MODUL 2
KULIT KUNING
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
SKENARIO 1
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang dengan keluhan BAK seperti the
sejak 3 hari yang lalu. Keluhan itu disertai lemas, mual, mata kuning dan
muntah. Satu minggu yang lalu pasien mengalami demam selama 3 hari tapi
sekarang sudah tidak lagi. Tidak didapatkan keluhan gatal dan BAB normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata kuning dan nyeri tekan perit kanan atas.
Selain itu semuanya normal.
Kata sulit
-
Kata/Kalimat kunci
1. Laki-laki 25 tahun
2. BAK berwarna seperti teh
3. Lemas
4. Mual
5.Muntah
6. mata kuning
7. demam 3 hari satu minggu yang lalu
8. nyeri tekan perut kanan atas
Pertanyaan penting
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari organ yang terkait dengan skenario
2. Apa penyebab urine pasien berwarna seperti teh dan mata berwarna kuning
3. Jelaskan jenis – jenis ikterus
4. Jelaskan penyebab nyeri tekan perut bagian kanan atas yang dialami pasien
5. Jelaskan penyebab pasien mengalami demam
6. Jelaskan penyebab pasien mengalami lemas
7. Jelaskan penyebab pasien mengalami mual, dan muntah
8. Jelaskan langkah – langkah diagnosis
9. Jelaskan diagnosis banding pada scenario
10. Perspektif islam terkait scenario
Jawab :
1. Anatomi dan fisiologi organ yang terkait dengan scenario.
HATI
Anatomi hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yanf sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang
intercostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga
VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah
transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat
mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus
koledokus. Sistem porta terletak didepan vena cava dan dibalik kandung
empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falciform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yag berukuran
kira-kira 2 kali lebih besar dari lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum
falciform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat
ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus
kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum
venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi menjadi 8 segmen dan fungsi
yang berbeda. Pada dasarny, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava
sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan
dengan adanya daerah dengan veskularisasi yang relative sedikit, kadang-kadang
dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan
pada aliran cabang pembuluh darah san saluran empedu yang dimiliki masing-
masing segmen.
Histologi hati
Bagian hepar yang disebut lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat dan
pembuluh darah. Pembuluh darah pada hepar terdapat pada sudut-sudut lobulus,
yang akhirnya membentuk bangunan yang disebut trigonum Kiernan atau area
portal. Pada area portal dapat ditemukan cabang arteri hepatica, cabang vena
porta, dan duktus biliaris.
Dapat ditemukan juga sel-sel hepar atau yang biasa disebut hepatosit.
Hepatosit berbentuk polyhedral dengan 6 permukaan atau lebih, memiliki batas
yang jelas, dan memiliki inti yang bulat di tengah.
Bagian fungsional dari hepar disebut sebagai lobulus portal, yang terdiri
dari 3 lobulus klasik (unit terkecil hepar atau lobulus hepar) dan ditengahnya
terdapat duktus interlobularis. Pada hepar terdapat unit fungsional terkecil yang
disebut asinus hepar. Asinus hepar adalah bagian dari hepar yang terletak
diantara vena sentralis. Asinus hepar memiliki cabang terminal arteri hepatica,
vena porta dan system duktus biliaris.
Fisiologi hati
Bila terdapat zat toksik, maka akan terjadi trasnformasi zat-zat berbahaya
dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal. Proses yang dialami adalah proses
oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi. Pertama adalah jalur oksidasi yang
memerlukan enzim sitokrom P-450. Selanjutnya akan mengalami proses
konjugasi glukoronide, sulfat ataupun glutation yang semuanya merupakan zat
yang hidrofilik. Zat-zat tersebut akan mengalami transport protein lokal di
membran sel hepatosit melalui plasma, yang akhirnya akan diekskresi melalui
ginjal atau melalui saluran pencernaan.
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen
dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi
glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:
mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang
lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein,
membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan
membentuk senyawa lain dari asam amino.
d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan
vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati
membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah
banyak dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon
dan zat lain.
Icterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin di bentuk sebagai
akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolism sel darah
merah.
FASE PRAHEPATIK
FASE INTRAHEPATIK
1. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara
rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum
jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat,
namun tidak termasuk pengambilan albumin.
2. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukuroniik membentuk bilirubin diglukuronida atau
bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim
microsomal glukorinil transferase menghasilkan bilirubin yang larut dalam air.
Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin
monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam
saluran empedu melalui system enzim yang berbeda., namun reaksi ini tidak
dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronid juga
terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.
FASE PASCAHEPATIK
Referensi : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.2015. Jilid II. Edisi VI. Jakarta
3. Jenis-jenis icterus
Ikterus dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis (Ngastiyah,1997).
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah
Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):
Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatuscukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi
berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru
lahir BBLR.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR)
dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G-6-PD, dan sepsis).
Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan,
dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Berdasarkan letak anatomi dari organ di rongga abdomen dapat dibagi menjadi 4
quadran
Maka diketahui nyeri abdomen bagian kuadran kanan atas tersebut dapat
disebabkan karena adanya gangguan dari organ-organ yang letaknya berada pada
bagian kuadran kanan atas seperti hepar,kantong empedu, pylorus, Duodenum
,Kaput pankreas , Fleksura hepatika kolon , Sebagian kolon asendens dan Kolon
tranversum.
ikterus 40-80
Anoreksia 42-90
artralgia 11-40
Mialgiaa 15-52
Diare 16-25
Nyeri tenggorokan 0-20
Referernsi : Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II.edisi VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014
Ketika sfingter ini tertutup, empedu yang disekresikan oleh hati menabrak
sfingter yang tertutup dan dialihkan balik ke dalam kandung empedu, suatu
struktur kecil berbentuk kantong yang terselip di bawah tetapi tidak langsung
berhubungan dengan hati. Karena itu, empedu tidak diangkut langsung dari hati
ke kandung empedu. Empedu kemuadian disimpan dan dipekatkan di kandung
empedu di antara waktu makan. Transpor aktif garam di luar kandung empedu,
yang diikuti air secara osmosis, menghasilkan konsentrasi konstituen organik
yang 5-10 kali lebih besar.
Penyakit Intraperitonoum
Penyakit Ekstraperitoneum
Toksin dalam darah memicu gejala melalui efek pada area postrema.
Toksin endogen terbentuk pada gagal hati fulminan, sedangkan enterotoksin
eksogen mungkin dihasilkan oleh infeksi bakteri usus. Intoksikasi etanol
merupakan etiologi toksik mual dan muntah yang sering dijumpai.
Atau yang disebut sebagai a). Kuadran kanan atas, b). Kuadran kiri
atas, c). Kuadran kiri bawah, d). Kuadran kanan bawah.
2. Pembagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik dua garis
sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu yang
menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu garis lagi
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).Berdasarkan
pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi atas 9
regio.
Secara garis besar organ-organ di dalam abdomen dapat
diproyeksikan pada permukaan abdomen antara lain :
a. Hepar berada di daerah epigastrium dan di daerah hipokondrium kanan
b. Lambung berada di daerah epigastrium
c. Limpa berada di daerah hipokondrium kiri
d. Vesika felea seringkali berada pada perbatasan daerah hipokondrium kanan dan
epigastrium.
e. Kandung kencing yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba di
daerah hipogastrium.
f. Apendiks berada di daerah antara daerah iliaka kanan,lumbal kanan dan bagian
bawah daerah umbilikal.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang
sudah disepekati:
1. Titik Mc burney : yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang
terletak pada 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan
umbilicus. Titik mc burney tersebut dianggap lokasi apendiks yang akan terasa
nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
2. Garis schuffner.yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri
dengan umbilikalis (dibagi 4 dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang
merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terientang kepala rata atau
dengan satu bantal dengan kedua tangan disisi kanan-kirinya. Usahakan
semuabagian abdornen dapat diperiksa termasuk xiphisternum dan mulut hernia.
Sebaiknya kandung kencing dikosongkan dulu sebelum pemeriksaan dilakukan.
Pemeriksaan abdomen ini terdiri 4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Pemeriksaan Inspeksi
Pemeriksaan Auskultasi
Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit.
Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi
pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini
disebut borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis) misal pada
pasien pasca-operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat
melemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa
terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan
atoni. Pada ileus obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang
tinggi dan suara logam (metallic sound).
Pemeriksaan Palpasi
Palpasi permukaan
Palpasi dalam
Perinci nyeri tekan abdomen antara lain, berat ringannya, lokasi nyeri yang
maksimal, apakah ada tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri "rebound" bila tak
ada tahanan. Perinci massa tumor yang ditemukan antara lain, lokasi, dan ukuran
(diukur dalam cm), bentuk, permukaan (rata atau ireguler), konsistensi (lunak
atau keras), pinggir (halus atau ireguler), nyeri tekan, melekat pada kulit atau
tidak, melekat pada jaringan dasar atau tidak, berpulsasi (misal aneurisma aorta),
terdapat lesi-lesi satelit yang berhubungan (misal metastasis), transiluminasi
(misal kista berisi cairan) dan adanya bruit. Pada palpasi hati, mulai dari fosa
iliaka kanan dan bergerak ke atas pada tiap respirasi, jari-jari harus mengarah
pada dada pasien. Pada palpasi kandung empedu, kandung empedu yang teraba
biasanya selaiu abnormal. Pada keadaan ikterus, kandung empeduyang teraba
berarti bahwa penyebabnya bukan hanya batu kandung empedu tapi juga harus
dipikirkan karsinoma pankreas. Pada palpasi limpa, mulai dekat umbilikus, raba
limpa pada tiap inspirasi, bergerak secara bertahap ke atas dan kiri setelah tiap
inspirasi dan jika tidak teraba, ulangi pemeriksaan pasien dengan posisi
menyamping ke kiri dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk. Pada palpasi
palpasi bimanual dan pastikan dengan pemeriksaa ballottement.
Pemeriksaan Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung sama seperti pada
perkusi di rongga toraks tetapi dengan lebih ringan dan ketokan yang Iebih
penekanan yang perlahan. Pemeriksaan ini digunakan untuk:
Hati
a. Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur.dinding abdomen dilemaskan dengan cara
menekuk kaki sehingga membentuk sudut 45-60º
b. Pasien diminta untuk menarik nafas panjang.
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah,kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik.
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa
dengan hati pada saat inspirasi maksimal. Palpasi dikerjakan dengan
menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan
posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari
membentuk 45º dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral
muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa
hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan.
Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga
akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan
posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga.penekanan dilakukan pada saat
pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran
hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:
Pemeriksaan laboratorium
orange Bilirubin
Referensi :
Longo,D.L dan Fauci S.Anthony. 2013. Harrison gastroenterologi &
Hepatologi .Jakarta: EGC ,hal 5,6 & 33.
Setiati,siti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi VI.
Jakarta: EGC
9. Diagnosis banding
HEPATITIS AKUT
Epidemiologi
Angka kejadia hepatitis A akut diseluruh dunia adalah 1,5 juta kasus
pertahun, dimana diperkirakan jumlah kasus yang dilaporkan adalah 80%.
Perkiraan dari global bunder of disease (GBD) dari WHO diperkirakan terdapat
puluhan juta individu terinfeksi pertahunnya diseluruh dunia. Infeksi virus
hepatitis A yang endemis tinggi terdapat pada negara dengan sanitasi yang burk
dan kondiisi si=osial ekonomi yang rendah, dimana infeksi biasanya terjadi pada
usia kurang dari 5 tahun. Infeksi virus hepatitis A tersebar diseluruh dunia,
dengan angka endemisitas terklasifikasi menjadi sangat rendah (estimasi indens
kurang dari 5 kasus per 10%), rendah (5-15 kasus per 105), intermediet (15-150
kasus per 105) dan tinggi (lebih dari 150 kasus per 105).
Pathogenesis
Virus hepatitis A sangat stabil pada lingkungan dan bertahan hidup pada
suhu 60 derajat selama 60 menit, tetapi menjadi tidak aktif pada suhu 81 derajat
setelah pemanasan 10 menit. Virus hepatitis A dapat bertahan hidup pada feses,
tanah, makanan dan air terkontaminasi. Virus hepatitis A resisten terhadap
detergen dan pH yang rendah selama transisi menuju lambung. Selama dicerna
disaluran pencernaan, virus hepatitis A berpenetrasi kedalam mukosa lambung
dan mulai bereplikasi di kripti sel epitel intestine dan mencapai hati melalui
pembuluh darah portal.
Gambaran klinis
Terapi simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting pada penata
laksanaan infeksi hepatitis A akut. Penggunaan obat yang potensial bersifat
hepatotoksik sebaiknya dihindari, misalnya parasetamol. Pencegahan penulasan
penyakit infeksi virus hepatitis A dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu
pemberian immunoglobulin, vaksinasi, kondisi higienis yang baik, seperti cuci
tangan dan desinfeksi.
Contoh vaksin yang tersedia dipasaran saat ini adalah vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline (Havrix) dan Merck yang memproduksi
Vaqta. Kedua vaksin tersebut diproduksi dari virus yang menginfeksi fibroblast.
Vaksin diberikan dalam 2 dosis secara intramuscular dengan selang waktu 6-18
bulan. Pemberian Havrix dosis tunggal dapat memberikan efek proteksi sampai
1 tahun, tetapi proteksi permanen diperoleh dengan memberikan vaksin dosis
kedua dalam 6-12 bulan. Efek samping yang dapat timbul meliputi nyeri pada
tempat suntikan (terjadi pada 50% kasus) dan sakit kepala (6-16%). Efek
samping yang berat dapat berupa reaksi anafilaksis dan Sindrom Guilain- Barre.
Pathogenesis
Penularan yang lebih rendah dapat terjadi melalui kontak dengan karier
hepatitis B, hemodialysis, paparan terhadap pekerja kesehatan yang terinfeksi,
alat tato, alat tindik, hubungan seksual, dan inseminasi buatan. Selain itu
penularan juga dapat terjadi melalui transfuse darah dan donor organ. Hepatitis
Bdapat menular dapat menular melalui pasien dengan HBsAg yang negative
tetapi anti–HBc positif, karena adanya kemungkinan DNA virus hepatitis B yang
bersirkulasi, yang dapat dideteksi dengan PCR (10-20% kasus). Virus hepatitis
B 100x lebih infeksius pada pasien denga infeksi HIV dan 10x lebih infeksius
pada pasien hepatitis C. adanya HBeAg yang positif mengindikasikan resiko
transmisi virus yang tinggi.
Masa inkubasi virus hepatitis B adalah 1-4 bulan. Setelah masa inkubasi,
pasien masuk kedalam periode prodromal, dengan gejala konstitusional berupa
malaise, anoreksia, mual, muntah, myalgia, dan mudah lelah. Pasien dapat
mengalami perubahan rasa pada indera pengecap perubahan sensasi bau-bauan.
Sebagian pasien dapat mengalami nyeri abdomen kuadran kanan atau nyeri
epigastrium intermiten yang ringan sampai moderat.
Demam lebih jarang terjadi pada pasien dengan infeksi hepatitis B dan
D, bila dibandingkan dengan infeksi hepatitis A dan E. namun demam dapat
terjadi pada pasien dengan serum sickness like syndrome, dengan gejala berupa
demam, kemerahan pada kulit, arthralgia, dan artritis. Serum sickness-like
syndrome terjadi pada 10-20% pasien. Gejala diatas terjadi pada umumnya 1-2
minggu sebelum terjadi icterus. Sekitar 70% pasien mengalami hepatitis
subklinis atau hepatitis anikterik. Hanya 30% pesien yang mengalami hepatitis
dengan icterus. Pasien dapat mengalami ensefalopati hepatikum dan kegagalan
multiorgan bila terjadi gagal hati fulminan.
Tata laksana
Seperti halmya infeksi virus hepatitis lainnya, tata laksana infeksi hepatitis C
akut adalah suppportif dan simptomatik.
Epidemiologi
Infeksi virus hepatitis D endemik pada tahun 1980 pada banyak area di
dunia. Frekunsi yang lebih tinggi terjadi pada area tropis dan subtropis yang
mempunyai prevalensi infeksi virus hepatitis b. Karena dalam 20 tahun terakhir
infeksi virus hepatitis B mulai dapat ditanggulangi, maka infeksi hepatitis D juga
menurun secara signifikan.
Masalah yang dijumpai pada terapi infeksi virus hepatitis D adalah tidak
adanya fungsi enzimatik spesifik pada virus yang dapat menjadi target
terapi.virus hepatitis d bergantung pada HbsAg dan bukan terhadap replikasi
virus hepatitis B. Sehingga sintesisnya tidak dipengaruhi oleh kadar HBV-DNA
dalam serum. Sekresi virus hepatitis D in vitro dan kadar HBV-RNA in vivo
berkolerasi langsung dengan kadar HBsAg serum, bukan dengan titer HBV-
DNA.
Interaksi antara virus hepatitis B dan hepatitis D dan adanya fakta bahwa
sebagian pasien yang terinfeksi hepatitis D mempunyai virus hepatitis B yang
secara spontan mengalami represi, menjelaskan mengapa antivirus sintetik
terhadap virus hepatitis B tidak bermanfaat.
Tidak terdapat perbaikan klinis dan virologis pada pasien yang terinfeksi
virus hepatitis D yang mendapatkan terapi famciclovir , lamivudin, adefovir, dan
ribavirin, baik berupa monoterapi maupun terapi kombinasi dengan interferon,
pada infeksi hepatitis D kronik, terapi yang digunakan adalah inteferon.
Vaksinasi hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D. Sampai saat ini vaksin
hepatitis D belum ditemukan.
Gambaran yang paling sering dijumpai adalah akut yang ikterik, yang
terdiri dari dua fase: (1) fase prodromal dan fase preikterik, (2) fase ikterik. Fase
prodromal berlangsung selama 1-4 hari, yang mempunyai gejala flu-like
symptoms, yang terdiri dari demam, menggigil,nyeri
abdomen,anoreksia,mual,muntah,diare,artralgia,astenia, dan ruam urtikaria.
Gejala- gejala tersebut diikuti dengan keluhan ikterus dalam waktu beberapa
hari, fase ikterus biasanya dimulai dengan adanya urin yang berwarna coklat
seperti teh,yang dapar disertai pruritus atau warna feses yang menjadi pucat.
Pada onset terjadinya ikterus, demam dan gejala lainnya berkurang, bahkan
dapat sembuh sempurna , kecuali untuk gejala gastrointestinal biasanya masih
menetap.pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya ikterus,hepatomegali ringan,
dan pada 25 % kasus dapat ditemukan splenomegali.
Seperti halnya infeksi virus hepatitis akut lainnya, tata laksana infeksi
hepatitis E akut adalah suportif dan simptomatik.
SIROSIS HATI
DEFINISI
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif
yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.
Gambaran morfologi dari SH me!iputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika).
Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas :1. Sirosis hati kompensata
dan 2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoselular dan hipertensi porta.
EPIDEMIOLOGI
PATOGENESIS
PENYEBAB
Penyebab SH :
MANIFESTASI KLINIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
3. Endoskopi
KOMPLIKASI
KOLESISTISIS AKUT
DEFINISI
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup
lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi
penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus.
GEJALA KLINIS
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut
di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan kenaikan suhu tubuh. Kadang-
kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi
tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren
atau perforasi kandung empedu.
Pada pemeriksaan fisis teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai
tanda- tanda peritonitis lokal (tanda murphy).
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba- tiba perlu
dipikirkan sepeti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah
diafragma seperti apendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus
peptikum, pankreatitis akut dan infark miokard.
PENGOBATAN
Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan
komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan, lama perawatan di
rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat ditekan. Sementara yang tidak
setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke
rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses inflamasi ke
rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di
sekitar duktus akan mengaburkan anatomi.
KOLESISTISIS KRONIK
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS
PENGOBATAN
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu
kandung empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan
untuk kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau
disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara
Barat.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol:
1) Hipersaturasi kolesterol dalam kandungan empedu, 2) Percepatan terjadinya
kristalisasi kolesterol dan 3) Gangguan motilitas kandung empedu dan usus.
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307
pasien dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak
50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat
komplikasi.
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi
bisa juga di kiri dan prekordial.
DIAGNOSIS
Pada satu studi di Jakarta yang melibatkan 325 pasien dengan dugaan
penyakit bilier, nilai diagnostik ultrasound dalam mendiagnosis batu saluran
empedu telah dibandingkan dengan endoscopic retrograde cholangio
pancreatography (ERCP) sebagai acuan metode standar kolangiografi direk.
Secara keseluruhan akurasi ultrasound untuk batu saluran empedu adalah sebesar
77%.
Pada satu studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu
adalah sebesar 97% dibandingkan dengan ultrasound yang hanya sebesar 25%,
dan CT 75%. Selanjutnya EUS mempunyai nilai prediktif negatif sebesar 97%
dibandingkan dengan sebesar 56% US dan sebesar 75% untuk CT.
Beberapa studi memperlihatkan EUS dan ERCP tidak menunjukkan
perbedaan dalam hal nilai sensitivitas, spesivitas, nilai prediktif negatif maupun
positif. Secara keseluruhan, akurasi EUS dan ERCP untuk batu saluran empedu
juga tidak memperlihatkan perbedaan bermakna.
Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini yang umumnya terjadi
pada tahap belajar dapat diatasi pada sebagian besar kasus dengan pemasangan
stent atau kateter nasobilier dengan ERCP.
PENATA LAKSANAAN BATU KANDUNG EMPEDU
Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapat dicapai pada 80-90%
dengan komplikasi dini sebesar 7-10% dan mortalitas 1-2%. Komplikasi penting
dari sfingterotomi dan ekstraksi batum meliputi pankreatitis akut, perdarahan,
dan perforasi.
KOMPLIKASI
Kolesistitis Akut
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Abses hati amuba lebih seringdikaitkan dengan presentasi klinis yang akut
dibandingkan abses piogenik hati. Gejala telah terjadi rata-rata dua minggu pada
saat diagnosis dibuat. Dapat terjadi sebuah periode laten antara infeksi hati usus
dan selanjutnya sampai bertahun-tahun, dan kurang dari 10 % pasien
melaporkan riwayat diare berdarah dengan disentri amuba.
Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75-90 % pasien, lebih berat
dibandingkan piogenik terutama di kuadran kanan atas. Kadang nyeri disertai
mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh, dan
pembesaran hati yang jugaterasa nyeri. Nyeri spontan jika perut kanan atas
disertai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya merupakan gambaran klinis khas yang sering dijumpai. Dua puluh
persen penderita dengan kecurigaan abses amuba hati amuba mempunyai
riwayat penyakit diare atau disentri
ETIOLOGI
DIAGNOSIS
USG abdomen merupakan pilihan utama untuk tes awal, karena non
invasif dan sensitivitasnya tinggi (80-90%) untuk mendapatkan lesi hipoechoic
dengan internal echoes. CT scan kontras digunakan terutama untuk
mendiagnosis abses yang lebih kecil, dapat melihat seluruh kavitas peritoneal
yang mungkin dapat memberikan informasi tentang lesi primer. MRI tidak
memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan CT scan, tetapi berguna
jika hasil masih meragukan, diagnosis membutuhkan potongan koronal atau
sagital dan untuk pasien yang intoleran terhadap kontras. Pencitraan hepar tidak
bisa membedakan abses hatiamuba dengan piogenik. Abses amuba umumnya
menyerang lobus kanan hepar dekat dengan diafragma dan biasanya tunggal
4. Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan lekositosis
dengan pada riwayat sakit yang lama.
5. Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral
Bila ke-7 kriteria ini dipenuhi maka diagnosis abses hati ameba sudah
hampir pasti dapat ditegakkan. ningkatan .
Diagnosis Banding
1. Kista hepar
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Risiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses yang didefinisikan dengan ukuran
kavitas lebih dari 5 cm .
Abses pada lobus kiri hati yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan
frekuensi tinggi bocor ke peritoneum atau perikardium .
Tak ada respons klinis terhadap terapi dalam 3-5 hari.
Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya pasien dengan
lesi multipel.
Drainase Perkutan
Abses hati dengan diameter 1-5 cm: terapi medikamentosa, bila respon negative
dilakukan aspirasi.
Abses hati dengan diameter 5-8 cm: terapi aspirasi berulang
Abses hati dengan diameter lebih atau sama dengan 8 cm: drainase perkutan
KOMPLIKASI
- perikarditis
- tamponade jantung
Peritoneum, menyebabkan:
- peritonitis
- asites
2. Infeksi sekunder (biasanya bersifat iatrogenik setelah tindakan aspirasi)
3. Lain-lain (jarang):
- gagal hati fulminan
- hemobilia
- obstruksi vena kava inferior ble liver and b Edition. M & Sherlock S
- Sindrom Budd-Chiari
- Abses cerebri ( penyebaran hematogen ) : 0,1 %
PENCEGAHAN
Infeksi Amuba disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang
tercemar dengan kista. Karena pembawa asimtomatik dapat mengeluarkan
hingga 15 juta kista per hari,pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yang
memadai dan pemberantasan pembawa kista. Pada daerah berisiko tinggi, infeksi
dapat diminimalkan dengan menghindari konsumsi buah dan sayuran yang tidak
dikupas dan penggunaan air kemasan. Karena kista tahan terhadap klor,
desinfeksi oleh iodine dianjurkan. Sampai saat ini tidak ada pofilaksis yang
efektif.
PROGNOSIS
Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat "treatable"
Angka kematiannya < 1 % bila tanpa penyulit
Penegakan diagnosis yang terlambat dapat memberikan penyulit abses ruptur
sehingga kematian:
- ruptur ke dalam peritoneum, angka kematian 20 %
- ruptur ke dalam perikardium, angka kematian 32-100 %
Referensi : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.2015. Jilid II. Edisi VI. Jakarta
10. Perspektif islam
” Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah di
rizkikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-
Nya” (QS. Al- Maidah:88)
DAFTAR PUSTAKA
H.A Sulaiman HA, LA Lesmana, HMS Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
2007. Edisi 1. Jakarta: Jayaabadi
Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
2008
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.2015. Jilid II. Edisi VI. Jakarta
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid II.edisi VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014