Disusun oleh :
Pembimbing :
Dr.Maula N.G, Sp.S
Penyakit De Quervain tenosynovitis atau tendinitis pertama kali dikenalkan oleh Fritz
De Quervain pada tahun 1895, sebagai penyakit stenosis atau akibat kontraksi abnormal pada
otot tendon ibu jari yaitu abductor pollicis longus dan extensor policis brevis yang merupakan
bagian pertama dari otot extensor pergelangan tangan. Secara garis besar De Quervain adalah
tendinitis yang terjadi pada bagian dorsal pertama dari pergelangan tangan yang
menyebabkan nyeri saat ibu jari digerakkan.
Insiden pada penyakit De Quervain adalah sebesar 2.8 kasus pada 1000 wanita, dan
0.6 kasus pada 1000 pria di populasi usia muda aktif, sedangkan Prevalensinya adalah 0.5%
untuk pria dan 1.3% untuk wanita di usia dewasa berkeja pada populasi umum. Penyakit ini
juga merupakan penyakit umum pada penyebab nyeri pergelangan dan kelainan pergerakan
yang melibatkan tangan dominan pada wanita paruh baya, dari rata - rata rentang pasien De
Quervain tersebu, 40% di rujuk dan tangani lanjut kepada terapis fisik setelah menemui
dokter.
Penyakit de Quervain dapat terjadi di semua usia, lebih sering terjadi pada perempuan
usia menengah terutama kelas pekerja, yang melakukan gerakan repetitif dan tertekan secara
ergonomis serta terasosiasi dengan telefon ataupun komputer. Sebuah studi juga
menunjukkan bahwa penyakit de Quervain dapat terjadi pada populasi mahasiswa kedokteran
yang memiliki kebiasaan penggunaan abnormal pada gerakan ibu jari dalam riwayat menulis
lama, penggunaan frekuensi telepon genggam yang berlebihan, dan kondisi berlebihan
lainnya seperti bermain bola voli.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DIAGNOSIS
Pasien dengan de Quervain tendinitis juga mengeluh saat mengepalkan tangan dan jari,
mengambil barang dengan telapak tangan atau membalikan telapak tangan. Penyebab pasti
dari de Quervain tendinitis memang belum diketahui, namun aktivitas yang bergantung pada
gerakan berulang atau repetitif, seperti menggendong bayi, berkebun, bermain golf atau
olahraga raket, bermain game atau texting, keadaan penyerta seperti rheumatoid athritis dapat
memperburuk gejala.
Pasien dengan de Quervain tendinitis mengeluh sakit atau nyeri karena gerakan ibu jari
atau pergelangan tangan, diiringi dengan kekakuan atau penebalan pada tulang radial styloid.
Krepitasi jarang ditemukan pada pasien, pasien sering kali adalah kelas pekerja usia
menengah yang melakukan gerakan repetitif atau ibu dari bayi usia 6 – 12 bulan, dan gejala
kadang muncul tangan dominan atau di kedua pergelangan tangan. Pengangkatan berulang
ibu kepada bayinya yang nantinya perlahan tumbuh lebih berat kadang merupakan penyebab
utama dari gejala friction tendinitis dari de Quervain. Pekerja penitipan anak serta pekerjaan
lain yang melibatkan pengangkatan atau penggendongan berulang pada anak juga sering kali
merupakan faktor utama dari penyakit ini. De Quervain tendinitis juga dapat terjadi pada
individu yang mengalami benturan langsung pada area pergelangan atau bagian dorsal
pertama dari tangan.
2.1.2 Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Finkelstein’s test
Diagnosis dapat dilakukan dengan Finkelstein’s test, seiring munculnya nyeri pada
tulang radial styloid. Finkelstein’s test pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930, dan
dilakukan dengan cara menempatkan tangan pasien secara deviasi pada arah ulnar, lalu
pemeriksa memeriksa apakah ada nyeri saat dilakukan pemeriksaan, jika terjadi maka pasien
positif kemungkinan mengalami de Quervain.
Finkelstein’s test merupakan pemeriksaan paling umum digunakan oleh praktisi klinis di
seluruh dunia.
b. Ultrasound
Ultrasound ikut berperan pada penatalaksanaan dan deteksi de Quervain
tendinitis untuk pendamping dari tatalaksana injeksi, tetapi ultrasound juga dapat
mendeteksi perubahan bahkan pada abnormalitas minimal struktur pada tendon,
bagian dalam tendon, penebalan tendon, efusi dan paratendinitis. Tendon yang
mengalami inflamasi dan penebalan menunjukkan perubahan yang signifikan
dibandingkan tendon normal.
Ultrasound juga berperan penting dalam deteksi perubahan anatomis dari
bagian otot – otot ekstensor. Ultrasound dapat menemukan penemuan patologis
seperti synovial hyperthrophy, pretendinous hypervascularity, penebalan retinaculum
dan tendon, serta intratendinous microtears.
2.2 TATALAKSANA
a. Activity reduction
Klinisi biasanya menyarankan pasien untuk beristirahat dan menhindari gerakan atau
aktivitas yang dapat menimbulkan nyeri. Hal ini diharapkan agar gejala dapat hilang dengan
sendirinya.
Ahli percaya pasien harus selalu diinstruksikan untuk selalu mengingat tiga aspek: (1) aktivitas,
(2) fungsi, dan (3) rasa nyeri. Pasien harus dapat menilai nyeri pada diri sendiri dan mempunyai
semacam “emergency brake” untuk dapat menghentikan segala aktivitas yang dapat
membangkitkan nyeri.
b. NSAID
Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID) adalah lini pertama atau paling ringan
terhadap intervensi dari de Quervain, obat ini dapat di berikan peroral atau injeksi dan dapat
membantu mengurangi bengkak dan mengurangi rasa sakit. Ahli memiliki preferensi jelas untuk
menggunakan diclofenac atau Voltaren (COX-1) selama 2 minggu, dan penggunaan NSAID
konvensional sepert COX-2 inhibitor.
c. Injeksi Methotrexate
Methotrexate merupakan obat anti kanker dan digunakan juga sebagai antirheumatoid.
Obat telah terbukti berhasil dalam pengobatan synovitis lutut tanpa kondisi rheumatik
menetap, oleh karena itu rasionalitas dalam melakukan methotrexate untuk de Quervain
adalah dengan memanfaatkan efek potensial obat dalam melawan hipertrofi synovium.
Methotrexate mempunyai anti-inflamasi dan efek immunomodulator, yang dapat mengurangi
nyeri dengan menekan produksi substansi P, prostalglandin, sitokin, dan kolagen, ditambah
lagi methotrexate memiliki efek antifibrotik dalam pelepasan fibroblast. Pemberian
methotrexate telah berhasi dalam berbagai kasus rheumatoid athritis.
Methotrexate dalam kasus ini bukan hanya dapat menanggulangi inflamasi pada
bagian otot ekstensor dorsal, tetapi juga mengurangi hipertrofi dari retinaculum dengan
mengurangi aktivitas fibroblast. Dua efek ini jarang ditemukan pada penggunaan
kortikosteroid yang fokus mengurangi inflamasi pada area injeksi. Namun, penggunaan
methotrexate harus sangat diperhatikan karena memiliki efek samping seperti
gastrointestinal, bone marrow toxicity, dan hepatotoksik, dan juga kontraindikasi terhadap
gangguan hepar dan renal. Oleh karena itu penggunaan methotrexate harus didampingi
dengan ultrasound sebagai panduan pelepasan area obat untuk mengurangi resiko
methotrexate menyebar ke bagian atau jaringan lain yang dapat menyebabkan nekrosis
jaringan.
d. Splinting
Dokter biasanya melakukan penggunaan splinting untuk menahan dan membatasi gerakan
pergelangan serta menghindari friksi dari otot – otot yang terkena tendinitis. Pasien akan
memakai splinting selama 24 jam dalam 4 sampai 6 minggu. Dokter juga akan mengirim pasien
kepada terapis fisik untuk melatih kekuatan tangan, lengan, dan pergelangan pasien.
e. Kortikosteroid
.Ahli masih mempertanyakan sifat dari efek teurapetik dari kortikosteroid meskipun
mengaplikasikan penggunaanya sebagai guideline pada terapi de Quervain. Inisialnya
kortikosteroid akan mengatasi inflamasi pada tendon bagian dorsal, dan kortikosteroid dapat
melembutkan atap dari otot ekstensor pada de Quervain. Keadaan ini dapat mengurangi friksi
atau tekanan pada otot ekstensor. Kortikosteroid juga memiliki keberhasilan lebih besar yaitu
90% dibanding splinting sebesar 60% dikarenakan kepraktisannya, dimana splinting
mengaruskan pasien untuk patuh dan dibatasi ruang geraknya karena harus memakai 24 jam
selama empat sampai enam minggu.
g. Pembedahan
Pembedahan dilakukan hanya kepada pasien – pasien dengan kondisi terparah dari
manifestasi de Quervain yang membutuhkan pembedahan dalam mengurangi gejala dari
penyakit de Quervain. Saat pembedahan telah dilakukan dan tidak berhasil maka diagnosis
awal pasien perlu dipertanyakan apakah tepat atau tidak, terlepas dari kondisi diagnosis
banding dari penyakit de Quervain seperti osteoathritis dan Wartenberg Syndrome.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit de Quervain adalah tendinitis yang terjadi pada bagian dorsal pertama dari
pergelangan tangan yang menyebabkan nyeri saat ibu jari digerakkan. De Quervain terjadi
akibat stenosis atau akibat kontraksi abnormal pada otot tendon ibu jari yaitu abductor
pollicis longus dan extensor policis brevis yang merupakan bagian pertama dari otot extensor
pergelangan tangan yang manifesnya biasanya adalah gerakan repetitif berulang ataupun
penggunaan berlebihan pada otot ibu jari dan pergelangan tangan.
Pasien dengan de Quervain tendinitis juga mengeluh saat mengepalkan tangan dan jari,
mengambil barang dengan telapak tangan atau membalikan telapak tangan. Penyebab pasti
dari de Quervain tendinitis memang belum diketahui, dapat terjadi di semua usia walau
wanita usia menengah adalah yang paling sering dan diakibatkan karena aktivitas yang
bergantung pada gerakan berulang atau repetitif, seperti menggendong bayi, berkebun,
bermain golf, voli atau olahraga raket, bermain game atau texting, keadaan penyerta seperti
rheumatoid athritis dapat memperburuk gejala.
Pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan seksama untuk menyingkirkan diagnosis
banding dan dapat dilakukan dengan anamnesa yang baik, diikuti inspeksi dan palpasi, serta
penatalaksanaan terukur melalui pengurangan aktivitas, penggunaan obat NSAID dan
kortikosteroid, pemasangan splinting, serta pembedahan jika tidak didapat perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bionka, M.A., Coert, J. H., Fride . J., Hoogvliet. P., Consensus on a Multidisciplinary
Treatment Guideline for de Quervain Disease: Results From the European
HANDGUIDE Study. https://academic.oup.com/ptj/article -
abstract/94/8/1095/2735608
Stahl1, S., Vida1, D., et al. (2015) Work related etiology of de Quervain’s tenosynovitis: a
case-control study with prospectively collected data. BMC Musculoskeletal Disorders
16:126