Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

SCABIES

Disusun Oleh:

dr. Lia Wulandari Nadir

Dokter Pendamping:

dr. Titin Ardiyanti

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


PUSKESMAS LABUHA

KABUPATEN BACAN

HALMAHERA SELATAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul:

SCABIES

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada


Hari/Tanggal:

Sabtu, 10 November 2023

Mengetahui

Dokter Pembimbing,

dr. Titin Ardiyanti


DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................................................2

Bab 1..............................................................................................................................................................4

I. Identitas Pasien................................................................................................................................4

II. Anamnesis.....................................................................................................................................4

III. Pemeriksaan Fisik........................................................................................................................5

IV. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................................7

V. Tatalaksana......................................................................................................................................8

BAB II Pembahasan....................................................................................................................................9

2.1 Pengertian Penyakit Scabies.............................................................................................................9

2.2 Epidemiologi Pengobatan Scabies....................................................................................................9

2.3 Etiologi Penyakit Scabies................................................................................................................10

2.4 Patogenesis........................................................................................................................................10

2.5. Diagnosis dan Gejala Klinis...........................................................................................................10

2.6 Penatalaksanaan..............................................................................................................................11

2.7 Pencegahan.......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................14
Bab 1
I. Identitas Pasien

Nama : An. IK
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 tahun
Alamat : Amazing Kali

Tanggal Pemeriksaan : 22 Agustus 2023

II. Anamnesis
 Keluhan utama
Gatal pada seluruh tubuh sejak 3 hari SMRS
 Keluhan Tambahan
bintil-bintil merah di seluruh sela-sela tangan, lipatan payudara dan
selangkangan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa ibunya ke poli Puskesmas Labuha dengan keluhan gatal
di seluruh sela-sela tangan dan selangkangan serta pada lipatan payudara sejak
3 hari yang lalu. Gatal dirasakan terutama pada sore hari menjelang malam
dan malam hari sehingga kadang-kadang pasien tidak bisa tidur.
Keluhan dimulai dengan adanya bintil-bintil merah di kedua tangan, kedua
lengan, menjalar ke lipatan payudara, sampai selangkangan. Karena sangat
gatal, pasien suka menggaruknya sehingga kulit kemerahan tapi tidak sampai
timbul luka. Bintil-bintil merah itu yang berukuran sebesar jarum
pentul,mulanya timbul hanya beberapa yang kemudiannya makin bertambah
banyak jumlahnya. Adanya keluhan panas disangkal.
Kebiasaannya, pasien tidur bersama-sama ibu dan memakai handuk yang
sama dengan ibunya. Ibu nya merasakan keluhan yang sama, gatal-gatal di
tangan dan badan, belum pernah berobat sebelumnya .
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah terkena penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat stigmata atopi tidak ada.
Riwayat penyakit kulit lainnya disangkal.
Riwayat penyakit sistemik disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengalami gejala yang sama seperti pasien.
Riwayat stigmata atopi disangkal.
Riwayat penyakit kulit lainnya disangkal.
Riwayat penyakit sistemik disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


Kesan Umum Sakit Sedang
Kesadaran Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Vital Signs /
Respirasi : 25 x/menit
Tanda-Tanda
Suhu : 36,5 0C
Vital
SpO2 :99% tanpa O2

BB : 25 kg
Antropometri TB : 110 cm
IMT : 26,4 (obese 2)
Kepala
Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, 2mm/ 2mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga Bentuk normal, sekret (-/-)
Hidung Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah, lidah kotor (-), karies (-)
Leher
Benjolan (-), deviasi trachea (-), pembesaran KGB (-),
Thorax ( pulmo )
Inspeksi Bentuk dada datar dan simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak ada spider nervi, tidak ada atrofi
otot dada.
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus tidak
ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi Suara Dasar Vesikuler (SDV) : +/+
Suara ronkhi : -/-
Suara wheezing :-/-

Thorax ( Cor )
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi Jantung membesar, batas paru-jantung:
Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC IV linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising
ataupun suara tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Bentuk datar (+), benjolan (-), darm contour (-), darm
steifung (-), spider nevi (-), striae (-), jejas (-)
Auskultasi Bising usus (+) kesan normal, metalic sound (-)
Palpasi Perut teraba supel, Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-/-)
Palpasi Pitting edema (-/-), akral hangat pada semua extermitas,
sianosis (-) capillary refill < 2 detik
Status Dermatologis
⚫ Regio / Letak lesi : kedua sela-sela tangan kanan dan kiri.
⚫ Efloresensi
⚫ Primer : papul eritema
⚫ Sekunder : tidak ada
⚫ Sifat UKK
⚫ Ukuran : miliar papul
⚫ Susunan / bentuk : teratur, multipel
⚫ Penyebaran dan lokalisasi : diskret, generalisata

⚫ Regio / Letak lesi : selangkangan dan lipatan payudara

⚫ Efloresensi

⚫ Primer : papul eritema.

⚫ Sekunder : tidak ada

⚫ Sifat UKK

⚫ Ukuran : miliar papul dan pustula

⚫ Susunan / bentuk : teratur, multipel

⚫ Penyebaran dan lokalisasi : diskret, generalisata

⚫ Pembesaran KGB : tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan
V. Tatalaksana
EDUKASI :
 Edukasi ibu pasien tentang penyakit kulitnya.
 Edukasi ibu pasien agar menghindari anaknya menggaruk.
 Edukasi supaya mencuci bersih pakaian, menganjurkan dengan cara
merendam handuk, seprai maupun baju penderita, kemudian menjemurnya
dibawah sinar matahri hingga kering.
 Edukasi supaya menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-
sama.
 Edukasi supaya mengobati anggota keluarga yang terinfeksi untuk
memutuskan rantai penularan.
Farmakologi
 Sistemik :
Amoxicillin mg 500 3x1
Cetirizin 10 mg 3x1
 Topikal : Salep 2-4 pot S u.e

Atau permetrin 5% dalam krim


BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Penyakit Scabies
Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering dijumpai di Indonesia. Penyakit
ini mudah sekali menular dan banyak faktor yang membantu penyebarannya antara lain:
kemiskinan, higiene individu yang jelek, lingkungan yang tidak sehat, berkembangnya
prostitusi dan derajat sensitisasi individu.

Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia
dan sebaliknya, penyakit ini dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch,
atau gudik oleh karena itu peran kulit sebagai pelindung sangat penting dijaga dari berbagai
penyakit yang disebabkan oleh jamur, virus, bakteri dan parasit. Saat ini Badan Dunia seperti
WHO menganggap penyakit skabies sebagai pengganggu dan perusak kesehatan yang tidak
hanya dianggap sebagai penyakit orang miskin, akan tetapi dapat menjangkit semua orang
pada semua umur, ras dan level sosial ekonomi.

Tingkat pendidikan ternyata berhubungan dengan tingkat prevalensi skabies,


pendidikan yang rendah cenderung lebih tinggi prelevansi skabiesnya secara signifikan
dibandingan dengan orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut data menyebutkan bahwa penyakit Skabies di seluruh dunia dengan insiden
yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor imun yang belum diketahui sepenuhnya. Penyakit
ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa, tetapi dapat mengenai semua umur.

2.2 Epidemiologi Pengobatan Scabies


Penyakit ini telah ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan
angka prevalensi yang bervariasi, skabies diperkirakan lebih umum terjadi pada anak-anak
dan remaja, meskipun pada suatu penelitian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada
orang dewasa.

Prevalensi skabies menurut penelitian diseluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta
kasus per tahun. Di beberapa negara termasuk Indonesia penyakit cenderung mulai
meningkat, laporan dari dinas kesehatan dan para dokter praktek mengindikasikan bahwa
penyakit skabies telah meningkat di beberapa daerah.
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,60-
12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.Salah satu
faktor pendukung yang mengakibatkan tinggginya prevalensi skabies antara lain kelembaban
yang tinggi, rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi, personal higiene yang buruk,
pengetahuan, sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Penyakit skabies
biasanya banyak ditemukan pada tempat dengan sanitasi buruk dan biasanya menyerang
manusia yang hidup secara berkelompok, seperti asrama, barak- barak tentara, rumah
tahanan, pesantren dan panti asuhan.

2.3 Etiologi Penyakit Scabies


Nama Sarcoptes scabiei adalah turunan dari kata Yunani yaitu sarx yang berarti
kulit dan koptein yang berarti potongan dan kata latin scabere yang berarti untuk
menggaruk. Secara harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas
menggaruk kulit yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies berarti lesi kulit yang muncul
oleh aktivitas tungau.

Ciri morfologi tungau skabies antara lain berukuran 0.2-0.5mm, berbentuk oval, cembung
dan datar pada sisi perut Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak
pada toraks. Toraks dan abdomen menyatu membentuk idiosoma, segmen abdomen tidak
ada atau tidak jelas.

2.4 Patogenesis
Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi
sekunder

2.5. Diagnosis dan Gejala Klinis


Diagnosis di buat berdasarkan gejala klinis dengan menemukan minimal 2 dari 4 tanda
cardinal penyakit scabies.

Tanda kardinalnya adalah

 adanya keluhan pada malam hari yang diakibatkan oleh aktifitas dari parasit,
 Penyakit menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh keluarga terkena infeksi.
 Adanya terowongan atau lesi polimorf jika sudah terjadi infeksi sekunder pada
tempattempat predileksi,
 Menemukan Sarcoptes scabiei.

Jika memungkinkan diagnosis di buat dengan menemukan Sarcoptes scabiei yang didapat
dengan cara mencongkel/mengeluarkan. Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4
tanda dibawah ini :

 Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih tinggi
pada suhu yang lembab dan panas.
 Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga, biasanya
seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
 Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm.
 Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam sebelum tidur.
Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).
2.6 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan secara umum:

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari.
Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu
direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk
tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara
waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan
lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan
yang harus diperhatikan:
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan secara
serentak.
2. Harus mandi bersih, dan bila perlu menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah
mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut
harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus.

obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:

1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan
kadangkadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau
losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan,
dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua
efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan,
efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh
diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan. Evaluasi
hasil dilihat dari penurunan infeksi (tingkat kesembuhan) yaitu 2 minggu setelah
dilakukan pengobatan.
2.7 Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :

a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali
dalam seminggu.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau
skabies.

f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting
untuk menjaga infestasi parasit.

Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita,
mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit
kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi
ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik.

b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas untuk
membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.

c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket, serta hindari pemakaian 13ersama
sisir, mukena atau jilbab
DAFTAR PUSTAKA

1. Afraniza, Y. 2018. Hubungan Antara Praktik Kebersihan Diri dan Angka Kejadian
Skabies di Pesantren Kyai Gading Kabupaten Demak. Skripsi yang diterbitkan , Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
2. Antariksa, EH. 2018. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies pada
Kelompok Khusus (Santri) di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Kabupaten
Lamongan. Skripsi yang diterbitkan. Program Studi Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya. Surabaya.
3. Arlian, LG. 2019. Biology, Host Relation, and Epidemiology of Sarcoptes Scabiei.
Annual Review of Entomologi. 34:139-161.
4. Badri, M. 2020. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
Ponorogo. Media Litbang Kesehatan. XVII (2):20-28.
5. Bandi, KM, dan Saikumar, C. 2021. Sarcoptic Mange: A Zoonotic Ectoparasitic Skin
Disease. Journal of Clinical And Diagnostic Research. Hal.1-2.
6. Biswas, K, Cattopadhyay, I, dan Banerjee, RK. 2022. Biological activities and medicinal
properties of Neem (Azadirachta indica). Current Science. 821 (11), 1336-1345.
7. Burgess, I. (2020). Sarcoptes scabiei and scabies. Advances in Parasitology. 33:235-292.
Celsus, A C. 2020. Celsus De Medicina. (1. Loeb Classical Library edition, Ed.)
Retrieved May 2, 2023, from Bill Thayer's: http://penelope.uchicago.edu/Thayer/
E/Roman/Texts/Celsus/6*.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2023. Pukul: 20.00. Centers
for Disease Control and Prevention (CDC). 2020. Parasite-Scabies. Retrieved May 4,
2023, from Centers for Disease Control and Prevention:
http://www.cdc.gov/parasites/scabies
/biology.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2023. Pukul: 20.00.
8. Charles, V, dan Charles, S. 1992. The use and efficacy of Azadirachta indica ADR
('Neem') and Curcuma longa ('Turmeric') in scabies. A pilot study. Tropical Georgia
Medicine , 44 (1- 2), 178-181.
9. Duke, JA. 2020. The Green Pharmacy. Herbal Handbook. Rodale. Engelman, D, Kiang,
K, Chosidow, O, McCarthy, J, Fuller, C, Lammie, P, et al. 2013.
10. Toward the Global Control of Human Scabies:Introducing the International Alliance for
the Control of Scabies. PLOS Neglected Tropical Diseases. 7 (8):1-4. Fuller, LC. 2013.
11. Epidemiology of Scabies. Curr Opin Infect Dis. 26 (2):123- 126. Goldusta , M, Rezaee,
E, Raghifar, R, & Naghavi-Behzad, M. 2013.
12. Comparison of permethrin 2.5 % cream vs. Tenutex emulsion for the treatment of
scabies. Annual of Parasitology. 59 (1):31-35. Goldustb , M, Rezaee, E, Raghifar, R, dan
Naghavi- Behzad, M. 2013. Ivermectin vs. lindane in the treatment of scabies.
13. Annual of Parasitology. 59 (1):37-41. Hashmat, I, Azad, H, & Ahmed, A. 2012. Neem
(Azadirachta indica A. Juss) - A Nature's Drugstore: An overview. International Research
14. Journal of Biology Sciences. 1 (6):76-79. Hee, RV. 2020. Jeremy Thriverius (1504- 1554)
: humanist doctor, born 500 years ago. Revue Médicale de Bruxelles. 26:475-478.
15. Hengge, UR, Currie, BJ, Jager, G, dan Schwartz, RA. 2020. Scabies : a ubiquitous
neglected skin disease. Lancet Infectious Disease. 6:769- 779.

Anda mungkin juga menyukai