Disusun Oleh :
Naura Irbatunnisa
030.13.141
Pembimbing :
Dr. Cipta Pramana, Sp.OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TRISAKTI
PERIODE 18 FEBRUARI – 27 APRIL 2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Naura Irbatunnisa
030.13.141
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Cipta Pramana, Sp.OG (K)
ii
DAFTAR PUSTAKA
COVER............................................................................................I
LEMBAR PENGESAHAN............................................................II
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................III
KATA PENGANTAR......................................................................V
1.1. IDENTITAS.....................................................................1
1.2. ANAMNESIS..................................................................2
1.3. PEMERIKSAAN FISIK..................................................5
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................7
1.5. RESUME.........................................................................10
2.1. ANATOMI........................................................................12
2.2. DEFINISI PLASENTA PREVIA.....................................14
2.2.1. ETIOLOGI............................................................14
2.2.2. KLASIFIKASI......................................................15
2.2.3. TANDA DAN GEJALA.......................................17
2.2.4. DIAGNOSIS.........................................................18
2.2.5. DIAGNOSIS BANDING......................................19
2.2.6. PENATALAKSANAAN.......................................20
2.2.7. KOMPLIKASI......................................................23
2.2.8. PROGNOSA ........................................................23
iii
2.3.2. PATOFISIOLOGI..................................................27
2.3.3. MANIFESTASI KLINIS......................................29
2.3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................29
2.3.5. KOMPLIKASI......................................................30
2.3.6. PATHWAY............................................................35
iv
KATA PENGANTAR
Naura Irbatunnis
v
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 38 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : S1
I.2 ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
1
Pasien datang ke RSUD Wongsonegoro melalui Instalasi Gawat
Darurat pada tanggal 15 maret 2019 pukul 07.30 WIB dengan
keluhan keluar darah dari vagina sejak pukul 05.00 WIB.
RIWAYAT MENSTRUASI
C. RIWAYAT PERNIKAHAN
Pernikahan pertama dengan suami sekarang
Menikah usia 30 tahun
Istri usia 30 tahun/suami usia 24 tahun
D. RIWAYAT KB
Sebelumnya menggunakan KB pil dan kehamilan tidak
direncanakan
E. RIWAYAT OBSTETRI
2
No. Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit Jenis Keadaan
partus partus hamil persalinan persalinan kelamin anak
3
Hepatitis : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Kelamin : disangkal
Alergi : disangkal
H. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Hipertensi : diskangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Asma : disangkal
Hepatitis : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Kelamin : disangkal
Alergi : disangkal
I. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien belum minum obat apapun selama sebelum ke RS.
J. RIWAYAT ALERGI
Tidak memliki alergi teradap makanan, minuman dan obat-
obatan.
K. RIWAYAT OPERASI
Riwayat Sectio Caesaria dengan penyulit Preeklamsia Berat dan
plasenta previa pada tanggal 16 Maret 2019. (hamil sekarang)
L. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan pekerjan suami
adalah swasta, biaya pengobatan ditanggung asuransi BPJS.
1. Status Present
Kesadaran Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 138/88
b. Nadi : 90x/menit
4
c. RR : 20 x
d. Suhu : 37,4 derajat celcius
Status Gizi
a. Tinggi Badan : 154 cm
b. Berat Badan : 62 kg
c. BMI : 25,8 (Overweight)
2. Status Internus
a. Kepala : Normochepaly
b. Thorak
Inspeksi :
Simetris pada statis dan dinamis
Kelainan pada system respirasi, thorak dan
vertebra (-/-)
Jenis pernafasan : thorako-abdominal (+)
Frekuensi nafas : 20x/menit
Palpasi : nyeri tekan (-), bengkak (-), vokal fremitus (+)
normal, simetris (+)
Perkusi : timpani seluruh lapang paru, kecuali pada area
jantung (redup)
Auskultasi :
Paru-paru
Suara dasar : bronkovesikuler (+)
Suara tambahan : rhonki basah (-/-), rhonki kering
(-/-) wheezing
c. Jantung
Inspeksi : ictus kordis tampak
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat, apex impuls ictus
tidak teraba melebar, tidak ada thrill di sela iga 2,3,4
linea parasternalis kiri.
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular, suara tambahan (-)
d. Abdomen
Inspeksi : tampak datar (+), dinding abdomen tampak
simetris (+), sikatrik (-), striae (+) , bekas operasi
sepanjang 10 cm terdapat secret (-)
5
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bising pembuluh
darah a.renalis, aorta abdominalis (-)
Perkusi : timpani seluruh abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
3. Status Obstetri
Abdomen
Leopold I : Tidak dilakukan
Leopold II: Tidak dilakukan
Leopold III : Tidak dilakukan
Leopold IV : Tidak dilakukan
Denyut jantung janin : -
Taksiran berat janin : -
His : -
4. Pemeriksaan Gynekologi
Inspeksi
- Genitalia Eksterna : vagina bersih, terdapat rambut pubis,
pembengkakan vulva (-), darah (-)
- Genitalia Interna (inspekulo) : tidak dilakukan
- Vaginal toucher : dinding vagina teraba licin, tidak teaba
adanya massa, portio teraba bulat lunak tebal, nyeri goyang
portio (-)
6
Kreatinin 0,5 mg/dL 0,5-0,8 mg/dL
Albumin 3,4 g/dL 3,4 – 4,8 g/dL
IMMUNLOGI
HbsAg Kualitatif Negatif Negatif
Nilai
Pemeriksaan Hasil
Normal
Urin Rutin
Makroskopis
Warna Kuning
Kekeruhan Agak Keruh
pH 5.0 4,8-7,8
Protein Positif + 1 Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Mikroskopis
7
Lekosit 5-8 / LPB
Eritrosit 20-25 / LPB
Silinder Negatif Negatif
Epitel Epitel Squamous 2-3/ LPK Negatif
Kristal Negatif Negatif
Amorf Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Bakteri POS (1+) Bakteri Negatif
Trikhomonas Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif
1.5. RESUME
8
darah tanggal 20 Februari 2019 didapatkan : Hb : 9,8 g/dL dan
hematrokit 287/uL, pada tanggal 23 Februari dilakukan pemeriksaan
darah rutin kembali didapatkan leukosit 14,3 /uL dan haemoglobin
10,9 g/dL. Serta pada tanggal 24 Februari 2019 dilakukan
permeriksaan laboratorium berupa PPT 10,3 detik dan APTT 35,1
detik.
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
- inj. Cefotaxime 2 x 1 g
3 x 500 mg
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter
15-20 cm dan tebal 2-3 cm. Beratnya 500-600 gram. Umumnya
plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan 16 minggu dengan ruang
amnion membesar sehingga amnion tertekan kearah korion. Letak
plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak
tempat untuk berimplantasi. Plasenta terdiri atas tiga bagian, antara
lain:
1. Bagian janin (fetal portion). Terdiri dari korion frondosum
dan vili. Vili dari plasenta yang lengkap terdiri atas:
10
- Vili korialis
- Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam
ruang interviler berasal dari arteri spiralis yang berada
di desidua basalis. Pada sistol, darah dipompa dengan
tekanan 70-80mmHg ke dalam ruang interviler,
sampai pada lempeng korionik (chorionic plate)
pangkal dari kotiledon-kotiledon. Darah tersebut
membanjiri vili koriales dan kembali perlahan-lahan
ke pembuluh balik (vena) di desidua dengan tekanan
8mmHg.
- Pada bagian permukaan janin, plasenta diliputi oleh
amnion yang kelihatan licin. Di bawah lapisan,
amnion ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah
tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada plasenta
bagian permukaan janin.
2. Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua
kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon
(15-20 buah). Desidua basalis pada plasenta matang disebut
lempeng korionik (basal), dimana sirkulasi utero-plasental
berjalan ke ruang-ruang intervili melalui tali pusat. Jadi,
sebenarnya peredaran darah ibu dan janin adalah terpisah.
Pertukaran terjadi melalui sinsitial membran yang
berlangsung secara osmosis dan alterasi fisiko-kimia.
3. Tali pusat, merentang dari pusat janin ke plasenta bagian
permukaan janin. Panjangnya rata-rata 50-55cm, sebesar jari
(diameter 1-2,5cm). Pernah dijumpai tali pusat terpendek ½
cm dan terpanjang 200 cm. Struktur terdiri atas 2
aa.umbilikalis dan 1 v.umbilikalis serta jelly Wharton.
11
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik
dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap
menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula
pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24
minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari
lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai
kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih
besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.
2.2.1. ETIOLOGI
12
Etiologi plasenta previa belum jelas. Vaskularisasi yang
berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang
lampau dapat menyebabkan plasenta previa tidaklah selalu benar,
karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk
sebagian besar pada penderita dengan paritas yang tinggi. Perdarahan
tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Pada setiap perdarahan antepartum,
pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa
sampai kemudian dugaan itu salah. Beberapa faktor predisposisi
terjadinya plasenta previa adalah sebagai berikut:
a. Multiparitas dan umur lanjut (> 35 tahun).
b. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat
perubahan atrofik dan inflamatorotik.
c. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas
pembedahan (SC, Kuret, dll).
d. Chorion leave persisten.
e. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum
siap menerima hasil konsepsi.
f. Konsepsi dan nidasi terlambat.
g. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops
fetalis.
13
Gambar 2. Insidensi plasenta previa dengan riwayat persalinan sectio
cessarian.
2.2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan
anatomik melainkan fisiologik. Seiring dengan perkembangan
kehamilan, pendataran serta pembukaan servix, klasifikasi plasenta
previa dapat berubah. Secara umum plasenta previa diklasifikasikan
menjadi:
a. Plasenta previa totalis atau komplit, yaitu bila plasenta menutupi
seluruh ostium uteri internum.
b. Plasenta previa parsialis, bila plasenta menutupi sebagian ostium
uteri internum.
c. Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada pinggir
ostium uteri internum.
d. Plasenta letak rendah, bila tepi bawah plasenta berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
14
Gambar 1. Klasifikasi plasenta previa.
Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan
pembukaan 4 -5 cm adalah:
a. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm
teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
b. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :
1. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta
menutupi ostium bagian belakang.
2. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta
menutupi ostium bagian depan.
3. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya
pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:
a. Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta
berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke
pinggir pembukaan.
b. Tingkat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (Ostium).
15
c. Tingkat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium
waktu tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh
ostium pada pembukaan hampir lengkap.
16
12.Presentasi mungkin abnormal
2.2.4. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan
beberapa pemeriksaan,antara lain:
1. Anamnesis
Gejala pertama yang membawa pasien ke dokter atau rumah sakit
ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada
kehamilan lanjut (trimester III), puncak insidens pada kehamilan 34
minggu. Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri
(painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul tanpa sebab
apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur ;
pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan
cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan luar Inspeksi
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau
sedikit, darah beku dan sebagainya
- Kalau telah berdarah banyak maka ibu akan kelihatan anemis
Palpasi
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
- Sering dijupai kesalahan letak janin
- Bagian terbawah janin belum turun , apabila letak kepala,
biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau
mengolak di atas pintu atas panggul- Bila cukup pengalaman,
dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim
terutama pada ibu yang kurus. Pemeriksaan dalam sangat
17
berbahaya sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali
fasilitas operasi segera tersedia.
3. Pemeriksaan dengan Alat
- Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri
eksernum
- Pemeriksaan USG
a) Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat
mencapai 100 % identifikasi plasenta previa
b) Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan
berkisar 95 %
- MRI dapat digunakan untuk membantu identifikasi plasenta
akreta, inkreta, dan plasenta perkreta.
18
2.2.6. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan
antepartum adalah mencegah keadaan syok karena pendarahan yang
banyak, untuk itu harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian cairan atau tranfusi darah. Selanjutnya dapat dilakukan
penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan keadaan umum, usia
kehamilan, jumlah perdarahan, maupun jenis plasenta previa.
a) Penanganan pasif/ penanganan ekspektatif
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui
kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
Kriteria : Umur kehamilan < 37 minggu, perdarahan sedikit,
belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum baik, kadar
Hb 8 gr% atau lebih. Penanganan berupa :
- Rawat inap, tirah baring mutlak, berikan antibiotik profilaksis.
- Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi
plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi
janin
19
- Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan
denyut jantung janin.
- Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih
berada disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta
previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat
darurat.
- Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu
masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan
(kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk
mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam).
b) Penanganan aktif
Kriteria: umur kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram,
perdarahan banyak 500 cc atau lebih, ada tanda-tanda
persalinan, keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemis (Hb <
8 gr%).
20
Seksio Cesaria
Prinsip utama dalam melakukan seksio cesarea adalah
untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal
atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilakukan. Persiapan darah pengganti untuk stabilisasi dan
pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah
termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan
cairan masuk-keluar. Tujuan seksio sesarea :
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Tempat
implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi
sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis
dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi
plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada
serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam
Indikasi Seksio cesarea :
- Plasenta previa totalis.
- Plasenta previa pada primigravida.
- Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
- Anak berharga dan fetal distress
- Plasenta previa lateralis jika :
1. Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
2. Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
3. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
- Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir
dengan cepat.
2.2.7. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari plasenta previa adalah:
21
a. Perdarahan dan syok.
b. Infeksi.
c. Laserasi serviks.
d. Plasenta akreta.
e. Prematuritas atau lahir mati.
f. Prolaps tali pusat.
g. Prolaps plasenta.
2.3.1. PROGNOSA
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka
mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai
8-10 % dan mortalitas janin 50-80 %. Sekarang penanganan relatif
bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan
perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,2 -5% terutama
disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena
tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25 %, terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan
persalinan buatan. Dengan penanggulangan yang baik seharusnya
kematian ibu karena plasenta rendah sekali atau tak ada sama sekali.
22
2.4. PRE EKLAMSI BERAT (PEB)
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang
hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias
dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan.
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang
melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan
proteinuria (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005).
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan
rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.
23
2.3.1. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat
kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara mudab (85%).
b. Grand multigravida
c. Sosial ekonomi rendah.
d. Gizi buruk.
e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i. Mola hidatidosa.
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
l. Hidrofetalis.
m. Penyakit ginjal kronik.
n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar,
dan diabetes mellitus.
o. Obesitas.
p. Interval antar kehamilan yang jauh.
2.3.2. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
24
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus.
Bahan tropoblastik berperan dalam proses terjadinya endotheliosis yang
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/ agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati
mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan
menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan
akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin
II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen
arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh
satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen
mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain
menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula
suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan
koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan
gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya
otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan
terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
25
mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh
darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga
menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada
ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terhadap
protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis
menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri
atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi
urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan
proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya
menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan
hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth
Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri
epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat,
merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektremitas dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam
26
laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
27
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=
< 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4
– 2,7 mg/dL
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan
janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan
bahwa denyut jantung janin lemah.
2.3.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia
tergantung pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi pre eklamsia antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak
dan gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,
Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan
ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari hemolisis
(pecahnya sel darah merah), meningkatnya enzim hati, serta
rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat
secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah.
Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian
kanan atas.
4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat
tidur saat serangan kejang.
28
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan
pembekuan darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh
darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
3. Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat.
2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi
kalau ada faktor-faktor predisposisi.
3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan,
serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat
dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan
b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif
Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk
mencegah terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin
bisa lahir hidup dan sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal
mungkin.
1) Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka
penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih
sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat
jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah
garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali
sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini
tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-
29
eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat
inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi,
dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah
dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
2) Penanganan pre eklamsia berat
a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru
dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah
sebagai berikut:
(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr
intramuskular kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr
itramuskular selama tidak ada kontraindikasi.
(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai
kriteria pre-eklamsia ringan kecuali ada kontraindikasi.
(3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin
dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre
eklamsia ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
(4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan
terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain
tergantung keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan
diatas 37 minggu.
b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.
(1) Penderita dirawat inap
(a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
(b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.
(c)Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr
digluteus kanan dan 4 gr digluteus kiri.
(d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
(e)Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif;
diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per
menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.
30
(2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau
2 kali ½ tablet sehari.
(3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum,
edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat
disuntikan 1 ampul IV lasix.
(4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi
dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam
infus tetes.
(5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau
forceps, jadi ibu dilarang mengedan.
(6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
(7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi,
kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24
jam post partum.
(8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia
1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu
dapat menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan
membantu relaksasi seperti : levender, kamomile, kenanga, neroli dan
cendana. Tetapi ada juga aromatehrapy yang dapat meningkatkan
tekanan darah diantaranya rosemary, fenel, hyssop dan sage.
2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan
ketenangan dan kenyamanan.
3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi
4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin
dan suplemen mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.
31
2.3.6. Pathway
Tekanan darah
Merangsang pengeluaran
Renin+darah hati bahan tropoblastik Proses endotheliosis
Renin+angiotensinogen
Merangsang pelepasan tromboplastin
Angiotensin I Angiotensin II
Merangsang pengeluaran Aktivasi/agregasi trombosit
bahan tromboksan deposisi fibrin
Gangguan fisiologis
*HIPERTENSI homeostasis
32
Gangguan Multi Organ Gangguan perfusi darah
Gangguan Multi Organ
33
Gangguan Multi Organ
Adanya rangsangan Vasospasme arteriol Penurunan perfusi plasenta Metabolisme HCL meningkat
angiotensin II pada pada ginjal anaerob
gland.suprarenal
aldosteron Hipoksia/anoksia Peristaltik turun
ATP diproduksi 2 ATP
Penurunan Peningkatan
Peningkatan GFR permeabilitas Gangguan
reabsorpsi Na protein pertumbuhan Pembentukan
Peningkatan Konsti
plasenta asam laktat
akumulasi gas pasi
Retensi cairan Diuresis >> protein yg
menurun lolos dari Intra Uterine Growth Cepat lelah &
filtrasi lemah Kembung
Retardation (IUGR)
*EDEMA glomerulus
Oliguri/anuri
Kelemahan umum Mual & Muntah Nyeri
Risiko Gawat
Kelebihan Volume Janin
*PROTEINURIA
Cairan Gangguan
Eliminasi Intoleransi Ketidakseimba
Urin Aktivitas ngan nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
tubuh
34
Daftar pustaka
35