Anda di halaman 1dari 57

Laporan Kasus

Oleh:

Yuliana

NIM 71 2019 080

Pembimbing:

dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul

Dipersiapkan dan disusun oleh


Yuliana
NIM 71 2019 080

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Februari 2021


Pembimbing

dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.

ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus
ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyaki Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:

1) dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S., selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Februari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv

BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1 Identitas.......................................................................................1
1.2 Anamnesa....................................................................................1
1.3 Pemeriksaan ...............................................................................2
1.4 Rencana Pemeriksaan Penunjang................................................11
1.5 Diagnosa......................................................................................11
1.6 Tatalaksana..................................................................................11
1.7 Prognosa......................................................................................12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi.......................................................................................13
2.1.1 Anatomi Otak dan Vaskularisasi Otak...............................13
2.1.2 Nervus Kranialis.................................................................16
2.2 Stroke...........................................................................................19
2.2.1 Definisi ..............................................................................19
2.2.2 Epidemiologi .....................................................................19
2.2.3 Faktor Risiko......................................................................20
2.2.4 Klasifikasi...........................................................................23
2.2.5 Diagnosis Stroke................................................................27
2.3 Stroke Non Hemoragik ec Trombosis Serebri............................29
2.3.1 Etiologi...............................................................................29
2.3.2 Patofisiologi.......................................................................30
2.3.3 Manifestasi Klinis..............................................................35
2.3.4 Pemeriksaan Penunjang......................................................37
2.3.5 Tatalaksana.........................................................................40
2.3.6 Komplikasi.........................................................................45
2.3.7 Prognosis............................................................................46

BAB III ANALISA KASUS...........................................................................48

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................55

iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 Identifikasi
Nama : Ny S
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Palembang
Agama : Islam

1.2 Anamnesa
Pasien datang dibawa keluarganya ke IGD RSUD Palembang Bari karena
karena mengalami kelemahan sesisi tubuh bagian kanan secara tiba-tiba.
Sejak 2 jam SMRS, penderita mengalami kelemahan sesisi tubuh kanan saat
sedang istirahat yang terjadi secara tiba-tiba tanpa disertai kehilangan kesadaran.
Saat serangan penderita tidak mengalami sakit kepala, tidak ada mual dan munta
h, tanpa disertai kejang, tanpa disertai gangguan rasa pada sisi yang lemah.
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat.
Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan
isyarat. Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan menggunakan tangan
kanan. Saat bicara mulut penderita mengot.
Saat serangan penderita tidak disertai dada berdebar-debar, sesak tidak ada.
Penderita tidak mengeluh adanya sakit kepala belakang yang timbul pada pagi
hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak pernah mengalami nyeri
pada tulang panjang, riwayat diabetes melitus tidak ada, riwayat trauma kepala
tidak ada, riwayat kolesterol tidak ada, riwayat penyakit jantung tidak ada.
Penderita memiliki riwayat hipertensi.
Penyakit ini belum perndah di derita dan diderita untuk pertama kalinya.

5
1.3 Pemeriksaan
Status Praesens
Kesadaran : GCS (E4V5M6) Compos Mentis
Gizi : Belum Diperiksa
Suhu Badan : 36,8° C
Nadi : 84 x/m reguler
Pernapasan : 22 x/m
Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris

6
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kuduk kaku : Tidak Ada (-) Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. Saraf – Saraf Otak

1. N. Olfaktorius Kanan Kiri


Penciuman Tidak ada Tidak ada
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak ada Tidak ada
- Papil atrofi Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Retina

7
3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation Tidak ada Tidak ada
conjugae
- Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pupil

- Bentuk Bulat Bulat

- Diameter 3 mm 3 mm

- Isokor/anisokor Isokor Isokor

- Midriasis/miosis Normal Normal

- Reflek cahaya

- Langsung Positif Positif

- Konsekuil Positif Positif

- Akomodasi Positif Positif

- Argyl Robetson Negatif Negatif

8
4. Nervus Trigeminus

Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit normal normal
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Positif Positif
Sensorik
- Dahi Normal Normal
- Pipi Normal Normal
- Dagu Normal Normal

5. Nervus Facialis

Kanan Kiri

Motorik

- Mengerutkan dahi Simetris

- Menutup mata Simetris

- Menunjukkan Sudut mulut kanan tertinggal


gigi
- Lipatan nasolabialis Kanan datar

- Bentuk muka Asimetris Simetris

- Istirahat Asimetris

- Berbicara/bersiul Asimetris

Sensorik
- 2/3 depan lidah Normal

9
Otonom
- Salivasi Tidak ada Tidak ada kelainan
kelainan
- Lakrimasi Tidak ada Tidak ada kelainan
kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif

6. Nervus Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
7. Nervus Glosofaringeus dan Nervus Vagus

Kanan Kiri

Arcus pharingeus Simetris Simetris


Uvula Ditengah Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak Ada Tidak Ada
Denyut jantung BJ I/II normal, reguler

Reflek
- Muntah Normal
- Batuk Normal
- Okulokardiak Normal
- Sinus karotikus Normal
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Normal

10
8. Nervus Accesorius

Mengangkat bahu Normal


Memutar kepala Tidak ada tahanan

9. Nervus Hypoglosus

Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan


Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Belum dapat dinilai

D. Kolumna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada

E. Badan dan Anggota Gerak


Fungsi Motorik
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 0 5
Tonus Hipertoni Eutoni
Reflek fisiologis

11
- Biceps Hiperefleks Normal
- Triceps Hiperefleks Normal
- Periost radius Hiperefleks Normal
- Periost ulna Hiperefleks Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
- Trofik Negatif Negatif

Tungkai Kanan Kiri


Gerakan Kurang Normal
Kekuatan 0 5
Tonus Hipertoni Eutoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiperefleks Normal
- APR Hiperefleks Normal
Reflek patologis
- Babinsky Positif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Positif
- Tengah Positif
- Bawah Positif

12
Trofik Negatif

Sensorik

Tidak ada kelainan

F. Gambar

Sudut mulut kanan terting


gal, lidah deviasi ke kanan,
penderita tidak dapat men
gungkapkan isi pikirannya
secara lisan

Gerakan : kurang
Kekuatan : 0
Refleks fisiologi
Hipertonus,Hiperrefl
eks tidak dapat
mengungkapkan isi
Gerakan : Kurang
fikiran secara tertulis
Kekuatan : 0
Refleks fisiologis:
Hiperrefleks
Hipertonus
Refleks Babinski
(+)

Keterangan: Hemiparase Dextra Tipe Spastik + Parese Nervus VII & Nervus XII
Dextra Tipe Sentral + Afasia Motorik

13
G. Gejala Rangsang Meningeal

Gejala Pada penderita ditemukan gejala


 Kaku kuduk Tidak ada

 Kernig Tidak ada


Tidak ada
 Lasseque
Tidak ada
 Brudzinsky
Tidak ada
 Neck Tidak ada
 Cheeck Tidak ada
 Symphisis Tidak ada

 Leg I Tidak ada

 Leg II
Jadi, gejala rangsang meningeal (-)

H. Gait dan Keseimbangan

Gait

Ataxia : Belum dapat dinilai


Hemiplegic : Ada
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-abasia : Belum dapat dinilai
Keseimbangan

Romberg : Tidak ada


Dysmetri : Tidak ada
- Jari-jari : Tidak ada
- Jari hidung : Tidak ada

14
- Tumit-tumit : Tidak ada
- Dysdiadochokinesia : Tidak ada
- Trunk Ataxia : Tidak ada
- Limb Ataxia : Tidak ada

I. Gerakan Abnormal

Tremor : Tidak ada


Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic: Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

L. Skor Siriraj

15
(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) – (3 X TA) – 12

Tabel. 1.1 Skor Siriraj


1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0
Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
2 jam ( x 2 ) Yes 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1
5 Atheroma markers ( x 3 ) None 0
diabetes, angina, 1/> 1
claudicatio intermitten

Konstanta - 12

(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 0) – 12 = -3


Interpretasi : Stroke Non Hemoragik

1.4. Rencana Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
- Hematologi (Hb, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, Hitung Jenis, LED
1 jam )
- Kimia darah (BSS, Trigliserida, Kolesterol total, Kolesterol LDL,
Kolesterol HDL, Ureum, Creatinin, Urine acid, Natrium, Kalium)
2. CT Scan Kepala
3. Elektrocardiography

1.5. Diagnosa Klinik

16
Diagnosa Klinik : Hemiplegia Dextra Tipe Spastik + Parese Nervus
VII dan Nervus XII Dextra Tipe Sentral + Afasia
Motorik dengan Agrafia
Diagnosa Topik : Lesi Kapsula Interna Hemisferium Serebri
Sinistra,
Diagnosa Etiologi : Stroke Non Hemoragik (Trombosis Serebri)
Diagnosa Tambahan : Hipertensi derajat I

1.6. Tatalaksana
 Non Farmakologi
Tirah baring
Konsumsi obat antihipertensi secara teratur
Edukasi diet rendah garam
Fisioterapi
 Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% gtt 20 x/menit
Nicardipine 5mg/jam IV
Aspilet 2x160 mg/po
Inj. Ranitidine 2x50 mg IV
Inj. Citicoline 2x500 mg IV
Neurodex 1x1 tab/po

1.7. Prognosa

Quo ad Vitam : dubia ad bonam


Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

17
2.1 Anatomi
3.2.1 Anatomi Otak
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya.1

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen


bagiannya adalah:

1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.1
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal,
visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan
emosi.1

c. Lobus parietalis

18
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.1
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori.1
e. Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom.1

Gambar 1. Lobus-Lobus pada Cerebrum

2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori
yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.
Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima
dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.1

19
Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior di bawah tentorium
cerebelli. Cerebelum terletak posterior terhadap pons dan medulla oblongata.
Terdiri dari dua hemisphere yang dihubungkan oleh bagian tengah, yang
vermis. Cerebellum dihubungkan dengan mesencephalon melalui pedunculus
cerebellaris superior, dengan pons oleh pedunculus cerebellaris medius, dan
dengan medulla oblongata oleh pedunculus cerebellaris inferior.1
Lapisan permukaan tiap hemispherium cerebelli disebut cortex, terdiri
dari substantia grisea. Cortex cerebelli berlipat- upat disebut folia, yang
dipisahkan oleh fissura transversa yang tersusun rapat. Kelompok massa
substantia grisea tertentu di dapatkan di dalam cerebelum, tertanam di dalam
substantia alba. Yang terbesar dikenal sebagai nucleus dentatus.1
Cerebellum berperan penting dalam mengendalikan tonus otot dan
mengkoordinasikan gerak otot pada sisi tubuh yang sama. 1

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial.1

20
Gambar 2. Brain Stem

3.2.2 Sistem Peredaran Darah Otak


1. Arteri
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi.
- Arteria Carotis Interna
Arteri carotis interna berasal dari sinus cavernosa pada sisi medial
processus clinoideus. Kemudian arteri ini membelok ke belakang
menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini, arteria ini bercabang menjafi
arteria cerebri anterior dan arteria cerebri media.1

Cabang-Cabang Bagian Cerebral Arteria Carotis Interna


1. A. opthalmica dipercabangkan sewaktu A.carotis interna Reluar
dari sinus cavernosus, Arteri ini masuk orbita melalui canalis
opticus, di bawah dan lateral terhadap N.opticus. A.opthalmica
mendarahi mata dan struktur orbita lainnya, dan cabang-cabang
terminalnya mendarahi daerah kulit kepala, sinus ethmoidalis dan
frontalis, serta dorsum nasi.
2. A.communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke
belakang untuk bergabung dengan A.cerebri posterior.
3. A.choroidea, sebuah cabang kecil, berjalan ke belakang, masuk ke
dalam cornu inferior ventriculus lateralis, dan berakhir di dalam
plexus choroideus.
4. A.cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, dan masuk ke
dalam fissura longitudinalis cerebri. Pembuluh ini bergabung
dengan arteri yang sama dari sisi yang lain melalui A.communicans
anterior. Arteria ini membelok ke belakang di atas corpus callosum,
dan cabang- cabang corticalnya mendarahi permukaan medial
cortex cerebri sampai ke sulcus parieto-occipitalis. Pembuluh ini

21
juga mendarahi sebagian cortex selebar 1 inci (2,5 cm) pada
permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian A.cerebri
anterior mendarahi area tungkai di gyrus precentralis. Cabang-
cabang central menembus substansi otak dan mendarahi massa
substantia grisea di bagian dalam hemispherium cerebri.
5. A.cerebri media, cabang terbesar dari A.carotis interna, berjalan ke
lateral di dalam sulcus lateralis cerebri. Cabang-cabang cortical
mendarahi seluruh permukaan lateral hemisphere, kecuali daerah
sempit yang disuplai oleh A.cerebri anterior, polus occipitalis dan
permukaan infero- lateral hemisphere yang disuplai oleh A.cerebri
posterior. Dengan demikian arteri ini mensuplai seluruh area
motoris kecuali area tungkai pada hemispherium cerebri. Cabang-
cabang central masuk ke substantia perforata anterior dan
mensuplai massa substantia grisea di bagian dalam hemispherium
cerebri. 1

- Arteria Vertebralis
Arteria vertebralis, cabang dari bagian pertama A. subclavia, berjalan ke
atas melalui foramina pada rpcessus transversus vertebrae cervicalis I-
VI. Pembuluh ini masuk tengkorak melalui foramen magnum dan
berjalan ke atas, depan dan medial medulla oblongata. Pada pinggir
bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri dan sisi lainnya
membentuk arteria basilaris.1

Cabang-cabang Cranial1
1. Aa. Meningeae
2. A. spinalis anterior dan posterior
3. A. cerebri posteroinferior
4. Aa. Medullares.

- Arteri Basilaris

22
Arteria basilaris, dibentuk oleh gabungan kedua arteria vertebralis,
berjalan naik di dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir
atas pons bercabang dia menjadi A. cerebri posterior.1
Cabang-cabang:
1. Cabang-cabang untuk pons, cerebellum, dan telinga dalam.
2. A. cerebri posterior.
Arteria cerebri posterior pada masing-masing sisi melengkung ke
lateral dan belakang di sekeliling mesencephalon. Cabang-cabang
cortical mendarahi permukaan inferolateral lobus temporalis dan
permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi arteria ini
mendarahi cortex visual. Cabang-cabang central menembus substansi
otak dan mendarahi massa substantia grisea di dalam hemispherium
cerebri dan mesencephalon.1

Gambar 3. Circulus Willisi.

- Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis basis cranii.
Circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua A.carotis interna
dan kedua A.vertebralis. A. communicans anterior, A.cerebri anterior,
A.carotis interna, A.communicans posterior, A.cerebri posterior, dan

23
A.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus Willisi memungkinkan
darah yang masuk melalui A.carotis interna atau A.vertebralis untuk
didistribusikan ke setiap bagian dari kedua hemispherium cerebri.
Cabang-cabang cortical dan central dari circulus ini mendarahi substansi
otak.1

2. Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang
utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke
dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran
darah dari basal ganglia.2

3.2.3 Saraf Kranialis


Saraf Kranial berjumlah 12 pasang dan langsung bersumber di otak yaitu3:

Gambar 2.4. Saraf Kranialis


1. Nervus olfactorius, membawa dorongan membau dari reseptor di
dalam mukosa hidung menuju otak.
2. Nervus opticus, mensarafi bola mata, membawa rangsangan

24
penglihatan ke otak.
3. Nervus oculomotorius, bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital
(otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para
simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris.
4. Nervus trochlearis, bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf
pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf
penggerak mata
5. Nervus trigeminus, merupakan saraf sensoris yang terbesar dari muka
dan kepala, mempunyai tiga cabang yang membawa dorongan
merasakan dari muka menuju otak. Cabang ketiga disambungkan
oleh serat motoris pada otot mengunyah.
6. Nervus abducens ialah saraf lainnya, yang mengirim dorongan yang
mengontrol pada otot bola mata.
7. Nervus fasialis, merupakan salah satu dari saraf kranialis yang
dipersarafi oleh jaras corticobulbar. Setiap gerakan motorik dari
nervus fasialis dimulai dari sinyal yang diberikan pada cortex
cerebral, terutama primary motor cortex pada otak, melewati kapsula
interna lalu memasuki crus cerebri dan masuk ke nukleus di pons.
8. Nervus vestibulocholearis, berisi serat sensoris khusus untuk
mendengar seperti halnya untuk keseimbangan dari saluran
semisirkular telinga bagian dalam.
9. Nervus glossopharyngeus, berisi serat sensoris umum dari belakang
lidah dan pharynx (tenggorokan).
10.Nervus vagus, merupakan saraf kranial yang terpanjang yang
memasok sebagian besar organ di dalam rongga perut dan dada.
11.Nervus accesorius, terbentuk dari serat saraf motor yang mengontrol
dua otot leher.
12.Nervus hypoglossus, saraf kranial terakhir membawa dorongan-
dorongan yang mengontrol lidah. Lesi pada satu nervus hipoglosus
akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:

25
a. Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi
longgar dan berkeriput. Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada
otot-otot lidah yang atrofis.
b. Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu
memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke
sisi yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi
kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan
kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus
ke depan, Bila satu otot adalah lebih lemah dari yang lainnya,
maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi otot yang
lumpuh).
c. Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu
mencong ke sisi yang sehat. Keadaan ini timbul karena tonus otot-
otot lidah di sisi yang sehat adalah melebihi tonus otot-otot lidah di
sisi yang sakit.
d. Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya
akan tampak ada sisa-sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
e. Karena lidah berperan dalam mekanisme menelan dan artikulasi,
maka gejala-gejala kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa
sukar menelan dan bicara pelo.

3.3 Stroke
3.3.1 Definisi Storke
Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai
disfungsi otak akut, fokal atau difus, yang berasal dari pembuluh darah dan
berlangsung selama lebih dari satu hari. Definisi ini, akan mencakup
perdarahan intra-serebral, perdarahan subarachnoid, stroke iskemik, dan
trombosis sinus vena serebral.4 Definisi stroke menurut WHO 2005, stroke
adalah disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidaknya

26
secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai
dengan daerah fokal otak yang terganggu5 Stroke atau cerebrovascular
accident (CVA) adalah gangguan akut dari perfusi atau pembuluh darah otak.
Sekitar 85% stroke bersifat iskemik dan sisanya hemoragik.5

3.3.2 Epidemiologi
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung
koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu
dari 10 kematian disebabkan oleh stroke. Secara global, 15 juta orang
terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya
mengalami kecacatan permanen.6,7
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh
stroke yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke
kardioemboli.8
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia.
Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun. rata – rata disebutkan
angka 100 kematian per 100.000 penduduk per tahun. Setiap tujuh orang yang
meninggal di Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke.9

3.3.3 Faktor Risiko


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan
usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20 %. Orang
yang berusia >65 tahun memiliki risiko stroke sebesar 71%, sedangkat
usia 65-45 tahun memiliki risiko 25%, dan 4% terjadi pada orang berusia
<45 tahun.11
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.

27
c. Ras/Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia <65 tahun, meningkatkan
risiko stroke

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:10

a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/ perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang
stroke mempunyai tekanan darah tinggi.  
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada
penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,

28
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan
benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke
dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena
stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk
terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko
stroke 1,31-2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol

29
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan
dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan
lain- lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena
stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat
memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke.

2.2.3. Klasifikasi Stroke


Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan
kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan
bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis. Trombosis
dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu trombosis pada arteri besar
(meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan trombosis pada arteri
kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri besar, sedangkan
20% stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang masuk ke
dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran,
medularis) dan yang menyebabkan stroke trombosis adalah tipe lakuner.
Kurang lebih 32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh
bekuan darah yang lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan

30
frekuensinya sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke.11

Berdasarkan penyebabnya

a.Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri
b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarachnoid

Gambar 2.4. Stroke Hemoragic

Gambar 2.4. Stroke Iskemik

31
Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya
1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala
neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 2 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.
4. Stroke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
2.2.4. Diagnosis12

1. Siriraj Score

(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) – (3 X TA) – 12

32
1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0

  Pingsan 1

  Semi koma, koma 2

2 Muntah ( x 2 ) No 0

  Yes 1

3 Nyeri kepala dalam No 0

  2 jam ( x 2 ) Yes 1

4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1

5 Atheroma markers ( x 3 ) None 0

  diabetes, angina, 1/> 1

  claudicatio intermitten  

       

Konstanta   - 12

Total skor =    

Interpretasi skor

<-1 Non Hemoragic

>1 Hemoragic

-1 sampai 1 = Konfirmasi dengan


pemeriksaan penunjang  

33
2. Algoritma berdasarkan Score Gajah Mada
Algoritma Gajah Mada terdiri dari 3 variabel diantaranya terdapat
penurunan kesadaran, terdapat sakit kepala, dan terdapat refleks patologi
apabila diantaranya terdapat dua atau tiga tanda positif maka dikatakan
sebagai stroke perdarahan. Sementara bila hanya terdapat reflek babinski
positif atau negatif pada ketiga variabel tersebut dikatakan sebagai stroke
infark.

Gambar 2.6. Algoritma Gajah Mada.

2.3. Stroke Non Hemoragic et Causa Trombosis Serebr


2.3.1. Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.13

34
1. Emboli Serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber
proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari
bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau
ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri
sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.13
2. Aterotrombotik Insitu Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak
terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar
83% mengalami stroke jenis ini. Pada stroke iskemik, penyumbatan
bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua
arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah
arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian
besar otak.

2.3.2. Patofisiologi
Sekitar  80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa
melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus. 12,13
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di

35
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis
interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan

eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. 14


Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu
subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis
interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri
vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi
pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh
darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa
hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.
Suatu lesi arterimatous berupa degenerasi atau perdarahan dari
pembuluh darah sklerotik yang dapat merusak endotelium pada tunika intima
kemudian pada bagian yang rusak tersebut menempel platelet dan fibrin serta
tertimbun lipid dan kolesterol. Hal ini menyebabkan terbentuknya trombus
yang merusak aliran darah. Pada tahap awal terjadi penyempitan yang tidak
sempurna dan akhirnya menjadi penyumbatan yang hebat.15
Sebagian dari trombus dapat lepas dari dasarnya dan dibawa aliran darah
ke otak dan menyumbat aliran darah otak sehingga menyebabkan atrofi
jaringan otak. Kerusakan jaringan otak dapat reversibel atau irreversibel,
tergantung dari faktor tekanan darah sistemik, sirkulasi kolateral, oksigenasi
jaringan tersebut, resistensi pembuluh darah yang terkena dan produk
metabolit yang dihasilkan.15
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area
SSP yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan
kolateral yang adekuat. Disekitar zona nekrotik sentral, terdapat “penumbra
iskemik” yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih
jika aliran darah baik kembali.15

2.3.3. Manifestasi Klinik

36
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar
kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam
beberapa menit.16,17
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi
dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50
tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih
muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila
emboli cukup besar.16,17
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.16,17
Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan
tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan
tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud

37
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada
satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut
cortical  blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan


penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan
nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi,
drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran. 16,17

2.3.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi


yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan
yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula
darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik


pencitraan diantaranya yaitu :
1. CT scan
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam
pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah
serangan.19

38
Digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. Non contrast computed tomography
(CT) scanning adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan
untuk evaluasi pasien dengan stroke akut jelas. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya
mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).20

Gambar 2.7. CT Scan Stroke Iskemik


2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini
kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.15
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.18

4. Angiografi otak

39
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.18

2.3.5. Tatalaksana

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat21


1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek,
maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan
cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi
kognitif.
2. Terapi Umum21
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%.

40
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien stroke iskemik
akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 50 mmHg), atau
syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi. Pipa
endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian
cairan hipotonik seperti glukosa).

Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan
tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
rnemasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5 -12 mmHg.

Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg
dan cairan suda mencukupi, maka obat vasopressor dapat diberikan
seperti dopamin dengan target sistolik berkisar 140 mmHg

Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah serangan stroke iskernik. Bila terdapat adanya
penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi).

Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia
jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus
dikoreksi15
a. Pemeriksaan Awal Fisik Umum20

41
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparese
b. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:2
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
a) Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4
- 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
b) Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB
i.v
c. Pemberian obat neuroprotektif
Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi kadar
asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu neurotransmitter
untuk fungsi kognitif.
d. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
e. Menghindari stress ulcer

42
Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak ada
perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor H2, sitoprotektor
agen ataupun inhibitor pompa proton.
f. Pengendalian tekanan darah
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic
(TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi
terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185
mmHg dan TDD <110 mmHg.
g. Pengendalian demam
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5oC

B. Penatalaksanaan umum di ruang rawat


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).15
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan,
nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.

43
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8)
d. Apabila kemungkinan pemakain pipa nasogastrik lebih dari 6 minggu,
peritimbangkan untuk gastrotomi pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung
vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.

C. Rehabilitasi :
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan
psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan
pernafasan penderita stabil.
Tujuan rehabilitasi ialah :
 Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
 Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal
 Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Prinsip dasar rehabilitasi :
 Mulai sedini mungkin
 Sistematis
 Ditingkatkan secara bertahap
 Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.

44
Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini
dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
risiko stroke :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.

2.3.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat stroke antara lain 22
1. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi
ulkus dekubitus dan infeksi.
2. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumoni.
3. Atrofi dan kekakuan sendi (kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
4. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.15

45
2.3.7. Prognosis

Prognosis stroke secara umum dubia. Tergantung berat stroke dan komplikasi
yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami
kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema
otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan
membaik dengan fungsi normal. Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek
yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution.
Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca
stroke.23

46
BAB III
ANALISIS KASUS

Ny S, Perempuan berusia 55 tahun dibawa ke RSUD Palembang Bari karena


mengeluh kelemahan sesisi tubuh bagian kanan yang terjadi secara tiba-tiba. Keluhan
yang dialami oleh pasien ini merupakan gambaran klinis pada stroke. Menurut
definisi stroke oleh WHO stroke adalah disfungsi neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau setidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu5 . Risiko mengalami stroke akan
meningkat seiring bertambahnya usia
Kelemahan pada sisi kanan sendiri merupakan gambaran dari defisit neurologis
motorik atau gangguan fokal. Sisi kanan menunjukkan bahwa area otak yang
mengalami masalah adalah sisi yang berlawanan atau kontralateral yang mana pada
kasus ini yang mengalami gangguan adalah pada hemisfer kiri serebri.2
Penderita mengalami kelemahan sesisi tubuh kanan saat sedang istirahat tanpa d
isertai kehilangan kesadaran. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kemungkinan stroke
pada kasus ini disebabkan oleh trombosis serebri, Gejala utama stroke iskemik akibat
trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun,
biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun 16,17, Hal ini terjadi karena adanya arteri
tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area SSP yang diperdarahi
akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat sehingga
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) terganggu dan
dapat terjadi gejala.15,16
Pada saat serangan tidak ada sakit kepala, mual dan muntah. Ketiga gejala ini
merupakan gejala klinis dari peningkatan TIA akibat adanya perdarahan otak karena
stroke hemoragik6. Pada pasien gejala peningkatan TIA tidak ditemukan sehingga
dapat menyingkirikan kemungkinan penyebab keluhan adalah stroke hemorgik. Pada
pasien ini kemungkinan penyebab stroke adalah stroke non hemoragik

47
Tidak adanya kejang mengarahkan pada letak lesi kemungkinan tidak terdapat di
korteks serebri, karena pada lesi yang terletak di korteks serebri biasanya terdapat
kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sisi yang lumpuh, tanpa disertai rasa baal,
kesemutan dan nyeri menyingkirkan lesi terdapat di korteks serebri karena lesi di
korteks serebri terdapat defisit neurologis pada sisi yang lemah.12
Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan secara
tulisan dan isyarat. Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan menggunakan
tangan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami afasia motorik, dengan
disertai agrafia, pada afasia motorik kemampuan untuk mengungkapkan isi fikiran
terganggu, namun bahasa internalnya masih untuh dengan kata lain pasien masi dapat
mengerti isi fikiran orang lain, pada afasia motorik kemampuan untuk menulis kata
kata masih tidak terganggu, tetapi dapat juga disertai adanya agrafia (hilangnya
kemampuan untuk ekspresi dengan tulisan) lesi yang menyebabkan afasia motoric
terletik disekitar broca.23
Mengot dan bicara pelo. Mulut mengot dan bicara pelo menunjukkan terdapat
lesi pada nervus fasialis (N. VII) dan lesi pada nervus hypoglossus (N. XII).
Penderita memiliki riwayat hipertensi. Dengan TD 150/90 dimana menurut
JNC VIII pasien dikategorikan sebagai penderita hipertensi grade hipertensi merupa
kan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah
kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/ perdarahan otak.
Hipertensi dapat memicu terjadinya aterosklerosis. Hal ini disebabkan hipertensi
memicu proses timbulnya plak aterosklerosis di arteri serebral dan arteriol yang
dikarenakan tekanan darah tinggi sehingga menyebabkan oklusi arteri dan cedera
iskemik dan hipertensi merupakan faktor risiko yang bisa dikendalikan.6
Keluhan seperti ini untuk pertama kalinya dialami penderita. Prognosis pada
kasus ini lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang. Sekitar 10% pasien
dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Stroke berulang sering
mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk daripada stroke pertama.

48
Pada pemeriksaan fisik didapati hipertonus dan hiperrefleks. Hipertonus
merupakan gambaran adanya kerusakan pada kapsula interna. Kerusakan pada
vertebro basilaris (sirkulasi posterior) mengakibatkan terjadinya kelemahan pada satu
atau keempat anggota gerak, peningkatan reflek tendon, ataksia, tanda babinsky
bilateral, disfagia, disartria, koma, gangguan daya ingat, gangguan penglihatan dan
muka baal.25
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium: hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polistemia, selain itu juga pemeriksaan laju endap
darah untuk mendeteksi terjadi giant cell arteritis selanjutnya gula darah untuk
melihat DM, hipoglikemia atau hiperglikemia, kemudian lipid serum Pemeriksaan
laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi.20
Selain itu pada pasien juga dilakukan pemeriksaan CT Scan Kepala untuk
melihat apakah ada lesi hipoden pada daerah capsula interna. Pemeriksaan CT scan
tanpa kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu
menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika
dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu
setelah serangan.17 kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin16
CT Scan Digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbed
a pula. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang
paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut jelas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses), Pada stroke karena infark, gambaran CT-
scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.14 16

49
Diagnosis Banding Klinis

LMN (Perifer)/ Flaksid UMN (Sentral)/ Spastik Pada Penderita

Hipotonus Hipertonus Hipertonus

Hiporeflexi Hiperrefleks Hiperrefleks

Refleks patologis (-) Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (+)

Atrofi otot (+) Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)

*Jadi kelemahan yang dialami pada pasien yaitu tipe spastik

Diagnosis Banding Topik


Lesi di Cortex Hemisferium Cerebri Temuan gejala pada penderita

Deficit morotik Hemiparese sdextra tipe spastik

Gejala iritatif Tidak ada gejala iritatif berupa kejang


pada sisi yang lemah

Gejala fokal (kelumpuhan tidak sama Ada kelemahan lengan dan tungkai sama
berat) berat

Gejala deficit sensorik pada sisi yang Tidak ada gejala sensorik pada sisi yang
lemah lemah

* Jadi, kemungkinan lesi di cortex hemisferium cerebri dapat disingkirkan

Lesi di Subkorteks hemisferium Temuan gejala pada penderita


Cerebri

Deficit morotik Hemiparese dextra tipe spastik

Gejala afasia motoric subkortikal Tidak afasia motoric subkortikal

Kelemahan sama berat Kelemahan lengan dan tungkai sama


berat

* Jadi, kemungkinan lesi di subcortex hemisferium cerebri dapat disingkirkan


Lesi di kapsula Interna hemisferium Temuan gejala pada penderita

50
Cerebri

Ada hemiparese/hemiplegia typical Hemiparese dextra tipe spastik

Gejala afasia motoric subkortikal Tidak afasia motoric subkortikal

Kelemahan sama berat Kelemahan lengan dan tungkai sama


berat

Parese N VII Ada Parese N VII tipe sentral

Parese N XII Ada parese N XII tipe sentral

Kelemahan lengan dan tungkai sama berat Ada kelemahan lengan dan tungkai yang
sama berat

* Jadi, kemungkinan lesi pada pasien di kapsula interna hemisferium cerebri

Diagnosa Banding Etiologi


Trombosis serebri Gejala pada pasien

- Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak disertai kehilangan


kesaradan
- Terjadi saat istirahat
- Terjadi pada saat pasien istirahat

Kesimpulan :

Jadi, kemungkinan diagnosa etiologi y


aitu trombosis serebri

Emboli Cerebri Gejala pada Pasien

- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Tidak disertai kehilangan


kesadaran
- Ada atrial fibrilasi
- Tidak terdapat AF berupa gejala
didahului jantung berdebar
- Terjadi saat aktifitas
- Terjadi saat pasien istirahat

Kesimpulan :

51
Jadi, kemungkinan etiologi emboli
cerebri dapat disingkirkan

Hemoragia cerebri Gejala

- Kehilangan kesadaran > 30 menit - Tidak disertai kehilangan


kesadaran
- Terjadi saat aktivitas
- Didahului sakit kepala, mual dan - Terjadi pada saat pasien istirahat

atau tanpa muntah - Tanpa didahului sakit kepal, mual


- Riwayat Hipertensi dan muntah

- Pasien memiliki Riwayat


hipertensi

Kesimpulan :

Jadi, kemungkinan etiologi hemoragia


cerebri dapat disingkirkan

Diagnosis Tambahan

kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik

Optimal <120 <80

Normal <130 <86

Normal : tinggi 130-190 85-98

Hipertensi Grade I 140-150 90-99

Hipertensi Grade II 160-179 100-109

Hipertensi Derajat III >180 >110

Pada Kasus Termasuk kedalam hipertensi Grade I

Pada pasien ini tatalaksana yang diberikan berupa nonfarmakologi dan


farmakologi. Untuk non farmakologi dilakukan tirah baring pada pasien, edukasi diet

52
rendah garam, konsumsi obat antihipertensi secara teratur, fisioterapi, sedangkan tera
pi farmakologi diberikan IVFD NaCl gtt 20 x/menit, nicardipine 5 mg/jam IV,
Aspilet 2 x 80 mg/po, Inj. Ranitidine 2x 50mg/IV, Inj. Citicoline 2x500 mg IV,
Neurodex 1 x1/po. Hal ini sesuai dengan guidelines penatalaksanaan stroke akut
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan
vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
Pada pasien ini diberikan obat antihipertensi yaitu nikardipine 5 mg iv untuk
penanganan tekanan darah. Pada pasien stroke iskemik akut, dan pemberian obat
antitrombotik yaitu aspilet 2x160 mg selama 24-48 jam kemudian tappering off
menjadi 2x80 mg. tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolic)
dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220
mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik
akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga
TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg. Nicardipine merupakan golongan obat
calcium chanel cloker yang direkomndasikan dalam penatalaksanaan stroke menurut
guidlines20 pemberian obat antitrombotik yaitu aspilet 2x160 mg selama 24-48 jam
kemudian tappering off menjadi 2x80 mg diberikan untuk menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama
sering ditemukan pada sistem arteri.21 Asetosal bekerja sebagai antiplatelet dengan
menghambat secara irreversibel siklooksigenase dimana dapat mencegah konversi
asam arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat
agregasi platelet.28
Ranitidine 2 x 50 mg IV diberikan pada pasien ini dikarenakan pemberian
antiplatelet yang dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Untuk mencegah
timbulnya perdarahan lambung pada stroke, sitoprotektor atau penghambat reseptor
H2 perlu diberikan. Tidak ada perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor
H2, sitoprotektor agen ataupun inhibitor pompa proton. Pasien diberikan citicoline 2
x 500 mg IV, Citicoline merupakan obat neuroprotektor untuk stabilisator membran,
citicholine bekerja memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesis
fosfatidilkolin dan mengurangi kadar asam lemak bebas. Ranitidine digunakan untuk

53
menghindari stress ulcer.22 Neurodex yang juga berperan sebagai neuroprotektor
merupakan vitamin B1, B6, B12. Multivitamin ini diindikasikan untuk terapi adjuvan
t (neuroprotektor) untuk melindungi sel-sel saraf pasien.24

DAFTAR PUSTAKA

54
1. Snell, Richard S. 2015. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
2. Ganong, William F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC: Jakarta.
3. Bahrudin, M. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. 1st edn.
Edited by J. Triwanto. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Available at: http://ummpress.umm.ac.id

4. Mutiarasari, D. 2019. Ischemic Stroke : Symptom, Risk factor and Preventation.


Manado: FK Tadulako.
5. World Health Organization. 2014. Stroke, cerebrovascular accident. Tersedia di
URL: http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/ (diakses pada 9
Februari 2021)
6. Khaku, A.S dan Prasanna. 2020. Cerebrovascular Disease. Florida University.
7. Ralph, Scott, dan Joseph. 2013. American Heart Association. An Updated
Definition of Stroke for the 21st Century: A statement for Healthcare Professionals
From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke.
American Heart Association Journal.
8. Aliah, Kuswara, dan Limoa. 2005. Gambaran umum tentang gangguan peredaran
darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline
Stroke . 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta.
10. Morgenstern, Lewis, dan Hemphill. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association/ American Stroke Association. Journal of
the American Heart Association.

55
11. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke . 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta.
12. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.

13. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.
h.474-510.
14. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrison’s
neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P.
261.

15. Chusid, JG. 2003. Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,


cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
16. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition.
New York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8.
17. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based
Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical
Neurosciences 8; 2000. P. 245-9.
18. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada
Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

19. Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi.
Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara. p.122-6
20. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres; 2011.

21. Misbach.2011. Guidelines Stroke tahun 2011. PERDOSSI. Jakarta


22. Pudiastuti, RD. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Nuha Medika. Yogyakarta

56
23. Sidharta P, Mardjono M,. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat,
pp: 169-73.
24. Ayu Mira, G. Kajian Resep pada Pasien Stroke di Rumah Sakit Sanjiwani Gia
nyar. Bali: Universitas Udayana.

57

Anda mungkin juga menyukai