pertama
pendidikan dipandang sebagai suatu variabel modernisasi. Artinya tanpa
pendidikan yang memadai akan sulit bagi masyarakaat manapun untuk mencapai
tujuan. Kedua, pendidikan dipandang sebagai objek modernisasi.
Dalam konteks ini, pendidikan pesantren pada umumnya dipandang masih
terbelakang dalam berbagai hal, karena itulah pendidikan harus diperbarui,
dibangun kembali sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan
kepadanya. Dari perspektif kependidikan, pesantren merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan yang tahan terhadap gelombang modernisasi. Padahal, di
berbagai kawasan Dunia Muslim, lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam
seringkali lenyap, tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan modern. Kenyataan ini
dapat dilihat pada kelembagaan pendidikan tradisional di kawasan Timur Tengah
yang tersimplifikasi atas tiga jenis, yaitu madrasah, kuttab, dan masjid. Hingga
pertengahan akhir abad ke-19, ketiga lembaga tersebut masih mampu bertahan,
akan tetapi sejak perempatan terakhir abad ke-19, gelombang pembaharuan dan
modernisasi yang semakin kencang menimbulkan perubahan yang tidak bisa
dimundurkan lagi dalam eksistensi lembaga pendidikan Islam tradisional itu.
Berkaitan dengan kenyataan di atas, ada benarnya jika kemudian analisis
Karel A. Stenbrink dimunculkan. Menurut pengamat keIslaman asal Belanda itu,
Pesantren meresponi atas kemunculan dan ekspansi sistem pendidikan modern
Islam dalam bentuk “menolak sambil mengikuti”. Dalam wujudnya secara konkrit,
pesantren merespon tantangan itu dengan beberapa bentuk. Pertama,
pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren dengan memasukkan

7
subyek-subyek umum dan keterampilan (vocational). Kedua, pembaharuan
metodologi, seperti sistem klasikal dan penjenjangan. Ketiga, pembaharuan
kelembagaan seperti kepemimpinan pesantren, diversifikasi lembaga pendidikan.
Dan keempat, pembaharuan fungsi, dari fungsi kependidikan untuk juga mencakup
fungsi sosial-ekonomi.
Jika kita mencari lembaga pendidikan Islam yang asli di Indonesia dan berakar
sangat kuat dalam masyarakat, tentu kita akan menempatkan pondok pesantren di
nomor pertama. Akan tetapi, ternyata lembaga yang dianggap merakyat ini masih
menyisakan berbagai kegelisahan yang dirasakan oleh masyarakat juga. Karena
keluaran pondok pesantren masih diragukan kemampuannya dalam menjawab
tantangan zaman, terutama ketika berhadapan dengan derasnya arus modernisasi
dan perkembangan IPTEK.

B. Kebijakan Manajemen Pondok Pesantren

Geliat Pondok Pesantren masih tetap lestari hingga saat ini yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, keunikan dalam metodologi pesantren telah secara nyata
memberi nilai tambah yang signifikan dalam mengisi kemerdekaan, merawat
keberagaman dan toleransi, memperkokoh demokrasi dan mendorong laju
pembangunan sehingga diperkirakan jumlah Pondok Pesantren yang tersebar di
seluruh provinsi di Indonesia adalah 26.975 pondok pesantren di Indonesia per
Januari 2022 (Kemenag, 2022).
Untuk menjamin penyelenggaraan Pesantren dalam menjalankan fungsi
pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan
pengaturan untuk memberikan rekognisi, alirmasi, dan fasilitasi kepada Pesantren
berdasarkan tradisi dan kekhasannya. Sementara itu, pengaturan mengenai
Pesantren belum mengakomodasi perkembangan, aspirasi dan kebutuhan hukum
masyarakat, serta belum menempatkan pengaturan hukumnya dalam kerangka
peraturan perundang-undangan yang terintegrasi dan komprehensif.
Hal tersebut menyebabnya perlakukan hukum yang tidak sesuai dengan norma
berdasarkan kekhasan dan kesenjangan sumber daya yang besar dalam
pengembangan Pesantren. Sebagai bagian strategis dari kekayaan tradisi dan budaya

8
bangsa Indonesia yang perlu dijaga kekhasannya, Pesantren perlu diberi kesempatan
untuk berkembang dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa,
termasuk Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Oleh karena itu, diperlukan undang-undang yang dapat dijadikan sebagai
landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan Pesantren yang
dapat memberikan rekognisi terhadap kekhasannya, sekaligus sebagai landasan
hukum untuk memberikan afirmasi dan fasilitasi bagi pengembangannya. Untuk
memproteksi dan mengembangkan lembaga Pondok Pesantren maka saat ini telah
disyahkan Undang Undang No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren dengan mengacu
pada dasar hukum yaitu Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, Pasal 28B, Pasal 29, dan
Pasal 31 UUD 1945. Selain di syahkannya undang-undang tersebut, untuk
menghormati peran besar Santri maka tiap tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari
Santri Nasional (HSN) dengan mengacu pada dasar yuridis yaitu Keputusan Presiden
Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

C. Dasar Hukum Pondok Pesantren


Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren mengatur mengenai
penyelenggaraan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan
masyarakat. Mencermati UU tersebut dapat terbaca jika maksud dari pada regulasi
tersebut adalah untuk menjamin penyelenggaraan Pesantren guna menjalankan
fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat melalui rekognisi,
afirmasi, dan fasilitasi kepada Pesantren berdasarkan tradisi dan kekhasannya
sehingga pesantren kedepan dapat lebih maksimal didalam memainkan perannya
tersebut diatas tanpa mengurangi corak yang unik dan khas yang berjalan beriring
mengikuti bersamaan dengan dinamika bangsa ini.
Dalam UU tersebut (UU No.18 Tahun 2019) maka setidaknya terdapat tiga (3)
aspek yang menjadi dasar yaitu: 1). Aspek filosofis yang bertolak dari Konstitusi UUD
1945 yaitu jaminan bagi setiap warga negara untuk bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, serta memilih pendidikan dan pengajaran dalam satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; 2). Aspek sosio-historis yaitu

9
Pesantren dengan kekhasannya tumbuh dan berkembang di masyarakat dituntut
untuk dapat melahirkan insan beriman dan bertaqwa yang memiliki karakter cinta
tanah air; 3). Aspek yuridis maka dengan telah syahkanya UU tersebut maka secara
hukum Pondok Pesantren telah memiliki kedudukan yang jelas dan pasti sebagai
elemen bangsa, karenanya didalam penyelenggaraannya Ponpes sekarang memiliki
proteksi dan perhatian dari Negara.
Melalui UU tersebut maka secara garis besar Ponpes sekarang harus lebih
mampu meningkatkan kualitasnya dengan tetap teguh mempertahankan norma-
norma umum penyelenggaraan pesantren, rukun pesantren (arkanul ma’had), dan jiwa
pesantren (ruhul ma’had). Dalam UU tersebut memuat 10 Bab dan 42 Pasal, yang
terdiri dari 1) Ketentuan Umum 2) Asas, Tujuan Dan Ruang Lingkup 3),
Penyelenggaraan Pesantren 4), Pembinaan 5), Pengelolaan Data Dan Informasi 6),
Pendanaan 7), Kerja Sama 8), Partisipasi Masyarakat 9), Ketentuan Peralihan dan 10)
Ketentuan Penutup.
Mencermati beberapa pasal dalam UU tersebut maka ada beberapa hal yang
penting di antaranya pada Bab 1 Pasal 1, yang dimaksud ‘Pesantren’ di dalam RUU
tersebut adalah lembaga yang berbasis dan didirikan oleh masyarakat yang
menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, menyemaikan akhlakul karimah
dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui pendidikan, dakwah Islam rahmatan
lil’alamin, ketaladanan, dan khidmah.
Pada Bab II Pasal 2, penyelenggaraan pesantren berasaskan Ketuhanan Yang
Maha Esa, kebangsaan, kemandirian, pemberdayaan, kemaslahatan, multikultural,
profesionalisme, akuntabilitas, keberlanjutan, dan kepastian hukum. Selanjutnya, pada
Bab III tentang Penyelenggaraan Pesantren pasal 5 menerangkan bahwa pesantren
wajib mengembangkan Islam rahmatan lilalamin dan berlandaskan Pancasila, UUD
1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Adapun pasal 6-10 membahas tentang unsur-unsur pesantren, kompetensi kiai,
tipologi santri, asrama, masjid/musholla, hingga uraian kajian kitab kuning/dirasah
islamiyah. Dalam Pasal 11-12 berisikan tentang pendirian dan penyelenggaraan
pesantren oleh masyarakat di mana nantinya akan diatur oleh dengan Peraturan
Menteri, namun tetap menampilkan kekhasan, yang mencerminkan tradisi, kehendak

10
dan cita-cita, serta ragam, dan karakter pesantren. Sedangkan untuk Pasal 13-31
membahas mengenai tiga fungsi pesantren yang terdiri dari fungsi pendidikan,
dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam. Pasal 14 menyebutkan pesantren dapat menyelenggarakan pendidikan
formal (jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi) dan pendidikan non formal
(pengajian kitab kuning). Selain itu, kurikulum pendidikan muadalah dan pendidikan
diniyah formal juga dijelaskan di dalam Pasal 15-16. Kedua pasal ini berisi rumusan
mengenai kurikulum keagamaan Islam (berbasis kitab kuning) dengan pola muallimin
dan kurikulum umum (seperti pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, bahasa
Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, seni, dan budaya).
Pesantren sebagai lembaga berbasis masyarakat maka sumber pendanaan
utama pada prinsipnya berasal dari masyarakat, namun demikian pemerintah Pusat
membantu pendanaan melalui APBN yang sesuai dengan kemampuan keuangan
negara, sedangkan pemerintah daerah membantu pendanaan melalui APBD yang
sesuai dengan kewenangannya, selain itu sumber pendanaan pesantren juga bisa
bsumber dari donatur lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut UU tersebut maka Pemerintah Pusat menyediakan dan mengelola
dana abadi Pesantren untuk memastikan ketersediaan dan ketercukupan anggaran
dalam pengembangan Pesantren. UU tersebut juga mengatur kerja sama Pesantren
dengan lembaga lainnya yang bersifat nasional maupun internasional, melalui
program pertukaran peserta didik, perlombaan, sistem pendidikan, kurikulum, bantuan
pendanaan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, serta bentuk kerja sama lainnya
yang dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Barangkali sekarang yang menjadi tantangan bagi para pegiat Pondok
Pesantren adalah untuk mendesak pemerintah agar selekasnya mengesahkan
perangkat aturan pelaksana secara tehnis dan relevan atas UU Pondok Pesantren,
misalnya Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Pendidikan, Peraturan Menteri
Agama, Peraturan Gubernur atau Perda Propinsi serta Peraturan Daerah Kabupaten
Kota seluruh Indonesia.

11
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang pesantren dapat di download pada link berikut ini
https://bit.ly/uuno18tahun2019 dan berikut Main Mapnya

12
BAB III
PENUTUP

Pendidikan Pesantren pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat


sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum
Indonesia merdeka, pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren sudah lebih
dahulu berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, nilai agama disadari
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan Pesantren juga
berkembang karena mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai menghadapi
berbagai keterbatasan. Secara historis, keberadaan Pesantren menjadi sangat
penting dalam upaya pembangunan masyarakat, terlebih lagi karena Pesantren
bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan
masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan dan layanan lainnya.
Untuk menjamin penyelenggaraan Pesantren dalam menjalankan fungsi
pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan
pengaturan untuk memberikan rekognisi, alirmasi, dan fasilitasi kepada Pesantren
berdasarkan tradisi dan kekhasannya. Sementara itu, pengaturan mengenai
Pesantren belum mengakomodasi perkembangan, aspirasi dan kebutuhan hukum
masyarakat, serta belum menempatkan pengaturan hukumnya dalam kerangka
peraturan perundang- undangan yang terintegrasi dan komprehensif.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren merupakan
kesepakatan bersama dengan melibatkan pihak yang mewakili komunitas Pesantren,
yang masing-masing telah memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal sesuai
dengan karakteristik dan kekhasan Pesantren.

13
Daftar Pustaka

Muhtadi. 2021. Pelatihan Manajemen Pondok Pesantren.


https://geocities.ws/diklat/pesantren.html
Muhamad, Syofyan. Ponpes dalam Perspektif UU No.18 Tahun 2019 tentang
Pesantren (Catatan kecil menuju penyelenggaraan Ponpes yang
Berkualitas). https://www.matalensanews.com/2020/01/ponpes-
dalam-perdpektif-uu-no-18-tahun.html
Purnomo, Hadi. 2017. Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren. Bildung Utama
Nusantara: Yogyakarta
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-18-2019-pesantren

14

Anda mungkin juga menyukai