Anda di halaman 1dari 8

TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Oleh; M.Masduki M.S.I

A. Sejarah Lembaga Pendidikan Islam

Keberadaan lembaga pendidikan Islam di Indonesia sudah diakui oleh

sejarah. Sejak sebelum Indonesia merdeka lembaga pendidikan Islam sudah

dikenal oleh penduduk kepulauan nusantara. Lemaga pendidikan surau di

Sumatra sudah dikenal sejak abad ke tujuh, bahkan sebelum pendidikan

sekolah diperkenalkan Belanda, peasantren dan pengajian al-Qur’an di masjid

dan surau adalah satu-satunya pendidikan yang ada bagi rakyat biasa.

Eksistensi ini tidak tergoyahkan meski tersaingi oleh sekolah-sekolah binaan

Belanda dan sekolah pribumi lainnya yang mengambil model Belanda.

Pendidikan Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan
meunasah atau dayah, surau, dan pesantren diyakini sebagai pendidikan
tertua di Indonesia Pendidikan Pendidikan ketiga institusi di atas
memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang
sama baik secara fungsional, substansial, operasional, dan mekanikal.1

Dalam perkambangan beriutnya lembaga pendidikan Islam ini juga

mengadaptasi diri dengan perkembangan zaman dan mengambil bentuk-

bentuk lembaga pendidikan modern. Maka timbulah bentuk madarash dan

sekolah Islam, di samping bentuk tradisional (pesantren). Kebanyakan

lembaga pendidikan Islam ini merupakan swadaya masyarakat. Sampai saat

ini belum ada pesantren yang berbentuk negri dan hanya sedikit saja madrasah

yang yang berstatus negri, kebanyakan dari madrasah ini berbntuk swasta

yang bernaung di bawah yayasan. Mengingat keterbatasan dana pemerintah

1
Dr. Ainurrofiq Dawam, M.A, Mencandra Trend Pendidikan Islam Indonesia Masa Kini

1
dalam bidanf pendidikan maka keberadaan sekolah-sekolah Islam ini sangat

membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa.

Secara fungsional trilogi sistem pendidikan tersebut dijadikan sebagai


wadah untuk menggembleng mental dan moral di samping wawasan
kepada para pemuda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi
manusia yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara. Secara
substansial dapat dikatakan bahwa trilogi sistem pendidikan tersebut
merupakan panggilan jiwa spiritual dan religius dari para tengku, buya,
dan kyai yang tidak didasari oleh motif materiil, akan tetapi murni
sebagai pengabdian kepada Allah. Secara operasional trilogi sistem
penidikan tersebut muncul dan berkembang dari masyarakat, bukan
sebagai kebijakan, proyek apalagi perintah dari para sultan, raja, atau
penguasa. Secara mekanikal bisa dipahami dari hasil pelacakan historis
bahwa trilogi sistem pendidikan di atas tumbuh secara alamiah dan
memiliki anak-anak cabang yang dari satu induk mengembang ke
berbagai lokasi akan tetapi masih ada ikatan yang kuat secara
emosional, intelektual, dan kultural dari induknya2
Keberadaan lembaga pendidikan Islam ini semakin diperkuat dengan

diundangkannya UUSPN pada tahun 1989. Dalam UUSPN tersebut diakui

adanya sekolah umum yang bercirikan keagamaan yang merupakan

pengakuan atas keberadaan madrasah dan sekolah Islam. Artinya, secara

hukum lembaga pendidikan Islam diakui sebagai salah satu subsistem dalam

sitem pendidikan nasional. Posisi ini tidak berubah ketika Undang-undang

tentang system pendidikan nasional terebut direvisi pada tahun 2003 kemarin.

“Dalam Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang system pendidikan


nasional, madrasah dikategorikan sebagai sekolah umum yang berciri Islam
(SUCI).”3

B. Tantangan yang Dihadapi Lembaga Pendidikan Islam

Peminat daripada madrasah ini sebenarnya cukup tinggi hal ini

disebabkan dari bberapa kelabihan madrasah, namun sayang kualitas lembaga

2
Ibid.
3
Arif Furchan, Transfoemasi Pendidikan Islam di Indonesia, Gama Media, hlm; 37

2
yang membawa misi penting ini menurut banyak pengamat sangat

memprihatinkan. Kualitas lembaga pendidikan Islam terutama yang

yayasannya kurang kuat keadaanya sering berada di bawah standar, meskipun

ada juga pengecualian untuk bebrapa lembaga pendidikan islam yang

memiliki kualitas tinggi, MIN Malang 1 misalnya. Persoalan ini akan

semakin serius dengan perkembangan dan pergeseran budaya dalam era

globalisasi.

“Pendidikan Islam yang identik dengan lembaga pendidikan bernama


madrasah memang masih mendapat predikat sekolah “ kelas dua “ dari
sebagian masyarakat kita yang notabene mayoritas muslim”.4
Pendidikan Islam di Indonesia selalu dihadapkan pada tantangan-

tantangan serius yang membutuhkan perhatian ekstra dari pemerintah dan

kalangan yang berkecimpung di dunia pendidikan. Dewasa ini, pendidikan

Islam setidaknya menghadapi empat tantangan pokok. Pertama, konformisme

kurikulum dan sumber daya manusia; kedua, implikasi perubahan sosial

politik; ketiga, perubahan orientasi; dan keempat, globalisasi. Semua

tantangan pendidikan Islam tersebut terkait satu sama lain.

1. Konformisme
Konformisme, atau cepat merasa puas dengan keadaan yang ada,

merupakan tantangan pendidikan di manapun. Konformisme adalah musuh

utama kreatifitas. Pendidikan Islam yang sudah “tertinggal” (dibandingkan

pendidikan yang berorientasi sekuler) malah juga terjebak pada

konformisme. Ini tentu suatu kondisi yang lebih paradoks. Konformisme

biasanya terjadi pada suatu kondisi yang sudah mapan (established), akan

4
ImronFauziwordpress.com, Tantangan Pendidikan Islam Indonesia.

3
tetapi hal ini justru terjadi pada konteks pendidikan Islam yang bergerak

lamban. Bisa dibayangkan, implikasi lebih lanjut dari konformisme

pendidikan Islam.

Kurikulum yang kini dijalankan di lembaga pendidikan Islam,

khususnya pada pendidikan dasar dan menengah, masih banyak

menggunakan model lama. Pendidikan dasar agama masih menjadi

andalan, sebagai bekal mengajarkan pendidikan agama lebih lanjut kepada

masyarakat, akan tetapi hal ini saja tidak cukup. Harus diikuti dengan

bekal pengetahuan lainnya yang kontekstual dengan perkembangan sosial.

Sekalipun di lembaga tertentu ada pembaruan kurikulum, namun sifatnya

masih parsial. Secara keseluruhan kurikulum pendidikan Islam masih

konservatif.

Implikasinya sangat serius ketika para lulusannya (SDM)

menghadapi perubahan di luar dunia pendidikan mereka. Dunia ini jauh

lebih kompleks daripada yang mereka pelajari dan bayangkan selama

berada di tempat belajar-mengajar tadi. Pluralitas sosial dan kemanusiaan

di tengah masyarakat membuat mereka gagap. Indonesia yang mereka

diami rupanya sebuah entitas yang berwarna. Kebangsaan ini rupanya tak

bisa dilihat secara monolitik, misal dari sudut pandang umat Islam saja. Di

sisi lain, kelompok sosial yang merupakan produk pendidikan sekuler, dan

mereka umumnya non-muslim, justru lebih adaptif, responsif, serta

menguasai tren iptek.

4
Dewasa ini lembaga pendidikan Islam mendapat citra baru, yakni

mengajarkan radikalisme. Padahal kalau diperiksa tidak semua pesantren

mengajarkan pendidikan dengan orientasi yang mengarahkan peserta didik

berbuat radikal. Islam agama damai dan menyejukkan (hanif) mesti tetap

menjadi pesan pokok pengajaran mulai dari tingkat ibtidaiyah sampai

perguruan tinggi. Radikalisme dalam pengajaran biasanya memunculkan

radikalisme dalam tindakan.

2. Perubahan Orientasi
Perubahan orientasi pendidikan Islam sudah menjadi keniscayaan

dan tuntutan zaman, terlebih di era globalisasi dewasa ini. Orientasi dari

sekedar mendidik mereka untuk memahami ilmu (pengetahuan) agama an

sich haruslah diubah menjadi paham terhadap ilmu agama sekaligus ilmu

sosial, ilmu humaniora dan ilmu alam. Ilmu agama dan “ilmu duniawi”

harus konvergen.

Sayangnya lembaga pendidikan Islam terlalu lambat menyadari

ketertinggalan ini. Tokoh pendidikan kita terlalu berpikir konservatif dan

masih terjebak pada dikotomi antara pendidikan agama-pendidikan umum.

Padahal dikotomi itu justru mematikan kreatifitas. Untunglah, dalam batas

tertentu sebagian kecil yang berlatar pendidikan “sekuler” relatif lebih

cepat menyadari kejumudan. Tidak heran, dewasa ini di perguruan tinggi

umum diajarkan pula ekonomi Islam, sosiologi agama (Islam), psikologi

Islam, antropologi agama (Islam) dan lainnya.

Masalahnya, sebagian lembaga pendidikan Islam masih “alergi”

dengan filsafat, bahkan ilmu sosial lainnya yang dituding sebagai bentuk

5
hegemoni Barat di bidang ilmu pengetahuan. Sayangnya, kalangan Islam

sendiri tidak bisa melakukan dekonstruksi atas ilmu sosial Barat. Walau

tidak seluruhnya, akan tetapi secara umum kondisi ini menunjukkan bahwa

pendidikan Islam Indonesia mengalami kejumudan serius.

C. Beberapa Pemikiran Menghadapi Tantangan.

Dari bahasan di atas terlihat ternyata tantangan lembaga pendidikan

Islam sangatlah kompleks mulai dari tanatangan dari dalam lembaga sendiri

hingga tantangan dari luar lembaga yang tak kalah hebatnya. Untuk itu perlu

pemikiran yang mendalam disertai usaha yang kuat untuk mengahadapi

tantangan-tantangan tersebut.

Pertama, untuk menghadapi perubahan orientasi masyarakat terhadap

pendidikan mau tidak mau lembaga pendidikan islam harus mengikuti selera

masyarakat, mengingat bahsannya lembaga pendidikan bergerak di bidang

jasa pendidikan, agar layanan tersebut tetap diminati serta memuaskan

pengguna jasa maka layanan tersebut haruslah sesuai dengan keinginan

masyarakat pengguna jasa tersebut.

Kedua, untuk mengahdapi persaingan dengan sekolah umum yang

memberikan kualitas pendidika umum dengan biaya murah, lembaga

pendidikan Islam harus memberikan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat

tetapi tidak diberikan oleh sekolah umum, yaitu pendidikan agama. Tetunya

kualitas pendidikan umum dan pendidikan agama yang diberikan lembaga

pendidikan Islam harus bagus tidak hanya sekedarnya saja.

6
Ketiga, salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas lembaga

pendidikan Islam adalah menejemen (pengelolaan). Ini adalah tnggung jawab

pengurus yayasan dan kepala lembaga pendidikan Islam, kedua pihak ini harus

kompak dan mempunyai pandangan yang sama mengenai arah tujuan

pengembangan lembaga. Setelah kedua pihak ini kompak langakah berikutnya

adalah mengonpakkan semua pihak yang terlibat dalam lembaga tersebut.

Kekompakan dalam satu arah tujuan inilah yang nantinya akan menentukan

pengelolaan lembaga yang baik.

Kemudian priorotas utama pengembangan lembaga pendidikan Islam

adalah menciptakan citra di masyarakat bahwa lembaga lembaga tersebut

memiliki kualitas yang cukup tinggi, hal ini sangatlah penting karena citra

akan mempengaruhi minat masyarakat, dan besar kecilnya minat masuk ke

lembaga tersbut jelas mempengaruhi kuat lemahnya dana operasional lembaga

tersebut.

Untuk membentuk citra yang baik haruslah lambaga tersebut

dipermak sedemikan rupa muali dari gedung, sarana dan prasarana, sragam.

Hal yang bersifat fisik ini sangat mudah dilaksanakan jika ada dana, yang

lebih sulit lagi adalah pemenuhan sarana non fisi, seperti kualitas, dan kualitas

lulusan. Untuk menelorkan lulusan yang berkualitas tentunya dalam lembaga

tersebut harus dipenuhi dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan

professional di bidangnya, mulai dari kepala lembaga pendidikan, pendidik,

karyawan serta input peserta didik yang baik juga.

7
D. Penutup.

Denngan bahasan yang singkat saja ternyata sudah banyak tantangan

yang ditemukan dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam, yang tentunya

kesemua tantangan tersebut harus dipecahkan dan dijadikan peluang, tidak

mudah bukan..?

E. Daftar Bacaan

- Dr. Ainurrofiq Dawam, M.A, Mencandra Trend Pendidikan Islam


Indonesia Masa Kini
- Arif Furchan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Gama Media
- ImronFauziwordpress.com, Tantangan Pendidikan Islam Indonesia.
- Prof. Dr. H Imam Suprayogo, Quo Vadis Pendidikan Islam, UIN Malang
Press, 2006.

Anda mungkin juga menyukai