Anda di halaman 1dari 16

REFLEKSI KASUS

VARICELLA

Pembimbing :
dr. Maya Kusumawati

Disusun Oleh:
Shabrina Rahma Santoso
201810401011035

SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang dan atas karunia-Nya, penulisan refleksi kasus dengan judul

“Varicella” dapat selesai dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan

kepada Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wassalam, keluarganya dan para

sahabatnya yang telah berjasa membawa syiar dakwah Islam ke seluruh dunia.

Penulisan refleksi kasus ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

kelulusan pada stase ilmu kesehatan masyarakat program pendidikan profesi

dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang

dilaksanakan di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Ucapan terima kasih

penulis sampaikan kepada dokter pembimbing serta semua pihak terkait yang

telah membantu terselesaikannya refleksi kasus ini.

Penulis menyadari refleksi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun.

Semoga refleksi kasus ini dapat menambah wawasan keilmuan dan bermanfaat

bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Kediri, 27 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 LAPORAN KASUS.................................................................................1
1.1. Identitas Pasien...................................................................................1
1.2. Anamnesis...........................................................................................1
1.3. Pemeriksaan Fisik...............................................................................2
1.4. Planning Diagnosis.............................................................................3
1.5. Diagnosis............................................................................................3
1.6. Tatalaksana.........................................................................................3
1.7. Planning Monitoring...........................................................................4
1.8. Edukasi...............................................................................................4
1.9. Prognosis.............................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................5
BAB 3 KESIMPULAN......................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

iii
BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien

 Nama : An. R.A.

 Tanggal lahir : 12 Januari 2017

 Usia : 3 tahun

 Alamat : Ds. Kresek RT 001 / RW 001

 Agama : Islam

 Jaminan : BPJS

 Berat badan : 10 kg

 Tinggi badan : 90 cm

1.2. Anamnesis

− Keluhan utama :

Muncul bintil-bintil isi air dan gatal

− Riwayat Penyakit Sekarang :

Ibu pasien mengeluh anaknya muncul bintil-bintil isi air terutama

di bagian wajah sejak 3 hari yang lalu. Awalnya muncul berupa bercak-

bercak merah pada bagian wajah kemudian berubah menjadi bintil-bintil

berisi air dan pecah menjadi seperti bersisik kemudian mulai muncul juga

pada bagian dada, perut dan punggung namun tidak terjadi secara

bersamaan seperti di wajah. Bintil-bintil disertai rasa gatal. 5 hari yang

lalu pasien demam disertai badan lemas dan pusing namun saat muncul

bintil-bintil demam sudah turun. Makan dan minum masih mau.

− Riwayat Penyakit Dahulu :

1
2

Belum pernah sakit cacar air sebelumnya.

− Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga yang satu rumah dengan pasien tidak ada yang menderita

penyakit cacar air.

− Riwayat Sosial :

Tetangga di lingkungan tempat tinggal pasien ada yang terkena cacar air.

− Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah pernah diobati dengan paracetamol saat demam. Riwayat

alergi obat (-).

− Riwayat Imunisasi :

Imunisasi dasar lengkap. Belum pernah vaksin varicella.

1.3. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : cukup

 Kesadaran : compos mentis

 GCS : 4-5-6

 Vital sign

Nadi : 102 x / menit

RR : 28 x / menit

Suhu : 36,5 oC

 Status generalis

o Kepala/leher : Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)

Bibir kering (-), RC +/+, PBI Ø 3mm / 3mm

Pembesaran KGB (-)

o Thorax
3

Inspeksi : simetris, gerak nafas simetris, retraksi (-)

Palpasi : ekspansi dinding dada dBn

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

o Abdomen

Inspeksi : Flat, umbilicus normal, tidak tampak peristaltik

dinding abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba,

turgor kembali cepat

Perkusi : Timpani, meteorismus (-)

o Genitalia : tidak ada kelainan

o Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

 Status dermatologis

Status Dermatologis Gambar


Regio facialis terdapat lesi
polimorf berupa vesikel
dengan dasar makula
eritematosa, papul
eritematosa dan krusta.
4

Regio thorax dan


vertebral terdapat papul
eritema multipel dan
krusta.

1.4. Planning Diagnosis

1.5. Diagnosis

Varicella

1.6. Tatalaksana

Acyclovir 200 mg 4 x 1 tab

Chlorpheniramine maleate 4 mg 1 x ½ tab

1.7. Planning Monitoring

- Keluhan pasien

- Status lokalis

- Efek samping obat

- Komplikasi : infeksi sekunder

1.8. Edukasi

a. Menjelaskan kepada ibu pasien bahwa pasien terkena cacar air atau

varicella dimana penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan sebenarnya

dapat sembuh sendiri pada anak yang imunokompeten. Namun tetap

dapat menularkan kepada orang lain sehingga pasien perlu diistirahatkan

terlebih dahulu.
5

b. Menjelaskan kepada ibu pasien untuk mengurangi aktivitas pasien dan

menghindari gesekan kulit agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel

c. Menjelaskan bahwa pasien harus tetap menjaga kebersihan dengan cara

mandi namun vesikel diusahakan tidak pecah sehingga komplikasi

berupa infeksi bakteri sekunder dapat dihindari.

1.9. Prognosis

Dubia ad bonam, selama pasien melakukan pengobatan dengan baik

dan mengikuti petunjuk pemakaian obat yang benar.


BAB 2

PEMBAHASAN

An. R.A. usia 3 tahun diantar oleh ibunya ke poli KIA Puskesmas

Perawatan Ngletih pada Jumat, 6 Maret 2020 dengan keluhan muncul bintil-bintil

isi air dan gatal. Muncul bintil-bintil isi air terutama di bagian wajah sejak 3 hari

yang lalu. Awalnya muncul berupa bercak-bercak merah pada bagian wajah

kemudian berubah menjadi bintil-bintil berisi air dan pecah menjadi seperti

bersisik kemudian mulai muncul juga pada bagian dada, perut dan punggung

namun tidak terjadi secara bersamaan seperti di wajah. Bintil-bintil disertai rasa

gatal. 5 hari yang lalu pasien demam disertai badan lemas dan pusing namun saat

muncul bintil-bintil demam sudah turun. Makan dan minum masih mau.

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini. Di keluarga tidak ada

yang sakit seperti ini namun tetangga di lingkungan tempat tinggal pasien ada

yang terkena cacar air. Pasien sudah pernah diobati dengan paracetamol saat

demam. Tidak ada riwayat alergi obat sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik vital sign dan status generalis dalam batas normal.

Status dermatologis pada regio facialis terdapat lesi polimorf berupa vesikel

dengan dasar makula eritematosa, papul eritematosa dan krusta, serta pada regio

thorax dan vertebral terdapat papul eritema multipel dan krusta.

Varisela adalah infeksi akut oleh virus Varicella zoster yang bersifat

swasirna, mengenai kulit dan mukosa, yang ditandai dengan gejala konstitusi

(demam, malaise) dan kelainan kulit polimorfik (vesikel yang tersebar

generalisata terutama berlokasi di bagian sentral tubuh) (Abidin et al., 2014).

Kejadian varisela berkisar dari 13 hingga 16 kasus per 1.000 orang per tahun. Di

6
7

daerah beriklim sedang, kejadian varisela paling tinggi pada anak usia prasekolah

(1-4 tahun) atau anak di sekolah dasar (usia 5-9 tahun) dengan kejadian tahunan

lebih dari 100 per 1.000 anak; yakni lebih dari 90% orang terinfeksi sebelum

remaja (Gershon, Judith & Jeffrey, 2017).

Penularan virus varisela umumnya melalui droplet infection, dapat juga

melalui kontak langsung dengan cairan vesikular, dan periode inkubasinya adalah

11-20 hari. Varisela sangat menular, infeksi varisela dapat terjadi sejak 1-2 hari

sebelum munculnya erupsi sampai semua vesikel menjadi krusta (Bolognia, Julie

& Lorenzo, 2018).

VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran nafas dan orofaring.

Virus menginfeksi sel T yang kemudian bermultiplikasi di tempat masuk (port

d’entry), menyebar melalui pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia

primer (Abidin et al., 2014). Sel T yang sudah terinfeksi kemudian membawa

virus menuju sistem retikuloendotelial dan terjadi viremia sekunder, kemudian

menyebar ke kulit dan selaput lendir. Viremia ini ditandai oleh timbulnya erupsi

varisela, terutama di bagian sentral tubuh dan di bagian perifer lebih ringan.

Setelah erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian

menjadi laten di ganglion dorsalis posterior pada suatu saat, bila terjadi reaktivasi

VVZ, dapat terjadi manifestasi herpes zoster, sesuai dermatom yang terkena

(Handoko & Siti, 2015).

Pada anamnesis didapatkan keluhan demam, malaise, dan nyeri kepala.

Kemudian diikuti timbulnya lesi kulit berupa papul eritem yang dalam waktu

beberapa jam berubah menjadi vesikel. Biasanya disertai rasa gatal. Dengan faktor
8

resiko yaitu anak-anak, riwayat kontak dengan penderita varisela, dan keadaan

imunodefisiensi (Abidin et al., 2014).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda patognomonis yaitu erupsi kulit

berupa papul eritematosa menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan

embun (tear drops). Vesikel akan menjadi keruh dan kemudian menjadi krusta.

Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru yang

menimbullkan gambaran polimorfik khas untuk varisela. Penyebaran terjadi

secara sentrifugal, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran

napas atas. Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dilakukan pemeriksaan

mikrokopis dengan menemukan sel Tzanck yaiut sel datia berinti banyak (PB IDI,

2017).

Gambar 2.1 Gambaran lesi polimorfik pada Varisela

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu :

1. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel.

Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak

dengan orang lain

2. Gejala prodromal diatasi sesuai indikasi. Aspirin dihindari karena dapat

menyebabkan Reye’s syndrome


9

3. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi gatal

4. Pengobatan antivirus oral antara lain :

- Asiklovir: dewasa 5x800 mg/hari, anak-anak 4x20 mg/kgBB (dosis

maksimal 800 mg), atau

- Valasiklovir : dewasa 3x1000 mg/hari

Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam

pertama setelah timbul lesi (PB IDI, 2017).

Konseling dan edukasi bahwa varisela merupakan penyakit yang self-

limiting pada anak yang imunokompeten. Komplikasi yang ringan dapat berupa

infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu, pasien sebaiknya dikarantina untuk

mencegah penularan (PB IDI, 2017).

Tindakan pencegahan primer dari penyakit varisela dilakukan dengan cara

pemberian vaksin. Tetapi vaksin varisela sendiri tidak termasuk dalam program

imunisasi dasar dari Kemenkes sehingga untuk pemberian vaksin tersebut perlu

kesadaran dari orangtua itu sendiri. Tindakan pencegahan sekunder yaitu

penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang berupa peningkatan

imunitas tubuh baik dari yang sakit maupun yang sehat dengan makan buah dan

sayur setiap hari dan melakukan aktivitas fisik setiap hari, serta pencegahan

infeksi sekunder dengan menggunakan air bersih dan mencuci tangan dengan air

bersih dan sabun. Tindakan pencegahan varisela terutama pencegahan sekunder di

Puskesmas Perawatan Ngletih dari program Promosi Kesehatan berupa kegiatan

penyuluhan PHBS. PHBS terkait penyakit varisela ini adalah makan buah dan

sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, menggunakan air bersih

dan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Lalu setelah dilakukan
10

penyuluhan PHBS, dari pihak Promkes akan melakukan survey untuk

mengevaluasi ke rumah–rumah, institusi pendidikan (sekolah) yang mencangkup

wilayah Puskesmas Perawatan Ngletih apakah masyarakat melalukan PHBS lalu

dihitung seberapa banyak RT dari kelurahan yang disurvey sehat maupun yang

tidak sehat. Dikatakan rumah sehat ketika 10 indikator PHBS rumah tangga

terjawab iya. Sedangkan untuk institusi sekolah dikatakan sehat apabila terdapat

7-8 indikator dengan jawaban iya.

10 indikator PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat) dalam Rumah tangga,

yaitu :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi ASI ekslusif

3. Menimbang bayi dan balita

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik di rumah

8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Tidak merokok di dalam rumah


BAB 3

KESIMPULAN

Varisela adalah infeksi akut oleh virus Varicella zoster yang bersifat

swasirna, mengenai kulit dan mukosa, yang ditandai dengan gejala konstitusi

(demam, malaise) dan kelainan kulit polimorfik (vesikel yang tersebar

generalisata terutama berlokasi di bagian sentral tubuh). Di daerah beriklim

sedang, kejadian varisela paling tinggi pada anak usia prasekolah (1-4 tahun) atau

anak di sekolah dasar (usia 5-9 tahun) dengan kejadian tahunan lebih dari 100 per

1.000 anak; yakni lebih dari 90% orang terinfeksi sebelum remaja. Penularan

virus varisela umumnya melalui droplet infection, dapat juga melalui kontak

langsung dengan cairan vesikular, dan periode inkubasinya adalah 11-20 hari.

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan penunjang Zanck smear dapat dilakukan bila diperlukan.

Terapi yang dapat diberikan utamanya yaitu Asiklovir pada anak-anak 4x20

mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg). Konseling dan edukasi bahwa varisela

merupakan penyakit yang self-limiting pada anak yang imunokompeten.

Komplikasi yang ringan dapat berupa infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu,

pasien sebaiknya dikarantina untuk mencegah penularan.

Tindakan pencegahan primer dari penyakit varisela dilakukan dengan cara

pemberian vaksin.

Tindakan pencegahan sekunder yaitu penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat) yang berupa peningkatan imunitas tubuh baik dari yang sakit maupun

yang sehat dengan makan buah dan sayur setiap hari dan melakukan aktivitas fisik

11
12

setiap hari, serta pencegahan infeksi sekunder dengan menggunakan air bersih dan

mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z, Prijo S, Daeng MF, et al. 2014. Varisela dalam Panduan Praktik Klinik
bagi dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Pengurus
Besar IDI.

Bolognia, J.L., Julie V.S., Lorenzo C. 2018. Varicella-Zoster Virus dalam


Dermatology fourt edition. China: Elseiver.

Gershon A.A., Judith B., Jeffrey I.C. 2017. Varicella zoster virus infection.
Departement of Health and Human Service.

Handoko, R.P., Siti A. 2015. Varisela dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PB IDI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI.

13

Anda mungkin juga menyukai