EPIGLOTITIS AKUT
OLEH :
Magfirah Ramadhani C014201031
Gita Putri Namirah Rusdi C014201006
Fahmi Amin S C014201026
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. L.M Akhiruddin
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Rafidawaty Alwy, Sp.THTBKL(K)
Yang bertandatangan dibawah ini, menerangkan bahwa Referat dengan judul “Epiglotitis Akut”
yang disusun oleh:
Telah Menyelesaikan tugas Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT-
BKL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
ii
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Epiglotitis akut atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis supraglotik, adalah
keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari orofaring, yang meliputi inflamasi pada
epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika.1 Pada tahun 1900, Theisen pertama
kali melaporkan kasus epiglotitis akut sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut
Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah tersebut,
dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe b.1 Epiglotitis paling
sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa
Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara
cepat. Pada pasien anak-anak gejala yang paling sering ditemui adalah sesak nafas dan stridor
yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa gejala yang terjadi lebih ringan
dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan. 1,4,5
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta gejala klinis
yang ditemui dan dari foto Rontgen lateral leher yang memperlihatkan edema epiglotis
Tujuan utama dari tatalaksana pada pasien dengan epiglotitis akut adalah menjaga agar
saluran nafas tetap terbuka dan menangani infeksi penyebab atau penyebab yang lainnya.4
Epiglotitis akut dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa karena dapat
menimbulkan obstruksi saluran nafas atas yang tiba-tiba. Karena itu dokter harus mewaspadai
secara cepat dan tepat agar tidak sampai menjadi keadaan yang mengancam jiwa.2,6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka laring. Epiglotis
merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk seperti daun, dengan fungsi utama
sebagai penghalang masuknya benda yang ditelan ke aditus laring. Saat menelan laring
bergerak ke arah anterosuperior. Hal ini membuat epiglotis mengenai pangkal lidah sehingga
epiglotis terdorong ke arah posterior dan menempatkannya pada aditus laring. Epiglotis
memiliki dua tempat perlekatan di bagian anterior. Pada bagian superior epiglotis melekat
pada tulang hioid melalui ligamen hioepiglotika. Pada bagian inferior (bagian stem), epiglotis
melekat pada permukaan dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura anterior melalui
ligamen tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki banyak lubang yang berisi
kelenjar mukus.3
2
Gambar 2.1. Anatomi epiglotis.3
Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid. Bagian
suprahioid bebas baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan lingualnya, dengan
permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan permukaan lingual. Akibat
permukaan mukosa laring melipat ke arah pangkal lidah, terbentuk tiga lipatan: dua buah
lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah lipatan glosoepiglotika medial. Dua lekukan yang
terbentuk dari ketiga lipatan tersebut disebut dengan valekula (dalam bahasa Latin berarti
“lekukan kecil”). Bagian infrahioid hanya bebas pada permukaan laringealnya atau
permukaan posterior. Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Di antara
permukaan anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah pre-epiglotika
yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran kuadrangular yang
Seperti pada aspek lain dari saluran nafas pediatrik, epiglotis pada anak berbeda secara
signifikan dibandingkan dengan pada orang dewasa. Pada anak-anak, epiglotis terletak lebih
ke anterior dan superior dibandingkan pada orang dewasa dan berada pada sudut terbesar
dengan trakea.4
3
Gambar 2.2. Perbedaan letak epiglotis pada (A) anak-anak dan (B) dewasa.8
2.3 Definisi
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah
supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika,
sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik.1
2.4 Epidemiologi
Kasus epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900 sebagai
“angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut telah dipublikasikan secara luas dalam
literatur pediatrik.2 Di Amerika Serikat epiglotitis merupakan penyakit yang jarang ditemui
dengan insidensi pada orang dewasa sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk per tahun, dengan
rasio pria-wanita sekitar 3:1 dan terjadi pada usia dekade kelima dengan usia rata-rata sekitar
45 tahun.1 Namun akhir-akhir ini terdapat bukti yang menyatakan bahwa prevalensi dan
insidensi epiglotitis akut pada orang dewasa meningkat dibandingkan dengan pada anak-anak
yang relatif menurun.2-4,7 Rasio insidensi antara anak-anak dengan orang dewasa pada tahun
1980 adalah 2,6:1, dan menurun menjadi 0,4:1 pada tahun 1993. Penurunan angka kejadian
epiglotitis pada anak-anak ini terjadi sejak diperkenalkannya vaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b (Hib). Epiglotitis akut paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 – 4
tahun.1,4
4
2.5 Etiologi
Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang paling sering
ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri
lain, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus parainfluenzae, Streptococcus β-
hemolyticus grup A dan grup C, Staphylococcus aureus, dan yang lebih jarang Klebsiella
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida, Pseudomonas aeruginosa, dan
Bacteroides melanogenicus. Candida albicans juga pernah dilaporkan baik pada pasien yang
imunokompeten maupun yang imunokompromi. Beberapa virus juga dapat menyebabkan
epiglotitis akut, yaitu virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan virus Epstein-
Barr.1,2,4,7
Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal (makanan atau
minuman yang panas, penggunaan obat-obatan terlarang seperti rokok kokain dan rokok
mariyuana), penyebab kaustik, dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi
sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan leher.
2.6 Patofisiologi
dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan/ sulit
menelan dan suara menggumam atau ”hot potato voice”, suara seperti seseorang berusaha
berbicara dengan adanya makanan panas di dalam mulutnya. 1 Prediktor adanya obstruksi
saluran nafas adalah perkembangan yang cepat dalam 8 jam setelah onset gejala, terdapat
stridor inspiratoar, saliva yang menggenang, laju pernafasan lebih dari 20 kali permenit,
dispnea, retraksi dinding dada dan posisi tubuh yang tegak. 2 Selain itu tanda-tanda lain yang
dapat ditemukan pada pasien dengan epiglotitis akut adalah demam, nyeri pada palpasi ringan
Pada anak-anak manifestasi klinik yang nampak akan terlihat lebih berat dibandingkan
pada orang dewasa. Tiga tanda yang paling sering ditemui adalah demam, sulit bernafas dan
5
iritabilitas. Anak-anak akan terlihat toksik dan terlihat tanda-tanda adanya obstruksi saluran
nafas atas. Akan terlihat pernafasan yang dangkal, stridor inspiratoar, retraksi dan saliva yang
menggenang. Selain itu juga terdapat nyeri tenggorok yang hebat dan disfagia. Berbicara pun
terbatas akibat nyeri yang dirasakan. Batuk dan suara serak biasanya tidak ditemukan, namun
bisa terdapat suara menggumam. Stridor muncul ketika saluran nafas hampir sepenuhnya
tertutup. Anak-anak biasanya akan melakukan posisi tripod (pasien duduk dengan tangan
mencengkram pinggir tempat tidur, lidah menjulur dan kepala lurus ke depan).
Laringospasme dapat muncul secara tiba-tiba dengan adanya aspirasi sekret ke saluran nafas
Obstruksi saluran nafas pada pasien dengan epiglotitis akut dapat terjadi karena mukosa
dari daerah epiglotis longgar dan memiliki banyak pembuluh darah sehingga ketika terjadi
reaksi inflamasi, iritasi dan respon alergi, dapat dengan cepat terjadi edema dan menutupi
eritematosa, membengkak dan berwarna merah ceri, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan karena kemungkinan akan memperparah sumbatan dari saluran nafas. Ataupun
jika perlu dilakukan maka pemeriksaan ini dilakukan di tempat yang memiliki alat-alat
yang lengkap seperti di ruang operasi. Dapat juga dilakukan pemeriksaan laringoskopi
lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan memang diperlukan. 8
Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran “thumb sign”, yaitu bayangan dari
6
epiglotis globular yang membengkak, terlihat penebalan lipatan ariepiglotika dan distensi
dari hipofaring.
Terkadang epiglotis itu sendiri tidak membengkak, namun daerah supraglotis masih
terlihat tidak jelas dan nampak kabur akibat edema dari struktur supraglotis yang lain.
Pada kasus yang berat terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan
personil yang dapat mengintubasi pasien secara cepat ketika obstruksi saluran nafas
Gambar 2.3. Gambaran radiografi lateral leher pada pasien dengan epiglotitis.2,6
Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis dan dilakukan
ketika saluran nafas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat meningkat dari 15.000
hingga 45.000 sel/µL.4 Kultur darah dapat diambil terutama jika pasien terlihat tidak baik
secara sistemik. Kultur biasanya memberikan hasil yang positif pada 25% kasus.1
Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat. 6 Diagnosis biasanya dapat
ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan
7
Pada anak-anak croup dapat merupakan diagnosis banding dari epiglotitis. Usia pasien,
gejala prodromal, adanya batuk dan tingkat toksisitas dapat membantu membedakan
epiglotitis dari croup. Biasanya croup terjadi pada anak yang lebih muda dan yang paling
penting, pada anak dengan croup terdapat barking cough dan jarang terlihat toksik.4
saluran nafas karena penyebab lain, fraktur atau stenosis laring, aspirasi benda asing, difteri
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi
obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka serta mengeradikasi agen
penyebab. Intubasi tidak boleh dilakukan di lapangan kecuali sudah terjadi obstruksi
saluran nafas yang akut. Pada pasien dengan keadaan yang tidak stabil, penatalaksanaan
saluran nafas sangat diperlukan. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kebutuhan
intubasi termasuk distres pernafasan, keadaan saluran nafas yang membahayakan yang
menggenang dan keadaan yang makin memburuk dalam 8 – 12 jam. Epiglotis yang
membesar pada pemeriksaan radiografi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas. Jika
masih ragu-ragu, mengamankan saluran nafas merupakan pendekatan yang paling aman.
Keadaan pasien dapat memburuk secara cepat dan peralatan untuk membuka saluran
nafas harus tersedia. Jika intubasi gagal dapat dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi
segera.1
Pada pasien dengan keadaan yang stabil tanpa tanda-tanda bahaya saluran nafas, sulit
bernafas, stridor atau saliva yang menggenang dan hanya memiliki pembengkakan yang
ringan, dapat ditangani tanpa intervensi saluran nafas yang segera dengan pengawasan
ketat di unit perawatan intensif atau ICU. Karena obstruksi saluran nafas dapat terjadi
8
dengan cepat pada pasien, penilaian serial berulang dari patensi saluran nafas sangat
diperlukan.1
saluran nafas anak tersebut telah diamankan. Prosedur seperti pengambilan darah dan
pemasangan infus, meskipun dibutuhkan pada kebanyakan kasus epiglotitis akut pada
amoksisilin/asam klavulanat atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti sefuroksim,
Walaupun begit, tidak ada data yang menunjukkan kegunaannya pada keadaan ini.
ataupun durasi perawatan.3,7 Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di
mana edema telah berkurang dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang endotrakeal.
Kriteria untuk ekstubasi termasuk berkurangnya eritema, berkurangnya edema epiglotis atau
secara empiris setelah 48 jam intubasi. Laringoskopi fiber optik transnasal dapat dilakukan
jiwa, infeksi lain dapat terjadi secara bersamaan. Komplikasi paling sering adalah
meningitis, adenitis servikal, perikarditis dan otitis media. Selain itu, dapat juga terjadi
Komplikasi non-infeksi juga dapat terjadi pada pasien dengan epiglotitis. Pasien
dengan obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dan respiratory arrest dapat mengalami
9
kerusakan hipoksik dari sistem saraf pusat dan sistem organ yang lain. Bahkan pasien
Mortalitas pada pasien anak-anak telah menurun dari 7,1% menjadi 0,9% sejak
digunakannya intervensi saluran nafas profilaksis. Mortalitas pada orang dewasa sekitar 1
BAB III
KESIMPULAN
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah supraglotis dari
orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika, sehingga sering
juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik. Kasus epiglotitis akut dilaporkan
pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900 sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu
Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, yang paling sering ditemukan
adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri lain, virus
dan jamur. Selain itu juga terdapat penyebab non-infeksi, seperti penyebab termal, penyebab
kaustik dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan dan/ atau sulit
menelan, dan sulit bernafas. Pada anak-anak, gejala yang nampak akan terlihat lebih berat.4
10
Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat, karena dapat menyebabkan
obstruksi saluran nafas.6 Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dari riwayat perjalanan
saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen penyebab. 1 Dapat
dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan ekstubasi setelah 48 – 72 jam, serta
DAFTAR PUSTAKA
2. Chung, C.H. Case and Literature Review: Adult Acute Epiglottitis – Rising Incidence or
Increasing Awareness. Hong Kong J Emerg Med. October 2011; 8(4): 227-30. Available
3. Koufman, J. A., Belafsky, P. C. Infectious and Inflammatory Disease of the Larynx. In:
Snow, J. B., Ballenger J. J. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th
11
5. Dhingra, P.L. Acute and Chronic Inflammation of Larynx. In: Dhingra, P.L. Diseases of
Ear, Nose and Throat. 4th Ed. USA: Elsevier; 2007: 265-6.
6. Chung, C.H. Acute Epiglottitis Presenting as the Sensation of a Foreign Body in the
Throat. Hong Kong Med J. September 2000; 6(3): 322-4. Available at:
7. Wick, F., Ballmer, P.E., Haller, A. Acute Epiglottitis in Adults. Swiss Med Wkly. 2002;
8. Cummings, C.W. Flint, P.W. Management of Acute Epiglotitis. In: Lund, V.J. Cummings
Otolaryngology - Head & Neck Surgery. 5th Ed. USA: Elsevier; 2010: 2806-9
12