Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Hubungan antara varikokel dengan infertilitas pertama kali dilaporkan

oleh Celcius pada abad pertama. Varikokel di gambarkan sebagai kantong cacing

oleh Dubin dan Amelar pada tahun 1970. Walaupun definisi yang lebih ilmiah

adalah dilatasi vena abnormal dari pleksus pampiniformis yang disebabkan oleh

berbagai etiologi. Penggunaan pertama kali kata Varikokel adalah oleh Curling

pada tahun 1843. Varikokel tetap menjadi sorotan sampai Tulloch dan rekan-

rekannya melaporkan peningkatan parameter sperma pada 26 dari 30 pasien yang

menjalani varikokelektomi. Organisasi kesehatan dunia melaporkan bahwa

varikokel hadir pada 25% pasien dengan parameter sperma abnormal dan 12%

pasien dengan parameter sperma normal.

Varikokel adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis

vena yang mengalirkan darah ke setiap testis, lebih sering terjadi pada sisi kiri

dibanding dengan sisi kanan. Varikokel pada sisi kanan dapat merupakan tanda

obstruksi yang disebabkan tumor. Varikokel dapat teraba pada 10% laki-laki pada

populasi umum, dan 30% pada laki-laki infertil. Konsentrasi dan pergerakan

sperma menurun secara signifikan sebanyak 65%-75% pada laki-laki dengan

varikokel. Mekanisme yang menghubungkannya dengan infertilitas tidak

diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan peninggian suhu, karena salah satu

fungsi dari plexus pampiniformis adalah untuk menjaga suhu testis 1 atau 2
derajat Fahrenheit lebih rendah dari suhu tubuh guna memberikan keadaan yang

optimal untuk produksi sperma.

Varikokel umumnya asimptomatik, tapi pada beberapa kasus, pasien

merasakan nyeri testis, atrofi atau infertilitas. Varikokel dapat memberikan gejala

tidak nyaman pada skrotum seperti adanya benjolan di atas testis yang terasa

nyeri. Varikokel dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis testis dan

steroidogenesis sekitar 15%-20% dari semua laki-laki dan 40% laki-laki

mengalami infertil. Hal ini terjadi karena suhu intratestikular meningkat, refluks

metabolit dan atau hipoksia testis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi & Fisiologi

Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ

berbentuk oval yang terletak didalam skrotum. Beratnya masing-masing

kira-kira 10-12 gram, dan menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4

sentimeter (cm), lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm. Testis

memproduksi sperma dan androgen (hormon seks pria). Tiap testis pada

bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran serosa, tunika vaginalis.

Membran ini berasal dari peritoneum cavum abdominal. Pada tunika

vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan lapisan visceral

(bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul fibrosa yang

tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang membungkus

testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari tunika

vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan

berlanjut ke dalam organ sebagai mediastinum testis.


Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk

septum jaringan konektif halus, yang membagi kavum internal menjadi

250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus mengandung sampai empat

tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi. Tubulus

seminiferus mengandung dua tipe sel: (1) kelompok nondividing support

cells disebut sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang

terus menerus memproduksi sperma pada awal pubertas.

Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum

intersisial. Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel

leydig). Luteinizing hormone menstimulasi sel-sel intersisial untuk

memproduksi hormon disebut androgen. Terdapat beberapa tipe

androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun korteks adrenal

mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar androgen dilepaskan

melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai pada masa pubertas.

Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan

berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima

sperma dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung

membentuk ductulus eferen. Kira-kira 12-15 ductulus eferen

menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis merupakan

suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan

duktus eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis terletak

pada permukaan superior testis, dimana body dan tail epididimis pada

permukaan posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus


epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter

dan dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia

(microvilli panjang).

Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari

tail epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis

bergabung dengan duktus dari vesica seminalis membentuk duktus

ejakulatorius pada glandula prostat. Testis diperdarahi oleh arteri

testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri renal. Banyak

pembuluh vena dari testis pada mediastinum dengan suatu kompleks

pleksus vena disebut pleksus vena pampiniformis, yang terletak superior.

Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh pleksus vena kremaster. Kedua

pleksus beranastomose dan berjalan superior, berjalan dengan vas

deverens pada spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis

diperdarahi oleh cabang arteri vesical inferior dan arteri epigastrik

inferior (arteri kremaster). Skrotum diperdarahi cabang dari arteri

pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal eksternal


cabang dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior

(kremaster). Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis,

terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena testikularis

melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava

inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra

mengalir ke vena renalis sinistra dengan suatu right angle.

2.2 Epidemiologi

Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil

dibanding pada pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah

pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar 11-15%. Pada 80-90%

kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa bilateral

hingga 20% kasus, meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil.

Varikokel unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi.Varikokel pada

remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya

terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba

diperkirakan 15% pada populasi umum pria dan 21-39% pria subfertil.

Meskipun varikokel pernah dilaporkan pada pria sebelum remaja,

varikokel jarang pada kelompok usia ini.

Pada suatu penelitian oleh Oster (1971) pada 1072 anak sekolah

laki laki di Denmark, tidak ditemui adanya varikokel pada 188 anak laki-

laki yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak

yang lebih tua (usia 10-25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8%
dengan suatu rerata 16,3%.Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan

yang diketahui umum terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20%

pria. Varikokel intratestikular sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan

sesuatu yang relatif baru dimana dilaporkan kurang dari 2% pada pria

yang menjalani sonografi testis engan gejala.

2.3 ETIOLOGI

1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur

penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses

degeneratif pleksus pampiniformis

2. Hipertensi vena renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena cava

inverior

3. Turbulensi dari vena supra renalis kedalam juxta vena renalis internus

kiri berlawanan dengan keadalam vena spermatika interna kiri.

4. Tekanan segmen iliaka (oleh feses) pada pangkal vena spermatika

5. Tekanan vena spermatika interna meningkat letak sudut turun vena

renalis 90 derajat

6. Tumor retro, trombus vena renalis, hidronefrosis

Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks

renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks

ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom


malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan

skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi

testikular ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel

intratestikular merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular

tetap belum jelas. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu,

terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral.

2.4 Patofisiologi

Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan

ketidakmampuan vena spermatika interna. Aliran retrograde vena

spermatika interna merupakan mekanisme pada perkembangan varikokel.

Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum terjadi.

Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat

orchitis, infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel

intratestikular merupakan suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi

vena intratestikular Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri

karena beberapa alasan berikut ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang;

(b) vena testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada suatu right

angle; (c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas

vena renal sinistra, dan menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon

descendens karena feses dapat mengkompresi vena testikular sinistra.


2.5 Manifestasi Klinis

Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal

dan pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel

dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria.

Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun telah

dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas sperma setelah terapi,

termasuk terapi oklusif pada varikokel.

Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu

diagnosis khususnya diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang

kadang pasien akan datang karena adanya massa skrotum atau rasa tak

nyaman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang

hari.

Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan

asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas

dengan perjalanan subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular

kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler,

meskipun sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan

varikokel ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada

varikokel intratestikular adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan

(26%). Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika

albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah dilaporkan mencakup

infertilitas (22%) dan epididimorchitis (11%).


2.6 Diagnosis

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan analisis semen.

Pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam posisi berdiri. Refluks vena

dapat dievaluasi dengan cara manuver valsava. Pemeriksaan radiologi

yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI

dan angiografi. Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama

dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama

Color Doppler menjadi metode pemeriksaan paling terpecaya dan

berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran varikokel

pada ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan echo

free dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan dapat

menunjukkan gambaran vena – vena serpiginosa berdilatasi menyangat.

Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi,

serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput

epididimis. Spermatic canal melebar, dan intrascrotal spermatic cord

atau pleksus pampiniformis prominen. Spermatic cord memiliki

intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat struktur serpiginosa

dengan intensitas signal tinggi. Peranan MRI dalam diagnosis varikokel

belum terbukti karena tidak cukupnya jumlah pasien yang telah diperiksa

dengan MRI. Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena testikular,

dapat menunjukkan aliran retrograde bahan kontras ke arah skrotum.


Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau

idiopatik dan diperkirakan terjadi karena kelainan perkembangan katup

dan / atau vena. Varikokel primer jauh lebih mungkin pada sebelah kiri,

dimana setidaknya dijumpai 95%. Sebagian kecil terjadi akibat tidak

langsung dari suatu lesi yang mengkompresi atau mengoklusi vena

testikular. Varikokel sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena

spermatik yang ditimbulkan oleh proses penyakit seperti hidronefrosis,

sirosis, atau tumor abdominal. Varikokel klinis didefinisikan sebagai

pembesaran pleksus pampiniformis yang dapat diraba, dimana dapat

dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi Dubin and Amelar.

Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena

spermatika interna, tanpa distensi yang dapat teraba dari pleksus

pampiniformis.

Dubin and Amelar menemukan suatu sistem penilaian yang

berguna untuk varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat

diraba hanya pada waktu manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat

diraba tanpa manuver valsava; derajat 3: varikokel tampak pada

pemeriksaan sebelum palpasi.

Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia,

asthenozoospermia dapat disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965)

pertama kali mengemukakan trias oligospermia, penurunan motilitas

sperma, dan peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan

karakteristik semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel.


Koreksi varikokel sering menghasilkan peningkatan kualitas semen,

beberapa penelitian menghubungkan ukuran dengan efektivitas

tatalaksana pembedahan varikokel.

2.7 Diagnosis Banding

Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi

memberikan gambaran mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi

diagnosis banding yaitu spermatokel dan ektasia tubular. Spermatokel

merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma. Spermatokel

umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak

ditemukan secara kebetulan pada saat skrining ultrasonografi pada pasien

usia pertengahan sampai usia tua. Ukuran spermatokel dapat bervariasi

dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Sebagian besar

spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien bisa datang dengan

teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum. Pada beberapa kasus,

dapat juga terdapat rasa tak nyaman karena efek massa. Etiologi

spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar penulis mengarahkan

bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal mula dari kelainan

ini.

Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis

merupakan dilatasi rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau

komplit duktus eferen. Ektasia tubular sering bilateral dan asimetris,


sering berhubungan dengan spermatokel. Rerata usia pada diagnosis ialah

60 tahun dan secara umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.

2.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan

temperatur testis, jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan

aliran darah, suatu varikokel dapat membuat temperatur lokal terlalu

tinggi, mempengaruhi pembentukan dan motilitas sperma.

Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel menyebabkan

efek merugikan yang progresif pada testis. Chehval dan Porcell (1992)

melakukan analisis semen pada 13 pria dengan varikokel dan kemudian

mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan kemudian.

Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis semen

mereka. Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi dan

komplikasi biasanya ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel

berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel,

varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi

komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup

mati rasa skrotal dan nyeri berkepanjangan.

2.9 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya

dikoreksi karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan

patologis; 2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter


semen; 3) pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4) resiko

terapi kecil. Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel

secara klinis teraba; 2) pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau

telah dikoreksi infertilitasnya; 4) paling tidak satu parameter semen

abnormal. Keputusan penatalaksanaan sebaiknya terutama berdasarkan

pada apakah varikokel simptomatik atau berhubungan dengan

subfertilitas, dan pilihan yaitu antara terapi pembedahan dan terapi

radiologi. Dimana tersedia seorang ahli radiologi terlatih, embolisasi

perkutaneus harus menjadi penatalaksanaan lini pertama, dengan

pembedahan dilakukan pada sebagian kecil pasien yang gagal dengan

kateterisasi.

Pada pembedahan terdapat tiga tehnik yang umum dilakukan.

Ketiga tehnik tersebut yaitu ligasi sub-inguinal, ligasi inguinal dan ligasi

retroperitoneal. Ligasi varikokel laparoskopi belum membuktikan

superior terhadap operasi pembedahan dan mungkin berhubungan dengan

komplikasi yang serius. Varikokel intratestikular berhasil diterapi dengan

skleroterapi perkutaneus. Barbalies et al membandingkan ketiga tehnik

pembedahan dengan embolisasi perkutaneus pada suatu penelitian

prospektif, acak. Terdapat angka rekurensi yang sama dengan semua

keempat tehnik. Sebagai tambahan, terdapat peningkatan signifikan pada

motilitas sperma pada semua kelompok, dengan ligasi inguinal secara

garis besar memperoleh hasil paling baik. Setelah prosedur untuk


kembali ke aktivitas normal, bagaimanapun secara signifikan lebih cepat

setelah embolisasi dibandingkan dengan pembedahan.


BAB III

KESIMPULAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat

gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan terdapat pada 15%

pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria dan

didapatkan 21%-41% pria yang mandul menderita varikokel

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi

dari pengamatan membutikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai

dari pada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70%-93%). Hal ini disebabkan

karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena cava dengan arah miring.

Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang dari pada yang kanan

dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.

Jika terdapat varikokel disebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai

adanya kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena

tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan atau adanya situs

inversus.

Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis

dan dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah ligasi

tinggi vena spermatika interna secara palomo melalui operasi terbuka atau bedah

laparoskopi, varikokelektomi cara ivanissevich, atau secara perkutan dengan

memasukan bahan sklerosing kedalam ISV (embolisasi).


REFERENSI

1. Dasar-dasar urologi Basuki B, Purmono

2. Wim de jong, Buku ajar ilmu bedah edisi 2

3. Kandell, fouad r, male reproductive dysfunction,

pathopysiology and treatment CRC. 2007

4. Graham Sam D,keane Thomas E. Glenns urrologic surgery.

Lippincott williams & Wilkins. 2009


BAB III

KESIMPULAN

Varikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dan tortuous dari vena

pada pleksus pampiniformis. Varikokel dipertimbangkan menjadi suatu

penyebab potensial infertilitas pria. Varikokel ekstratestikular merupakan

kelainan yang umum terjadi, sebaliknya varikokel intratestikular merupakan

kelainan yang jarang.

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan analisis semen.

Ultrasonografi dan terutama sekali Color Doppler tampil menjadi metode

paling terpercaya dan praktis untuk mendiagnosis varikokel. Diagnosis

varikokel secara tepat dan cepat sangat penting, dimana pada sebagian besar

kasus dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menghasilkan

peningkatan kualitas semen.

Gambaran ultrasonografi varikokel terdiri dari struktur tubular,

anekhoik (‘lingkaran cacing’), multipel, turtuos, ukuran diameter lebih dari 2

mm yang biasanya paling baik tampak pada superior dan / lateral testis,

manuver valsava positif. Gambaran sonografi varikokel intratestikuler yaitu

struktur yang menyebar dari mediastinum testis ke parenkhim testikuler.

Sistem penilaian CDU pada diagnosis varikokel mencakup diameter vena

maksimum, pleksus / jumlah diameter vena, dan perubahan kecepatan aliran

pada manuver valsava. Sedangkan gambaran ultrasonografi spermatokel dan


ektasia tubular menjadi diagnosis banding gambaran varikokel. Gambaran

yang dapat dibedakan dengan varikokel diantaranya pada spermatokel

berdinding tipis, pada kaput epididimis, kadang dengan septasi, dapat

hiperekhoik dan tampak solid, USG color doppler tampak tanda ‘turun salju’,

dan pada ektasia tubular yaitu struktur avaskular pada mediastinum, sering

bilateral dan asimetris, adanya kista epididimal.

Anda mungkin juga menyukai