PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Diabetic foot?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Diabetic foot.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya Diabetic
foot.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.
2
BAB II
STATUS PENDERITA
2.2 ANAMNESA
1. Keluhan utama : Luka kehitaman di kaki kiri
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan
terdapat luka kehitaman di kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu, luka awalnya kecil,
semakin lama lukanya semakin membesar, mengeluarkan bau tidak sedap dan
tidak kunjung sembuh. Pasien mengaku awalnya telapak kaki sebelah kiri
terdapat benjolan putih keras seperti kapalan berukuran 2 mm, lalu disudet
menggunakan duri salak. Setelah disudet tidak ada cairan yang keluar dari
kapalan tersebut. Keesokan harinya pasien datang menghadiri acara pernikahan
tetangganya, disana pasien makan makanan yang tidak terkontrol. Setelah 3 hari
berselang luka bekas sudetan terasa perih berwarna kemerahan, kaki terasa
membesar. Pasien tidak mengalami panas, sehingga pasien hanya memberi obat
merah untuk merawat lukanya tersebut.
3
Pasien mengatakan luka bekas sudetan ditelapak kaki semakin melebar,
berair, dan keluar nanah berwarna kekuningan. Anak pasien membawa ke mantri,
kemudian di beri cairan berwarna ungu untuk membersihkan luka tersebut lalu
diguyur menggunakan larutan infus kemudian ditutup kembali. Saat
membersihkan luka anak pasien melihat jempol kaki semakin mengecil berwarna
kehitaman, dikira efek dari larutan warna ungu tersebut. Kemudian setiap jam
dilihat lukanya semakin melebar dan semakin banyak mengeluarkan nanah tetapi
apabila dipegang/ dipencet pasien tidak merasakan sakit, kemudian jari kaki ke2
ikut memerah berwarna kehitaman, bengkak, jika dipegang ledeh/lunak dan
mulai mengeluarkan bau yang tidak sedap selama seminggu. Pasien tidak
mengeluh gatal, tetapi mulai seminggu ini badan pasien menjadi demam. Karena
keadaan tersebut anaknya datang ke RS, saat di cek gula darahnya yakni 650
mg/dl.
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya banyak
tapi berat badannya semakin menurun, dan pasien sering merasa haus, minum ±
3,5 liter/hari. pasien juga mengatakan sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr).
Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ±5 tahun ini.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
Riwayat hipertensi :+
Riwayat diabetes melitus : sejak 5 tahun yang lalu, tetapi jarang
berobat ke dokter, dan tidak rutin minum obat.
Riwayat Asam Urat :+
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : (+)
Riwayat alergi : disangkal
4
5. Riwayat pengobatan: Pasien datang ke mantri di beri obat minum analgesik
dan antibiotik, kemudian merawat luka pasien.
6. Riwayat Kebiasaan: Pasien sering menonton di depan TV, suka
mengkonsumsi minuman berenergi, bersoda dan kemasan setiap hari. Pasien
sering mengemil roti dan juga gorengan.
5
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa, nyeri tekan (-)
4. Status lokalis
Regio ekstremitas sinistra
Inspeksi : Regio Dorsalis Pedis sinistra tampak luka dengan ukuran ± 5
cm x 15 cm, bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi
(+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+)
serta phalang 1 dan 2 tampak kehitaman.
Palpasi : nyeri tekan (-), pulsasi arteri femoralis +, arteri dorsalis pedis
tidak dapat dievaluasi.
2.5 RESUME
Ny.M, 56 tahun, datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 2
minggu yang lalu, lukanya awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin
membesar dan tidak kunjung sembuh. Riwayat telapak kaki kiri kapalan tersudet
dengan duri salak. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit,
6
bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 2 minggu
ini.sejak seminggu ini badan pasien teraba demam.
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat
tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK
(kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ±5 tahun ini.
Dari pemeriksaan generalis: Konjungtiva anemis (+/+), bibir pucat. Dari
pemeriksaan lokalis pada regio pedis sinistra; Inspeksi: Regio Dorsalis Pedis
Dextra tampak luka ± 5 cm x 15 cm,bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+),
oedem (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi
(+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 650
mg/dl.
7
2.6 DIAGNOSA
Diabetes mellitus type 2 dengan Ulkus pedis sinistra
2.7 PENATALAKSANAAN
A. Non farmakologis
- Edukasi
- Mengatur pola makan/diet sesuai kebutuhan BB atau gizi penderita
- Olahraga
B. Farmakologi
Ceftriaxon IV 2 X 1 gr
Ketorolac IV 3 X30 mg
Metronidazol IV 3 X 500mg
C. Operatif : - Pro: Debridement (pedis sinistra)
Amputasi (pedis sinistra)
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
khas, seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan ,serta
mudah terkena penyakit infeksi.
10
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberianbeban
glukosa oral 75g.
Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut :3
1. Sering kesemutan/gringgingan.
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
11
1. Faktor Risiko Terjadinya diabetic foot
12
- Jenis kelamin: Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan
jenis kelamin tidak jelas – mungkin dari perilaku, mungkin juga dari
psikologis
- Berat badan
- Merokok
13
B Iskemik tanpa gangrene
C Partial gangrene
5
4. Stadium dari Fontaine
IV Ulkus / gangrene
c. Patogenesis
a. Sistem Saraf
14
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem
saraf pusat. Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena
abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih
dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal
tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang
nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah
posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan
menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan
adanya trauma, baik mekanik, kimia, maupun termis, keadaan ini
memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya
mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren.
Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan
rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri),
nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan
posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan
bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi
luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat
adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka
akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan
bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas
seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. 3
15
Gambar 5. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian
dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.
16
sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang
tidak sensitif ini. 3Gangguan saraf otonom terutama diakibatkan oleh
kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan
mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang
atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. 3Hilangnya tonus vaskuler
disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan
distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di
vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki
diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati
otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga
menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi
kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya
timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati
otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga
terjadi perubahan komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga
daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan
terjadinya ulkus.
b. Sistem Vaskuler
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien
DM. Dua kategori kelainan vaskuler :
17
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran
sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan
adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih
berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan
puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh
darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang
dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun
sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut,
terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis. Faktor yang menerangkan
terjadinya akselerasiaterogenesis meliputi kelainan metabolisme
lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta
meningkatnya trombosit.
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,
arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat
hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non
enzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan
membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh
darah.
18
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan
monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan
(adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme
intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini terutama
penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya.
Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian
fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman
tersebut oleh radikal bebasoksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida.
Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui
proses hexosemonophosphate shunt yang memerlukan NADPH
(nicotinamideadenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan
hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah
menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari
proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan
H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan
lebih parah apabila regulasi DM memburuk.
d. Proses Pembentukan Ulkus
Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh
adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri
menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi
efek hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler,
imunologis, protein jaringan, trauma serta mikroorganisme saling
berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki. Ulkus diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki
yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
19
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan
dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.8
20
Gambar 8. Patogenesis Ulkus Diabetik12
d. Pengelolaan
Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus
dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa
darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and
ComplicationTrial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study
(UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah,
komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi. 6
Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan
cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan
anti-hiperglikemi. Salah satu obat anti-hiperglikemi yang diberikan pada
pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actrapid
pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi
pada kaki kirinya.
Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain:9
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM dengan kehamilan
4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV)
5. DM dengan gangguan faal hati yang berat
6. DM dan TB paru yang berat
7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren)
8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM
9. DM dan operasi
10. DM dengan patah tulang
11. DM dengan underweight
12. DM dan penyakit gravid
21
maupun secara injeksi seperti cefotaxime. Menurut adam (1998) pada
keadaan infeksi berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan
semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya
disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering
disertai kuman anaerob.6
Terapi simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik
meliputi semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau
mengurangi gejala sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada
pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan
penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan
pencernaan.6, 10
Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering,
resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa darah
tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi
dengan situasi tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan
diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al11 meneliti bahwa kepuasan
pasien paska perawatan ulkus pedis diabetikum lebih tinggi pada
mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu
penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi
rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan
dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan
timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12
e. Tindakan Bedah
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat
sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu:7
- Derajat 0 : tidak ada perawatan lokal secara khusus
- Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
- Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan
bedah mayor misalnya amputasi.
22
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah.
Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang
mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai
adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan
ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang
tumbuh.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut
tingkatan sebagai berikut:
jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)
mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi
amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)
amputasi transmetatarsal
amputasi syme
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi
bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau
mutilasi adalah :
membuang jaringan nekrotik
menghilangkan nyeri
drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
merangsang vaskularisasi baru.
rehabilitasi yang terbaik8
f. Pencegahan
Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup
untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi
dengan bentuk kaki serta sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Kaos
kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau
alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas
kaki.Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet-lecet,
lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebas
dapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati
23
trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih
lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah
pembentukan ulkus. Perawatan kaki yang dianjurkan antara lain:
Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-
jari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara
jari.
Gunakan cream atau lotion pelembab
Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.
Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke
proksimal.
Jangan merokok
Hindari suhu ekstrem8
g. Prognosis
Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai
penurun kadar gula darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang
tetap saja berlangsung , namun pada pasien dengan kadar gulanya tidak
terkontrol dengan baik, komplikasi yang terjadi lebih serius dibandingkan
dengan yang kadar gulanya terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus
tergantung kepada tingkat klasifikasi luka, sedangkan tinggi tingkat
derajat luka semakin sulit suatu luka akan sembuh dengan demikian akan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
BAB IV
KESIMPULAN
Ny.M ,56 tahun, datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 2
minggu yang lalu, lukanya awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin
membesar dan tidak kunjung sembuh. Riwayat telapak kaki kiri kapalan tersudet
dengan duri salak. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit,
bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 2 minggu
ini.sejak seminggu ini badan pasien teraba demam.
24
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat
tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK
(kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ±5 tahun ini.
Dari pemeriksaan generalis: Konjungtiva anemis (+/+), bibir pucat. Dari
pemeriksaan lokalis pada regio pedis sinistra; Inspeksi: Regio Dorsalis Pedis
Dextra tampak luka ± 5 cm x 15 cm,bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+),
oedem (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi
(+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 650
mg/dl.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal 571-705.
2. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrison’s Principles of internal medicine,
International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.
3. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330
25
4. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997
5. Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management, American
Family Physician, November 1, 2002.
6. Cunha BA: Diabetic foot infections. Emerg Med, 1997; 10: 115-24.
7. Author: Kenneth Patrick L Ligaray, MD, Fellow, Department of Endocrinology,
Diabetes and Metabolism, St Louis University Coauthor(s): William L Isley, MD,
Senior Associate Consultant, Associate Professor of Medicine, Division of
Endocrinology, Diabetes, Metabolism, and Nutrition, Mayo Clinic of Rochester
8. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of New York
School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease Division, Winthrop-
University Hospital http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview
Diabetic Ulcers
9. Author: Richard M Stillman, MD, FACS, Honorary Medical Staff, Northwest
Medical Center; Former Chief of Staff and Medical Director, Wound Healing Center,
Department of Surgery, Northwest Medical
Centerhttp://emedicine.medscape.com/article/460282-overview.
10. Karam JL. Pancreatic Hormon and Diabetes Mellitus, In : Greenspen FS (ED) Basic
and Clinical Endocrinology, 5nd Connecticut, Appleton and Lange 1997; 605-62
11. Sarwono W. Kiat-Kiat Menghadapi Masalah Kaki Diabetes. Dalam : Siti S, Idrus A,
Yoga IK, dkk, eds. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine, Jakarta
2002:73-77.
13. Sutjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik Pada Kaki Diabetes. Dalam : Askandar T,
Hendromarto, Sutjahjo, Hans T, eds. Naskah Lengkap Simposium Nasional Diabetes
& Lipid 1994 Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo – FK UNAIR, Surabaya
1994
15. Valk GD, Kriegsman DMW, Assedelft WJJ. Patient Education for Preventing
Diabetic foot Ulceration: A Systematic Review. In : Endocrinology And Metabolism
Clinics. Departemant of General Practice Institute for Research in Extramural
Medicine, Amsterdam 2002 ; 31 : 3
26
16. Morrison B.W, Lederman P.H Work-up of the Diabetic Foot. Radiologic Clinic of
north America. Department of Radiology Thomas Jefferson University Hospital,
Philadelphia, USA 2000 ; 40 : 5
17. Erman Fauzi, Dharma Lindarto, Chairul Bahri, dkk : Profil Diabetisi Rawat Inap di
SMF Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan dari Januari 1977 s/d Desember
1997. Kongres Persadia, Bali 1998.
18. Kadri. Gangrene Diabetik. Dalam : Piliang S, Nuraisyah, Kadri, eds. Naskah
Lengkap Simposium Gangrene Diabetik, Medan 1985 : 104-114
19. Nuraisyah. Kaki, Daerah Rawan Pada Diabetes. Dalam : Piliang S, OK.Alfien S, Edi
S, Harun A, eds. Kumpulan Makalah Peringatan Hari Diabetes, Medan 1996 : 51-6
20. Culleton JL. Preventing Diabetic Foot Complications: Tight Glucose Control and
Patient Education are the Key. Postgrad Med 1999; 106 : 73-83
21. Palumbo PJ, Melton LJ. Perifer Vasculer Disease and Diabetes. Available from :
http://www.diabetes.niddk.gov/dm/pubs/america/pdf/chapter 17.pdf
22. Lavin ME. Management of the Diabetic Foot : Preventing Amputation. South Med J
2002;95:10-20
24. Alfien S. penyakit Vaskular Periferal Diabetik. Dalam: OK. Alfien S, Alwinsyah A,
Gontar A, eds; Kumpulan Makalah Simposium “Diabetic Peripheral Vascular Disease
and It’s Management”, Medan 2000
27. Sri Hartini KSK. Pengelolaan Aterosklerosis Perifer pada Penderita Diabetes Melitus.
KONAS VI PERKENI medan,2002
28. Armstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis and
Classification. American Family Physician, 2000
29. Power KB, Vacek JL, Lee S. Noninvasive Approaches to Periferal Vascular Disease.
Postgraduate Medicine. Available from: http://www.postgradmed.com/issues/199/09
99/powers.htm
27
31. Hiat WR. Medical treatment of Periferal Arterial Disease and Claudication. Drug
Therapy. N Engl.J Med, 2001;344;21;1608-21
34. Pham H, Armstrong DG, Harvey C, Harkles LB, Giurini JM, Vaves A. Screening
Technique to Identify People at High Risk for Diabetic Foot Ulceration. Diabetes
Care 2000;23;5:606-11
35. 27. Setter SM, Paton A, Camphel RK. Current and Future Therapies of Diabetic
Neuropathy. Available from: http://www.Uspharmacist.com/oldformat.asp?
url=nwelook/files/fear/acf3017.htm
36. 28. Warner W,Dowling JPF, Carroll R, Calhoun JH, Mader JT. In: Current Treatment
Options in Infectious Diseases 2000, 2 : 214-225
37. Frykberg RG. Diabetic foot Ulsers: Pathogenesis and Management. American Family
Physician,2002.
38. Oyibo SO, Jude FB, Tarawneh I, Nguyen HC, Lawrence LB, Boulton AJM. A
Comparison of Two Diabetic Foot Ulcers Classification Systems. The Wagner and
the University of Texas Wound Classification Systems. Diabetes Care 2001;24:84-88.
28