Oleh:
Muhammad Raflie Ghifarie, S.Ked
(71 2019 056)
Pembimbing:
dr. Yesi Astri, Sp.N, M.Kes
LAPORAN KASUS
Judul:
HEMIPARESE DEXTRA TIPE SPASTIK + PARESE N. VII & XII
DEXTRA TIPE CENTRAL + E.C CVD NON HEMORAGIK (TROMBOSIS
SEREBRI) + VULNUS LACERATUM REGIO OCCIPITALIS + SKABIES
+ INFEKSI SEKUNDER
Oleh:
Muhammad Raflie Ghifarie, S.Ked
(71 2019 056)
Telah dilaksanakan pada bulan April 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “
HEMIPARESE DEXTRA TIPE SPASTIK + PARESE N. VII & XII
DEXTRA TIPE CENTRAL + E.C CVD NON HEMORAGIK (TROMBOSIS
SEREBRI) + VULNUS LACERATUM REGIO OCCIPITALIS + SKABIES
+ INFEKSI SEKUNDER” sebagai syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salawat
beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Yesi Astri, Sp.N, M.Kes, selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ....................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny. Z
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. KI Marogan Lr. Putaran T 016/RW 004, Kemas
Rindo, Kertapati
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Konsultasi Tanggal : 21 April 2022
No. RM : 66-71-76
1.2 ANAMNESA
KU: Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan yang terjadi secara
mendadak sejak 4 hari yang lalu.
RPS: 4 hari yang lalu, penderita mengalami kelemahan pada lengan kanan
dan tungkai kanan yang terjadi secara mendadak saat penderita sedang di kamar
mandi dan terpeleset lalu kepala penderita membentur lantai kamar mandi dan
terdapat luka robek di kepala bagian belakang penderita. Saat kejadian penderita
dibawa ke klinik dan dilakukan penjahitan pada luka namun luka tidak tertutup
dengan baik. Penderita juga mengeluh gatal pada seluruh tubuh sejak 1 bulan lalu.
Timbul awalnya dibadan lalu menyebar ke tangan, kaki, punggung, bokong dan
semakin bertambah banyak. Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan
tanpa disertai kehilangan kesadaran. Saat keluhan penderita tidak merasa sakit
kepala yang berat, mual muntah, kejang, tanpa disertai gangguan rasa seperti rasa
baal, nyeri dan kesemutan pada sisi yang lemah. Kelemahan pada lengan kanan
dan tungkai kanan dirasakan sama berat. Penderita masih dapat mengungkapkan
isi fikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi
fikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat
berbicara mulut penderita mengot ke kanan dan bicaranya pelo.
1
Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal. Riwayat diabetes melitus
sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit kolesterol sebelumnya tidak ada,
riwayat penyakit jantung tidak ada. Penderita tidak merokok dan juga tidak
meminum alkohol. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus pada keluarga
disangkal.
Keluhan seperti ini diderita pasien untuk pertama kali nya.
1.3 PEMERIKSAAN
Status Praesens
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,50C
Nadi : 82 x/m reguler
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-), CRT < 2 detik
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologikus:
Pada regio generalisata terdapat papul berbatas tegas, dengan dasar eritema,
multipel, bentuk ireguler, ukuran milier sampai lentikuler, penyebaran diskret
sampai konfluens.
Status Psikiatrikus
Sikap : Dalam Batas Normal Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Kontak Adekuat Kontak Psikis : Ada
2
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachichepali
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
C. Syaraf-sayaf Otak
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Baik Baik
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada
Campus visi
3
3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter ± 3 mm ± 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Normal Normal
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Tidak ada Tidak ada
4
5. N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Tidak ada lagoftalmus
- Menunjukkan gigi Sudut mulut kanan tertinggal
- Lipatan nasolabialis Datar Normal
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Asimetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif
5
- Okulokardiak Tidak diperiksa
- Sinus karotikus Tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak dilakukan pemeriksaan
D. COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Tidak ada
6
E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK
FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Hipertonus Eutoni
Reflek fisiologis
- Biceps Hiperrefleks Normal
- Triceps Hiperrefleks Normal
- Periost radius Hiperrefleks Normal
- Periost ulna Hiperrefleks Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Hipertonus Eutoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiperrefleks Normal
- APR Hiperrefleks Normal
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
7
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Eutrofik
Sensorik
Tidak terdapat kelainan
F. GAMBAR
Gerakan : Kurang
Kekuatan : 3
Refleks fisiologis:
Hiperefleks
Hipertonus
Keterangan: Hemiparese dextra tipe Spastik + Parese N. VII & XII dextra tipe central
8
Brudzinsky
- Neck Negatif
- Cheek Negatif
- Symphisis Negatif
- Leg I Negatif Negatif
- Leg II Negatif Negatif
-
H. GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait
Ataxia : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-abasia : Belum dapat dinilai
Keseimbangan
Romberg : Belum dapat dinilai
Dysmetri :
- Jari-jari : Belum dapat dinilai
- Jari hidung : Belum dapat dinilai
- Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
- Dysdiadochokinesia : Belum dapat dinilai
- Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
- Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
I. GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
9
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada
J. FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
K. FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak Ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
L. SKOR SIRIRAJ
10
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 21 April 2022 pukul 17:38 WIB.
Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 10,9 g/dl 12-14
Leukosit 11.100 ul 5,000-10,000
Trombosit 491.000 uL 150,000-440,000
Hematokrit 32 % 40-45
Hitung Jenis
Eosinofil 1.0 % 1-2
Basofil 0.9 % 0-1
Neutrofil 69.9 % 50-70
Limfosit 13.8 % 20-40
Monosit 14.4 % 2-8
Ratio N/L 5.2 <1.31
LED 1 Jam 5mm Mm/jam <20
KIMIA
Glukosa Sewaktu 54 mg/dL <140
Cholestrol Total 113 mg/dL <200
HDL 25 mg/dL 45-100
LDL 54 mg/dL <100
Trigliserida 171 mg/dL <160
Natrium 151 mEq/L 135-148
Kalium 4,2 mEq/L 3,5-5,5
11
Rontgen Foto Thoraks (Tanggal 21 April 2022)
12
EKG (21 April 2022)
Interpretasi:
• Irama Sinus
• HR : 98 x/menit
• Normal
• Gelombang P normal : tinggi <1mm, lebar <0,12 sec
• PR interval normal: 3 kotak kecil
• Durasi QRS normal: 0,04 detik
• Morfologi QRS normal
• Deviasi segmen ST: (-)
• Morfologi gelombang T: normal
• Morfologi gelombang U: normal
Kesan :
Normal EKG
13
CT-SCAN
Interpretasi:
Parenkim cerebri : tampak lesi hipodens kecil di ganglia basalis
bilateral
Kesan :
infark lakunar di ganglia basalis bilateral
1.5. Diagnosa
Diagnosa Klinik : Hemiparese dextra tipe Spastik + Parese N. VII & XII
dextra tipe central + Vulnus laseratum regio occipitalis
Diagnosa Topik : Capsula interna hemisferium cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi : Trauma + Vaskuler
Diagnosa Tambahan : Skabies + Infeksi sekunder
14
1.6. Pengobatan
Non Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi untuk kepatuhan dalam meminum obat dan tepat waktu
- Exercise
- Support selalu kepada penderita untuk menjalani hidupnya dengan
semangat
Farmakologi
- Terapi cairan isotonis secara IVFD yaitu Ringer Lactat 20 TPM
- Pemberian antiplatelet berupa Aspilet 1 x 80 mg tab/oral
- Pemberian neuroprotektor inj. Citicolin 2 x 1000 mg iv, selama 3 hari,
setelahnya diberikan 2 x 1000 mg tab/oral
- Pemberian antibiotik golongan cefalosporin generasi 3, Inj. ceftrisxone
2 x 1 gram iv
- Konsultasi ke spesialis bedah, untuk mengatasi vulnus laceratum pada
regio occipitalis:
Rencana debridement + hecting laserasi
- Konsultasi ke spesialis kulit dan kelamin, untuk mengatasi skabies
dengan infeksi sekunder:
Pemberian antiskabies Permetrin krim 5% tiap malam selama 7
hari berturut-turut pada lesi
Pemberian antihistamin Cetirizin 1 x 10 mg tab/oral
Pemberian antiskabies Ivermectin 1x 4 mg tab/oral, pada hari
ke-1, ke-2, ke-8, ke-9, dan ke-15
1.7. Prognosa
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
15
1.8. Diskusi Kasus
16
Lesi di kapsula interna hemisferium
Pada penderita ditemukan gejala:
serebri:
Ada hemiparese/hemiplegia tipikal Hemiparese dextra tipe spastik
Parese N. VII tipe sentral Terdapat parese N. VII tipe sentral
Parese N. XII tipe sentral Terdapat parese N. XII tipe sentral
Kelemahan pada lengan dan tungkai Kelemahan pada lengan dan tungkai
sama berat sama berat
Jadi kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium serebri dapat
ditegakkan.
KESIMPULAN:
diagnosa topik yaitu lesi di kapsula interna hemisferium serebri sinistra
17
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat beraktivitas
Kesimpulan Diagnosis
Diagnosa Klinik : Hemiparrese dextra tipe spastik + Parese N. VII & XII
dextra tipe central + Vulnus laceratum regio occipitalis
Diagnosa Topik : Capsula interna hemisferium cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi : Trauma + Vaskular
Diagnosa Tambahan : Skabies + infeksi sekunder
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Stroke
2.1.1. Anatomi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Secara garis besar,
sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem
saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya.1
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu : 2
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca
di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus
ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif.3
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis.2 Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
19
verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran. 2
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi
saraf lain & memori. 2
e. Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom. 2
Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan samping. 2
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
20
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. 2
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.
Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis. 3
3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur- struktur fungsional
batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel
saraf dan 12 pasang saraf cranial. 2
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata. 2
21
Gambar 2.3 Brainstem. 2
22
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan
juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.4
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya
3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan
arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media
dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di
daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke
arteri maksilaris eksterna. 20 Hubungan antara sitem vertebral dengan
arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih
terdapat lagi hubungan antara cabangcabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan
otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju
ke jantung.4
23
Gambar 2.4 Sirkulus willisi.4
24
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik
naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang
berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).4
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi
mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun. 4
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.5
25
ekstra piramidalis, landasan untuk gerakan tangkas berupa tonus otot yang
memadai dan koordinasi yang baik.1
A. Sistem Piramidalis1
Sistem Piramidalis dibagi menjadi 2 traktus, yaitu traktus
kortikospinaldan traktus kortikobulbar.
1. Traktus Kortikospinal
Serabut traktus kortikospinal berasal dari sel pyramidal di kortex serebri.
Dua pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari
gyrus postcentralis. Serabut desendens tersebut lalu mengumpul di corona
radiata, kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna. Pada
medulla oblongata traktus kortikospinal nampak pada permukaan ventral
yang disebut pyramids. Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut 85%
traktus kortikospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio
pyramidalis sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya
akan tetap bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada
medulla spinalis. Traktus korticospinalis yang menyilang pada ducassatio
akan membentuk traktus kortikospinal lateral dan yang tidak menyilang
akan membentuk traktus korticospinal anterior. Traktus kortikospinal
lateralis nantinya akan terus menurun untuk masukkedalam substantia
grisea kornu anterior segmen vertebral yang bersangkutan dan berakhir di
sel-sel kornu anterior (primary motoneuron) dan selanjutnya akan
mempersarafi otot-otot rangka melalui medulla spinalis.
Traktus kortikospinalis ventralis akan terus menurun dan baru menyilang
melalui komisura ventralis di masing-masing segmen yang bersangkutan
untuk berakhir di kornu anterior untuk kemudian mempersarafi otot-otot
rangka.
26
Gambar 2.2. Traktus Kortikospinal
27
2. Traktus Kortikobulbar
Serabut traktus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama
dengan traktus kortikospinal, namun traktus kortikobulbar bersinaps pada
motor neuron nervus cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Traktus
kortikobulbar berpengaruh terhadap LMN saraf-saraf cranial otak. Serabut
traktus kortikobulbar berjalan dari kapsula interna menuju otak tengah
(mesensefalone).
B. Sistem Ekstrapiramidalis1
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada
otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan.
28
Letak dari ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis dari pons
dan medulla, dan di target saraf di medulla spinalis yang mengatur refleks,
gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh.
Sistem ekstrapiramidalis merupakan suatu sistem jaras motorik yang
tidak berjalan melewati piramida medula. Perbedaannya dengan impuls
piramidalis adalah sebelum impuls extrapiramidalis tiba di motoneuron,
mengalami pengolahan dan pengubahan di inti-inti yang dalam keseluruhan
dinamakan susunan extrapiramidalis. Oleh karena inti-inti tersebut tidak
berkumpul dalam satu daerah, melainkan terpisah dan terpencar, maka
lintasan extrapiramidalis yang menghubungkan inti satu dengan yang lain
tidak terdiri dari satu jaras yang membujur tetapi terdiri dari berbagai jaras,
ada yang panjang dan ada yang pendek. Jaras-jaras tersebut menyusun
lintasan yang melingkar dahulu untuk kemudian menyusun lintasan yang
membujur, yang menuju ke motoneuron. Susunan ekstrapiramidal terdiri
atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus,
subtansia nigra, formatio retikularis batang otak, serebelum berikut dengan
korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. Komponen-
komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-
masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar
yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan
penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan
sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal.
29
Impuls ektrapiramidalis di batang otak akan mengalami integrasi dan
melalui beberapa sirkuit sehingga dapat memberikan landasan yang tepat
untuk gerakan tangkas. Ada dua sirkuit utama, pertama sirkuit yang melalui
serebelum bersifat eksitasi, meningkatkan tonus dan gerakan terampil.
Impuls ini bermula dari area korteks 4 dan 6 selanjutnya lewat traktus
frontopontin menuju ke nukleus pontins kemudian oleh traktus
pontoserebelar bersinaps di nukleus dentatus serebelum kontralateral
selanjutnya oleh traktus dentatorubrotalamikus impus dibawa ke
ventrolateral talamus ipsilateral dan bersinaps di area korteks 4 dan 6. Selain
itu juga ada impuls dari area 4s dan 8 akan menuju zona inserta kemudian
ke nukleus ruber selanjutnya ke nukleus olivari inferior. Nukleus olivari
inferior juga menerima impuls dari sistem propioseptik, selanjutnya masukan
impuls ini akan di integrasikan dan dihantarkan ke nukleus dentatus kontra
lateral, kemudian lewat jalur yang sama di bawa ke area koteks 4 dan 6.
Selanjutnya impuls ini akan berakhir pada serabut otot tipe I (merupakan
otot merah yang bersifat lambat dan berperan dalam kontraksi tonik).
Hilangnya drive dari sirkuit ini akan menyebabkan hipotoni dan ataksia.
Sirkuit yang kedua adalah sirkuit yang melalui substansia nigra pada
mesensefalon, dimana sifat sirkuit ini adalah inhibisi. Impuls bermula dari
area korteks prefrontal dan 6 (pre motor) kemudian ke putamen, berlanjut ke
globus palidus internal. Setelah keluar dari globus palidus, impuls ini
sebagian berjalan ke nukleus subtalamikus, menuju ke talamus, sebagian
lainnya ke globus palidus eskternal. Dari globus palidus eksterna, impuls
ada yang berjalan langsung ke talamus atau tidak langsung dengan melalui
substansia nigra lalu ke talamus. Setalah tiba di talamus, impuls ini akan
berjalan naik dan berakhir di area 4 dan 6 korteks serebri. Pada sirkuit ini
neurotrasmiter dopamin berperan penting dalam penghantaran impuls.
Impuls pada sirkuit ini akan menyebabkan inhibisi pada otot tipe I sehingga
tonus otot berkurang. Kelainan pada subtsansia nigra ini akan menyebabkan
rigiditas seperti yang terlihat pada penyakit Parkinson, kelainan pada
subtalamikus akan menyebabkan hemibalismus, kelainan pada globus
30
palidus akan menyebabkan atetosis dan pada putamen akan menyebabkan
gerakan korea.
31
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. 6
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.7 Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.8
32
2.1.5. Klasifikasi Stroke
A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak: 11
1. Stroke Hemoragik:
Perdarahan intraserebral
Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan), yang
dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal).11
a. Berdasarkan Manifestasi Klinik
Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic
Neurological Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat.
Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal11
- Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
33
Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator
penyakit aterosklerosis.
- Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung
atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.
34
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher. 13
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis;
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik. 13
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru bronkiektasis.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
caisson). 13
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.12
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
35
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.12
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle
sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).12
2.1.8. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak
50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang
diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah
itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
36
dekstra dan sinistra, yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler,
yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu
dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi.6,12
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan
pada pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik.Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah
kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau
percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran
darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang
muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena.6,12
Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke.
Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus
pada ateromatous plaque pada bifurkasi dari arteri karotis. Erat hubungannya
dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosclerosis.11,14
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli.
4. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
37
2.1.9. Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi. Gangguan yang biasanya
terjadi yaitu gangguan motorik (hemiparese), sensorik (anestesia,
hiperestesia, parastesia, gerakan yang canggung serta simpang siur,
gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias),
fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas
manusia, dan gangguan koordinasi (sindrom serebelar) :13
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot
baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi.
Disdiadokokinesis tidak bisa gerak cepat yang arahnya berlawanan
contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur
dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh
badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara
sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana
penderita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak
kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan
begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks,
penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparese dupleks akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus
bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan. 15
38
Tabel 2.1 Perbedaan klinis stroke non hemoragik dan stroke hemoragik
Gejala atau Stroke non hemoragik Stroke hemoragik
pemeriksaan
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu
setelah bangun tidur aktifitas
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
39
2. Arteri serebri media (tersering).
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya
bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
40
2.1.10. Diagnosis
A. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau
penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang
dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,
disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya
muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. 12
Diagnosis Algoritma Gadjah Mada12
41
Skor diagnosis stroke menurut Siriraj12
42
C. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan
neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang
belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan
dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan
pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya. 12
D. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor risiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun
dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini
seperti anemia.12
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi
kelainan yang memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia,
hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita
pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).7
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. 7
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara
stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung
dengan hasil yang buruk dari stroke.7
43
E. Gambaran Radiologi
- CT scan kepala
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). 12
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk
daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema
di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas
di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik
adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white
matter.12
44
- CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna
untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari
region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut. 12
- CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan
CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik
dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang
mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.12
- MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini
dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak
sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. 12
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan
protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan
perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan
sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut.
DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan
dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada
daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di
otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras
dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu
serta dibandingkan.12
45
Gambar 2.7 Gambaran MR Angiografi. 12
2.1.11. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke
non hemoragik yang diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda
terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan
cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir
pengobatan.6
46
A. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam
pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-
plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3
jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat
di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap. 16
Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam
yang diantaranya yaitu :
1. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
2. Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3. Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga
faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan
hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam
pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke terapi dengan heparin.
47
3. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman
penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi
neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru
kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati
hipertensif, diseksi aorta.
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg,
diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA
dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110
mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin.
Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena
penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan
darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid
intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml)
dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai
tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan
nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah
yang rendah pada stroke maka harus dinaikkan dengan dopamin
atau debutamin drips.
4. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan
tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
5. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
6. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata
pada CT scan.
7. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800
unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan
48
20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5
kontrol pada kondisi:
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
Stroke dalam evolusi
Diseksi arteri
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas.
Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi
atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus
diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
49
menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini
adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.
C. Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya
hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang
sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:4
1. Mengatur pola makan yang sehat
2. Mengurangi konsumsi garam berlebih
3. Mencegah terjadinya stres mental
4. Melakukan olah raga yang teratur
5. Menghentikan rokok
6. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
7. Memelihara berat badan yang layak (tidak obesitas)
8. Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
9. Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
10. Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet
dan obat
11. Pemakaian antiplatelet
12. Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
penyakit vaskular aterosklerotik lainya. 6
Pencegahan sekunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang
berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes
melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit
jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak
dan obat anti dislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan
kurang gerak.6
2.1.12. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang. 13
50
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik ini terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
intracranial independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.
Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intracranial dapat
dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark
mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang
tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak
selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki
kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan.
Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa
pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic
seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola
dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul
sebagai akibat neurologis injury.
Selain itu komplikasi stroke yang sering terjadi pada pasien yaitu : 19
51
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini
lebih sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian
obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan
nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu
(shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.
2.1.13. Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. Kehilangan
fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments,
disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut: 8
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis
dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi,
fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan
ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh
stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau
“disability” tersebut.
52
BAB III
ANALISA KASUS
53
pada kasus bagain yang terkena adalah hemisfer kiri serebri. Apabila dikaitkan
dengan keluhan lemah bermakna terjadi defisit pengontrolan gerakan volunter
pada area premotorik dan motorik serta hilangnya koordinasi untuk menciptakan
suatu gerakan. Keluhan yang dialami pasien terjadi secara tiba-tiba, hal ini
menunjukkan onset akut akibat terhambatnya peredaran darah ke otak
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat.
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat, maka
dipikirkan lesi di daerah subkorteks dan capsula interna akibat berkumpulnya
jaras motorik dari daerah tangan dan kaki. Namun jika kekuatan tangan dan kaki
ada yang lebih dominan, kemungkinan lesi di korteks motorik, sesuai dengan
homonkulus perbedaan area ekstremitas atas dan bawah.
Tanpa disertai kehilangan kesadaran, saat serangan penderita tidak merasa
sakit kepala yang berat, mual muntah, tidak terjadinya kompresi akumulasi darah
(peningkatan TIK) yang massive sehingga tidak mengganggu fungsi ARAS (pusat
kesadaran), yang sering terjadi pada stroke hemoragik, sehingga menyingkirkan
diagnosis banding stroke hemoragik.
Tidak adanya kejang mengarahkan bahwa letak lesi kemungkinan bukan
terdapat di korteks serebri, karena pada umumnya lesi yang terletak pada korteks
serebri biasanya adanya gejala iritatif berupa kejang akibat aktivitas neuronal
motorik yang hipereksitasi. Keluhan tanpa gangguan sensasi, rasa baal, nyeri dan
kesemutan pada sisi yang lemah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat lesi pada korteks serebri.
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan
isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi fikiran orang lain yang diungkapkan
secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat berbicara mulut penderita mengot ke kanan
dan bicaranya pelo. Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat. Penderita juga masih dapat memahami pembicaraan orang lain
yang diungkapkan secara lisan, tulisan dan isyarat. Hal ini menunjukan bahwa
tidak ada afasia motorik dan sensorik. Hal ini juga dapat menyingkirkan
kemungkinan lesi di korteks serebri yang dapat mempengaruhi pusat bicara di
area Broca dan Wernicke yang terdapat pada hemisfer dominan.
54
Pada kasus ini dahi masih dapat digerakan, sedngkan lipat nasolabialis
kanan datar. Sehingga gangguan yang terjadi merupakan parese N. VII tipe sentral
karena sekitar mata dan dahi mendapatkan persarafan dari kedua sisi jadi tidak
lumpuh, akibatnya yang lumpuh hanya bagian bawah wajah. Selain itu terdapat
deviasi lidah ke kanan, dan terdapat disartria namun tidak terdapat atrofi papil
lidah. Sehingga gangguan yang terjadi merupakan parese N. XII tipe sentral.
Pasien juga mengalami penurunan gerakan dan kekuatan pada lengan kanan
dan tungkai kanan. Kekuatan otot lengan kanani dan tungkai kanan 3, refleks
fisiologis hipertoni dan hiperrefleks di lengan kanan dan tungkai kanan refleks
Babinski (-) kanan dan kiri, dan Oppenheim (-) kanan dan kiri. Hal ini terjadi
akibat kerusakan pada upper motor neuron. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
pada stroke penurunan aliran darah serebral mengakibatkan defisit neurologi
sehingga mengakibatkan kerusakan neuron motorik yaitu pada kasus ini upper
motor neuron.
Dari penilaian siriraj stroke skore didapatkan hasil nilai -4. Siriraj stroke
skore adalah skor untuk membantu penegakan diagnosis stroke baik hemoragik
ataupun non hemoragik. Siriraj stroke skore terdiri dari bagaimana tingkat
kesadaran pasien, ada tidaknya muntah, ada tidaknya nyeri kepala, nilai tekanan
darah diastolik serta ada tidaknya atheroma markers. Hasil perhitungan skor
kemudian diintepretasikan sebagai stroke non hemoragik jika skor ≤ -1 dan stroke
hemoragik jika skor ≥ -1.
Pada Algoritma Stroke Gadjah Mada tidak ditemukannya hasil positif pada
3 penilaian, yaitu ada tidaknya penurunan kesadaran, ada tidaknya nyeri kepala
dan ada tidaknya refleks Babinski. Maka diklasifikasikan sebagai stroke non
hemoragik.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (Kadar leukosit
11.100 ul). Menurut teori, leukositosis adalah keadaan dimana ditemukan jumlah
leukosit melebihi rata-rata batas normal. Leukositosis adalah suatu respon normal
terhadap infeksi atau peradangan. Keadaan ini dapat dijumpai setelah gangguan
emosi, setelah anestesia atau berolahraga, dan selama kehamilan.Leukositosis
abnormal dijumpai pada keganasan dan gangguan sumsum tulang tertentu.
55
Pada regio occipitalis terdapat luka robek karena terbentur lantai. Menurut
teori, vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang camping, biasanya karena tarikan atau goresan benda
tumpul. Vulnus laceratum adalah luka yang terjadi akibat trauma oleh benda yang
tidak tajam.
Pada anamnesis penderita juga mengeluh gatal pada seluruh tubuh sejak 1
bulan lalu. Timbul awalnya dibadan lalu menyebar ke tangan, kaki, punggung,
bokong dan semakin bertambah banyak. Pada status dermatologikus didapatkan
pada regio generalisata terdapat papul berbatas tegas, dengan dasar eritema,
multipel, bentuk ireguler, ukuran milier sampai lentikuler, penyebaran diskret
sampai konfluens. Hal ini dapat menjadi manifestasi klinis dari skabies. Skabies
adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei tungau (mite) berukuran
kecil yang hidup didalam kulit penderita. Kelainan kulit yang didapatkan
menyerupai dermatitis dengan di temukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain,
dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Pada pasien telah dilakukan CT-Scan didapatkan gambaran infark lakunar di
ganglia basalis bilateral. CT-Scan untuk melihat adanya penyumbatan dinding
pembuluh darah sebagai risiko stroke. CT-Scan kepala merupakan modalitas yang
baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
secara tepat karena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).
Penatalaksanaan yang diberikan berupa non farmakologi dan farmakologi.
Untuk tatalaksana non farmakologi dapat di lakukan tirah baring, mengedukasi
untuk meminum obat dan tepat waktu, exercise dan memberikan support selalu
kepada penderita untuk menjalani hidupnya dengan semangat. Exercise pada
pasien bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi stroke dan
memaksimalkan fungsional terutama pada sisi yang mengalami kelemahan.
Penatalaksanaan farmakologi diberikan cairan RL 500cc 20 TPM, aspilet 1 x
80 mg tab/oral, Inj. Citicolin 2 x 1.000 mg (iv), inj. Ceftriaxone 2 x 1g (iv).
56
Konsultasi ke spesialis bedah (rencana debridemen dan hecting laserasi), dan
konsultasi ke spesialis kulit dan kelamin (Permetrin krim 5% tiap malam selama 7
hari berturut-turut pada lesi, Cetirizin 1 x 10 mg tab/oral, Ivermectin 1x 4 mg
tab/oral, pada hari ke-1, ke-2, ke-8, ke-9, dan ke-15).
Pemberian cairan RL 500 cc 20 TPM, pemberian cairan untuk keseimbangan
cairan tubuh karena adanya perdarahan. Cairan yang diberikan adalah cairan
isotonis secara intravena. Manajemen terapi pemberian cairan ini bertujuan
mempertahankan delivery oxygen. Terapi cairan yang diberikan adalah Ringer
Lactat untuk memenuhi kebutuhan cairan harian pasien.
Pemberian Antiplatelet aspilet atau aspirin, aspirin menghambat
sklooksigenase dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya
senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam,
mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari sampai 300 mg/hari. Dosis lain yang diakui
efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila
terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Tujuan pemberian terapi
antiplatelet untuk mencegah agregasi platelet pada pasien stroke iskemik dan
menurunkan angka kejadian stroke berulang dari 68% menjadi 24% serta
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Pemberian citicolin yang merupakan bentuk vitamin B kolin yang dapat
ditemukan pada semua sel. Obat ini berfungsi mencegah kerusakan otak
(neuroproteksi) dan membantu pembentukan membran sel di otak (neurorepair).
citicolin memainkan peranan penting dalam perbaikan neuron dengan mendukung
energi yang diproduksi di neuron. Citicolin berfungsi meningkatkan sintesis
fosfatidilkholin dan sfingomielin pada sel dengan kondisi iskemik serta menekan
aktivitas fosfolipase A2. Aktivitas dari fosfolipase yang meningkat saat iskemik
diakibatkan oleh lepasnya glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA (N-
methil-Daspartat) di post sinaptik mengakibatkan peningkatan intraseluler Ca++
sehingga terjadi hidrolisis dari fosfolipid serta lepasnya asam lemak bebas.
Selanjutnya sitikoline dalam proses metabolismenya akan membentuk kolin,
dimana kolin nantinya akan diubah menjadi glutation. Glutation adalah salah satu
57
antioksidan endogen primer dalam tubuh yang berperan sebagai sistem pertahanan
sel otak terhadap serangan radikal bebas. Reduksi jumlah antioksidan glutation
memang ditemukan pada serebral yang iskemik. Proses metabolisme asam
arakhidonat pada kondisi iskemik menstimulasi pembentukan radikal bebas serta
menekan kegiatan dari antioksidan endogen.
Untuk mengatasi adanya infeksi diberikan Inj. Ceftrixone 2 x 1 gram.
Pemberian inj. Ceftriaxone yang merupakan golongan antibiotik cephalosporin
gen III yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi
bakteri, seperti pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi kulit, gonore atau kencing
nanah, dan infeksi pada pasien dengan leukosit tinggi. Ceftriaxon mempunyai
spectrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxon efektif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxon juga sangat stabil
terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Sediaan ceftriaxone
yaitu vial. Dosis dewasa yaitu 1–2 g per hari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 4
g per hari jika infeksi serius.
58
BAB IV
KESIMPULAN
59
DAFTAR PUSTAKA
1. N o ba c k C R , S t r o m i n g e r N L , D e m a r e s t R J , d k k . 2005. The
Human System Structure and Funct ion. 6th Edit ion. New Jersey :
Humana Press Inc.
2. Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta:
EGC.
3. Purves. 2004 . Neuroscience: Third Edition. Massachusetts, Sinauer
Associates, Inc.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta.
5. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
6. Price, Sylvia A. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6. EGC, Jakarta.
7. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
8. Mardjono M, Sidharta P. 2010. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
9. Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC. 2013. American Heart
Association. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A
statement for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. AHA Journal. Vol
44:2064-2089.
10. Kementrian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
11. Primara, A. B. & Amalia, L. 2015. Stroke pada Usia Muda. Cermin Dunia
Kedokteran, 42(10), pp. 736-737.
12. Swartz MH. 2002. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC. hal. 359-98.
60
13. Januar R. 2002. Karakteristik penderita stroke non hemorage yang di rawat
inap di rsu herna medan tahun 2002. Penerbit: FKM US.
61