Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

EPIGLOTITIS AKUT

OLEH :
Magfirah Ramadhani C014201031
Gita Putri Namirah Rusdi C014201006
Fahmi Amin S C014201026

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. L.M Akhiruddin

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Rafidawaty Alwy, Sp.THTBKL(K)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini, menerangkan bahwa Referat dengan judul “Epiglotitis Akut”
yang disusun oleh:

Magfirah Ramadhani C014201031


Gita Putri Namirah Rusdi C014201006
Fahmi Amin S C014201026

Telah Menyelesaikan tugas Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT-
BKL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2022

Konsulen Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Rafidawaty Alwy, Sp.THTBKL(K) dr. L.M Akhiruddin

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………… i


LEMBR PENGESAHAN…………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI………..……………………………………………………………….……. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………… 2
2.1 Anatomi Epiglotis…………...….……..…………………………….………………… 2
2.3 Definisi…………………..…………………………………………………………….. 7
2.4 Epidemiologi…….……...……………………………………………………………... 8
2.5 Etiologi…………..……...……………………………………………………………... 8
2.6 Patofisiologi……...……...…………………………………………………………….. 8
2.7 Gejala Klinis…….……...…………………………………………………………….. 9
2.8 Diagnosis………...….…...…………………………………………………………….. 10
2.9 Penatalaksanaan.….….....…………………………………………………………….. 11
2.10 Prognosis………….…..,.…………………………………………………………….. 12
2.11 Komplikasi ……….…..,.…………………………………………………………….. 12
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Epiglotitis akut atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis supraglotik, adalah

keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari orofaring, yang meliputi inflamasi pada

epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika.1 Pada tahun 1900, Theisen pertama

kali melaporkan kasus epiglotitis akut sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut

dipublikasikan secara luas dalam literatur pediatrik.2

Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah tersebut,

dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe b.1 Epiglotitis paling

sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa

prevalensi dan insidensinya meningkat pada orang dewasa.2-4

Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara

cepat. Pada pasien anak-anak gejala yang paling sering ditemui adalah sesak nafas dan stridor

yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa gejala yang terjadi lebih ringan

dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan. 1,4,5

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta gejala klinis

yang ditemui dan dari foto Rontgen lateral leher yang memperlihatkan edema epiglotis

(“thumb sign”) dan dilatasi dari hipofaring.3,5

Tujuan utama dari tatalaksana pada pasien dengan epiglotitis akut adalah menjaga agar

saluran nafas tetap terbuka dan menangani infeksi penyebab atau penyebab yang lainnya.4

Epiglotitis akut dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa karena dapat

menimbulkan obstruksi saluran nafas atas yang tiba-tiba. Karena itu dokter harus mewaspadai

kemungkinan terjadinya epiglotitis pada pasien, mendiagnosis serta memberikan tatalaksana

secara cepat dan tepat agar tidak sampai menjadi keadaan yang mengancam jiwa.2,6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Anatomi Epiglotis

Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka laring. Epiglotis

merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk seperti daun, dengan fungsi utama

sebagai penghalang masuknya benda yang ditelan ke aditus laring. Saat menelan laring

bergerak ke arah anterosuperior. Hal ini membuat epiglotis mengenai pangkal lidah sehingga

epiglotis terdorong ke arah posterior dan menempatkannya pada aditus laring. Epiglotis

memiliki dua tempat perlekatan di bagian anterior. Pada bagian superior epiglotis melekat

pada tulang hioid melalui ligamen hioepiglotika. Pada bagian inferior (bagian stem), epiglotis

melekat pada permukaan dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura anterior melalui

ligamen tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki banyak lubang yang berisi

kelenjar mukus.3

2
Gambar 2.1. Anatomi epiglotis.3

Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid. Bagian

suprahioid bebas baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan lingualnya, dengan

permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan permukaan lingual. Akibat

permukaan mukosa laring melipat ke arah pangkal lidah, terbentuk tiga lipatan: dua buah

lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah lipatan glosoepiglotika medial. Dua lekukan yang

terbentuk dari ketiga lipatan tersebut disebut dengan valekula (dalam bahasa Latin berarti

“lekukan kecil”). Bagian infrahioid hanya bebas pada permukaan laringealnya atau

permukaan posterior. Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Di antara

permukaan anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah pre-epiglotika

yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran kuadrangular yang

memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata, membentuk lipatan ariepiglotika.3

Seperti pada aspek lain dari saluran nafas pediatrik, epiglotis pada anak berbeda secara

signifikan dibandingkan dengan pada orang dewasa. Pada anak-anak, epiglotis terletak lebih

ke anterior dan superior dibandingkan pada orang dewasa dan berada pada sudut terbesar

dengan trakea.4

3
Gambar 2.2. Perbedaan letak epiglotis pada (A) anak-anak dan (B) dewasa.8

2.3 Definisi
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah
supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika,
sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik.1

2.4 Epidemiologi
Kasus epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900 sebagai
“angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut telah dipublikasikan secara luas dalam
literatur pediatrik.2 Di Amerika Serikat epiglotitis merupakan penyakit yang jarang ditemui
dengan insidensi pada orang dewasa sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk per tahun, dengan
rasio pria-wanita sekitar 3:1 dan terjadi pada usia dekade kelima dengan usia rata-rata sekitar
45 tahun.1 Namun akhir-akhir ini terdapat bukti yang menyatakan bahwa prevalensi dan
insidensi epiglotitis akut pada orang dewasa meningkat dibandingkan dengan pada anak-anak
yang relatif menurun.2-4,7 Rasio insidensi antara anak-anak dengan orang dewasa pada tahun
1980 adalah 2,6:1, dan menurun menjadi 0,4:1 pada tahun 1993. Penurunan angka kejadian
epiglotitis pada anak-anak ini terjadi sejak diperkenalkannya vaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b (Hib). Epiglotitis akut paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 – 4
tahun.1,4

4
2.5 Etiologi

Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang paling sering
ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri
lain, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus parainfluenzae, Streptococcus β-
hemolyticus grup A dan grup C, Staphylococcus aureus, dan yang lebih jarang Klebsiella
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida, Pseudomonas aeruginosa, dan
Bacteroides melanogenicus. Candida albicans juga pernah dilaporkan baik pada pasien yang
imunokompeten maupun yang imunokompromi. Beberapa virus juga dapat menyebabkan
epiglotitis akut, yaitu virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan virus Epstein-
Barr.1,2,4,7
Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal (makanan atau
minuman yang panas, penggunaan obat-obatan terlarang seperti rokok kokain dan rokok
mariyuana), penyebab kaustik, dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi
sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan leher.
2.6 Patofisiologi

2.7 Manifestasi Klinis


Onset dan perkembangan gejala yang terjadi pada pasien epiglotitis akut berlangsung

dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan/ sulit

menelan dan suara menggumam atau ”hot potato voice”, suara seperti seseorang berusaha

berbicara dengan adanya makanan panas di dalam mulutnya. 1 Prediktor adanya obstruksi

saluran nafas adalah perkembangan yang cepat dalam 8 jam setelah onset gejala, terdapat

stridor inspiratoar, saliva yang menggenang, laju pernafasan lebih dari 20 kali permenit,

dispnea, retraksi dinding dada dan posisi tubuh yang tegak. 2 Selain itu tanda-tanda lain yang

dapat ditemukan pada pasien dengan epiglotitis akut adalah demam, nyeri pada palpasi ringan

leher dan batuk.1

Pada anak-anak manifestasi klinik yang nampak akan terlihat lebih berat dibandingkan

pada orang dewasa. Tiga tanda yang paling sering ditemui adalah demam, sulit bernafas dan

5
iritabilitas. Anak-anak akan terlihat toksik dan terlihat tanda-tanda adanya obstruksi saluran

nafas atas. Akan terlihat pernafasan yang dangkal, stridor inspiratoar, retraksi dan saliva yang

menggenang. Selain itu juga terdapat nyeri tenggorok yang hebat dan disfagia. Berbicara pun

terbatas akibat nyeri yang dirasakan. Batuk dan suara serak biasanya tidak ditemukan, namun

bisa terdapat suara menggumam. Stridor muncul ketika saluran nafas hampir sepenuhnya

tertutup. Anak-anak biasanya akan melakukan posisi tripod (pasien duduk dengan tangan

mencengkram pinggir tempat tidur, lidah menjulur dan kepala lurus ke depan).

Laringospasme dapat muncul secara tiba-tiba dengan adanya aspirasi sekret ke saluran nafas

yang telah menyempit dan menimbulkan respiratory arrest.4,8

Obstruksi saluran nafas pada pasien dengan epiglotitis akut dapat terjadi karena mukosa

dari daerah epiglotis longgar dan memiliki banyak pembuluh darah sehingga ketika terjadi

reaksi inflamasi, iritasi dan respon alergi, dapat dengan cepat terjadi edema dan menutupi

saluran nafas sehingga terjadi obstruksi yang mengancam jiwa.6

2.8 Pemeriksaan dan Diagnosis


Dari pemeriksaan orofaring dapat terlihat epiglotis dan daerah sekitarnya yang

eritematosa, membengkak dan berwarna merah ceri, namun pemeriksaan ini jarang

dilakukan karena kemungkinan akan memperparah sumbatan dari saluran nafas. Ataupun

jika perlu dilakukan maka pemeriksaan ini dilakukan di tempat yang memiliki alat-alat

yang lengkap seperti di ruang operasi. Dapat juga dilakukan pemeriksaan laringoskopi

direk dengan fiber optik untuk pemeriksaan yang lebih akurat.1,7

Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut masih

kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis dari radiografi

lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan memang diperlukan. 8

Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran “thumb sign”, yaitu bayangan dari

6
epiglotis globular yang membengkak, terlihat penebalan lipatan ariepiglotika dan distensi

dari hipofaring.

Terkadang epiglotis itu sendiri tidak membengkak, namun daerah supraglotis masih

terlihat tidak jelas dan nampak kabur akibat edema dari struktur supraglotis yang lain.

Pada kasus yang berat terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan

radiografi. Jika radiografi memang dibutuhkan pemeriksaan harus didampingi dengan

personil yang dapat mengintubasi pasien secara cepat ketika obstruksi saluran nafas

memberat atau telah tertutup seluruhnya.2,3,8

Gambar 2.3. Gambaran radiografi lateral leher pada pasien dengan epiglotitis.2,6

Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis dan dilakukan

ketika saluran nafas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat meningkat dari 15.000

hingga 45.000 sel/µL.4 Kultur darah dapat diambil terutama jika pasien terlihat tidak baik

secara sistemik. Kultur biasanya memberikan hasil yang positif pada 25% kasus.1

Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat. 6 Diagnosis biasanya dapat

ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan

radiografi jika memungkinkan.3

2.9 Diagnosis Banding

7
Pada anak-anak croup dapat merupakan diagnosis banding dari epiglotitis. Usia pasien,

gejala prodromal, adanya batuk dan tingkat toksisitas dapat membantu membedakan

epiglotitis dari croup. Biasanya croup terjadi pada anak yang lebih muda dan yang paling

penting, pada anak dengan croup terdapat barking cough dan jarang terlihat toksik.4

Kondisi-kondisi lain yang menyerupai epiglotitis adalah angioedema akut, obstruksi

saluran nafas karena penyebab lain, fraktur atau stenosis laring, aspirasi benda asing, difteri

laringeal, laringitis, abses peritonsilar, abses retrofaringeal, dan sepsis.1,4

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi

obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka serta mengeradikasi agen

penyebab. Intubasi tidak boleh dilakukan di lapangan kecuali sudah terjadi obstruksi

saluran nafas yang akut. Pada pasien dengan keadaan yang tidak stabil, penatalaksanaan

saluran nafas sangat diperlukan. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kebutuhan

intubasi termasuk distres pernafasan, keadaan saluran nafas yang membahayakan yang

ditemukan saat pemeriksaan, stridor, ketidakmampuan untuk menelan, saliva yang

menggenang dan keadaan yang makin memburuk dalam 8 – 12 jam. Epiglotis yang

membesar pada pemeriksaan radiografi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas. Jika

masih ragu-ragu, mengamankan saluran nafas merupakan pendekatan yang paling aman.

Keadaan pasien dapat memburuk secara cepat dan peralatan untuk membuka saluran

nafas harus tersedia. Jika intubasi gagal dapat dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi

segera.1

Pada pasien dengan keadaan yang stabil tanpa tanda-tanda bahaya saluran nafas, sulit

bernafas, stridor atau saliva yang menggenang dan hanya memiliki pembengkakan yang

ringan, dapat ditangani tanpa intervensi saluran nafas yang segera dengan pengawasan

ketat di unit perawatan intensif atau ICU. Karena obstruksi saluran nafas dapat terjadi

8
dengan cepat pada pasien, penilaian serial berulang dari patensi saluran nafas sangat

diperlukan.1

Pada anak-anak, hindari prosedur yang dapat meningkatkan kegelisahan sampai

saluran nafas anak tersebut telah diamankan. Prosedur seperti pengambilan darah dan

pemasangan infus, meskipun dibutuhkan pada kebanyakan kasus epiglotitis akut pada

anak, dapat meningkatkan kegelisahan dan memperparah keadaan saluran nafasnya.4

Antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus mencakup

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dan Pneumococcus, seperti

amoksisilin/asam klavulanat atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti sefuroksim,

sefotaksim atau seftriakson. Kortikosteroid sering direkomendasikan untuk epiglotitis.

Walaupun begit, tidak ada data yang menunjukkan kegunaannya pada keadaan ini.

Penggunaan kortikosteroid tidak mengurangi kebutuhan untuk intubasi, durasi intubasi

ataupun durasi perawatan.3,7 Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di

mana edema telah berkurang dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang endotrakeal.

Kriteria untuk ekstubasi termasuk berkurangnya eritema, berkurangnya edema epiglotis atau

secara empiris setelah 48 jam intubasi. Laringoskopi fiber optik transnasal dapat dilakukan

untuk menilai resolusi dari edema sebelum dilakukan ekstubasi.3,8

2.11 Komplikasi dan Prognosis


Meskipun epiglotitis akut itu sendiri merupakan penyakit yang dapat mengancam

jiwa, infeksi lain dapat terjadi secara bersamaan. Komplikasi paling sering adalah

pneumonia. Infeksi konkomitan dengan Haemophilus influenzae yang lain termasuk

meningitis, adenitis servikal, perikarditis dan otitis media. Selain itu, dapat juga terjadi

abses epiglotis dan uvulitis.7,8

Komplikasi non-infeksi juga dapat terjadi pada pasien dengan epiglotitis. Pasien

dengan obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dan respiratory arrest dapat mengalami

9
kerusakan hipoksik dari sistem saraf pusat dan sistem organ yang lain. Bahkan pasien

yang telah mendapat tatalaksana yang cukup dapat menjadi hipoksik.8

Mortalitas pada pasien anak-anak telah menurun dari 7,1% menjadi 0,9% sejak

digunakannya intervensi saluran nafas profilaksis. Mortalitas pada orang dewasa sekitar 1

– 7%, namun jika terjadi obstruksi, mortalitas menjadi 17,6%.

BAB III
KESIMPULAN

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah supraglotis dari

orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika, sehingga sering

juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik. Kasus epiglotitis akut dilaporkan

pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900 sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu

epiglotitis akut telah dipublikasikan secara luas dalam literatur pediatrik.2

Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, yang paling sering ditemukan

adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri lain, virus

dan jamur. Selain itu juga terdapat penyebab non-infeksi, seperti penyebab termal, penyebab

kaustik dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari

kemoterapi pada daerah kepala dan leher.1,2,4

Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan dan/ atau sulit

menelan, dan sulit bernafas. Pada anak-anak, gejala yang nampak akan terlihat lebih berat.4

10
Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat, karena dapat menyebabkan

obstruksi saluran nafas.6 Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dari riwayat perjalanan

penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan radiografi jika memungkinkan.8

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi obstruksi

saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen penyebab. 1 Dapat

dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan ekstubasi setelah 48 – 72 jam, serta

pemberian antibiotik yang adekuat.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Gompf, S.G. Epiglottitis. 2011. Available at: http: //emedicine. medscape.com/

article/763612 [Accessed February 16th, 2016].

2. Chung, C.H. Case and Literature Review: Adult Acute Epiglottitis – Rising Incidence or

Increasing Awareness. Hong Kong J Emerg Med. October 2011; 8(4): 227-30. Available

at: http: //www. hkcem.com/html/publications/ Journal/ 2001-3/227-231.pdf [Accessed

February 16th, 2016].

3. Koufman, J. A., Belafsky, P. C. Infectious and Inflammatory Disease of the Larynx. In:

Snow, J. B., Ballenger J. J. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th

Ed. USA: BC Decker; 2003: 1090-3, 1195-6, 1198.

4. Tolan, R.W. Pediatric Epiglottitis. 2011. Available at: http:// emedicine.

medscape.com/article/963773 [Accessed February 16th, 2016].

11
5. Dhingra, P.L. Acute and Chronic Inflammation of Larynx. In: Dhingra, P.L. Diseases of

Ear, Nose and Throat. 4th Ed. USA: Elsevier; 2007: 265-6.

6. Chung, C.H. Acute Epiglottitis Presenting as the Sensation of a Foreign Body in the

Throat. Hong Kong Med J. September 2000; 6(3): 322-4. Available at:

http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm0009p322.pdf [Accessed February 16th, 2016].

7. Wick, F., Ballmer, P.E., Haller, A. Acute Epiglottitis in Adults. Swiss Med Wkly. 2002;

132: 541-546. Available at: http:// www.smw. ch/docs/pdf200x/ 2002/37/smw-10050.PDF

[Accessed February 15th, 2016].

8. Cummings, C.W. Flint, P.W. Management of Acute Epiglotitis. In: Lund, V.J. Cummings

Otolaryngology - Head & Neck Surgery. 5th Ed. USA: Elsevier; 2010: 2806-9

12

Anda mungkin juga menyukai