ABORTUS INKOMPLIT
Disusun oleh :
Magfirah Ramadhani
C014201031
Residen Pembimbing :
dr. Hidayatullah
Supervisor :
dr. Irma, Sp.OG (K)
Telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul Abortus Inkomplit yang telah
disetujui dan di bacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode 31 Oktober – 04 Desember
2022.
Mengetahui,
ii
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN LAPORAN KASUS
Mengetahui,
iii
DAFTAR HADIR PEMBACAAN LAPORAN KASUS
Pukul : WITA
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Makassar, 2022
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................v
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................22
v
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. FN
Umur : 21 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bayam Lorong 5 No.50
No. RM : 132911
Tanggal pemeriksaan : 27 Agustus 2022
1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
1
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : Tidak ada
Diabetes mellitus : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Alergi : Tidak ada
e. Riwayat Haid
Menarche : 17 tahun
Siklus : 35 Hari
Lama : 5 hari
Dismenorhea : Tidak ada
Banyak : 4x ganti pembalut
HPHT : 14 April 2022
f. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali, usia 17 tahun
Lama menikah : 4 tahun
h. Riwayat KB
Kontrasepsi dipakai : Tida ada
Keluhan :-
Lamanya Pemakaian :-
2
1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
b. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 99 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu (axilla) : 36,5 °C
c. Status Gizi
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 50 kg
IMT : 22,2 kg/m2
Status gizi : Normal
3
e. Status Obstetri
Inspeksi
Mammae : Areola mammae hiperpigmentasi (-)
Abdomen : Datar
Bekas luka operasi: Tidak ada
Palpasi
TFU : Tidak teraba
Massa tumor : (-)
Nyeri tekan : Nyeri tekan suprapubik
Fluksus : Darah (+)
Pemeriksaan Dalam
Vulva/vagina : Normal / Normal
Portio : Licin
OUE/OUI : Terbuka/terbuka
Adnexa : Tidak ada kelainan
Pelepasan : Darah ada
4
Pemeriksaan Plano Test (27/7/2022)
Plano test : Positif
1.5 Resume
Pasien perempuan usia 21 tahun, datang dengan G2P1A0, Gravid 19 Minggu 2 Hari.
Pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir yang dialami sejak 19 hari yang lalu,
disertai keluar gumpalan 12 hari yang lalu. Nyeri perut bagian bawah ada, dirasakan
terus menerus. Riwayat diurut-urut tidak ada, riwayat konsumsi obat-obatan tidak ada,
riwayat konsumsi jamu ada. Riwayat coitus tidak ada. Riwayat memasukkan benda ke
dalam jalan lahir tidak ada. Riwayat Antenatal Care tidak pernah Riwayat injeksi TT
tidak pernah. Riwayat penyakit dahulu tidak ada, riwayat penyakit keluarga tidak ada.
Riwayat menarche pada usia 17 tahun. Menstruasi siklus 30 hari, lama haid 5 hari.
HPHT 14 April 2022. Riwayat perkawinan, menikah 1 kali usia 17 tahun. Riwayat
kontrasepsi yang pernah di pakai tidak ada. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum sakit
sedag, compos mentis (GCS E4M6V5), TTV dalam batas normal, status gizi normal.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi bentuk datar, striae tidak ada, luka
bekas operasi tidak ada. Pada palpasi TFU tidak teraba, massa tekan tidak ada, dan nyeri
tekan supra pubik ada. Pada auskultasi bising usus ada kesan normal, DJJ tidak tidak
ada. Pada genitalia eksterna ditemukan adanya fluksus darah. Pada pemeriksaan dalam
vagina didapatkan vulva dan vagina tidak ada kelaian. Portio licin, OUE dan OUI
terbuka, adneksa tidak ada kelainan. Pelepasan darah ada, teraba jaringan. Pada
pemeriksaan Laboratorium, WBC 10.000 uL, RBC 4.300.000 uL, HGB 12,4 gr/dl, BT
12 menit, CT 2 detik, HbSAg Nonreaktif. Pada pemeriksaan Plano test hasil positif.
Pemeriksaan USG Ginekologi didaptkan uterus membesar antefleksi. Tampak GS
5
dengan dinding intak pada SBR, tak tampak fetal node, Dilatasi cavum uteri disertai
stolcel dengan kesan abortus inkomplit.
1.7 Penatalaksanaan
Terapi :
IVFD Ringer Laktat 500 cc 28 tpm
Paracetamol 500 mg/oral
Drips Oxytocin 10 IU dalam RL 500 cc
Kuretase
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi oleh akibat – akibat tertentu pada
atau sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram atau
buah kehamilan belum mampu untuk bertahan hidup diluar kandungan.1
2.2 Epidemiologi
Abortus inkomplit terjadi pada wanita dengan usia kehamilan < 20 minggu.
Abortus inkomplit lebih sering terjadi pada wanita usia lanjut dan dengan status
sosioekonomi yang rendah atau mereka yang terlibat dalam perilaku berisiko. Wanita
yang tinggal di daerah dengan akses layanan kesehatan yang buruk meningkatkan risiko
terjadinya abortus inkomplit.2
Wanita yang sebelumnya pernah terdiagnosia dengan mola hidatidosa, biasanya
berusia 15 – 20 tahun, mempunyai sekitar 13% kemungkinan untuk mengalami abortus
inkomplit. Tidak ada data statistik yang mendukung di seluruh dunia oleh karena hukum
legalisasi aborsi di banyak negara dan kurangnya pelaporan kasus.3
2.3 Etiologi
a. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga berhubungan dengan abortus. Sebagian besar abortus
spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio. Triploid ditemukan pada
sekitar 16% kejadian abortus di mana ovum normal dibuahi oleh 2 sperma (dispermi).
Trisomi (30% dari seluruh kasus trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan
diikuti dengan Sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21
dimana sepertiganya bisa bertahan hingga lahir. Selain kelainan sitogenetik, kelainan
lain seperti fertilisasi abnormal yaitu dalam bentuk tetraploid dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut. Kelainan dari struktur kromosom juga
merupakan salah satu penyebab kelainan sitogenetik yang dapat menyebabkan aborsi.
Selain dari itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen juga dapat mengganggu proses
implantasi dan mengakibatkan abortus, seperti pada mytotic dystrophy yang
menyebabkan kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan
genetik seperti Sindrom Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, Hemosisteinuria dan
pseudoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat yang dapat
7
menyebabkan abortus. Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell
anemia, disfibrinogemia, defisiensi faktor XII menyebabkan abortus dengan
mikroinfark pada plasenta.4
b. Faktor Anatomi
Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik
utamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan adanya
anomali uterus pada sekitar 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena faktor
anatomi adalah septum uterus yang diakibatkan oleh adanya kelainan duktus Mulleri
(40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%). Mioma uteri juga dapat
mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat adanya gangguan passage dan
kontraktilitas uterus. Selain dari kelainan uterus, Sindroma Asherman juga dapat
mengakibatkan abortus karena mengganggu tempat implantasi serta pasokan darah
pada permukaan endometrium. Kelainan kongenital arteri uterina yang
membahayakan aliran darah endometrium juga dapat berpengaruh. Selain itu,
kelainan yang didapat seperti adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat
menyebabkan terjadinya abortus.4
Selain kelainan yang telah disebutkan di atas, Inkompetens serviks juga telah
terbukti dapat menyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan. Wanita
dengan inkompeten serviks mengalami dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2 cm
atau lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal. Apabila dilatasi mencapai 4
cm atau lebih, maka terjadi kontraksi uterus yang aktif dan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dari dalam rahim 1. Faktor –
faktor yang mengakibatkan inkompeten serviks adalah kehamilan yang berulang,
Riwayat operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, dan abnormalitas dari
anatomi serviks.4
c. Faktor Endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada sistem
hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara
keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar
progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus. Pada pasien diabetes
mellitus dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester pertama akan berisiko untuk
mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM (Insulin Dependent Diabetes
8
Mellitus) dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2 – 3 kali lipat untuk mengalami
abortus. Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi kesiapan endometrium
terhadap implantasi embrio. Kadar progesteron yang rendah diketahui dapat
menyebabkan abortus utamanya pada usia kehamilan 7 minggu di mana trofoblast
harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.2 Faktor humoral
terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan. Perubahan
endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan
morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas,
dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Selain itu, hipotiroidisme,
hipoprolaktinemia dan sindrom polikistik ovarium juga merupakan faktor yang
kontribusi pada kejadian abortus. 2,4
d. Faktor Infeksi
Ada berbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian
abortus antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin
yang berdampak langsung pada janin dan fetoplasenta. Infeksi janin bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk dapat bertahan hidup.4
Infeksi plasenta dapat menyebabkan insufisiensi plasenta dan dapat berlanjut
menjadi kematian janin. Infeksi kronis pada endometrium akibat penyebaran bakteri
dari traktus urogenetalia dapat mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh
kuman gram positif dan gram negatif juga dapat mengakibatkan abortus. Infeki virus
pada awal kehamilan dapat mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio
misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, coxsackie virus, dan varisella
zoster. Beberapa jenis organisme yang dapat mengakibatkan terjadinya abortus,
diantaranya adalah :1,4
i. Bakteria : Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma
hominis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina.
ii. Virus : Citomegalovirus , Herpes Simplex Virus, HIV dan Parvovirus.
iii. Parasit : Toksoplasma gondii, Plasmodium falsifarum.
iv. Spirochaeta: Treponema pallidum. 4
e. Faktor Imunologi
Beberapa penyakit autoimun yang berhubungan erat dengan kejadian abortus
diantaranya adalah Systemic Lupus Eritematosus dan Antiphospholipid Antibodies
(ApA). ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.
9
Peluang terjadinya abortus pada trimester 2 dan 3 pada pasien SLE adalah sekitar
75%.4
f. Faktor Trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental dan
infeksi. Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan oleh
karena trauma.4
g. Faktor Nutrisi dan Lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin diakibatkan oleh paparan obat, bahan
kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. Faktor – faktor yang
terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, konsumsi
alkohol dan kafein.4 Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko terjadinya
abortus.1
Rokok mengandung ratusan zat toksik, diantaranya adalah nikotin dan
karbon monoksida. Nikotin memiliki sifat vasoaktif yang dapat menghambat 13
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurukan kadar oksigen ibu dan janin
dan dapat memicu dihasilkannya neurotoksin. Konsumsi alkohol pada 8 minggu
pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan dan anomali
pada fetus. Angka kejadian abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang
mengonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan meningkat 3 kali lipat bila konsumsi alkohol
tiap hari bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengomsumsi alkohol sama
sekali. Mengonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari juga dapat meningkatkan
risiko abortus dan bila mengonsumsi lebih dari 5 gelas, risikonya meningkat secara
linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. Pada penelitian lain, wanita hamil yang
mempunyai kadar paraxantine (metabolit kafein) berisiko mengalami abortus spontan 2
kali lipat daripada kontrol. 1,4
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut :
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun
mekanis.5
2. Abortus provokatus adalah keluarnya hasil konsepsi yang disengaja atau digugurkan.
Abortus provokatus terbagi menjadi :
10
a. Abortus medisinalis atau abortus terapeutika (Abortus provocatus artificialis atau
Abortus therapeuticus) adalah abortus dengan adanya indikasi abortus untuk
kepentingan ibu dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan
jiwa ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks.
Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter spesialis
kandungan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.5
b. Abortus kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah abortus tanpa adanya
indikasi medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh
hukum.5
Klasifikasi abortus berdasarkan gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi :
1. Abortus Immines
Abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana terjadi perdarahan
pervaginam. Abortus imminens didiagnosa bila usia kehamilan kurang dari 20
minggu dan mengeluarkan darah sedikit pada jalan lahir. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri pada perut bagian
bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Ostium uteri masih
tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.6
11
sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang – kadang
perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah
mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.6
12
Gambar 4. Abortus Komplit
5. Missed Abortion
Abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum usia
kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan selama 6 minggu atau lebih.6
13
Gambar 6. Abortus Habituais
7. Abortus Infeksius (infectious abortion)
Abortus yang disertai infeksi genital.6
8. Abortus Septik (septic abortion)
Abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya
kedalam peredaran darah atau peritonium.6
14
Riwayat penyakit dahulu sebaiknya digali dengan seksama seperti ada
tidaknya diabetes melitus yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak
terkontrol, riwayat trauma, merokok, konsumsi alkohol dan riwayat infeksi traktus
urogenitalia harus diperhatikan. Riwayat berpergian ke tempat endemik malaria
dan riwayat penggunaan narkoba dan riwayat seks bebas dapat menambah
kecurigaan abortus yang mengarah akibat infeksi.8
Pada abortus inkomplit, sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
dan masih ada jaringan yang tertinggal. Perdarahan biasanya masih terjadi,
jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa,
yang menyebabkan sebagian plasental site masih terbuka sehingga perdarahan
terus terjadi.9
b. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, hal yang perlu diperhatikan berupa : jumlah
perdarahan apakah banyak, sedang atau sedikit. Dari palpasi abdomen dapat
memberikan petunjuk keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dari
pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi,
dan konsistensinya. Pada pemeriksaan dalam vagina, pada kasus abortus
inkomplit, ostium uteri masih terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum
uteri atau menonjol di ostium uteri eksternum. Pemeriksaan fisis pada kecurigaan
abortus dapat dilihat dari tabel di bawah ini:10
15
perut bawah, sindroma
lebih besar
mirip PEB, tidak ada
dari usia hidatidosa
janin, keluar jaringan
gestasi
seperti anggur
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG
ditemukan besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong
gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik dan
bentuknya tidak beraturan.10
2.7 Differential Diagnosis
Berikut differential diagnosis dari abortus:
Diagnosis Pemeriksaan
Gejala Pemeriksaan Fisik
Banding Penunjang
Perdarahan dari TFU sesuai dengan Tes kehamilan urin
Uterus pada kehamilan umur kehamilan masih positif
ABORTUS sebelum 20 minggu Dilatasi serviks (-) USG : gestasional sac
IMINENS berupa flek-flek (+), fetal plate (+), fetal
Nyeri perut ringan movement (+), fetal heart
Keluar jaringan (-) movement (+)
Perdarahan banyak dari TFU sesuai dengan Tes kehamilan urin
uterus pada kehamilan umur kehamilan masih positif
ABORTUS sebelum 20 minggu Dilatasi serviks (+) USG : gestasional sac
INSIPIENS Nyeri perut berat (+), fetal plate (+), fetal
Keluar jaringan (-) movement (+/-), fetal
heart movement (+/-)
ABORTUS Perdarahan banyak / TFU kurang dari Tes kehamilan urin
INKOMPLIT sedang dari uterus umur kehamilan masih positif
pada kehamilan Dilatasi serviks (+) USG: terdapat sisa hasil
sebelum 20 minggu Teraba jaringan dari konsepsi (+)
Nyeri perut ringan cavum uteri atau
16
Keluar jaringan masih menonjol
sebagian (+) pada Osteum uteri
eksternum
Perdarahan (-) TFU kurang dari Tes kehamilan urin
Nyeri perut (-) umur kehamilan masih positif bila terjadi
ABORTUS
Keluar jaringan (+) Dilatasi serviks (-) 7-10 hari setelah abortus.
KOMPLIT
USG : sisa hasil konsepsi
(-)
17
Mual - muntah (+)
2.8 Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan darah
sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok. Jika
tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya
dapat memburuk dengan cepat.
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
Ampicillin 2 gram IV/IM kemudian 1 gram diberikan setiap 6 jam.
Gentamicin 5 mg/ KgBB/ IV setiap 24 jam.
Metronidazol 500 mg/ IV setiap 8 jam.
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.11,12,13,14
b. Abortus Imkomplit
Lakukan konseling.
Jika perdarahan ringan atau sedang dana kehamilan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkanhasil konsepsi
yang mencuat dari serviks.
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang
18
dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM
(dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam
1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk
membantu pengeluaran hasil konsepsi.
Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan
pulang.11,12,13,14
Penanganan abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan segar harus
diberikan infus intravena cairan NaCI fisiologik atau cairan Ringer yang segera
disusul dengan darah. Setelah syok diatasi, dilakukan kuretase. Pasca tindakan
ergometrin intramuskuler untuk mempertahankan kontraksi uterus.
2.9 Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diakibatkan oleh luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca
tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.9
b. Perforasi uterus
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya pada abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah
ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.9
c. Syok
Syok akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah
19
seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat
kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik
harus dilakukan dengan teliti.9
d. Emboli udara
Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal
ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara
masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di
endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak
menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70- 100 ml dilaporkan sudah
dapat memastikan dengan segera.9
e. Inhibisi vagus
Inhibisi vagus hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi
akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang
terlalu panas atau terlalu dingin.9
f. Keracunan obat/ zat abortivum
Keracunan obat/ zat abortivum termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti
KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Iodium dan Sublimat dapat mengakibatkan
cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat- obatan seperti kina atau
logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan
toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.9
g. Infeksi dan sepsis
Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan waktu.
Khususnya pada genitalia eksterna yaitu Staphylococci, Streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira,
jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada Lactobacili,
Streptococci, Staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur.9
Umumnya pada abortus infeksius, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus
septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba,
parametrium, dan peritonium. Organisme – organisme yang paling sering
bertanggung jawab terhadap infeksi pasca abortus adalah E.coli, Streptococcus
non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus
20
hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai
adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetanii.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.9
2.10 Prognosis
Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan
prognosis yang baik terhadap ibu.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
21
2. Gebretsadik A. Factors Associated with Management Outcome of Incomplete Abortion I
Yirgalem General Hospital, Sidama Zone, Southern Ethiopia. Obstet Gynecol Int.
2018;2018:3958681.
3. Kitange B, Matovelo D, Konje E, Massinde A, Rambau P. Hydatiform moles among patients
with incomplete abortion in Mwanza City, North western Tanzania. Afr Health Sci. 2015
Dec;15(4):1081-6.
4. Prawirohardjo, S., 2014, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
5. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006
Hal M9-M17.
6. Azhari. 2015. Kelahiran tidak diinginkan (aborsi) dalam kesehatan reproduksi remaja.
Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH.
7. Puscheck, E. E. Early Pregnancy Loss. 2015.
8. Gaufberg, S. M. 2015. Threatened Abortion. s.l. : Medscape.
9. Kepmenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: Kepmenkes RI; 2013.
10. Saifuddin A. 2010. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku.
11. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010.
12. Manuaba IBG, Chandranita IA, Fajar IBG. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2007.
13. Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 2010
14. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010.
22