Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS SKABIES

OLEH

dr. Dika Pratiwi Adifa

dr. Tesia Iryani

dr. Tryda Meutia Anwar

Pendamping

dr. Astriana

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS KUPANG KOTA

BANDAR LAMPUNG

2020
BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. S

Usia : 50 Tahun

Alamat : Kupang Kota

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No. RM : 01.12.20

Keluhan Utama

Gatal disertai bintil-bintil merah berisi air sejak 7 hari yang lalu

Keluhan Tambahan

Gatal dirasakan terutama saat malam hari

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke poli umum puskesmas kupang kota dengan keluhan gatal-gatal, yang berupa
bintil bintil merah berisi air pada pergelangan tangan kanan dan kiri, sela-sela jari tangan,
leher, perut, dan pergelangan kaki, sela jari jari kaki sejak 7 hari yang lalu. Keluhan tersebut
awal nya dirasakan mulai dari pergelangan tangan lalu bertambah ke sela sela jari, leher,
menjalar ke perut dan kaki. Pasien mengatakan gatal dirasakan terutama pada malam hari
sehingga sering terbangun dari tidur karena merasa sangat gatal, pasien sudah minum obat
yang dibeli sendiri di apotik namun hanya sembuh gatal nya sebentar lalu muncul lagi,
pasien sering menggaruk bintil-bintil tersebut sehingga banyak bintil-bintil tersebut yang
sudah pecah dan lecet. Keluhan lain seperti demam disangkal, batuk disangkal, pilek
disangkal, Riwayat alergi makanan ataupun obat pada pasien maupun keluarga (-), riwayat
asma pada pasien ataupun keluarga (-), riwayat minum obat sebelum keluhan muncul (-),
riwayat di gigit serangga (-), Pasien mengatakan anak dan suami nya juga mengeluhkan hal
yang sama, dan mereka setiap malam tidur bersama, awal nya yang mengeluh kan ini adalah
suami nya, namun beberapa hari kemudian pasien dan anak nya juga mengeluhkan hal yang
sama, pasien belum pernah mengeluh hal yang sama sebelum nya, pasien jarang sekali
mengganti alas kasur, dan memakai anduk bergantian dengan suami, pasien rajin mandi 2
kali sehari dan berganti baju.

Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 76x/ menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,9oC
BB : 69 kg
TB : 160 cm

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik


Kulit : Turgor kulit baik
Thoraks
Paru : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : redup di kedua basal paru
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: Inspeksi : iktus terlihat 2 jari medial LMCS RIC V
Palpasi : iktus teraba 2 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung kiri 2 jari medial LMCS RIC V,
batas jantung kanan LSD, batas atas RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : sudut kostovertebra: nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas : edema (-), akral hangat

 Status Lokalis

Lokasi : leher, pergelangan tangan kanan dan kiri, sela sela jari tangan
kanan dan kiri, perut, dan kedua pergelangan kaki, sela jari jari
kaki
Efloresensi : Tampak papula dan vesikel dengan dasar eritema ukuran miliar-
lentikuler disertai ekskoriasi.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak Dilakukan

Diagnosis Banding
1. Skabies
2. Insect Bite
3. Prurigo Nodularis

Diagnosis Kerja
Skabies

Tatalaksana
- Pemberian antihistamin : Cetirizin 1x10 mg, Permethrin 5%
- Edukasi penggunaan obat
- Edukasi mengenai penyakit Skabies
- Edukasi mengenai cara penularan dan pencegahannya
- Edukasi mengenai higiene / kebersihan diri dan lingkungan
- Edukasi keluarga yang terkena juga harus diobati
Prognosis
Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh tungau

Sarcoptes scabiei var hominis (Currie, 2013). Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung

dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian

handuk, sprei, bantal dan lain - lain) (Chosidow, 2016).

2.2 Epidemiologi

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang

buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi. Hubungan

seksual yang berganti-ganti pasangan juga dapat meningkatkan angka kejadian scabies

(Currie, 2013).
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi dapat

menyerang semua umur. Populasi yang padat, yang umum terjadi di negara-negara

terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan dan faktor kebersihan yang

buruk, juga ikut mendorong penyebaran scabies (Burns, 2014).

2.3 Etiologi

Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu scabies

memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat dengan

menggunakan mata telanjang.Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk

oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor,

dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350

mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.

Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat

dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan

pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat (Stone,

2018).
Gambar 4 Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei(Chosidow, 2016)

2.4 Patogenesis

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan kecepatan 2

mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya. Telur-telur ini akan

menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan membentuk kantung dangkal di

stratum corneum dimana larva-larva ini akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam

waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati

tetapi kutu betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus

hidupnya. Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk

timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini (Trozak, 2016).
Gambar 5 Siklus hidup Sarcoptes scabiei (Granholm, 2015)

Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama bulan pertama

setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah sejumlah kutu (biasanya kurang

dari 20) telah dewasa dan telah menyebar dengan cara bermigrasi atau karena garukan

pasien, hal ini akan berkembang dari rasa gatal awal yang terlokalisir menjadi pruritus

generalisata (Habif, 2014).

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan

menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu

individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegianscabies

dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus
immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko

tinggi untuk menderita Norwegianscabies (Stone, 2018; Burns, 2014).

Jalur utama daritransmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-ke-kulit. Namun

transmisi dengan carapa kaian bersama atau metode tidak langsung lainnya sangat langka

tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies (misalnya, dalam host

immunocompromised). Transmisi antara anggota keluarga dan transmisi seksual juga

terjadi (Chosidow, 2016).

2.5 Diagnosis

2.5.1 Gambaran Klinis

Terdapat 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, tetapi diagnosis

dapat ditegakkan jika terdapat minimal 2 tanda cardinal yaitu :

a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti

pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang

menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal

terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena meningkatnya

aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang

hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah(Currie, 2015;

Burns, 2014).

b. Menyerang manusia secara berkelompok

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam

sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula

dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular

hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan

individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak

menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu

lain (Burns, 2014).


c. Gambaran terowongan

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada

kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum,

oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum

korneum yang relatif lebih longgar dan tipis (Amiruddin, 2013).

Gambar 6. Terowongan pada penderita scabies (Oakley, 2012)

Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang

sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan dan

lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola
wanita (Currie, 2014).Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi

polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain) (Amiruddin, 2013).

Gambar 7 Gambaran klasik Scabies (Chosidow, 2006)

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada

antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan yang tipis dan

kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna

putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang

merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.

Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan
daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi

karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat (Stone, 2018).

Gambar 8 Distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa (Trozak,
2016)

Gambar 9 Distribusi makro lesi primer scabies pada anak (Burns, 2014)
d. Menemukan Sarcoptes scabiei

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan

besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan

ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat

ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada

umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Diagnosa

positif hanya didapatkan bila menemukan tungau dengan menggunakan

mikroskop, biasanya posisi tungau determined dalam liang, dapat

menggunakan pisau untuk teknik irisan ataupun denggan menggunakan jarum

steril, tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada tangan, pergelangan tangan

dan lebih kurang pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada anak-

anak tungau banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan menggaruk,

pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret (William, 2016).


Gambar 10 Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei (Hengge, 2016)

Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak

khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan

diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan.. Beberapa bentuk skabies

antara lain :

1. Skabies pada orang bersih

Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah

yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur

(Amiruddin, 2013).

2. Skabies pada bayi dan anak

Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan

kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul pruritis

eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah lateral badan
pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah

eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bula bisa timbul terutama

pada telapak tangan dan jari (Stone, 2018).Lesi skabies pada anak dapat

mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan,

telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima,

sehingga terowongan jarang ditemukan (Hengge, 2016).

Pada bayi, lesi terdapat di wajah.Lesi yang timbul dalam bentuk vesikel,

pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi tersebut atipikal. Eksematisasi dan

impetigo sering didapatkan, dan dapat dikaburkan dengan dermatits atopik

atau acropustulosis. Rasa gatal bisa sangat hebat, sehingga anak yang

terserang dapat iritabel dan kurang nafsu makan(Amiruddin, 2013).

3. Skabies nodular

Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari kasus

skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm

yang sangat gatal.Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama

pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang lama tungau sukar

ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa

bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies (Hengge, 2016).


4. Skabies incognito

Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala

dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies.Akan tetapi

dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu

singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali

bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan

respon imun seluler (Amiruddin, 2013).

Gambar 11 Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan


regimen imunosupresan (Chosidow, 2016)
5. Norwegian scabies (Skabies berkrusta)

Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa

krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit kepala

berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat pula

disertai kuku distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat

sedikit. Dapat ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit.

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi

imun misalnya AIDS, penderita gangguan neurologik dan retardasi mental

(Stone, 2018).
Gambar 12Norwegian scabies yang bermanifestasi sebagai kulit yang
terekskoriasi, likenifikasi, hiperkeratosis (Stone, 2018)

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis paling akurat scabies yaitu jika ditemukan adanya Sarcoptes scabiei

pada kulit pasien. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau

dan produknya yaitu :

a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10%

lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang bertujuan untuk

mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di

gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop

(Amiruddin, 2003).

b. Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam

terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya

kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai

parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi

memerlukan keahlian tinggi (Amiruddin, 2003).

c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)

Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.Setelah

tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan


lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam

terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang

khas berupa garis menyerupai bentuk S (Amiruddin, 2013).

d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian

dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan

berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut

diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang

kemudian diperiksa dibawah mikroskop.Biopsi irisan dengan pewarnaan

Hematoksilin-Eosin(Amiruddin, 2013).

e. Uji tetrasiklin

Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.

Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,


tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada

kanalikuli(Amiruddin, 2013).

f. Dermoskopi

Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna untuk

membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga dapat

menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini

dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang

diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan

kaki(Amiruddin, 2013).

2.6 Diagnosis Banding

1. Insect bite (gigitan serangga) :


Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm berkelompok dan

tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih suka memilih area tertentu

yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus (Burns, 2014;

Elston, 2018). Pada gigitan dan sengatan serangga rea lesinya hanya terbatas pada

daerah gigitan dan sengatan serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa

terowongan yang tipis dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu, pada ujung

terowongan ditemukan papul atau vesikel (Elston, 2018).

2. Prurigo nodularis

Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara histologi

ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah epidermis. Sedangkan

pada skabies ditemukan Sarcoptesscabiei di bagian teratas epidermis yang

mengalami akantosis (Burns, 2014; Jones, 2015).


Gambar 13 Tampak prurigo nodularis di daerah lengan (Jones, 2010)

2.7 Penatalaksanaan

Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali

area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,

genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan

skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal.

Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang

adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak

diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak

berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid

topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk

menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi

skabisid yang lengkap (Stone, 2018).


a. Penatalaksanaan secara umum

Edukasi pada pasien skabies (Karthikeyan, 2015):

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang

terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.

3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada

malam hari sebelum tidur.

4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila

perlu direndam dengan air panas

6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun

rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.

7. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan

penanganan di waktu yang sama.

8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu

b. Penatalaksanaan secara khusus


Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat berupa

topikal maupun oral antara lain :

1. Permethrin

Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik. obat

ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek

toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan

akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya

sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin.

Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam,

digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum

sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin

tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu

menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal.

Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari

lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.

2. Presipitat Sulfur 2-10%


Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25

M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya

salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni

mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari

berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan

mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi

massal (Oakley, 2012; Leon, 2017).

Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen sulfida

dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid. Secara

umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan

menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian

obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang

menimbulkan iritasi (Oakley, 2012; Hengge, 2016).

3. Benzyl benzoate

Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzilyang merupakan

bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau

skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada

usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl
benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara

kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan

dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan

untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat

menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil

dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate

lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara

berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan

dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah (Karthikeyan,

2015).

4. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)

Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah

insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap masuk

ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh

bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan

kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane

dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses (Karthikeyan, 2015).


Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.

Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke

bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah pemakaian

dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.Hal ini untuk

memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan

sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam

sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta

tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%(Johnston, 2015).

Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,

kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-

tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual,

pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak

mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti

menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah

seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia (Johnston, 2015).

5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)


Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau losion.

Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah

diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah

mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian

dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila

digunakan jangka panjang (Amiruddin, 2013).

6. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces

avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak

mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo

parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada

manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.

Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk

skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus

tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek

samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis

(Amiruddin, 2013).
7. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3

bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari (Amiruddin, 2013).

8. Malathion

Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam, pemberian

berikutnya beberapa hari kemudian. Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan

karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat tinggi (Karthikeyan,

2015).

BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal kriteria

diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community infection, menemukan

terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau Sarcoptes scabiei. Pasien ini sudah dapat

didiagnosis dengan skabies karena memenuhi dua kriteria, yaitu pruritus nokturna dan

community infection. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya lesi

pada tempat predileksi yaitu sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan

bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola

wanita (pada bagian-bagian kulit yang tipis) (Currie, 2014). Pada pasien ini di dapatkan

pergelangan tangan lalu bertambah ke sela sela jari, leher, menjalar ke perut dan pergelangan

kaki, sela jari jari kaki.

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen

tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang,

berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung

terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di

dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan

tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena

aktivitas menggaruk pasien yang hebat (Stone, 2018). Pada pasien didapatkan pampak papula

dan vesikel dengan dasar eritema ukuran miliar-lentikuler disertai ekskoriasi.

Diagnosis Banding Insect Bite, karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm

berkelompok dan tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih suka memilih

area tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus (Burns, 2014;
Elston, 2018). Pada gigitan dan sengatan serangga rea lesinya hanya terbatas pada daerah

gigitan dan sengatan serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa terowongan

yang tipis dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan

ditemukan papul atau vesikel (Elston, 2018).

Diagnosis Banding Prurigo Nodularis, Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang

gatal dan secara histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah

epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian teratas epidermis

yang mengalami akantosis (Burns, 2014; Jones, 2015).

Diagnosis pasti pasien ini ditegakkan dengan menemukan terowongan (kanalikulus) serta

menemukan tungau dewasa, telur, larva, dan skibala sarcoptes scabiei, namun karena

keterbatasan alat yang ada di puskesmas, pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan. Berdasarkan

dua tanda cardinal yang telah ditemukan, pasien ini diterapi dengan pengobatan skabies.

Pengobatan scabies pada orang dewasa meliputi pemberian scabisid topical, anti histamin,

dan boleh juga diberikan steroid untuk menghilangkan ruam ruam kemerahan, edukasi

mengenai kebersihan diri dan lingkungan (Stone, 2018). Pada pasien diberikan permethrin

5%, antihistamin yaitu cetirizine 1x10 mg, edukasi mengenai kebersihan tubuh dan

lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1. Makassar:
Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas hasanuddin;
2013. p. 5-10.

Badri M. 2017. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
Ponorogo. Media Litbang Kesehatan. 7(2). 20-7

Boediardja S. 2013. Skabies pada Bayi dan Anak. Editor: Boediardja S, Sugito T, Kurniati D,
Elandari. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Brown R.G., Burns T. 2012. Lecture Notes Dermatology. Edisi ke- 8. Jakarta: Penerbit
Erlangga. pp: 42-47.

Burns DA. 2014.Diseases Caused by Arthropod and Other Noxious Animals. In: Burns T,
Breathnac S, Cox N, and Griffiths C, ed. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed.
Oxford: Blackwell; 2004.p. 33.37-33.46.

Chosidow O. 2016. Scabies. New England J Med. 345: p. 1718-1723.

Currie JB, McCarthy JS. 2012. Permethrin and Ivermectin for Scabies.New England J Med ;
362: p. 718.

Elston DM. Bites and stings. 2018. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; p. 8.4.

Gandahusada S., Ilahude H.D., Pribadi W. (ED). 2012. Parasitologi Kedokteran. Jaakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 264-266.

Granholm JM, Olazowaki J.2015. Scabies prevention and control manual. Michigan
department of community health.; 1: p. 10.

Habif TP. Infestations and bites. 2014. In: Habif TP, editor. A clinical dermatology : a color

guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p. 500.

Anda mungkin juga menyukai