Anda di halaman 1dari 44

REFERAT

MANAJEMEN LAKTASI
DI RSUD NGANJUK

Oleh :
Kiki Megasari
10700157

Pembimbing :
Dr. Sonia Rahayu Sp,OG
Dr. Sugeng Sp,OG
Dr. Ghazali Rusdi Sp,OG
Dr. Jaka Sp,OG
Dr. Yudi Rizal

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2015
1

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ............ 2


Daftar Tabel ................................................................................................4
Bab I. Pendahuluan .....................................................................................5
Bab II. 1. Tinjauan Pustaka .........................................................................8
I.1 Anatomi Payudara Manusia........................................................8
I.2. Fisiologi Laktasi........................................................................9
I.3. Hormon yang Mempengaruhi Laktasi.......................................12
I.4. Siklus Laktasi............................................................................13
I.5. Proses Pembentukan Laktogenesis ...........................................13
I.6. Reflek Laktasi............................................................................15
I.7. Reflek Prolaktin ........................................................................15
I.8. Reflek Aliran.............................................................................16
I.9. Proses Produksi Air Susu...........................................................19
I.10. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Asi...............................19

Bab II. 2. 1 ASI Eksklusif ...........................................................................23


2.1.1 Pengertian...............................................................................23
2.1.2. Nilai gizi ASI.........................................................................23
2.1.3. Komposisi..............................................................................24
2.1.4. Keunggulan dan Manfaat ASI................................................29
2.1.5. Persiapan Laktasi Sejak Dini ................................................34
2.1.6. Perawatan Payudara...............................................................35
2.1.7. Langkah Menyusui ...............................................................36
2.1.8. Dukungan Bidan....................................................................39
Bab III. Ringkasan.......................................................................................41
2

Daftar Pustaka..............................................................................................41

DAFTAR TABEL
3

Gambar 1. Anatomi Payudara .......................................................8


Gambar 2. Proses Laktasi .............................................................11
Gambar 3. Reflek Prolaktin ..........................................................16
Gambar 4. Reflek Oksitosin ..........................................................18
Gambar 5. Perawatan Payudara ....................................................37
Gambar 6. Langkah Menyusui .....................................................39

BAB I
PENDAHULUAN

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang


pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.
Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi
dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka
periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh
kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya(DepKes RI,
2006). Diperkirakan sepertiga dari anak di bawah lima tahun dari total 178 juta
anak mengalami gangguan pertumbuhan, sementara 112 juta lainnya menderita gizi
kurang.2 Pada tahun 2000, prevalensi gizi kurang pada anak balita di negara-negara
berkembang diperkirakan 27 %. Data Statistik Kesehatan tahun 2001 menunjukkan
prevalensi gizi kurang pada anak balita di Indonesia sekitar 30,2 %. Pada tahun
2003, lebih dari 100 kabupaten atau kota mempunyai prevalensi gizi kurang di atas
30 % (Atmawikarta,2007)
Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for
Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal
penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu
ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia
6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi
berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai
anak berusia 24 bulan atau lebih (DepKes RI, 2006).
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan
hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan
gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian
ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai
penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran


(Newman,2009).
Makanan Pendamping ASI/ MP-ASI adalah makanan atau minuman selain
ASI yang mengandung nutrient yang diberikan kepada bayi selama periode
pemberian makanan peralihan (complementary feeding) yaitu pada saat makanan/
minuman lain diberikan bersama pemberian ASI (Damayanti et all, 2011).
Periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga dikenal pula
sebagai masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses dimulainya
pemberian makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi
maupun tekstur dan konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi
oleh makanan keluarga (Damayanti et all, 2011).
Usia optimal untuk memperkenalkan makanan pendamping ASI pada anak,
pada awalnya adalah sesuatu yang kontroversial. Pada tahun 1994 hampir semua
organisasi internasional, nasional, dan regional meyetujui pemberian makanan
pendamping ASI dimulai dari usia 4-6 bulan. Tetapi, pemberian makanan
pendamping ASI oleh ibu tidak memberikan keuntungan sampai usia anak tersebut
mencapai 6 bulan. Karena pengenalan terhadap makanan sebelum usia 6 bulan ini
meningkatkan resiko diare pada anak dan infeksi lainnya (Judy,2010).
Jika makanan pendamping ASI diperkenalkan setelah umur 4 bulan, sistem
pencernaan telah cukup matur untuk mencerna dan menyerap karbohidrat, protein
dan lemak yang berasal dari makanan non-susu. Kapasitas lambung fungsional
pada bayi cukup terbatas berkisar antara 38-76ml pada masa neonatus hingga kirakira 20 ml/kgBB pada anak yang baru bisa berjalan, dimana memuat kira-kira 160200 gr/kali pada bayi berumur 6-8 bulan (EFSA,2009).
Selama bertahun-tahun, terlalu banyak ibu telah secara keliru diminta untuk
berhenti menyusui hanya karena mereka mengonsumsi obat-obatan tertentu.
Keputusan untuk terus menyusui ketika ibu berada dalam masa pengobatan,
misalnya, seringkali lebih dipengaruhi oleh kekhawatiran akan masuknya zat
kimia/obat di dalam ASI. Padahal, seharusnya ada pertimbangan resiko tidak
6

menyusui, bagi ibu, bayi dan keluarga, serta tentu saja masyarakat. Ada begitu
banyak resiko tidak menyusui, jadi pertanyaan yang mendasar sesungguhnya
adalah: Apakah masuknya sejumlah kecil obat ke dalam ASI membuat menyusui
menjadi lebih berbahaya dibandingkan susu formula? Jawabannya hampir selalu
tidak. ASI dengan hanya sedikit obat hampir selalu lebih aman. Dengan kata lain,
berhati-hati melanjutkan menyusui, bukan berhenti. Pertimbangan yang sama perlu
dilakukan ketika ibu maupun bayinya sakit (Newman,2009).
Ingat bahwa menghentikan proses menyusui selama satu minggu dapat
mengakibatkan penyapihan permanen karena bayi mungkin tidak mau menyusu
langsung lagi pada payudara ibu. Di sisi lain, perlu dipertimbangkan juga bahwa
beberapa bayi mungkin menolak minum dari botol, sehingga saran untuk berhenti
menyusui bukan saja tidak tepat, tapi seringkali juga tidak praktis. Di atas itu
semua, adalah mudah menyarankan ibu untuk memerah ASI-nya sementara bayi
tidak menyusu, tapi hal ini tidak selalu mudah dalam prakteknya dan ibu dapat
mengalami pembengkakan yang menyakitkan (Newman,2009).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.1 Anatomi Payudara Manusia


Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan VI. Secara
horisontal terletak mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis.
Secara anatomis dari luar payudara manusia terdiri dari: korpus mammae, areola
mammae dan papilla mammae(Rahayu,2011).

Gambar 1. Anatomi payudara


Korpus mammae terdiri dari jaringan parenkim dan stroma. Jaringan
parenkim terdiri dari: duktus, lobulus dan alveolus. Jaringan stroma terdiri dari
jaringan

ikat,

jaringan

lemak,

pembuluh

darah,

saraf

dan

getah

bening(Rahayu,2011).
Payudara manusia tebagi kurang lebih 10-15 lobus yang melingkar keluar
dimulai dari papilla mammae dan terdiri dari sekelompok kelenjar yang
memproduksi air susu. Masing-masing kelompok mempunyai saluran sendiri
(duktus laktiferus), yang kemudian mengumpul di dekat papila mammae. Pada
ujung

papilla

mammae

berkumpul

sekitar

15-20

duktus

kecil

yang

terbuka(Rahayu,2011).

Daerah yang hiperpigmentasi di sekitar papilla mammae disebut areola


mammae. Papilla mammae terdiri dari jaringan erektil yang akan terangsang
dengan aktivitas menyusu, seksual dan rangsangan dingin. Didalam payudara
terdapat bangunan yang disebut alveolus, yang merupakan tempat air susu
diproduksi. Dari alveolus ini ASI disalurkan ke dalam saluran kecil (duktulus),
beberapa saluran kecil bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus).
Di dalam areola, saluran yang besar ini memusat ke dalam puting susu dan
bermuara keluar. Didalam dinding alveolus maupun saluran, terdapat otot polos
yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar(Rahayu,2011).
Ada 4 macam bentuk puting susu yaitu:
-

Normal

Pendek/ datar

Panjang

Terbenam/inverted
Namun bentuk-bentuk puting ini tidak selalu berpengaruh pada proses

laktasi, yang penting adalah bahwa puting susu dan areola dapat ditarik sehingga
membentuk tonjolan atau dot ke dalam mulut bayi(Rahayu,2011).

II.1.2. Fisiologi Laktasi


Laktasi atau menyusui merupakan proses integral dari daur reproduksi dan
mempunyai dua pengertan yaitu: produksi dan pengeluaran ASI. Keduanya harus
sama baiknya. Secara alamiah akibat pengaruh hormon maka akan terjadi
perubahan secara bertahap sesuai umur dan kondisi yaitu terdiri dari proses:
(Rahayu,2011).
1.Mammogenesis: yaitu pembentukan kelenjar payudara
2.Galaktogenesis: yaitu proses pembentukan atau produksi ASI
9

3.Galaktopoesis : yaitu proses mempertahankan produksi ASI

Pembentukan kelenjar payudara dimulai dari sebelum pubertas, saat


pubertas, masa siklus menstruasi, dan masa kehamilan
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktulus yang
baru, percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh hormon plasenta dan
korpus luteum. Hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhannya
adalah prolaktin, laktogen plasenta, korionik gonadotropin, insulin, kortisol,
hormon tiroid, hormon paratiroid dan hormon pertumbuhan. Pada usia 3 bulan
kehamilan prolaktin dari adenohipofise (hipofise anterior) mulai merangsang
kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum. Pada masa
ini pengeluaran kolostrom masih dihambat oleh estrogen dan progesteron, tetapi
jumlah prolaktin meningkat hanya aktivitasnya dalam pembuatan kolostrum yang
ditekan(Rahayu,2011).
Setelah bayi lahir estrogen dan progesteron akan menurun drastis dan
prolaktin akan meningkat, oxytosin (hipofise posterior) meningkat, bila ada
rangsang isap maka sel mioepitelium buah dada berkontraksi(Rahayu,2011).
Pembentukan air susu
Pada seorang ibu menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing
berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu reflek Prolaktin dan
refleks Oxytosin atau Let Down Reflex (Rahayu,2011).

10

KEHAMILAN MERANGSANG PERUBAHAN BUAH


DADA
Impuls syaraf dari
hisapan
Stimulasi hipofise
anterior

Stimulasi
hipotalmus

Stimulasi hipofise
posterior
Sekresi
Oksitosin

Sekresi Porolaktin

Let down Reflek


Produksi ASI dalan
(Mengalirnya
ASI ke sinus laktiferus)
sel alveolar

Kontraksi sel
myoepitel sekitar
alveoli

LAKTASI

Gambar 2. Proses Laktasi


Pemeliharaan pengeluaran air susu
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofise akan mengatur
kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu
untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu selama
menyusui. Proses menyusui memerlukan pembuatan dan pengeluaran air susu dari
alveoli ke sistem duktus. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses
menyusui(Rahayu,2011).
Berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya bila kekuatan
isapan kurang, frekuensi isapan yang kurang dan singkatnya waktu menyusui ini
berarti pelepasan prolaktin dari hipofise berkurang, sehingga pembuatan air susu
berkurang, karena diperlukan kadar prolaktin yang cukup untuk mempertahankan
pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama kelahiran(Rahayu,2011).
Pengeluaran prolaktin dihambat oleh beberapa faktor yang penghambat,
yang belum jelas bahannya, namun beberapa bahan seperti dopamin, serotonin,
11

katekolamin,

dihubungkan

ada

sangkut

pautnya

dengan

pengeluaran

prolaktin(Rahayu,2011).
Oksitosin bekerja pada sel-sel moepitelium pada alveoli kelenjar
mammae. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding
alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar. Makin sering
menyusui,

pengosongan

alveolus

dan

saluran

semakin

baik

sehingga

kemungkinan terjadinya bendungan susu semakin kecil dan menyusui akan


semakin lancar(Rahayu,2011).
Jadi peranan prolaktin dan oksitosin mutlak diperlukan dalam laktasi.

II.1.3 Hormon yang Mempengaruhi Laktasi


Hormon-hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI adalah Sebagai
berikut : Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon
yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara: (Maryunani, 2010)
1. Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat
progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini
menstimulasi produksi secara besar-besaran.
2. Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen
menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap
menyusui[9]. Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal
berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
Follicle stimulating hormone (FSH). Luteinizing hormone (LH)
3. Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan. Prolaktin
merupakan suatu hormon yang disekresi oleh glandula pituitari. Hormon ini
memiliki peran penting untuk memproduksi ASI, dan meningkat selama
kehamilan. Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada ahir proses persalinan
akan membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun sampai

12

tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkanya prolaktin. Peningkatan prolaktin akan


menghambat ovulasi. Kadar paling tinggi adalah ada malam hari dan penghentian
pertama pemberian air susu dilakukan pada malam hari.
4. Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga
mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran
susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection
reflex.
5. Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta
mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting,
dan areola sebelum melahirkan.Pada bulan kelima dan keenam kehamilan,
payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa
kehamilan (induced lactation).
II.1.4. Siklus Laktasi
1. Laktogenesis stadium 1 ( kehamilan ) : penambahan dan pembesaran lobulus
alveolus.
2. Laktogenesis stadium 2 ( ahir kehamilan 2-3 hari postpartum ) : produksi ASI
3. Laktogenesis stadium 3 ( galaktopoeisis ) : mulai 40 hari setelah berhenti
menyusui.

II.1.5. Proses Pembentukan Laktogenesis


Laktogenesis I :Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki
fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu
berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron
yang tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan
masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum
sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau
banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti. (Maryunani, 2010)
13

Laktogenesis II:Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan


turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba,
namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI
besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.Apabila payudara
dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam
periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga
jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam
alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu
sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu
lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi
hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga
terdapat dalam proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui.
Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II
dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu
baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah
melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung
setelah melahirkan.Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya.
Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada
ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA),
yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah
kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan . Dalam
dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan
tergantikan oleh ASI sebenarnya (Maryunani, 2010).

Laktogeneses III :Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi


ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini
14

dinamakan Laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak


dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula.
Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara
menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan
demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa
baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan
(Maryunani, 2010).

II.1.6. Reflek Laktasi


Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks
prolaktin dan reflek saliran yang timbul akibat perangsangan puting susu
dikarenakan isapan bayi (Brian,2012).
1. Refleks prolaktin
2. Refleks saliran (let down reflek)
Reflek-reflek Menyusui pada Ibu dan Bayi
Pada saat menyusui akan terjadi beberapa refleks pada ibu an bayi yang
penting pengaruhnya terhadap kelancaran menyusui. Refelks yang terjadi pada
ibu yaitu rangsangan yang terjadi sewaktu bayi menghisap puting susu
diantaranya: (Brian,2012)

II. 1. 7. Refleks Prolaktin


Refleks prolaktin : (rangsangan ke otak untuk mengeluarkan hormon
prolaktin), hormon ini akan merangsang sel-sel kelenjar payudara untuk
memproduksi ASI. makin sering bayi menghisap, makinbanyak prolaktin yang
lepas makin banyak pula ASI yang diproduksi. maka cara yang terbaik
mendapatkan ASI dalam jumlah banyak adalah menyusui bayi sesering mungkin
atau setidaknya menempelkan putting susu ibu pada mulut bayi untuk bisa dihisap
bayinya (Maryunani, 2010).

15

Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi


korpusluteum maka estrogen dan progesterone juga berkurang. Hisapan bayi akan
merangsang puting susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris
yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke
hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan pengeluaran
factor penghambat sekresi prolactin dan sebaliknya merangsang pengeluaran
factor pemicusekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar
prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat
air susu (Maryunani, 2010).
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah
melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung (Maryunani, 2010).
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal
pada minggu ke 2 3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat
dalam keadaan seperti : stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan
rangsangan puting susu (Brian,2012).

Gambar 3. Proses pengaliran ASI / refleks Prolaktin

II. 1. 8. Reflek Aliran ( (LET DOWN REFLEK)


16

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,


rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan kehipofise posterior
(neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan
kontraksi. Kontraksi dari selakan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari
alveoli dan masuk kesistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus
lactiferus masuk kemulut bayi (Maryunani, 2010).
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah : melihat bayi, mendengarkan
suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi (Maryunani, 2010).
Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti:
keadaan bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas.

Refleks Oksitosin
Refleks oksitosin : (rangsangan ke otak untuk mengeluarkan hormon
oksitosin), hormon ini akan memacu sel-sel otot yang mengelilingi jaringan
kelenjar susu dan saluranya unutk berkontraksi, sehingga memeras air susu keluar
menuju putting susu. Ibu perlu mewaspadai bahwa tekanan karena kontraksi otot
ini kadang-kadang begitu kuat sehingga air susu keluar dari putting menyembur,
ini bisa membuat bayi tersedak. Refleks oksitosin dipengaruhi oleh pikiran,
perasaan, dan sensasi ibu. biasanya perasaan ibu bisa merangsang pengeluaran
ASI secara refleks, tetapi kadang-kadang juga menghambatnya. Perasaan yang
bisa menghentikan refleks oksitosin misalnya, khawatir, sedih, atau takut akan
sesuatu. ibu kesakitan pada saat menyusui atau merasa malu (Maryunani, 2010).
Refleks ini bisa muncul pada saat sang ibu mendengar bayinya menangis, melihat
foto bayinya atau sedang teringat pada bayinya berada jauh. Manfaaat refleks
oksitosin lainya adalah membantu lepasnya plasenta dari rahim ibu dan
menghentikan perdarahan persalinan (Maryunani, 2010).

Pengeluaran ASI (Oksitosin)


17

Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan


menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandulapituitaria posterior,
sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-selmiopitel di sekitar
alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula.
Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor
yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin
dikeluarkan oleh hipofisis (Maryunani, 2010).

Gambar 4. Proses pengaliran ASI/ refleks oksitosin

Refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi


Pada bayi yang sehat mempunyai 3 reflek intrinsik yang diperlukan untuk
berhasilnya menyusui yaitu: (Brian,2012).

18

1. Refleks menangkap (rooting refleks)


2. Refleks menghisap (Sucking Refleks)
3. Refleks menelan (Swallowing Refleks)
1. RefleksMenangkap (Rooting Refleks)
Timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya, dan bayi akan menoleh
kearah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan papilla mamae, maka bayi akan
membuka mulut dan berusaha menangkap puting susu (Marmi,2011).
2. RefleksMenghisap (Sucking Refleks)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh oleh puting.
Agar puting mencapai palatum, maka sebagian besar areola masuk kedalam mulut
bayi. Dengan demikian sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan
antara gusi, lidah dan palatum sehingga ASI keluar (Marmi,2011)..

3. RefleksMenelan (Swallowing Refleks)


Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka ia akan
menelannya (Marmi,2011)..

II. 1. 9. Proses Produksi Air Susu


1. Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu mengirim pesan ke
hipotalamus.
2. Ketika menerima pesan itu, hipotalasmus melepas rem proklaktin.
3. Untuk memulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar pituitari
merangsang kelenjar-kelenjar susu di payudara.

II.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Asi

19

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada stimulasi


pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi (Soepardi,2007).
1. Frekuensi Penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI
akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan
pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum
dapat menyusu (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Studi lain yang
dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi
penyusuan 10 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan
berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam
ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling
sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan
ini

berkaitan

dengan

kemampuan

stimulasi

hormon

dalam

kelenjar

payudara(Wulanda,2012).

2. Berat Lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI.
Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama
penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1
bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan
perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho
(1982) menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama
menyusui selama 14hari pertama setelah lahir (Wulanda,2012)..
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI
yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).
Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama
penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI
(Wulanda,2012)..

20

3. Umur Kehamilan saat Melahirkan


Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI
lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan
mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan
belum sempurnanya fungsi organ (Wulanda,2012)..

4. Stres dan Penyakit Akut


Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga
mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran
ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman.. Penyakit
infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat
mempengaruhi produksi ASI (Wulanda,2012).
5. Konsumsi Rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon
prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi
pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin.
Studi Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara
merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara
langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu
perokok yang masih menyusui 6 12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit
daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi
dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al
(1982) mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari
mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21
setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok (Wulanda,2012)..

21

6. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu
merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain
etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan
merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat
badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,91,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal(Wulanda,2012)..
7. Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan
dengan penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986
dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka
tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral
Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO
merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil
kontrasepsi. Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI yaitu penimbangan berat
badan bayi sebelum dan setelah menyusui; dan pengosongan payudara. Kurva
berat badan bayi merupakan cara termudah untuk menentukan cukup tidaknya
produksi ASI (Soepardi,2007). Dilihat dari sumber zat gizi dalam ASI maka ada 3
sumber zat gizi dalam ASI yaitu : 1) disintesis dalam sel secretory payudara dari
precursor yang ada di plasma; 2) disintesis oleh sel-sel lainnya dalam payudara; 3)
ditransfer secaralangsung dari plasma ke ASI (Soepardi,2007). Protein,
karbohidrat, dan lemak berasal dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer
dari plasma ke ASI, sedangkan vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma
ke ASI. Semua fenomena fisiologi dan biokimia yang mempengaruhi komposisi
plasma dapat juga mempengaruhi komposisi ASI. Komposisi ASI dapat
dimodifikasi oleh hormon yang mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara
(Brian,2012)
Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah intik
pangan aktual, cadangan gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi.
Perubahan status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat berdampak positif,
22

netral, atau negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang
tetapi kadar zat gizi dalam ASI dan volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk
sintesis ASI diambil dari cadangan ibu atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak
konstan dan beberapa faktor fisiologi dan faktor non fisiologi berperan secara
langsung dan tidak langsung. Faktor fisiologi meliputi umur penyusuan, waktu
penyusuan, status gizi ibu, penyakit akut, dan pil kontrasepsi. Faktor non fisiologi
meliputi aspek lingkungan, konsumsi rokok dan alkohol (Soepardi,2007)

23

II. 2.1 ASI Eksklusif


II.2.1.1 Pengertian
Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garamgaram anorganik yang disekresi oleh kelenjar air susu ibu.
Penelitian telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik pada bayi
dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia enam bulan. ASI eksklusif
adalah Pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan makanan lainnya ataupun cairan
lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air putih dan tanpa tambahan
makanan padat apapun seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan
tim sampai usia enam bulan (Roesli, 2000). WHO menganjurkan pemberian ASI
eksklusif, yakni bayi diberi ASI selama enam bulan pertama tanpa mendapat
tambahan apapun. Selama ASI eksklusif pemantauan tumbuh kembang bayi harus
dilakukan rutin tiap bulan baik posyandu atau di rumah sakit (Tjipta, 2009).
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar
dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah
dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif.
Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu
dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai enam bulan
dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. Organisasi Kesehatan
Dunia, WHO dan Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
secara eksklusif pada bayi Indonesia mulai tanggal 7 April 2004 (Soepardi,2007)
II.2.1.2. Nilai Gizi Asi
Seperti halnya gizi pada umumya, ASI mengandung komponen mikro dan
makro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein,dan
lemak. Sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral. ASI hamper 90%nya
terdiri dari air. Volume dan komposisi gizi ASI berbeda untuk setiap ibu
bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan komposisi di atas juga
24

terlihat pada masa menyusui (colostrum, ASI transisi, ASI matang, dan ASI pada
saat penyapihan). Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada setiap ibu yang
menyusui juga berbeda. Colostrum yang diproduksi antara hari 1 5 menyusui
kaya akan zat gizi terutama protein.
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI yang
berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan mengandung tinggi lemak dan
protein, serta rendah laktosa dibanding ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan
bayi cukup bulan. Pada saat penyapihan kadar lemak dan protein meningkat
seiring bertambah banyaknya kelenjar payudara. Walaupun kadar protein, laktosa
dan nutrien yang larut dalam air sama pada setiap kali periode menyusui, tetapi
kadar lemak meningkat. Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi
untuk setiap waktu menyusui, dengan jumlah berkisar antara 450 1200 ml
dengan rerata antara 750 850 ml per hari. Banyaknya ASI yang berasal dari ibu
yang mempunyai status gizi buruk dapat menurun sampai jumlah 100 200 ml
per hari. ( Hendarto dan Pringgadini, 2008 )
II. 2. 1. 3 Komposisi
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, vitamin, dan
mineral yang berfungsi sebagai makanan bayi. ASI mengandung laktosa yang
merupakan karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi untuk otak. Kandungan laktosa di dalam ASI hampir dua kali lipat lebih
banyak dibandingkan di dalam susu formula. Namun kejadian diare akibat tidak
mampu mencerna laktosa jarang ditemukan pada bayi (intoleransi laktosa). Ini
disebabkan penyerapan laktosa ASI jauh lebih baik dibandingkan dengan susu
sapi atau susu formula (IDAI, 2008).
Komposisi ASI antara lain :
1. Karbohidrat
adalah karbohidrat yang terdapat dalam ASI dan berfungsi sebagai salah
satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2
kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam susu sapi atau susu
25

formula. Angka kejadian diare karena laktosa sangat jarang ditemukan pada bayi
yang mendapat ASI. Hal ini dikarenakan penyerapan laktosa ASI lebih baik
dibanding laktosa susu sapi maupun laktosa susu formula ( Walker, 2006 ).
2. Protein
Kandungan protein dalam ASI cukup tinggi. Protein yang terdapat pada
ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Di dalam ASI senderi
lebih banyak terdapat protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi.
Sedangkan casein cenderung lebih susah dicerna oleh usus bayi dan banyak
terdapat pada susu sapi. ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap
dibandingkan susu sapi. Salah satunya adalah taurin, dimana asam amino jenis ini
banyak ditemukan di ASI yang mempunyai peran pada perkembangan otak.
Selain itu ASI juga kaya akan nukleutida dimana nukleutida ini berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan
bakteri baik yang ada di dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan
meningkatkan daya tahan tubuh ( Walker, 2006 ).
3. Lemak
Kadar lemak ASI lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi atau
susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini sangat dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Lemak omega 3 dan omega 6
banyak ditemukan dalam ASI yang berperan dalam perkembangan otak. DHA dan
ARA hanya terdapat dalam ASI yang berperan dalam perkembangan jaringan
saraf dan retina mata. ASI juga mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh
yang seimbang, yang baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah
( Hendarto dan Pringgadini, 2008 )
4. Karnitin
Karnitin dalam ASI sangat tiggi dan memiliki fungsi membantu proses
pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh (
Hendarto dan Pringgadini, 2008 ).

26

5. Vitamin K
Vitamin K dalam ASI jumlahnya sangat sedikit sehingga perlu tambahan
vitamin K yang biasanya dalam bentuk suntikan. Vitamin K ini berfungsi sebagai
faktor pembekuan darah ( Walker, 2006 ).
6. Vitamin D
ASI hanya sedikit mengandung vitamin D. Sehingga dengan pemberian
ASI eksklusif dan ditambah dengan membeiarkan bayi terpapar pada sinar
matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan
vitamin D ( Walker, 2006 ).
7. Vitamin E
Salah satu keuntungan ASI adalah kandungan vitamin Enya cukup tinggi
terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Fungsi penting vitamin E adalah
untuk ketahanan dinding sel darah merah ( Hendarto dan Pringgadini, 2008 ).
8. Vitamin A
ASI mengandung vitamin A dan betakaroten yang cukup tinggi. Selain
berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Inilah yang menerangkan
mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan
tubuh yang baik ( Hendarto dan Pringgadini, 2008 ).
9. Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin larut air terdapat dalam ASI. Seperti vitamin B,
vitamin C dan asam folat. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI
tetapi vitamin B6 dan B12 serta asam folat rendah terutama pada ibu yang kurang
gizi. Sehingga perlu tambahan vitamin ini pada ibu yang menyusui ( Walker, 2006
).
10. Mineral
Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah
diserap dibandingkan mineral yang terdapat dalam susu sapi. Mineral utama yang
terdapat dalam susu sapi adalah kalsium yang berfungsi untuk pertumbuhan
jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf, dan pembekuan darah.
Walaupun kadar kalsium pada ASI lebih rendah daripada susu sapi tetapi
27

penyerapannya lebih besar. Bayi yang mendapat ASI eksklusif beresiko sangat
kecil untuk kekurangan zat besi, walaupun kadar zat besi dalam ASI rendah. Hal
ini dikarenakan Zat besi yang terdapat dalam ASI lebih mudah diserap daripada
yang terdapat dalam susu sapi. Mineral yang cukup tinggi terdapat dalam ASI
dibandingkan susu sapi dan susu formula adalah selenium, yang sangat berfungsi
pada saat pertumbuhan anak cepat ( Hendarto dan Pringgadini, 2008 ).
ASI mengandung asam amino yang lebih lengkap dibandingkan dengan
susu sapi. ASI juga kaya akan nukleotida (berbagai sebanyawa organik yang
tersusun dari tiga jenis basa nitrogen, karbohidrat dan fosfat) dan memiliki
kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan susu sapi. nukleotida ini memiliki
peran dalam pertumbuhan dan kematangan usus serta meninkatkan penyerapan
besi dan daya tahan tubuh (IDAI, 2008).
Asam lemak tak jenuh tunggal lebih banyak terkandung di dalam ASI,
terutama asam linokleat, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung lemak
tak jenuh ganda. ASI memiliki butiran lemak yang lebih kecil dibandingkan susu
sapi yang memungkinkan bayi mampu mengabsorbsi lemak ASI lebih efisien
(Wong dkk, 2009). Lemak mampu membantu meningatkan berat badan bayi
dengan cepat karena ASI mengandung lemak dengan nilai kalori tinggi. ASI
mengandung lipase yang mampu memecah lemak agar mudah diserap
(Brian,2012).
Lemak omega 3 dan 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi, yang
banyak ditemukan pada ASI. ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai
panjang dari pada asam Dokosahesaoik (DHA) dan asam Arakidonat (ARA) yang
berkembang terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata(Brian,2012).
ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada tiga minggu
pertama menyusui, bahkan dalam kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi.
Karnitin ini membantu dalam proses pembentukan energi yang dapat
mempertahankan metabolism tubuh. Konsetrasi karnitin bayi yang mendapat ASI
lebih tinggi dibandingan bayi yang mendapat susu formula(Brian,2012).

28

Zat gizi lainya yang terkandung di dalam ASI yaitu vitamin D, E, A, K dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin D rendah di dalam ASI tetapi sudah cukup
mampu memenuhi kebutuhan bayi. Vitamin E berfungsi dalam mempertahankan
diding sel darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan anemia.
Bahan baku pembuat vitamin A yaitu beta karoten banyak ditemukan pada ASI.
Vitamin A berfungsi menjaga kesehatan mata, mendukung pembelahan sel,
kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Hal ini yang dapat menerangkan kenapa anak
dengan ASI mengalami tumbuh kembang dan daya tahan yang baik. Vitamin K
dibutuhkan dalam pembekuan darah, kadar vitamin K di dalam ASI hanya
seperempat dibandingkan dengan susu formula, oleh karena itu bayi baru lahir
diberikan vitamin K dalam bentuk injeksi (IDAI, 2008).
Hampir seluruh vitamin yang larut di dalam air seperti vitamin B, asam
folat, dan vitamin C terdapat di dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup
tinggi di dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin rendah
di dalam ASI ibu yang gizi kurang. Vitamin B6 dibutuhkan pada tahap awal
pertumbuhan bayi, sehingga ibu menyusui penting diberikan vitamin ini. Vitamin
B12 cukup banyak ditemukan pada makan sehari-hari kecuali pada orang
vegetarian (IDAI, 2008).
Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mepunyai
fungsi pertumbuhan jaringan otak dan rangka, transmisi jaringan saraf dan
pembekuan darah. Kekurangan kalsium berupa kejang otot lebih banyak
ditemukan pada bayi yang hanya mendapat susu formula(Brian,2012).
Kandungan zink rendah pada susu sapi dan ASI, akan tetapi zink pada ASI
lebih cepat diserap bayi (Wong dkk, 2009). Zink merupakan mineral yang sangat
esensial di dalam tubuh manusia. Mineral ini dibutuhkan dalam metabolisme
tubuh. Salah satu penyakit akibat kekurangan mineral ini adalah acrodermatitis
enterophatica dengan gejala kemerahan di kulit, diare kronis, gelisah dan gagal
pada tumbuh (IDAI, 2008).
ASI mengandung banyak anti bodi yang dibagi menjadi dua bagian yaitu
sel darah putih dan faktor lain. Pada sel darah putih mengandung limfosit B,
limfosit T, makrofag, dan neutrophil. Molekul lain yang ditemukan di dalam ASI
29

adalah IgA, bifidus, oligosakarida, asam lemak, laktoferin, dan mucin. ASI
terutama kolostrum mengandung kadar tinggi aktivitas lisoenzim dan IgA yang
memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit bakteri dan virus terutama
yang mengenai saluran pernafasan termasuk otitis media akut dan gastrointestinal.
Bukti bahwa ASI melindungi tubuh terhadap terjadinya alergi dan memperkuat
respon imun aktif terhadap vaksin Haemophilus influenza tipe B (Wong dkk,
2009).
II.2.1.4. Keunggulan dan Manfaat ASI
ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam 4 6 bulan
pertama kehidupan. Keunggulan ASI dibanding susu formula adalah :
1. ASI praktis, ekonomis,dan hygienis.
2. Mengandung semua bahan / zat gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan
dan perkembangan bayi.
3. Dapat diberikan dimana aja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas
bakteri dan suhu yang sesuai,tanpa penggunaan alat bantu.
4. Bebas dari kesalahan dalam penyediaan / takaran.
5. Problem kesulitan pemberian makanan pada bayi jauh lebih sedikit
daripadea bayi yang mendapat susu formula buatan.
6. Mengandung imunoglobulin.
7. Mencegah terjadinya keadaan gizi salah.

a) Manfaat Asi Untuk Bayi


1. Nutrisi yang sesuai untuk bayi
2. Mengandung zat protektif
3. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan

30

4. Menyebabkan pertumbuhan yang baik


5. Mengurangi kejadian karies dentis
6. Mengurangi kejadian maloklusi
b) Manfaat Asi Untuk Ibu
1. Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya
oksitosin oleh kelenjar hipofisis.Oksitosin membantu involusi dan
mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan
2. Aspek keluarga berencana
Menyusui

secara

murni(eksklusif)

dapat

menjarangkan

kehamilan.Ditemukan rerata jarak kelahiran ibu yang menyusui adalah 24


bulan,sedangkan yang tidak menyusui 11 bulan.
3. Aspek psikologi
Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi,tetapi
juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan,rasa yang
dibutuhkan oleh semua manusia.
c) Kerugian Air Susu Buatan/Formula
Air susu buatan/formula mempunyai beberapa kerugian yaitu:
1. pengenceran yang salah
Pengenceran yang salah dapat diartikan 2 hal yaitu melarutkan
susu formula lebih encer dari seharus nya atau lebih pekat dari seharus
nya.keduanya

akan

menimbulkan

masalah

pada

bayi

dan

anak.penyebabnya adalah anturan yang tertera pada label kaleng susu


formula tidak dapat di mengerti oleh ibu-ibu.
2. kontaminasi mikroorganisme
Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari
kontaminasi mikroorganisme patogen.
3. Menyebabkan alergi
31

Kejadian alergi susu sapi bukannya tidak jarang, prevalensinya


dilaporkan antara 0,5 -1 %. Tetapi tidak banyak petugas kesehatan yang
menyadari.
4. Susu sapi dapat menyebabkan diare kronis
Ada dugaan bahwa diare akut dapat berlanjut menjadi kronis pada
anak yang minum susu sapi.Diduga kerusakan mukosa usus yang terjadi
pada diare akut menyebabkan terjadinya akut menyebabkan terjadinya
diare kronis melalui mekanisme peningkatan absorsi antigen melalui
mukosa yang rusak yang selanjutnya terjadi sensitisasi terhadap protein
susu sapi dan dan terjadi enteropati yang akhirnya akan memperberat
kerusakan mukosa.
5. Penggunaan susu formula dengan indikasi yang salah
Saat ini banyak susu formula yang beredar dipasaran.Ada
diantaranya yang digunakan untuk penyakit tertentu atau keadaan tertentu.
6. Tidak Mempunyai manfaat ASI
Dari uraian manfaat ASI di atas dapatlah dikatakan bahwa
kekurangan lain dari susu formula adalah, bahwa susu formula tidak
mempunyai manfaat seperti halnya ASI.
Jadi air susu buatan / formula :
1. Nutriennya tidak sesempurna ASI
2. Tidak mengandungzat protektif
3. Mudah menimbulkan alergi
4. Lebih mudah menimbulkan karies dentis
5. Lebih mudah menimbulkan maloklusi
6. Kurang menimbulkan efek psikologis yang menguntungkan
7. Tidak merangsang involusi rahim
8. Tidak berefek men4jarangkan kehamilan

32

9. Tidak mengurangi insiden karsinoma mammae


10. Tidak praktis
11. Tidak ekonomis
12. Bagi negara menambahkan beban anggaran yang harus dikeluarkan untuk
membeli susu formula, biaya perawatan ibu dan anak.
Sedangkan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:
aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis,
ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (Danuatmaja, 2007).
a. ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik.
ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu yang melahirkan secara
premature komposisinya akan berbeda dengan ASI yang yang dihasilkan
ibu yang melahirkan cukup bulan. ASI adalah makanan bayi yang paling
sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan
manajemen laktasi secara baik, ASI sebagai makanan tunggal akan
mencukupi kebutuhan tumbuh bayi hingga usia enam bulan (IDIAI, 2008).
b. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat
kekebalan atau daya tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi
kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah kelahirannya.
Badan bayi baru lahir akan memproduksi sendiri imunoglobulin secara
cukup saat mencapai usia sekitar empat bulan. Pada saat kadar
imunoglobulin dari ibu menurun dan yang dibentuk sendiri oleh tubuh
bayi

belum

mencukupi,

terjadilah

suatu

periode

kesenjangan

imunoglobulin pada bayi. Kesenjangan tersebut hanya dapat dihilangkan


atau dikurangi dengan pemberian ASI. Air Susu Ibu merupakan cairan
yang mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat
menjadi pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus dan
jamur (IDIAI, 2008)

33

c. ASI eksklusif membantu perkembangan anak


Kecerdasan perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat
dengan

pertumbuhan

otak.

Faktor

utama

yang

mempengaruhi

pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan


otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan
pertama atau growth sport sangat penting pada periode inilah pertumbuhan
otak sangat pesat. Nutrisi pada ASI yang tidak ada atau hanya sedikit
terdapat pada susu sapi yaitu taurin, laktosa, hidrat arang, dan asam lemak
ikatan panjang (Prastyo, 2010).
d. ASI meningkatkan jalinan kasih sayang bayi
Hal ini karena anak sering berada dalam dekapan ibunya karena
menyusui dapat merasakan kasih sayang ibu, rasa aman, tenteram dan
terlindung. Perasaan terlindung dan disayang inilah yang menjadi dasar
perkembangan emosi anak, yang kemudian membentuk kepribadian anak
menjadi baik dan penuh percaya diri (IDIAI, 2008).
e. Pemberian ASI dapat menurunan risiko kanker payudara (breast
cancer).
Ibu yang tidak pernah menyusui menurut American Cancer
Society (2011) berisiko 3,4 kali mengalami kanker payudara. Dengan
menyusui kelejar payudara akan berfungsi secara fisiologis, tetapi pada
ibu yang tidak menyusui kelenjar payudara tidak difungsikan secara
maksimal sehingga dapat memicu pembentukan sel kanker.
Protein merupakan makronutrien yang ditemukan pada ASI. Susu sapi
mengandung lebih banyak protein (3,5 g/dl) dibandingkan dengan ASI (0,7 g/dl),
tetapi kadar ini melebihi kebutuhan bayi. ASI lebih banyak mengandung protein
whey, terutama laktalbumin suatu protein yang lebih komplek dibandingkan
dengan protein kasein. Tingginya persentase kasein dalam susu sapi menyebabkan
terbentuknya gumpalan keju keras dan besar (Wong dkk, 2009).

34

II. 2.1.5 Persiapan Laktasi Sejak Dini


Persiapan menyusui perlu dilakukan seawal mungkin pada setiap wanita
hamil dan para ibu hendaknya mengetahui upaya-upaya yang seharusnya
dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI/ menyusui.
Klinik Antenatal Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam klinik Antenatal
bagi ibu hamil adalah : (Marmi, 2011).
1. Gizi ibu hamil
Dari konsumsi zat gizi yang masuk kedalam tubuh serta cadangan yang
ada pada wanita hamil dan menyusui akan digunakan untuk aktivitas dan
metabolisme tubuh ibu, dan proses pembentukan ASI, nilai kalori serta zat gizi
dari ASI itu sendiri.
2. Perilaku ibu hamil.
a. Kecukupan istirahat
Wanita hamil sebaiknya tidur minimal 8 jam sehari, kegiatan dan
gerakannya sehari hari harus memperhatikan perubahan fisik dan mental
yang terjadi pada dirinya. Diantara waktu tersebut harus adawaktu untuk
istirahat (santai) guna melemaskan otot-otot.
b. Tidak merokok, minum alkohol, kopi, soda.
Termasuk menjauhi asap rokok dari orang lain.minuman kopi dan
minuman soda dapat mengurangi kemampuan usus untuk menyerap
kalsium dan zat besi.

3. Obat-obatan
Pemakaian obat-obatan selama hamil hanya atas petunjuk bidan
atau dokter, terutama menjelang persalinan perlu diperhatikan, agar tidak
berpengaruh terhadap laktasi.
4. keluhan lain
35

Adanya keluhan lain, misalnya sakit gigi /mulut, infeksi lainya.


5. Hygiene personal dan lingkungan.
Kebersihan diri dan pakaian yang nyaman perlu mendapat
perhatian untuk menjaga kesehatan .pilihlah pakaian yang longgar ,ringan
dan mudah menyerap keringat.
6. Pendukung
Sebaiknya selama 3 bulan terakhir kehamilan, seorang ibu telah
menentukan dokter yang akan mengawasinya persalinan anaknya.
Kerjasama antara tenaga penolong persalinan dan dokter anak juga harus
di bina.

II.2.1.6. Perawatan Payudara


Demi keberhasilan menyusui, payudara memerlukan perawatan sejak dini
secara teratur .Perwatan selama kehamilan bertujuan agar selama menyusui kelak
produksi asi cukup.tidak terjadi kelainan pada payudara dan payudara tetap baik
setelah menyusui. Pada umumnya wanita dalam kehamilan 6-8 minggu akan
mengalami pembesaran payudara,akan lebih padat,kenyal,kencang,sakit dan
tampak jelas di permukaan kulit adanya gambaran pembuluh darah yang
bertambah serta melebar. kelenjar Montgomery pada daerah areola tampak lebih
nyata dan menonjol. Perawatan Payudara antara lain : (Marmi, 2011).
1. Pemakaian BH yang tepat,sebaiknya ibu hamil harus memakai bra yang
tepat dan ukuran yang sesuai dapat menopang perkembangan payudara.
2. Latihan otot-otot yang menopang payudara.
3. Hygiene payudara
Kebersihan/hygiene payudara juga harus di perhatikan ,khususnya daerah
papila dan aerola pada saat mandi sebaiknya papila dan areola tidak di
sabuni.untuk menghindari keadan kering dan kaku akibat hilangnya lendir
pelumas yang dihasilkan kelenjar Montgomery.Areola dan papila yang kering
akan memudahkan terjadinya lecet dan infeksi.
36

Gambar 4 : Perawatan payudara

II.2.1.7. Langkah-langkah Menyusui


Langkah-langkah menyusui yang baik dan benar meliputi hal-hal berikut :
(Marmi, 2011).
1. Persiapan mental dan fisik ibu menyusui
Ibu yang akan menyusui harus dalam keadaan tenang. Bila perlu
minum segelas air sebelum menyusui. Hindari menyusui dalam keadaan
lapar dan haus. Sediakan tempat dengan peralatan yang diperlukan, seperti
kursi dengan sandaran punggung dan sandaran tangan, bantal untuk
menopang tangan yang menggendong bayi.
2. Hygiene personal ibu menyusui
Sebelum menggendong bayi untuk menyusui, tangan harus dicuci
bersih. Sebelum menyusui, tekan daerah areola di antara telunjuk dan ibu
jari sehingga keluar 2-3 tetes ASI, kemudian dioleskan ke seluruh puting
dan areola. Cara menyusui yang terbaikadalah bila ibu melepaskan BH
dari kedua payudara.
3. Menyusui bayi sesuai dengan permintaan bayi
Susukan bayi sesuai dengan kebutuhannya (on demand), jangan
dijadwalkan. Biasanya kebutuhan terpenuhi dengan menyusui tiap 2-3 jam
37

sekali. Setiap kali menyusui, lakukanlah pada kedua payudara kiri dan
kanan secara bergantian, masing-masing sekitar 10 menit. Mulailah
dengan payudara sisi terakhir yang disusui sebelumnya.
4. Periksa ASI sampai payudara terasa kosong.
Setelah selesai menyusui, oleskan ASI lagi seperti awal menyusui
tadi. Biarkan kering oleh udara sebelum kembali memakai BH. Langkah
ini berguna untuk mencegah lecet.
5. Membuat bayi bersendawa
Setelah menyusui harus selalu dilakukan, untuk mengeluarkan
udara dari lambung supaya bayi tidak kembung dan muntah. Bila terjadi
keadaad lecet pada puting dan atau sekitarnya, sebaiknya ibu tetep
menyusui dengan mendahului pada puting yang tidak lecet. Sebelum
diisap, puting yang lecet dapat diolesi es untuk mengurangi rasa sakit.
Yang lebih penting dari kejadian ini adalah mencari penyebab lecet
tersebut yang tentunya harus dihindari.
Keadaan engorgement (payudara bengkak) yang sering terjadi pada
payudara yang elastisitasnya kurang. Untuk mengatasinya, kompres
payudara dengan handuk hangat kira-kira 4-5 menit, kemudian dilakukan
masase dari tepi ke arah puting hingga ASI keluar. Setelah itu baru bayi
disusukan. Jangan berhenti menyusui dalam keadaan ini. Apabila bayi
telah menyusu dengan benar ,maka akan memperlihatkan tanda-tanda
sebagai berikut : (Marmi, 2011).
1. Bayi tampak tenang Badan.
2. Bayi menempel pada perut ibu.
3. Mulut bayi terbuka lebar.
4. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
5. Sebagian areaola masuk kedalam mulut bayi,areola bawah lebih
banyak masuk.
6. Bayi nampak menghisap dengan ritmen perlahan-lahan.
38

7. Puting susu tidak terasa nyeri.


8. Telinga dan lengan bayi terletak pada stu garis lurus.
9. Kepala bayi agak menengandah.

Gambar 5 : Langkah-langkah menyusui yang baik.


II.2.1.8. Dukungan Bidan
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI dengan cara : (Marmi,
2011).
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera susudah lahir selama beberapa
jam pertama

39

2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk


mencegah masalah umum yang timbul
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberikan ASI
Posisi menyusui dapat dilakukan dengan cara :
a. Posisi berbaring miring
b. Posisi duduk
c. Posisi tidur telentang
4. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung)
Manfaat rawat gabung dalam proses laktasi dapat dilihat dari aspek fisik,
fisiologis, psikologis, edukatif, ekonomi maupun medis.
5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin
6. Memberikan kolostrum dan ASI saja
7. Menghindari susu botol dan dot empeng

40

BAB III
KESIMPULAN
Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, empat hal penting yang harus
dilakukan dalam manajemen laktasi yaitu; pertama memberikan air susu ibu
kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan
hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu
ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat
meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (DepKes RI,
2006).
ASI mengandung banyak anti bodi yang dibagi menjadi dua bagian yaitu
sel darah putih dan faktor lain. Pada sel darah putih mengandung limfosit B,
limfosit T, makrofag, dan neutrophil. Molekul lain yang ditemukan di dalam ASI
adalah IgA, bifidus, oligosakarida, asam lemak, laktoferin, dan mucin. ASI
terutama kolostrum mengandung kadar tinggi aktivitas lisoenzim dan IgA yang
memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit bakteri dan virus terutama
yang mengenai saluran pernafasan termasuk otitis media akut dan gastrointestinal.
Bukti bahwa ASI melindungi tubuh terhadap terjadinya alergi dan memperkuat
respon imun aktif terhadap vaksin Haemophilus influenza tipe B (Wong dkk,
2009).
. Periode emas dalam manajemen laktasi dapat diwujudkan apabila pada masa
ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang
optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh
makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi
periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada
41

saat ini maupun masa selanjutnya(DepKes RI, 2006).

DAFTAR PUSTAKA
Atmawikarta, Arum. Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Formula Tempe terhadap Diare, Aktivitas Fisik, dan Pertumbuhan Bayi
Status Gizi Baik Usia 6-12 Bulan di Bogor Jawa Barat. Gizi Indon (2007) 30 (2):
73-97
Brian, Symon, et al. Feeding in The First Year of Life: Emerging Benefit of
Introducing Complementary Solids from 4 Months. Australian Family Physician.
41.4 Apr 2012 : 226-9
Danuatmaja, B. 2007. 40 Hari Pasca Persalinan. Jakarta; Puspa Swara
Damayanti Rusli Sjarif, Endang Dewi Lestari, Maria Mexitalia, Sri Surdayati Nasar.
Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. IDAI. 2011. 117-125
Definisi

ASI.2011.

[cited

21

October

2011].

Available

at:.http://plastikasi.com/definisi-dan-rekomendasi
Hendarto, A & Pringgadini, K,.2008. Bedah ASI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. Peberian Air Susu Ibu (ASI). Jakarta
Marmi, S.ST.2011.Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryunani, Anik. 2010. Biologi reproduksi dalam kehamilan. CV Trans Info Media.
Jakarta
More, Judy. Weaning Infants onto Solid Foods. April. 2010
Newman J. Breastfeeding and Illness. International Breastfeeding Centre; 2009.

42

Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) lokal.
2006. Departemen Kesehatan RI.
Prasetyo, S.D. (2010). Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dam
Kemanfaatan. Jogjakarta: Diva Press.
Rahayu T. Managemen Laktasi. 21 October 2011. Jakarta.
Scientific Opinion on the appropriate age for introduction of complementary feeding
of infants. EFSA Journal. 2009 7(12): 1423
Soepardi Soedibyo,Winda F. Pemberian Makanan Pendamping ASI Bayi yang
Berkunjung ke Unit Pediatri Rawat Jalan. Sari Pediatri Vol 8 No. 4. Maret 2007.
Tjipta. G. D.. Ali. M.. Lubis. B. M.. 2009. Ragam pediatric Praktis. Medan : USU
Press. 136. 137.
Walker, Allan. 2006. Makanan yang Sehat untuk Bayi dan Anak-anak. Jakarta: PT.
Buana Ilmu Populer
Wong, D.L, Hockenberry, M, et all. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Alih
bahasa, Monica Ester; (6th.ed). volumen 2. Jakarta: EGC.
Wulanda,Ayu febri. 2012. Biologi reproduksi. salemba medika. Jakarta

43

44

Anda mungkin juga menyukai