Anda di halaman 1dari 14

ARAH BARU PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Filsafat Islam

Dosen Pengampu : Dr. H. Ihsan, M.Ag

Disusun Oleh

Nor Azizah : 112257

Wahyul Huda : 112258

Hidayatul Mu’arifah : 112259

SEKOLAH TINGGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

JURUSAN TARBIYAH / PAI

TAHUN 2014
I. PENDAHULUAN

Pendidikan Islam adalah segala Usaha untuk memelihara dan


mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya, 
Menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.
Pengertian pendidikan Islam terdiri dari Tarbiyah (pemeliharaan, asuhan),
Ta’lim (pengajaran), dan Ta’dib (pembinaan budi pekerti). Hubungan ketiganya
itulah yang merupakan pendidikan Islam, baik formal maupun non formal.
Pendidikan hendaklah ditujukan kearah tercapainya keserasian dan
keseimbangan pertumbuhan pribadi yang utuh lewat berbagai latihan yang
menyangkut kejiwaan, intelektual, akal, perasaan dan indra.
Inti pendidikan Islam adalah motivasi keimanan kedalam pribadi muslim
secara utuh untuk menjadi insane kamil. Dan AlQuran dan As Sunnah
merupakan sumber nilai pendidikan Islam, sebagai media untuk merealisasikan
fungsi muslim khalifatullah fil ardhi.
Islam bukan hanya semata-mata agama dalam pengertian terbatas, tetapi
juga mencakup berbagai aspek kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa islam
menolak pemisahan antara agama dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Beragkat
dari paradigm Islam tentang ilmu pengetahuan ini para pemimpin dan umat
Islam menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan Islam di tanah air.
Kemunculan lembaga-lembaga pendidikan seperti pondok pesantren dan
madrasah tidak hanya dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai dan sikap-
sikap keagamaan, tetapi lebih jauh dimaksudkan pula untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan di pondok pesantren dan
madrasah seharusnya tidak melulu pelajaran agama tetapi juga harus
mengajarkan disiplin ilmu umum.
Seperti yang pernah ditegaskan oleh Moh. Natsir bahwa pondok
pesantren bukan merupakan tempat pendidikan agama semata, melainkan juga
sebagai pendidikan yang mampu menghasilkan kelompok intelektual yang
setaraf dengan lulusan sekolah gubernemen.
Dalam perjalanannya politik kolonial yang secara sistematis ingin
menyisihkan peran lembaga pesantren dalam kehidupan bangsa menyebabkan
pendidikan pesantren menyempit pada pengajaran ilmu agama saja. Walaupun
mendapatkan pembatasan sedemikian rupa, dalam kenyataannya pondok
pesantren dan madrasah telah memainkan peran yang besar dalam memberikan
pendidikan kepada bagian terbesar bangsa yang tidak tersentuh oleh system
pendidikan colonial belanda yang sangat memihak dan diskriminatif.
Ditengah bentuk dan kondisinya yang sangat beragam ini kedua lembaga
pendidikan Islam ini mengalami perkembangannya masing-masing. Madrasah
karena mengambil bentuk pendidikan system sekolah mengalami
perkembangan yang pesat dan pada gilirannya lebih dahulu mendapatkan
pembinaan. Sedangkan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
bersifat nonformal dan sebagian besar dikelola secara perorangan oleh para
pendirinya, pemerintah mengalami kesulitan untuk melakukan pembinaan
secara langsung dan terprogram.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Pendidikan Islam di Indonesia?
2. Apa saja konsep pendidikan islam yang harus di penuhi dalam
menatap masa depan?
3. Bagaimana arah baru pendidikan islam di Indonesia?
III. PEMBAHASAN
1. Pendidikan Islam di Indonesia

Pendiidkan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai


masalah dalam berbagai aspek. Upaya perbaikannya belum dilakukan
secara mendasar, sehungga terkesan seadannya saja. Sedangkan
perkembangan aspek moral sangat minim dan menjadi tanggung jawab
pendidikan Islam.1

Dalam suatu komunitas masyarakat Muslim, pendidikan Islam


tidak diberi kesempatan yang luas untuk bersaing dalam membangun
umat yang besar ini. Perhatian pemerintah sangat kecil, padahal
masyarakat Indonesia selalu diharapkan agar tetap berada dalam
masyarakat yang sosialistik religius.

Kenyataan diatas disebabkan oleh berbagai kelemahan yang


melanda dunia pendidikan Islam. Kesempatan untuk memperoleh
legitimasi yang lebih luas dan perbaikan secara mendasar, hampir tidak
pernah diperolehnya. Hal ini berpengaruh besar dalam upaya
mempertahankan eksistensinya, karena jika posisinya hanya mampu
bertahan, maka berarti sebuah kemunduran, karena era kemajuan telah
terpacu dengan hebat sesuai dengan arus perubahan social dan
pendidikan Islam sendiri selalu ketinggalan zaman.

Dalam posisi yang demikian, maka jelas bahwa pendidikan Islam


tidak bisa mengejar ketertinggalannya sesuai arus perubahan, apalagi
dalam memenuhi selera konsumen.

Salama ini upaya pembaharuan pendidikan Islam secara


mendasar, selalu dihambat oleh berbagai masalah mulai daripersoalan
1
Usa Muslih, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, Pt. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta, 1991, hal 11
dana sampai tenaga ahli. Padahal pendidikan Islam dewasa ini, dari segi
apa saja terlihat goyah terutama karenaorientasi yang tidak jelas. Anak
didiknya yang akhirnya menjadi output lembaga ini. Sebagian besar tidak
dipersiapkan untuk memasuki lapangan kerja tertentu dengan medan
yang jelas baik dunia maupun akhirat, sehingga mengambang yang justru
dapat meruntuhkan idealism mereka, apalagi bagi yang berasal dari
pondok Pesantren yang masih tradisional. Jika saja untuk mengisi
lapangan kerja sebagai da’I. Maka bagaimana dengan masalah kebutuhan
hidup mereka dan keluarganya dan apa jadinya jika seluruh output
lembaga pendidikan menjadi da’i. keadaan ini juga melanda semua jenis
pendidikan tinggi Islam, seperti IAIN, kecuali beberapa jurusan saja yang
memang dididik dalam bakatnya, itupun hanya Karena kesempatannya
yang terbatas. 2

Dengan adanya dua model pendidikan agama di Indonesia, yaitu


pendidikan pesantren dan madrasah seperti sekarang ini, ternyata umat
Islam menghadapi kesulitan dalam mempertemukan ilmu-ilmu umum
dengan ilmu-ilmu agama Islam. Memang ada lembaga pendidikan yang
mencoba mempertemukan dua jenis ilmu pengetahuan tersebut, tetapi
belum satupun lembaga pendidikan Islam yang berhasil
mengintegrasikan kedua jenis ilmu tersebut.

Setelah bangsa Indonesia merdekan dan muncul ilmuan yang


mempunyai kapasitas fikir yang lebih jauh kedepan, maka semakin
dirasakan bahwa membekali anak dengan ilmu-ilmu agama yang sangat
sedikit itu belumlah memadai. Dari sini kemudian muncul keinginan
untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang khusus
berorientasi pada usaha memadukan kedua jenis ilmu diatas. Dengan

2
Ibid, hal 13-14
begitu, telah diasumsikan bahwa output pendidikan sudah dapat
menguasai kedua ilmu tersebut.

Tak dapat dipungkiri, bahwa seiring berjalannya waktu, lembaga-


lembaga pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika. Tak hanya
pada pesantren, bahkan madrasah dan perguruan tinggi Islam pun tak
luput dari dinamika yang ada.

Pesantren yang dulunya masih tradisional senyatanya mengalami


beberapa perubahan dan perkembangan, seiring dengan perkembangan
zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren yang dulunya
tradisional, dalam pola pembelajaran dan muatan materi serta
kurikulumnya, kini telah mengalami perkembangan dengan
mengadaptasi beberapa teori-teori pendidikan yang dirasa bisa diterapkan
di lingkungan pesantren. Alhasil, kini semakin banyak bermunculan
pesantren modern, yang dalam pola pembelajarannya tidak lagi
konvensional, tapi lebih modern dengan berbagai sentuhan manajemen
pendidikan yang dinamis. Mayoritas pesantren dewasa ini juga
memberikan materi dan muatan pendidikan umum. Tidak sedikit
pesantren yang sekaligus memiliki lembaga sekolah dan manajemennya
mengacu pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sedangkan dinamika sistem pendidikan madrasah dapat dicatat


dari beberapa perubahan, seperti dimasukkannya mata pelajaran umum
dalam kurikulumnya, meningkatkan kualitas guru dengan memperhatikan
syarat kelayakan mengajar, membenahi manajemen pendidikannya
melalui akreditasi yang diselenggarakan pemerintah, mengikuti ujian
negara menurut jenjangnya.

Pendidikan Islam, di samping kemadrasahan, juga muncul


persekolahan yang lebih banyak mengadopsi model sekolah barat. Dan,
kemunculannya itu antara lain dipicu oleh kebutuhan masyarakat muslim
yang berminat mendapatkan pendidikan yang memudahkan memasuki
lapangan kerja dalam lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta
yang mensyaratkan memiliki keterampilan tertentu, seperti teknik,
perawat kesehatan, administrasi dan perbankan.

Pada perguruan tinggi Islam pun sejatinya juga mengalami


berbagai perubahan dan perkembangan. Dinamika dalam pendidikan
tinggi Islam ini salah satunya dapat diraba dari perubahan status dari
Sekolah Tinggi, menjadi Institut, hingga kini menjadi Universitas.
Dengan demikian, materi dan bahan ajar yang ditawarkan di perguruan
tinggi Islam yang kini mayoritas menjadi Universitas, tidak hanya
disiplin ilmu agama Islam saja, melainkan juga berbagai disiplin ilmu
umum.

Dengan demikian, maka telah lahir dua system pendidikan yaitu


yang khusus berorientasi pada agama ( Pesantren dan Madrasah) dan
pendidikan umum yang bermuatan agama dalam porsi yang besar. Tetapi
disinilah terdapat permasalahan, ketika pendidikan umum semakin
berkembang pesat, justru pendidikan umum yang dipadukan dengan
agama tidak mampu menampilkan citra dirinya secara tegas. Pendidikan
umum plus yang diklaim sebagai pendidikan Islam tersebutm belum
mampu memfuungsikan diri sebagai pendidikan alternative. Hal ini
disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya:

a. Hambatan Internal, karena belum tegas filsafat yang


mendasarinya, sebagi implikasinya dapat dilihat bebrapa
gejalanya, antara lain adalah:
a) Tiadanya kurikulum yang baku sebagai garis batas
terhadap system pendidikan lainnya.
b) Belum adanya metodologi yang baku.
c) Belum adanya alat ukur yang dapat diandalkan dalanm
menilai hyasil pendidikan.
b. Hambatan Ekstrenal:
a) Masih terlalu tergantung pada pola pendidikan yang
digariskan pemerintah, yakni pendidikan untuk
menopang program pembangunan.
b) Kekurangan dana, sehingga pendidikan Islam
diorientasikan kepada selera konsumen.
c) Masih labilnya system pendidikan nasional.
c. Perkembangan kebudayaan dan perubahan masyarakat yang
cepat, sehingga dunia pendidikan semakin tidak berdaya
berkompetensi dengan laju perubahan masyarakat dan
perkembangan kebudayaan.3

2. Konsep Pendidikan Islam Yang Harus Di Penuhi Dalam Menatap Masa


Depan

Pendidikan Islam di Indonesia secara normative pada dasarnya


bersumber dari ajaran agama Islam yang universal. Konsisten dengan
prinsip ini, pendidikan Islam akan mampu bertahan dalam perubahan
yang terjadi dari masa ke masa.

Masa depan pendidikan Islam di Indonesia ditentukan baik oleh


faktor internal maupun oleh faktor eksternal.4 Secara internal, dunia
pendidikan Islam pada dasarnya masih menghadapi problem pokok
berupa rendahnya kualitas sumberdaya manusia pengelola pendidikan.
Hal ini terkait dengan program pendidikan dan pembinaan tenaga

3
Ibid, hal 131-133
4
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia ,Jakarta:Logos,2001, Hal.13
kependidikan yang masih lemah, dan pola rekrutmen tenaga pegawai
yang kurang selektif. Secara eksternal, masa depan pendidikan Islam
dipengaruhi oleh tiga isu besar : globalisasi, demokratisasi dan
liberalisasi Islam.

Konsep pendidikan Islam dalam menatap masa depan perlu


adanya pendekatan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pendidikan yang membina kedisiplinan menempati waktu


serta memanfaatkan waktu guan melakukan amal shlaeh dan
berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.

Disiplin dalam waktu merupakan ciri bagi orang modern.


Apalagi disiplin waktu itu digunakan untuk melakukan amal
kebaikan, maka disiplin mempunyai manfaat ganda yaitu dapat
mengerjakan pekerjaan sesuai waktunya. Pendidikan Islam sellau
menciptakan interaksi aktif, kreatif dalam hal kebaikan khusunya
dalam hal keberanian dan kesabaran.

b. Materi pendidikan Islam selalu berorientasi kepada kejayaan


budaya Islam masa lampau. Memahami masa sekarang dan
memandang kepada masa depan.
c. Pendidikan Islam supaya selalu berusaha untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan peserta didik yang hakekatnya sebagai
makhluk monodualis, yaitu manusia yang terdiri dari jiwa dan
raga sebagai makhluk individu dan social serta sebagai
makhluk yang hidup di dunai dan diakhirat.
d. Pendidikan Islam harus dapat menciptakan suasana untuk
suka belajar, bekerja, melakukan penelitian dan beramal
shlaeh.5

Peran lembaga pendidikan Islam dibutuhkan pelaksana


operasional dalam menjalankan fungsi pendidikan Islam. Dengan
demikian misi lembaga pendidikan Islam  harus sejalan dengan  misi
pendidikan Islam yakni membentuk manusia beradab yaitu manusia yang
sadar atas hak dan kewajiban atas Tuhannya, atas dirinya dan atas
lingkungannya. Karena itulah manajemen pendidikan Islam harus
berangkat dari pemikiran bagaimana menciptakan manusia beradab.

Dalam kerangka mengemban misi pembentukan manusia


beradab, ada tawaran yang bisa diadobsi dalam opersionalisasi Lembaga
Pendidikan Islam, yaitu manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
(MPMBS) atau School Based Manajement (SBM). Secara umum,
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat
diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas atau keluwesan-
keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasisecara langsung
warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat
(orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Catatan: MPMBS
tidak dibenarkan menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku).Esensi MPMBS ini sama dengan otonomi sekolah ditambah
fleksibilitas dan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. 

5
Nur Uhbiyati, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Pt. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2013, hal 274-
277
Otonomi di sini diartikan sebagai kewenangan atau kemandirian
yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan
merdeka tidak tergantung. Sedangkan fleksibilitas, dapat diartikan
sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk
mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah
seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah.  Peningkatan
partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka
dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan,
dsb.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan
evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan.

Konsep MPMBS ini patut diterima oleh lembaga pendidikan


Islam di Indonesia terkait dengan kenyataan bahwa kebijakan pendidikan
selama ini terlalu banyak dicampuri oleh kepentingan politik penguasa
khususnya penguasa Orde Baru. Kebijakan pendidikan orde baru yang
cenderung bersifat homogenisasi serta berorientasi pada teknologi
pendidikan telah melenyapkan kekhasan dari lembaga pendidikan Islam.
Karena itulah tawaran MPMBS adalah mengembalikan Lembaga
Pendidikan Islam pada habitat semula dengan segala kekhasannya.
Dengan MPMBS lembaga pendidikan Islam di Indonesia seharusnya
dapat menata diri sesuai dengan visi dan misi yang diembannya.

Kebutuhan sistim dan lembaga Pendidikan Islam terhadap tujuan disebabkan


oleh dua masalah penting lainnya, yaitu:

1. Sistim pendidikan yang berkembang di negara-negara Islam adalah sistem


yang diimpor dari model Eropa dan Amerika. Sistim tersebut tidak serasi
dengan budaya dan kebiasaan ummat di negara ini. Disamping itu sistem
tersebut masuk ke dalam negara Islam sebagai bagian dari kekuasaan
kolonialis, yang otomatis tujuannya sesuai dengan tujuan ekonomis kolonial
itu, dan sesuai dengan dominasi politik kelompok-kelompok terdidik dan
pemerintahan negara penjajah itu. Penjajah melalui sekolah yang mereka
siapkan berusaha untuk melatih orang-orang terjajah untuk melakukan peran-
peran penjajah. Walaupun penjajahan fisik berakhir, namun sistim pendidikan
belum banyak mengalami probahan. Kurikulum, malah bahasa di sebagian
negara Islam misalnya, masih sama dengan zaman pemjajahan. Malah
hubungan kebudayaan antara negara bekas jajahan dengan ngara penjajah lebih
kuat dibadingkan dengan zaman penjajahan.6
Kekhawatiran kita terhadap budaya Barat bukan berarti kita menutup diri
dari semua budaya ini, tapi kita harus mempelajarinya dengan hati-hati dan
kritis, dan menganggapnya sebagai salah satu informasi. Untuk mengatasi
kesensitipan interaksi budaya itu dapat dilakukan dengan memperhatikan
beberapa hal:
a. Siapa yang kita pilih untuk berinteraksi itu
b. Pada umur berapa mereka kita bolehkan berinteraksi
c. Di mana tempat interaksi itu dilakukan.
2. Sistem pendidikan di negara Islam masih mengikuti terhadap model pendidikan
lama yang berkembang di negara-negara Islam. Pendidikan model lama itu belum
memahami tujuan Pendidikan Islam dan tidak pula menghayati hubungan tujuan
dengan proses pendidikan. Tujuan satu-satunya yang terlihat dalam pendidikan
lama ini adalah mentranformasikan budaya orang tua kepada anak-anaknya tanpa
melakukan pengembangan dan tanpa memperhatikan kebutuhan masa depan anak
tersebut. Hal ini sama dengan apa yang diungkap Allah dalam surat Az-zuhruf
ayat 22.

6
Majid Arsan Al-kailani, Ahdaf At-Tarbiyah Al-islamihah, Madinah:Maktabah Darut-Turast, 1988, Hal.
35
Oleh sebab itu kurikulum yang diberikan kepada anak-anak saat ini sama dengan
apa yang diberikan pada masa yang lalu tanpa memperhatikan perbedaan kebutuhan
saat ini dan masa yang lalu dan tanpa memperbadingkan probelma yang dihadapi
oleh umat masa kini dengan problema mereka masa lampau. Akibat ketidak pahaman
tujuan ini lahirlah keterbelakangan di berbagai lembaga pendidikan Islam, baik dalam
bidang kurikulum ataupun dalam bidang metode. Dan yang lebih naif lagi timbulnya
dualisme, atau dikhatomi dalam sistim pendidikan kita saat ini.

3. Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia

Pendidikan Islam bukan hanya sekedar proses transformasi nilai-


nilai moral untuk membentengi diri dari eksis negative globalisasi dan
modernisasi, melainkan yang paling penting adalah bagaimana nilai-nilai
moral yang telah ditanamkan lewat pendidikan Islam tersebut mampu
berperan aktif sebagai penggerak yang memiliki kekuatan dari tekanan
dan himpitan keterbelakangan social budaya, kebodohan, ekonomi, dan
kemiskinan ditengah mobilitas social yang begitu cepat.

Secara normative, Islam telah memberikan landasan kuat bagi


pelaksanaan pendidikan. Pertama, Islam menekankan bahwa pendidikan
merupakan kewajiban agama dimana proses pembelajaran dan transmisi
ilmu sangat bermakna bagi kehidupan manusia. Kedua,

IV. KESIMPULAN
V. PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai