HERPES ZOSTER
Dokter Pembimbing :
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp. KK
Disusun Oleh :
Indri Erda Yahya
2017730059
KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga pada
kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas laporan kasus
yang berjudul “Herpes Zoster”. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang
penulis dapat membuatnya lebih baik lagi.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
STATUS PASIEN...................................................................................................1
I. IDENTITAS PASIEN................................................................................1
II. ANAMNESIS............................................................................................1
III. PEMERIKSAAN FISIK...........................................................................2
IV. RESUME...................................................................................................3
V. DIAGNOSIS.............................................................................................4
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN...................................................................4
VII. TATALAKSANA.....................................................................................4
VIII. PROGNOSIS.............................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
I. DEFINISI..................................................................................................5
II. EPIDEMIOLOGI......................................................................................5
III. ETIOPATOGENESIS...............................................................................5
IV. MANIFESTASI KLINIS..........................................................................9
V. DIAGNOSIS...........................................................................................10
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................11
VII. TATALAKSANA...................................................................................13
VIII. KOMPLIKASI........................................................................................15
IX. PROGNOSIS...........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
ii
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : Perempuan
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Keluhan Utama
Terdapat lentingan yang nyeri di dekat anus sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih Jakarta
dengan keluhan terdapat lentingan yang nyeri di dekat anus sejak 3 hari yang lalu.
Sebelum lentingan muncul pasien mengeluhkan gatal dan panas seperti rasa terbakar
di sekitar anus. Nyeri kepala dan demam disangkal. Saat 3 hari yang lalu lentingan
muncul disertai nyeri di sekitar anus. Keluhan disertai gatal, perih, dan panas sensasi
seperti terbakar yang hilang timbul. Saat beraktivitas maupun istirahat pasien
1
mengatakan merasa tidak nyaman seperti mengganjal. Nyeri kepala dan demam
disangkal. Pasien mengatakan gatal di punggung, kedua tangan dan kaki.
Riwayat Pengobatan
Riwayat Alergi
Riwayat Psikososial
Status Dermatologikus
Regio : Inguinalis dextra
Efloresensi : Terdapat vesikel, ukuran miliar, bentuk teratur, hepertiformis,
sirkumskrip
3
IV. RESUME
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih Jakarta
dengan keluhan tetrdapat vesikel yang nyeri di inguinalis dextra sejak 3 hari yang
lalu. Rasa nyeri tidak menjalar. Keluhan disertai gatal, perih, dan panas sensasi seperti
terbakar yang hilang timbul.
Pada pemeriksaan fisik generalis dalam batas normal. Pada status dermatologikus
ditemukan lesi pada
Diagnosis kerja
- Herpes Zoster
Diagnosis Banding
- Herpes simplex
- Dermatitis venenata
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
Polymerase Chain Reaction (PCR) (mendeteksi DNA virus varisela zoster dari
cairan vesikel)
4
VII. TATALAKSANA
Medikamentosa
a. Topikal
Bedak salisil 2% untuk mencegah vesikel pecah
b. Sistemik
1. Asiklovir 5x800 mg/hari selama 7 hari
2. Parasetamol 3x500 mg/hari
3. Cetirizine 1x5mg/hari
Non medikamentosa
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral
yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi
reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion
sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang
menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.2
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
lnsidensnya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. lnsiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan kasus
dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di
usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda); bila terjadi,
kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit
meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum tulang/ginjal
atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular
namun daya tulamya kecil bila dibandingkan dengan varisela.2
III. ETIOPATOGENESIS
VZV yang sangat menular memasuki tubuh melalui saluran pernapasan dan
menyebar dengan cepat dari jaringan limfoid faring ke limfosit T yang bersirkulasi.
Selama masa inkubasi 10-21 hari, virus tiba di kulit, menyebabkan ruam vesikular
khas varicella. Infeksi menghasilkan kekebalan seumur hidup terhadap episode kedua
yang tampak secara klinis varicella pada sebagian besar individu.8
6
Latensi. Semua virus herpes memiliki kemampuan untuk membangun latensi,
sehingga menyediakan reservoir untuk memfasilitasi infeksi generasi baru individu
yang rentan. Dua hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana VZV
memperoleh akses ke akar dorsal ganglia (DRG) dan ganglia akar kranial (CRG)
untuk menetapkan latensi:
Ekspresi gen VZV sangat terbatas selama latensi ganglion. Tidak ada antigen virus
disajikan pada permukaan neuron yang terinfeksi secara laten, sehingga melindungi
sel yang terinfeksi secara laten dari deteksi imun. Imunitas sel T sangat penting
untuk pemeliharaan latensi.8
Ketika terjadi sindrom ramsay hunt, parese nervus VII timbul akibat
reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada ganglion genikulatum sehingga
7
menjadi peradangan dan menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat
meluas sampai ke foramen stylomastoid. Gejala kelainan nervus VIII yang juga
dapat timbul akibat infeksi pada ganglion yang terdapat di telinga dalam atau
penyebaran proses peradangan dari nervus VII. Pada sindrom ramsay hunt
menimbulkan gejala dan lesi di mulut, faring, atau laring, dapat disertai paralisis
fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan mengecap pada 2/3 bagian depan lidah,
tinitus, vertigo, dan tuli. Pada keadaan ini virus menyerang nervus fasialis dan
nervus auditorius. Pada infeksi primer, setelah tahap viremik, virus herpes zoster
berada dikulit, menyebabkan erupsi vesikular. Multiplikasi viral terjadi di sel epitel
dan meluas ke ujung saraf bebas pada lapisan dalam stratum germinativum. Saat
berada di dalam nervus sensoris, partikel virus dibawa ke badan sel saraf lalu fase
laten dimulai. Virus herpes zoster dapat mencapai ganglia sensoris melalui rute
hematogen selama fase inisial viremia. Reaktivasi virus herpes zoster pada ganglia
genikulatum , infllamasi neuronal, dan destruksi nervus fasialis di tulang temporal
dapat menyebabkan paralisis fasialis. Virus herpes zoster bermigrasi dari ganglion
genikulatum kekulit sekitar telinga atau ke orofaring melalui serabut saraf sensoris,
dima virus tersebut bereplika dan memproduksi zoster pada sindrom Ramsay Hunt.
Sering terjadi keterlibatana nervus kranilais VIII yang menyebabkan tuli
sensorineural dan vertigo.8
Sindrom Rumsay Hunt (facial palsy dengan kombinasi herpes zoster pada
telinga eksternal, kanal telinga, atau membrane timfani, dengan atau tanpa tinitus,
vertigo dan tuli) dihasilkan dengan keikutsertaan saraf fasialis dan auditori. Telinga
dan auditori kanal eksternal disarafi oleh saraf kranial 5, 7, 9, dan 10 dan saraf
servikal bagian atas, dan saraf fasialis mengalami anastomosis dengan semuanya.
Jadi, saat herpes zoster mengenai ganglia dan salah satu dari saraf ini dapat
menyebabkan fasial paralisis dan lesi kutaneus pada atau sekitar telinga.7
Komplikasi okular yang dapat terjadi pada HZO sangat beragam, namun
secara umum dapat dikelompokkan menurut struktur yang terkena, yaitu blefaritis
dan konjungtivitis, episkleritis/skleritis, keratitis dan keratopati, uveitis dan
hipertensi okuli, nekrosis retina, neuritis serta kelemahan otot ekstraokular. Bila
mengenai cabang nervus nasosiliaris dapat menimbulkan kelainan pada mata yang
bisa berupa konjungtivitis, keratitis, uveitis anterior, iridosiklitis, bahkan
panoftalmitis.7
9
tanggapan sentral untuk tidak berbahaya serta berbahaya rangsangan. Secara klinis,
mekanisme ini menghasilkan alodinia.7
V. DIAGNOSIS
Pada tahap pra-erupsi, nyeri prodromal herpes zoster sering dikacaukan dengan
penyebab nyeri lokal lainnya. Setelah letusan muncul, karakter dan lokasi dermatomal
11
ruam, ditambah dengan nyeri dermatomal dan kelainan sensorik lokal, biasanya
membuat diagnosis menjadi jelas. Sekelompok vesikel, terutama di dekat mulut atau
alat kelamin, mungkin mewakili herpes zoster, tetapi juga mungkin menjadi infeksi
HSV berulang. Zosteriform herpes simpleks seringkali tidak dapat dibedakan dari
herpes zoster berdasarkan klinis. Dengan tidak adanya defisiensi imun yang dalam dan
jelas secara klinis, riwayat beberapa kekambuhan pada dermatom yang sama
membedakan herpes simpleks zosteriform dari herpes zoster1.
12
cepat dari kultur virus. Enzyme immunoassays menyediakan metode lain yang
cepat dan sensitif untuk deteksi anti gen. Teknik ini memiliki sedikit waktu
penyelesaian lebih cepat daripada PCR, tetapi tidak memiliki kandidat yang
sangat baik untuk isolasi atau profilaksis. Tekniknya yang paling umum
digunakan adalah enzim-linked fase padat immunosorbent assay (ELISA).
Namun, tes ini (ada banyak sumber komersial) seringkali kurang sensitif, gagal
mendeteksi antibodi pada sejumlah besar orang yang kebal, terutama mereka yang
mendapat vaksin varisela. Hasil positif palsu pada individu yang rentan kurang
umum, tetapi bermasalah, terutama pada petugas kesehatan di mana kerentanan
terhadap VZV adalah risiko varicella nosocomial.1
Multinucleated giant cell terbentuk dari fusi epitel yang terinfeksi sel
dengan sel yang terinfeksi dan tidak terinfeksi berdekatan di dasar dan tepi
vesikel. Dermis yang mendasari menunjukkan edema dan infiltrasi sel
mononuklear. Kehadiran multinucleated giant cell dan sel epitel yang
mengandung inklusi intranuklear asidofilik tubuh membedakan lesi kulit yang
dihasilkan oleh VZV dari semua erupsi vesikular lainnya, seperti: yang
disebabkan oleh poxvirus, Coxsackievirus, dan echovirus, kecuali yang
diproduksi oleh HSV. Ini sel dapat ditunjukkan dalam apusan Tzanck yang
disiapkan dari bahan yang dikikis dari dasar lesi vesikular dan diwarnai dengan
hematoxylin dan eosin, Giemsa, atau pewarna serupa. Multinucleated giant cell
yang serupa sel yang mengandung inklusi intranuklear asidofilik tubuh terbentuk
oleh fusi sel yang terinfeksi dengan sel yang berdekatan sel yang terinfeksi dan
tidak terinfeksi.1 Dianjurkan melakukan Tes Tzanck pada kasus infeksi herpes
karena dianggap uji diagnostik yang mudah, cepat, dapat diulang, dan tidak mahal
serta memberikan jawaban lebih cepat dibanding uji serologi.5
13
VII. TATALAKSANA
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien dengan herpes zoster adalah untuk
membatasi tingkat, durasi, dan keparahan nyeri dan ruam pada dermatom primer dan
untuk mencegah penyakit di tempat lain. Kecuali untuk PHN, sebagian besar
komplikasi herpes zoster, termasuk vaskulopati, diakibatkan oleh berlanjutnya
replikasi dan penyebaran VZV dari gang glion yang terkena, dan dengan demikian
dapat dicegah dengan inisiasi dini terapi antivirus yang efektif.1
Medikamentosa
Sistemik
1. Obat antivirus.
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat
keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam mencegah NPH
masih kontroversial. Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster, famsiklovir (Famvir®),
valasiklovir hidrokhlorida (Valtrex®), dan asiklovir (Zovirax®).
Bioavailabilitas asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan
valasiklovir (65%) dan famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3x 500 mg
atau valasiklovir 3x 1000 mg atau asiklovir 5x 800 mg diberikan sebelum 72
jam awitan lesi selama 7 hari.2
2. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai
penelitian menunjukkan hasil beragam. Prednison yang digunakan bersama
asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat
neuritis akibat infeksi virus dan kemungkinan juga menurunkan derajat
kerusakan pada saraf yang terlibat. Akan tetapi pada penelitian lain,
penambahan kortikosteroid hanya memberikan sedikit manfaat dalam
memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk mencegah NPH, walaupun
memberikan perbaikan kualitas hidup. Mengingat risiko komplikasi terapi
kortikosteroid lebih berat daripada keuntungannya, Departemen llmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUl/RSCM tidak menganjurkan pemberian
kortikosteroid pada herpes zoster.2
3. Analgetik
14
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons
baikterhadapAINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau
analgetik non opioid (parasetamol, tramadol, asam mefenamat). Kadang-
kadang dibutuhkan opioid (kodein, morfin atau oksikodon) untuk pasien
dengan nyeri kronik hebat. Pernah dicoba pemakaian kombinasi parasetamol
dengan kodein 30-60 mg.2
4. Antidepresan dan antikonvulsan
Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi terapi
asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal
mengurangi prevalensi NPH.2
Topikal
1. Analgetik topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin
(CaladrylD) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan
pruritus. Kompres dengan Solusio Burowi (alumunium asetat 5%)
dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold
pack juga sering digunakan.2
b. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)
Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau
etil eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai. Balakrishnan
S dkk. (2001 ), melaporkan asam asetil salisilat topikal dalam pelembab
lebih efektif dibandingkan aspirin oral dalam memperbaiki nyeri akut.
Aspirin dalam etil eter atau kloroform dilaporkan aman dan bermanfaat
menghilangkan nyeri untuk beberapa jam. Krim indometasin sama
efektifnya dengan aspirin, dan aplikasinya lebih nyaman. Penggunaannya
pada area luas dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal akibat
absorpsi per kutan. Penelitian lain melaporkan bahwa krim indometasin
dan diklofenak tidak lebih baik dari plasebo.2
2. Anestetik lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf
yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan untuk
menghilangkan nyeri. Pendekatan seperti infiltrasi lokal subkutan, blok saraf
15
perifer, ruang paravertebral atau epidural, dan blok simpatis untuk nyeri
yang berkepanjangan sering digunakan. Akan tetapi, dalam studi prospektif
dengan kontrol berskala besar, efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH
belum terbukti dan berpotensi menimbulkan risiko.2
Nonmedikamentosa
16
sering mengakibatkan gangguan tidur, depresi, anoreksia, penurunan berat badan,
kelelahan kronis, dan isolasi sosial, dan itu dapat mengganggu berpakaian, mandi,
aktivitas umum, bepergian, berbelanja, memasak, dan pekerjaan rumah tangga.1
Faktor risiko lain untuk PHN termasuk: adanya nyeri prodromal, nyeri hebat
selama fase akut herpes zoster, ruam luas, dan kelainan sensorik yang signifikan
pada dermatom yang terkena. PHN biasanya remisi secara bertahap selama
beberapa bulan tetapi, seperti kejadian PHN durasi meningkat dengan
bertambahnya usia.
Pasien terinfeksi HIV yang tidak diobati dengan terapi antiretroviral
kombinasi sering menderita beberapa kekambuhan herpes zoster sebagai HIV
mereka infeksi berlangsung. Kekambuhan mungkin dalam dermatom yang sama
atau berbeda atau pada beberapa dermatom yang berdekatan atau tidak
berdekatan. kulit dan penyebaran visceral juga dapat terjadi pada pasien dengan
infeksi HIV yang tidak diobati. Selain itu, pasien dengan AIDS dapat berkembang
menjadi verukosa kronis, hiperkeratosis, atau lesi kutaneus ektima yang
disebabkan oleh VZV yang resistan terhadap asiklovir. 1
o Tatalaksana
Lini pertama:
- Antidepresan trisiklik 10 mg setiap malam (ditingkatkan 20 mg
setiap 7 hari menjadi 50 mg, kemudian menjadi 100 mg dan 150 mg
tiap malam)
- Gabapentin 3x100 mg (100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari
hingga dosis 1800-3600 mg/hari)
- Pregabalin 2x75 mg (ditingkatkan hingga 2x150 mg/hari dalam 1
minggu)
- Lidokain topikal (lidokain gel 5%, lidokain transdermal 5%).3
Lini kedua:
17
puncak hidung yang dikenal sebagai tanda “Hutchinson” kemungkinan besar
terjadi kelainan mata. Zoster oftalmik dapat disertai dengan berbagai
komplikasi. Sensasi kornea umumnya terganggu dan, ketika gangguan itu
parah, itu dapat menyebabkan keratitis neurotropik dengan ulserasi kronis dan
infeksi bakteri.2
o Tatalaksana
- Asiklovir/valasiklovir diberikan hingga 10 hari pada semua pasien.
- Rujuk ke dokter spesialis mata.3
Sindrom Ramsay Hunt
Terjadi bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius, yaitu
erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membrane timpani disertai paresis
fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah,
tinitus, vertigo dan tuli.2
o Tatalaksana
- Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60
mg/hari selama 1 minggu pada semua pasien.
- Rujuk ke dokter spesialis THT.3
Herpes Zoster Generalisata
Herpes zoster dengan kelainan kulit yang timbul unilateral dan ditambah
kelainan kulit yang menyebar secara generalisata. Vesikel soliter dan ada
umbilikasi.1
IX. PROGNOSIS
Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan
sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan imunokompromais
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk resolusi.3
▫ Quo ad vitam : Bonam
▫ Quo ad sanationam : Bonam
▫ Quo ad fungtionam : Bonam
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Levin MJ, Schmader KE, Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster. In : Kang S, Amaga
IM, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS. Fitzpatrick’s
Dermatology. 9th ed. New York : McGraw Hill Companies; 2019. p.3035-58
2. Pusponegoro EHD. Herpes Zoster. In : Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016. p. 121-26.
3. Widaty S, Soebano H, Nilasari H, Listiawan MY, Siswati AS, Triwahyudi D, dkk. Herpes
Zoster. Dalam : Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017. p.61-4
4. Murlistyarini S. Herpes Zoster. In : Murlistyarini S, Prawitasari S, Setyowatie L,
Brahmanti H, Yuniaswan AP, Ekasari DP, dkk. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Malang : UB Press; 2018. p.67-70
5. Lusiana, Paramitha L, Rihatmadja R, Menaldi SL, Yusharyahya SN. Tes tzanck di bidang
Dermatologi dan Venereologi. MDVI; 2019;46(1).p.57-63
6. Santoso WM, Mondiani YQ, Husna M, Rachmatiar R. Postherpetic Neuralgia and
Ophtamoplegia in Patient with Multiple Sclerosis. Journal of Pain, Headache and Vertigo;
2020,1. p.10-2
7. Utami DNT, Rusyati LMM, Sudarsa PSS. Herpes Zoster Oftalmikus dengan Komplikasi
Okular. Intisari Sains Medis; 2021: 12(1).p.420-27
8. Gershon AA. Gershon MD, Breuer J, Levin MJ, Oaklander AL, Griffiths PD. Advances
in the Understanding of the Pathogenesis and Epidemiology of Herpes Zoster. London;
HHS Public Access; 2017;48(1).p.3-6
19