1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. N
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin: Laki
laki
Alamat : Jalan Talang Gading no. 36 Palembang
Agama : Islam
MRS tanggal : 01 Februari 2021
1.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba dan terus menerus sejak 2 jam SMRS.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM. Tidak
terdapat riwayat trauma. Tidak terdapat riwayat kejang dan penurunan
kesadaran sebelumnya.
1
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Praesens
Keadaan Sakit : Tampak Sakit Berat (VAS 10/10)
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
TD : 140/80 mmHg
Status Internus
Jantung : Murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing
(-) Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Lihat status
neurologikus Genitalia : Tidak diperiksa
2
II. Status Neurologis
A. Kepala
Bentuk : Normocephali
Ukuran : Normal
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus
Torticolis : Tidak ada
Kaku kuduk : Ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
C. Syaraf-Syaraf Otak
1. N. Olfaktorius
Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Normal Normal
Hyposmia Normal Normal
Parosmia Normal Normal
2. N.Optikus
Kanan Kiri
Visus Tidak di periksa
Campus visi
- Anopsia Normal
- Hemianopsia Normal
3
Fundus Okuli
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa
4. N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit Normal Normal
- Trismus Normal Normal
- Refleks kornea Positif Positif
4
Sensorik
- Dahi Normal
- Pipi Normal
- Dagu Normal
5. N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Normal
- Menutup mata Normal
- Menunjukkan gigi Normal
- Lipatan nasolabialis Normal
- Bentuk Muka
Istirahat Simetris
Berbicara/bersiul Normal
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvostek’s sign Tidak diperiksa
6. N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Normal
Detik arloji Normal
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
5
7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris
Uvula Di tengah
Gangguan menelan Belum dapat dinilai
Suara serak/sengau tidak ada
Denyut jantung Normal
Refleks
- Muntah Tidak diperiksa
- Batuk Tidak diperiksa
- Okulokardiak Normal
- Sinus karotikus Normal
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan
8. N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Normal
Memutar kepala Normal
9. N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Mengulur lidah Belum dapat dinilai
Fasikulasi Belum dapat dinilai
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada
D. Kolumna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Skoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
6
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Menikokel : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri Ketok : Belum dapat dinilai
2. Tungkai
Kanan Kiri
Gerakan Belum dapat dinilai
Kekuatan Belum dapat dinilai
Tonus Normal
Klonus
-Paha Normal
-Kaki Normal
7
Refleks fisiologis
-KPR Normal Normal
-APR Normal Normal
Lateralisasi Tidak ada
Refleks patologis
-Babinsky Tidak ada Tidak ada
-Chaddock Tidak Tidak ada
-Oppenheim ada Tidak ada
-Gordon Tidak Tidak ada
-Schaeffer ada Tidak ada
-Rossolimo Tidak Tidak ada
-Mendel Bechtereyev ada Tidak ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
3. Sensorik
Tidak ada kelainan
9
G. Gait dan Keseimbangan
1. Gait
Ataxia : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia : Belum dapat dinilai
2. Keseimbangan dan Koordinasi
Romberg : Belum dapat dinilai
Dysmetri
- Jari-jari : Normal
- Jari hidung : Normal
- Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
H. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myocloni : Tidak ada
I. Fungsi Vegetatif
Miksi : Belum dapat dinilai
Defekasi : Belum dapat dinilai
Ereksi : Tidak diperiksa
10
J. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Belum dapat dinilai
Afasia sensorik : Belum dapat dinilai
Apraksia : Belum dapat dinilai
Agrafia : Belum dapat dinilai
Alexia : Belum dapat dinilai
Afasia nominal : Belum dapat dinilai
1.6 RINGKASAN
1.6.1 ANAMNESA
Tn N. 37 th saat bekerja mengeluh mengalami nyeri kepala hebat secara
terus menerus sejak 2 jam sebelum masuk RS, nyerinya tidak pernah dirasakan
sebelumnya. Nyeri yang dirasakan seperti tersambar petir. Demam tidak ada,
kelemahan separuh badan tidak ada, mulut mengot dan pelo tidak ada. Mual dan
muntah tidak ada.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM. Tidak
terdapat riwayat trauma. Tidak terdapat riwayat kejang dan penurunan kesadaran
sebelumnya.
I. Status Praesens
Keadaan Sakit : Tampak sakit berat (VAS 10/10)
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 90 x/menit
11
Pernapasan : 20 x/menit
TD : 140/80 mmHg
II. Pemeriksaan
Neurologis Motorik
1. Lengan
Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan Normal
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulna Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner Negatif
- Babinski Negatif
- Chaddock Negatif
12
2. Tungkai
Kanan Kiri
Gerakan Belum dapat dinilai
Kekuatan Belum dapat dinilai
Tonus Normal
Klonus
-Paha Normal
-Kaki Normal
Refleks fisiologis
-KPR Normal Normal
-APR Normal Normal
Lateralisasi Tidak ada
Refleks patologis
-Babinsky Tidak ada Tidak ada
-Chaddock Tidak ada Tidak ada
-Oppenheim Tidak ada Tidak ada
-Gordon Tidak ada Tidak ada
-Schaeffer Tidak ada Tidak ada
-Rossolimo Tidak ada Tidak ada
-Mendel Bechtereyev Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Tidak ada kelainan
13
Lasseque Ada Ada
Brudzinsky
- Neck Tidak ada
- Cheek Tidak ada
- Symphisis Tidak ada
- Leg I Tidak ada Tidak ada
- Leg II Tidak ada Tidak ada
1.6.3 DIAGNOSA
1.6.4. PENATALAKSANAAN
Rencana Terapi
1. Stabilisasi ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Posisikan kepala pasien 300.
3. Lakukan Intubasi endotrakeal
4. IVFD NaCl / RL 20 tpm
5. Inj. manitol 125 cc/6 jam (iv tappering off)
6. Inj. Furosemide 40 mg/24 jam (iv)
7. Inj. Ketorolac 1amp/8jam
8. Nimodipine 4x60 mg (2 tablet 30 mg)
9. Amlodipine 1x10 mg
10. Valsartan 1x80 mg
11. Bed Rest.
12. Monitoring dan cegah sedasi.
1.6.5. PROGNOSA
- Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Ad Fungtionam : Dubia ad malam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam
14
1.7. DISKUSI KASUS
Gejala Klinis Pada Kasus
Gejala Prodromal : Nyeri kepala hebat Pada kasus ditemukan gejala nyeri
yang timbul tiba-tiba. kepala hebat secara terus menerus
Gejala klasik dari SAH adalah sejak 2 jam SMRS.
timbulnya sakit kepala parah secara
mendadak (thunderclap headache).
Gejala iritasi meningeal, termasuk Pada pemeriksaan gerakan rangsang
kekakuan dan nyeri nuchal, nyeri meningeal ditemukan kaku kuduk +
punggung, dan nyeri tungkai bilateral, dan laseque +
terjadi pada sebanyak 80% pasien dengan
SAH tetapi mungkin membutuhkan
beberapa jam mengalami keluhn tersebut
setelah terjadinya SAH.
Temuan pemeriksaan fisik mungkin Pada pemeriksaan fisik didapatkan
normal. Sekitar setengah dari pasien tekanan darah : 140/80 mmHg
mengalami peningkatan tekanan darah
ringan sampai sedang. Tekanan darah
mungkin menjadi labil karena ICP
meningkat.
Perdarahan subaraknoid spontan harus Pada kasus nyeri kepala hebat terjadi
dicurigai karena ruptur aneurismal. Dari secara tiba-tiba dan tidak ditemukan
perdarahan subaraknoid nontraumatic, adanya riwayat trauma.
80% disebabkan Ruptur malformasi Kemungkinan penyebabnya adalah
arteriovenosa (AVM) adalah penyebab Ruptur malformasi arterivenosa.
SAH kedua yang paling dapat
diidentifikasi (10% dari kasus SAH).
Derajat Perdarahan Subarachnoid (Hunt Pada kasus terdapat sakit kepala
dan Hess): hebat disertai adanya tanda rangsang
meningeal (kaku kuduk + dan
• Derajat 0 : tidak ada gejala dan
laseque +.
aneurisma belum ruptur
Pada kasus derajat perdarahan
15
• Derajat 1 : sakit kepala ringan subarachnoid yaitu derajat II.
Skala baru telah disusun dan diakui oleh Pada kasus kesadaran compos mentis
World Federation of Neurosurgeont dengan tidak adanya defisit motorik.
(WFN) melibatkan Glasgow Coma Sehingga derajat nya I/II.
Scale:
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar
dapat dibagi dalam sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan
medula spinalis dan sistem saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat
terjadi berbagai proses analisis informasi yang masuk serta proses sintesis
dan mengintegrasikannya.2
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam pembagiannya
digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus dan
hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan serebelum. Bagian ini
dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu duramater,
arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak .2
17
dan 50% glukosa di dalam darah arterinya hanya membentuk sekitar 2%
atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh total.3
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior.2,3
Gambar 2. Sirkulus Wilisi
Ad
a dua
18
Gambar 3: Gambaran Otak
2.3 Epidemiologi
19
Statistik Amerika Serikat
Frekuensi aneurisma pecah dan tidak pecah telah diperkirakan 1-
9% dalam seri otopsi yang berbeda, dengan prevalensi aneurisma tidak
rusak 0,3-5%. Insiden tahunan SAH (subarachnoid hemorrhage) karena
aneurysmal di Amerika Serikat adalah 6-16 kasus per 100.000 populasi,
dengan sekitar 30.000 episode terjadi setiap tahun. Tidak seperti
subkategori stroke lainnya, kejadian SAH tidak menurun dari waktu ke
waktu.5
Statistik internasional
Insiden perdarahan subaraknoid yang dilaporkan tinggi di Amerika
Serikat, Finlandia, dan Jepang, sementara itu rendah di Selandia Baru
dan Timur Tengah. Di Finlandia, insiden yang diperkirakan berdasarkan
berbagai studi adalah 14,4-19,6 kasus per 100.000 populasi, meskipun
jumlahnya telah mencapai 29,7.5
Di Jepang, tingkat yang dilaporkan bervariasi antara 11 dan 18,3
kasus per 100.000 populasi, dengan satu studi menunjukkan kejadian
96,1 kasus per 100.000 populasi (penelitian ini hanya mencakup pasien
berusia 40 dan lebih tua dalam pengumpulan data, dan hasilnya tidak
disesuaikan untuk jenis kelamin. dan usia untuk populasi referensi yang
sama). Di Selandia Baru, kejadian yang disesuaikan dengan usia
dilaporkan sebagai 14,3 kasus per 100.000 populasi. 5
Sebuah penelitian di Australia melaporkan kejadian 26,4 kasus per
100.000 populasi tetapi hanya untuk pasien yang lebih tua dari 35 tahun,
karena usia tidak disesuaikan dalam populasi referensi. Di Belanda,
insiden spesifik usia dilaporkan sebagai 7,8 kasus per 100.000 populasi
(ini diyakini terlalu rendah). 5
Demografi terkait ras, jenis kelamin, dan usia
Risiko lebih tinggi pada orang kulit hitam dari pada pada orang
kulit putih; Namun, orang-orang dari semua kelompok etnis
mengembangkan aneurisma intrakranial. Perbedaan dalam frekuensi
20
pecahnya telah dikaitkan dengan varians populasi sehubungan dengan
prevalensi faktor risiko dan distribusi usia.5
Insiden SAH pada wanita lebih tinggi daripada pria (rasio 3
banding 2). Risiko SAH secara signifikan lebih tinggi pada trimester
ketiga kehamilan, dan SAH akibat ruptur aneurisma merupakan
penyebab utama kematian ibu, yang menyebabkan 6-25% kematian ibu
selama kehamilan. Insiden pecah AVM yang lebih tinggi juga telah
dilaporkan selama kehamilan.5
Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya
pada usia 50 tahun. Sekitar 80% kasus SAH terjadi pada orang berusia
40-65 tahun, dengan 15% terjadi pada orang berusia 20-40 tahun. Hanya
5% dari kasus SAH terjadi pada orang yang lebih muda dari 20 tahun.
SAH jarang terjadi pada anak di bawah 10 tahun, hanya 0,5% dari
semua kasus.5
2.4 Etiologi
Dari perdarahan subaraknoid nontraumatic, sekitar 80% disebabkan
oleh aneurisma berry yang pecah. Ruptur malformasi arteriovenosa (AVM)
adalah penyebab SAH kedua yang paling dapat diidentifikasi, terhitung 10%
dari kasus SAH. Sebagian besar kasus yang tersisa dihasilkan dari pecahnya
jenis entitas patologis berikut:4,5
Aneurisma mikotik
Angioma
Neoplasma
Trombosis kortikal
SAH dapat juga disebabkan karena diseksi sekunder darah dari
hematoma intraparenchymal (misalnya, perdarahan akibat hipertensi atau
neoplasma). Baik faktor bawaan dan faktor yang diperoleh diduga berperan
dalam SAH. Bukti yang mendukung peran penyebab bawaan dalam
pembentukan aneurisma meliputi:4,5
21
Hubungan aneurisma dengan penyakit bawaan tertentu (misalnya
koarktasio aorta, sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos, displasia
fibromuskular, penyakit ginjal polikistik)
Cacat bawaan pada otot dan jaringan elastis media arteri di pembuluh-
pembuluh di lingkaran Willis ditemukan pada sekitar 80% pembuluh
normal pada otopsi. Cacat ini menyebabkan pelebaran mikroaneurysmal
(<2 mm) pada 20% populasi dan dilatasi lebih besar (> 5 mm) dan
aneurisma pada 5% populasi.
Faktor-faktor yang diperoleh yang diduga terkait dengan pembentukan
aneurisma meliputi: 5
Aterosklerosis
Hipertensi
Usia lanjut
Merokok
Stres hemodinamik
Penyebab SAH yang kurang umum adalah sebagai berikut: 5
Anusysme fusiform dan mikotik
Displasia fibromuscular
Diskrasia darah
Penyakit Moyamoya
Infeksi
Neoplasma
Trauma (fraktur di dasar tengkorak yang mengarah ke aneurisma karotid
internal)
Amyloid angiopathy (terutama pada orang tua)
Vaskulitis
Meskipun hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk
pembentukan aneurisma, tetapi data yang berhubungan dengan rupturnya
masih bertentangan. Namun, bagian-bagian hipertensi tertentu, seperti yang
disebabkan oleh penggunaan kokain dan stimulan lainnya, jelas
meningkatkan pertumbuhan aneurisma dan pecah lebih awal dari yang
22
diprediksi oleh data yang tersedia.
Cedera otak dari pembentukan aneurisma otak dapat terjadi tanpa
adanya pecah. Kekuatan tekanan dapat menyebabkan cedera pada jaringan
lokal dan / atau suplai darah distal yang abnormal (efek massa).
Ketika aneurisma ruptur, extravasates darah di bawah tekanan arteri ke
dalam ruang subarachnoid dan dengan cepat menyebar melalui cairan
cerebrospinal di sekitar otak dan sumsum tulang belakang. Darah dengan
tekanan tinggi dapat langsung menyebabkan kerusakan pada jaringan lokal.
Ekstravasasi darah menyebabkan peningkatan global dalam tekanan
intrakranial (TIK). Terjadi iritasi meningeal.
Pecahnya AVMs dapat menghasilkan baik perdarahan intraserebral dan
PSA. Saat ini, tidak ada penjelasan dapat disediakan untuk pengamatan
bahwa AVMs kecil (<2,5 cm) pecah lebih sering daripada AVMs besar (> 5
cm).
Sindrom vasokonstriksi serebral reversibel (RCVS) ditandai dengan
sakit kepala berat berulang dan penyempitan arteri serebral multifokal
segmental reversibel, dan menyebabkan SAH pada lebih dari 30% kasus.5
23
Tanda-tanda yang ada sebelum SAH meliputi:
Gangguan sensorik atau motorik (6%)
Kejang (4%)
Ptosis (3%)
Bruit (3%)
Disfasia (2%)
24
- Keluhan nyeri leher atau kekakuan
- Muntah
- Tekanan darah diastolik ≥100 mm Hg atau tekanan darah sistolik
≥160 mm Hg
Jika satu atau lebih dari ini hadir pada pasien dengan sakit kepala
nontraumatic akut yang mencapai intensitas maksimum dalam 1 jam,
kemungkinan perdarahan SAH harus diselidiki.
25
Hemiparesis disebabkan oleh aneurisma arteri serebral media, iskemia
atau hipoperfusi di wilayah vaskular, atau bekuan intraserebral. Pasien
mungkin juga mengalami afasia, hemineglect, atau keduanya. 5
2.7 Pemeriksaan Penunjang
CT SCAN
CT tanpa kontras adalah studi pencitraan yang paling sensitif dalam
penegakkan diagnosis SAH. Ketika dilakukan dalam waktu 6 jam setelah
onset sakit kepala, CT memiliki sensitivitas dan spesifisitas 100%.
Sensitivitas adalah 93% dalam 24 jam sejak onset, 80% pada 3 hari, dan
50% pada 1 minggu. Sensitivitas lebih rendah pada pemindai generasi kedua
atau pertama, tetapi sebagian besar rumah sakit di Amerika Utara telah
menggunakan pemindai generasi ketiga sejak pertengahan 1980-an.
Diperlukan potongan tipis (3 mm) untuk mengidentifikasi dengan benar
adanya perdarahan yang lebih kecil.5,6
26
Temuan mungkin negatif pada 10-15% pasien dengan SAH. CT scan
palsu negatif dapat terjadi akibat anemia berat atau perdarahan subaraknoid
volume kecil. Lokasi darah dalam ruang subarachnoid berkorelasi langsung
dengan lokasi aneurisma pada 70% kasus. Secara umum, darah yang
terlokalisasi pada basal, fisura sylvian, atau fisura intrahemispheric
mengindikasikan pecahnya aneurisma sakular. 5,6
Derajat dan lokasi SAH adalah faktor prognostik yang signifikan.
Sistem penilaian Fisher digunakan untuk mengklasifikasikan SAH, sebagai
berikut: 5,6
- Tingkat 1 - Tidak ada darah subaraknoid yang terlihat pada CT scan
- Tingkat 2 - Lapisan SAH difus atau vertikal setebal kurang dari 1 mm
- Tingkat 3 - Gumpalan difus dan / atau lapisan vertikal lebih dari 1 mm
- Tingkat 4 - Gumpalan intraserebral atau intraventrikular dengan darah
subarachnoid difus atau tidak.
CT scan memungkinkan untuk mendeteksi ukuran ventrikel dan, dengan
demikian, evaluasi dan pengawasan efek massa dan hidrosefalus. Pada
CT scan, hidrosefalus terbukti sebagai tanduk temporal yang
terperangkap dan menunjukkan adanya gambaran "Mickey Mouse" dari
sistem ventrikel.
27
Gambar 4. Perdarahan subaraknoid
Cerebral angiography.
Cerebral angiography telah menjadi standar kriteria untuk mendeteksi
aneurisma otak. Ini sangat berguna dalam kasus-kasus yang diagnosisnya
sulit ditegakkan (setelah CT scan dan LP) dan pada pasien dengan
endokarditis septik dan SAH untuk mencari keberadaan aneurisma mikotik.
5,6
28
Oklusi balon percobaan dari arteri utama dapat dilakukan dan dapat
membantu untuk memandu perencanaan bedah pra operasi.
29
Gambar 7. Derajat Perdarahan Subaraknoid Berdasarkan Skor GCS10
30
- Migraine
- Transient ischemic attack.8
2.10 Tatalaksana
Manajemen awal pasien dengan SAH diarahkan pada stabilisasi pasien.
Nilai tingkat kesadaran dan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi (ABC).5
Intubasi endotrakeal harus dilakukan untuk pasien dengan koma,
tingkat kesadaran tertekan, ketidakmampuan untuk melindungi jalan napas,
atau peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Intubasi urutan cepat harus
dilakukan, jika mungkin, termasuk penggunaan sedasi, defasikulasi, blokade
neuromuskuler kerja pendek, dan agen untuk menumpulkan peningkatan
ICP.5
Akses intravena harus diperoleh, termasuk jalur sentral dan arteri.
Benzodiazepine kerja pendek, seperti midazolam, harus diberikan sebelum
semua prosedur. Pemantauan harus meliputi: 5
- Pemantauan jantung
- Pulse oximetri
- Pemantauan tekanan darah arteri (pemantauan TD arteri diindikasikan
dalam SAH tingkat tinggi atau ketika tekanan darah labil)
- Karbon dioksida
- Output urin melalui penempatan kateter Foley
Pengobatan untuk perdarahan subaraknoid (SAH) dari aneurisma otak
yang pecah termasuk kontrol tekanan darah yang ketat, dengan pembatasan
cairan dan terapi antihipertensi. Pendekatan ini dikaitkan dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi dari komplikasi berupa iskemia dan
hypovolemia. Rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan agen
antihipertensi ketika tekanan arteri rata-rata (MAP) melebihi 130 mm Hg.
Beta-blocker intravena, yang memiliki waktu paruh yang relatif singkat,
dapat dititrasi dengan mudah dan tidak meningkatkan tekanan intrakranial
(ICP). Beta-blocker adalah agen pilihan pada pasien tanpa kontraindikasi. 5
31
Kebanyakan dokter menghindari penggunaan nitrat, seperti
nitroprusside atau nitrogliserin, yang meningkatkan ICP. Hydralazine dan
calcium channel blocker memiliki onset yang cepat dan menyebabkan
peningkatan ICP yang relatif lebih rendah daripada nitrat. Angiotensin-
converting enzyme inhibitor memiliki onset yang relatif lambat dan bukan
agen lini pertama dalam pengaturan SAH akut.5
Pasien dengan tanda-tanda peningkatan ICP atau herniasi harus
diintubasi dan mengalami hiperventilasi. Ventilasi menit harus dititrasi
untuk mencapai PCO2 30-35 mm Hg. Hindari hiperventilasi berlebihan,
yang dapat meningkatkan vasospasme dan iskemia. Intervensi lain untuk
peningkatan ICP meliputi: 5
- Agen osmotik (mis., Manitol), yang dapat menurunkan ICP secara
dramatis (50% 30 menit setelah pemberian)
- Loop diuretik (misalnya, furosemide) juga dapat menurunkan ICP
- Penggunaan steroid intravena (mis., Deksametason [Decadron]) untuk
menurunkan ICP masih kontroversial tetapi direkomendasikan oleh
beberapa penulis.
Beberapa terapi lainnya.
- Magnesium
Beberapa studi klinis telah menyelidiki efek magnesium pada
vasospasme serebral dan hasil neurologis pada pasien dengan SAH
aneurysmal. Penggunaan magnesium pada SAH didasarkan pada
aksinya sebagai antagonis kalsium nonkompetitif, Magnesium telah
diselidiki sebagai agen pelindung saraf yang mungkin. Beberapa studi
praklinis telah menunjukkan bahwa magnesium dapat memberikan
vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium seluler,
menghambat kontraksi otot polos pembuluh darah, dan mengurangi
pelepasan glutamat.7
- Antagonis reseptor endotelin
Antagonis reseptor endotelin terbukti efektif dalam mengurangi
insidensi vasospasme setelah SAH aneurysmal. Agen-agen ini dapat
32
menghambat pengikatan vasokonstriktor poten, endotelin-1, pada
reseptornya pada sel otot polos pembuluh darah.7
- Eritropoetin
Erythropoietin adalah 165 glikoprotein asam amino (~ 30 kDa),
anggota superfamili sitokin tipe I, yang mengatur diferensiasi dan
proliferasi sel eritroid yang belum matang.
Pada awalnya, erythropoietin terkenal dengan fungsinya dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan dengan mengatur jumlah
eritrosit dalam sistem kontrol umpan balik negatif yang beroperasi
antara ginjal dan sumsum tulang. Penemuan bahwa ia memiliki fungsi
biologis selain dari mengatur erythropoiesis. Bukti substansial telah
menunjukkan bahwa erythropoietin memediasi efek neuroprotektif
dengan berbagai mekanisme aksi termasuk mempertahankan
autoregulasi vaskular normal, yang memiliki relevansi klinis dalam
SAH aneurysmal. Dalam studi ekperimental praklinis, erythropoietin
telah terbukti mengurangi tingkat kematian, meningkatkan hasil
fungsional, dan mencegah kerusakan iskemik otak setelah SAH.7
2.11 Komplikasi
Komplikasi SAH yang dilaporkan termasuk hidrosefalus,
hipopituitarisme, dekompensasi jantung, fluktuasi tekanan darah dan kadar
elektrolit, serta kejang. Telah dilaporkan bahwa kejang terjadi hingga
sepertiga dari pasien SAH. Meskipun obat antiepilepsi sering diberikan
untuk mencegah kejang, penelitian belum menunjukkan manfaat apa pun
dari pemberiannya. Beberapa penelitian menunjukkan prognosis yang lebih
buruk dan peningkatan risiko perdarahan lambung yang terkait dengan obat-
obatan ini, tetapi etiologi dari temuan ini masih belum jelas.8
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien SAH adalah Delayed
Ischaemic Defisit (DCI). Sekitar sepertiga pasien akan mengalami defisit
neurologis fokal. Pasien yang paling berisiko ini antara 4 hingga 10 hari
setelah perdarahan awal. Ini dapat bersifat reversible, tetapi dapat
33
berkembang menjadi infark serebral, yang memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. DCI sering terjadi dengan penyempitan pembuluh
arteri terkait (vasospasme) yang dapat dilihat secara radiologis. Komplikasi
perdarahan yang berulang juga dapat terjadi pada SAH. Selain itu, SAH
juga dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Hidrosefalus terjadi pada
sekitar 20 persen pasien SAH dan biasanya didiagnosis dengan penurunan
GCS dan pencitraan CT kranial. Penyebab hidrosefalus pada SAH adalah
obstruksi aliran normal CSF oleh darah dari ruptur aneurisma. Risiko
hidrosefalus akut setelah SAH meningkat dengan meningkatnya jumlah
perdarahan intraventrikular. Perawatan hidrosefalus akut umumnya berupa
drainase ventrikel, tetapi ini menimbulkan risiko tambahan infeksi dan
perdarahan ulang. Pada pasien SAH juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa kejang.9
2.12 Prognosis
Sayangnya, SAH sering dikaitkan dengan prognosis yang buruk.
Hampir setengah dari pasien yang mengalami SAH disebabkan oleh
aneurisma yang mendasarinya meninggal dalam 30 hari, dan sepertiga dari
mereka yang selamat mengalami komplikasi. Hampir setengah dari pasien
yang memiliki SAH menderita beberapa gangguan neurokognitif yang
berdampak pada kualitas hidup mereka. Lebih dari 60% melaporkan sakit
kepala berkelanjutan dan berulang.8
DAFTAR PUSTAKA
34
1. Laksono, Umar, dan Rasman. Tatalaksana Anestesi pada Direct Clipping
Aneurisma Otak. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. JNI 2015;4(3): 193–202.
2. Snell. System Saraf. Pada Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. EGC. 2014.
3. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. EGC.
2014.
4. Ziu Endrit, B Fassil, dan Mesfin. Subarachnoid Hemorrhage. NCBI
Bookshelf. A service of the National Library of Medicine, National Institutes
of Health. 2019
5. Helmi L Lutsep dkk. Subarachnoid Hemorrhage. Medscape. 2018
6. Evie Marcolini dan Jason Hine. Approach to The Diagnosis and Management
of Subarachnoid Hemorrhage. Riview Article. 2019.
7. Giovanni, Contetta, dan Loch. Management of Aneurysmal Subarachnoid
Hemorrage: State of The Art and Future Perspectives. Syrgical Neurology
International. 2017.
8. Norah Kairys, Joe M, dan Manish Garg. Acute Subarachnoid Hemorrhage
(SAH). Statpearls Publishing. 2020.
9. Daniele Bryden dan Andrew Temple. Case Studies in Adult Intensive Care
Medicine. Cambridge University Press. 2017.
10. Morgan GE, Michael Ramsay. Anesthesia for Patient with Liver Disease. 6th
ed. Lange Medical Books/Mc-Graw Hill. 2018
11. Rajesh Chawla dan Subhash Todi. ICU Protocols. A Step-Wise Approach.
Vol. 1. Edisi ke-2. 2020.
35