MAKALAH
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Lembaga PAI
Dosen Pengampu :
Dr. Mukhammad Abdullah, M.Ag
Disusun Oleh:
ALFI MAWADDAH RAHMAWATI
20501002
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI (IAIN KEDIRI)
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tentang perbandingan madrasah, pondok pesantren dan sekolah sebagai
tiga bentuk pendidikan yang terbesar di Indonesia khususnya terkait dengan
implementasi Pendidikan Agama Islam bukan sebuah hal baru. Diskusi mengenai hal
tersebut telah ada sejak pemerintahan Indonesia meresmikan madrasah melalui SKB
Tiga Menteri Tahun 1975 sebagai lembaga pendidikan yang diakui sebagaimana
sekolah umum. Lalu pada akhir-akhir inipun pesantren sebagai corak pendidikan asli
masyarakat Indonesia pasca disahkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 juga telah
mendapatkan tempat yang sejajar dengan pendidikan lainnya dimata pemerintah.
Meskipun keberadaan pesantren murni dimata pemerintah diletakkan pada jalur
pendidikan nonformal.1
Apabila melihat pada keadaan sebelum lahirmya UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003, posisi pesantren diasingkan dan di diskriminasikan dari sistem pendidikan
Nasional. Meski demikian pesantren memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
mendidik moral anak bangsa yang sebagian dari kalangan miskin. Dari sudut pandang
itu dapat dirasakan jasa mencolok pesantren selama ini adalah meningkatkan
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
Perkembangan ketiga bentuk pendidikan tersebut tidak lepas dari fenomena
diluar. Diantaranya semakin bertambahnya jumlah penduduk, semakin kritisnya
orangtua murid dan semakin kompleksnya permasalahan masyarakat. Dari keadaan
tersebut mulai muncul kesadaran bahwa pendidikan nonformal saja terlebih lagi
informal dipandang tidak cukup. Hal ini bisa dilihat ketika seseorang dengan keahlian
tertentu bila tidak dibarengi dengan ijazah formal maka tidak bisa melamar atau
berkarir pada bidang pekerjaan formal. Oleh karena itu, formalisasi pendidikan Islam,
khususnya dipesantren pada akhir-akhir ini merupakan sebuah keniscayaan. Salah
satunya dengan mendirikan pesantren formal, madrasah atau sekolah umum yang
beradaa dibawah naungan pesantren.
Adapun madrasah dan pesantren secara istilah tidak memiliki perbedaan.
Artinya, keduanya sama-sama sebagai lembaga pendidikan yang ciri utamanya adalah
untuk mendalami dan mengamalkan nilai-nilai Islam. Namun dengan demikian
1
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahu 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003
Beserta Penjelasannya (Jakarta: Cemerlang, 2003) hal 4
1
tetaplah ada perbedaan dari berbagai segi salah satunya adalah ditinjau dari segi
historis, bahwa berdirinya madrasah berawal dari banyaknya keinginan untuk
mengadakan pembaharuan sistem pendidikan Islam yang lama, yaitu pesantren.
Pesantren secara formal diposisikan kedalam jenis pendidikan keagamaan. Sedangkan
madrasah dan sekolah (MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA) diposisikan sebagai jenis
pendidikan umum, serta (MAK/SMK) masuk pada jenis pendidikan kejuruan.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengembangan lembaga PAI Pendidikan agama di Pesantren ?
2. Bagaimana Pengembangan lembaga PAI Pendidikan agama di Sekolah ?
3. Bagaimana Pengembangan lembaga PAI Pendidikan agama di Madrasah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Pengembangan lembaga PAI Pendidikan agama di
Pesantren
2. Untuk mengetahui Pengembangan lembaga PAI Pendidikan agama di Sekolah
3. Untuk mengetahui Pengembangan lembaga PAI Pendidikan agama di Madrasah
2
Agus Sholeh, “Posisi Madrasah di Tengah Tuntunan Kualtas” (Jakarta: Kencana, 2005) hal 243
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Mujamil Qomar, pesantren : Dari Transformasi metodologi Menuju Demokrasi Instuisi (Jakarta:
Erlangga, tanpa tahun) hal 1
4
Ibid, 4
3
Dapat dikatakan, pesantren punya peranan yang cukup signifikan,
utamanya dalam bidang keagamaan. Selain itu, secara kultual pesantren telah
menciptakan pandangan hidup yang bercirikhas kesantrian.
Selama ini pesantren sembagai lembaga pendidikan dikesankan sebagai
lembaga yang tradisional, tak tersentuh dinamika masyarakat, dan terselimuti oleh
bentuk pembelajaran yang monoton. Meskipun demikian ada beberapa pesantren
tertentu telah mengadakan keterbukaan, penyerapan bahkan melakukan
pembaharuan pada system pendidikannya. Mulai yang paling ringan adalah
memperbolehkan santri untuk mengikuti pendidikan umum siluar lingkungn
pesantren, karena pesantren tidak memfasilitasi pembelajaran ilmu umum.5 Selain
itu ada pula perubahan pada sistem pendidikan pesantren tradisional menjadi
benar-benar baru (modern) dan bertransformasi dari segi kurikulum, manajemen
serta pengelolaan, metode pengajaran dan metode pendektan terhadap zaman.
5
Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Alqur’an: Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi
Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang, 2004) hal 224
6
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta:
Kencana, 2006) hal. 5
7
Maksum, Sekolah, Sejarah dan Perkembangan (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) hal 18
4
merupakan produk system asli Nusantara. Tidak seperti halnya pesantren yang
secara kultur merupakan asli Indonesia.
Pada dasarnya sekolah umum tidak terlalu mengutamakan dan fokus pada
pendidikan agama. PAI disekolah umumhanya berkedudukan sebagai
matapelajaran. Oleh karena itu, dibutuhkan ketelatenan, kecerdasan, kekreatifan
pendidikan PAI supaya bisa melakukan pengemabangan PAI seluas mungkin
ditengah-tengah minimnya dukungan. Bagaimana agar status PAI di sekolah
umum tidak hanya sebagai “pemanis’ kurikulum atau sebagai pemenuhan
kewajiban undang-undang semata. Dengan kata lain, PAI harus difungsikan
sebagaimana mestinya sebagai suatu nilai yang dijunjung tinggi oleh peserta
didiknya. Bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan yang cukup dikaji dan diketaui
tanpa ada implementasi dan penghayatan.8
Penyelenggaraan pendidikan islam melalui mata pelajaran PAI disekolah
saja dirasa sangat tidak cukup. Terlebih pada sekolah-sekolah yang cenderung
sekuler dan yang terlalu mengagung-agungkan ilmu pengetahuan umum, dimana
salah satu kesekulerannya tidak mengapresiasi dan tidak memberikan kesempatan
pesertadidik untuk mengekspresikan diri melalui bidang keagamaan.
Memang harus diakui, adakalanya kepala sekolah beserta jajarannya
bahkan walimuridya sangat apresiatif dan mendukung pengembangan PAI di
lembaga sekolah. Terutama sekolah umum yang mayoritas hingga 100% peserta
didiknya beragama Islam. Salah satu perannya adalah dengan adanya kegiatan
ekstra Baca Tulis Al-qur’an (BTA), pengelolaan perawatan musholla atau masjid
terjamin dengan baik, tersedianya buku-buku Islam yang cukup banyak
diperpustakaan, Kegiatan Hari Besar Islam (PHBI) yang didukung penuh dan
diarahkan dengan baik.
Keyataan itu berdampak pada berbedaan strategi pengembangn PAI
dibeberapa sekolah umum antara satu dengan yang lainnya. Strategi
pengembangan PAI disekolah umum yang mendukung atau kondusif untuk
melakukan pengembangan PAI secraa laluasa tentu berbeda dengan strategi
dilembaga yang memperketat ruang gerak kebebasan berekspresidalam beragama
8
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo, 2005) hal 183
5
dilingkup lembaga pendidikan. Terlebih lagi, pengembangan PAI yang dilakukan
disekolah umum tertentu yang dihadapkan dengan Pendidikan Agama selain
Islam.
9
Supani, “sejarah perkemangan madrasah”, Insania, Vol 14 No.3 September –Desember 2009. Hal
560
6
dengan pesantren adalah di Madrasah terdapat bangku, papan tulis, ulangan, ujian,
dan administrasi lainnya. Akibatnya karena kurikulumnya berbeda dengan sekolah
umum maka lulusan atau siswa dari madrasah pada masa itu tdak dapat
melanjutkan atau pindah kesekolah umum. Adapun orang tua yang berkeinginan
anaknya untuk mendapatkan ilmu agama dan ilmu umum harus harus
menyekolahkan di dua tempat.
Kurikulum madrasah harus dikembangkan secara terpadu, dengan
memposisikan nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi
pengembangan berbagai matapelajaran umum. Secara operasional, guru
matapelajaran umum bekerjasama dengan guru PAI untuk menyusun desain
pembelajaran secara konkret dan detail. Dengan kata lain, dalam madrasah perlu
dilakukan upaya spiritualisasi pendidikan atau menginternalisasikan nilai-nilai
agama Islam melalui proses pendidika kedalam seluruh aspek pendidikan
Madrasah. Hal ini untuk menginternalisasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan umum
dan seni dengan keimanan dan kesalehan dalam diri siswa.10
Pada perkembangan selanjutnya, pembaharuan pembaharuan pada
madrasah selanjutnya dilakukan dengan cara mengkombinasikan pemikiran,
konsep, kurikulum dan manajemen dari lembaga pendidikan pesantren dengan
lembaga sekolah. Bisa dikatakan, bahwa masyarakat seiring dengan
perkembangan zaman tidak hanya membutuhkan pengkaderan umat dalam bidang
keagamaan saja (menjadi ahli agama, ulama dan kyai). Namun, disisi lain umat
Islam juga butuh pengkaderan umat dalam bidang ilmu umum. Jadi, pendidikan
pesantren saja dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
begitupula hanya pendidikan sekolah umum juga tidak akan cukup.11 Disinilah
peran madrasah dimunculkan sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri,
utamanya bagi masyarakat santri modern.
Dalam pengembangan PAI ketiga nya tidak dapat dibandingkan satu sama
lain. Mereka meliki tugas pokok, fokus dan bidang kajian masing-masing dalam
pengembangannya. Begitu pula dalam memahami dan mempelajari ajaran Islam
secara detail, ketiga lembaga tersebut memiliki titik penekanan tersendiri. Dengan
kata lain, membandingkan lulusan madrasah dengan lulusan pesantren adalah
perbuatan yang salah kaprah. Terlebih membandingkan lulusan madrasah dengan
10
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo, 2005) hal 203
11
Agus Sholeh, Posisi Madrasah di Tengah Tuntutak Kualitas, (Jakarta: Kencana, 2005) hal 243
7
lulusan sekolah, jelas sudah banyak pebedaan yang tentunya di tinjau dari segi
penguasaan keagamaan yang dilihat dari kurikulumnya .12
BAB III
PENUTUP
12
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) hal 118
8
Dari semua pembahasan dapat disimpulkan pelaksanaan pendidikan Islam di
Indonesia secara “kurikulum” tidak pernah bisa lepas dari pengaruh tokoh agama
(kyai dan ulama’). Sedangkan pengembangan dan pembangunannya tidak bisa lepas
dari peran serta masyarakat dan kekuasaan (pemerintah). Kedudukan madrasah dan
pesantren tidak hanya sebagai identitas (simbol) keislaman, tapi juga sebagai tempat
untuk indoktrinasi nilai-nilai Islam. Sedangkan sekolah umum belum tentu akan mau
menanamkan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitasnya, kecuali jika sekolah itu
berbasis pesantren.
DAFTAR PUSTAKA
9
Maksum, 1999. Sekolah, Sejarah dan Perkembangan. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Muhaimin, 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan
Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo.
Putra Daulay, Haidar. 2006. Pendidikan Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta:
Kencana.
Qomar, Mujamil. Tanpa tahun. Pesantren : Dari Transformasi metodologi Menuju Demokrasi Instuisi. Jakarta:
Erlangga.
Sholeh, Agus. 2005. Posisi Madrasah di Tengah Tuntunan Kualtas. Jakarta : Kencana.
Supani, “sejarah perkemangan madrasah”, Insania, Vol 14 No.3 September –Desember 2009.
Suprayogo, Imam. 2004. Pendidikan Berparadigma Alqur’an: Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi
Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang.
Suwendi, 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahu 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003
10