Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis


akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna pada varikokel
didapatkan kelainan dilatasi vena dalam spermatic cord dan yang diklasifikasi
menjadi klinis dan subklinis. Varikokel klinis didiagnosis melalui pemeriksaan
fisik dan digolongkan berdasarkan temuan fisik. Varikokel subklinis pada
pemeriksaan fisik tidak teraba dan memerlukan pencitraan radiologi untuk
diagnosis. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan
salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang
mandul menderita varikokel.1,2
Varikokel umumnya asimptomatik, tapi pada beberapa kasus, pasien
merasakan nyeri testis, atrofi testis atau infertilitas. Varikokel dapat memberikan
gejala tidak nyaman (uncomfortable condition) pada skrotum seperti adanya
benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Varikokel dapat menyebabkan gangguan
spermatogenesis testis dan steroidogenesis sekitar 15-20% dari semua laki-laki
dan 40% laki-laki mengalami infertile. Hal ini terjadi karena suhu intratestikular
meningkat, refluks metabolit, dan atau hipoksia testis.3
Varikokel menyebabkan peningkatan insidens ketidakmatangan sperma,
apoptosis dan nekrosis. Pasien dengan varikokel derajat 1-3 yang berhubungan
dengan infertilitas harus dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan kondisi
varikokel. Setelah perbaikan, 40-70% parameter semen pasien telah membaik dan
40% dapat mencapai kehamilan tanpa intervensi lain. Remaja dengan varikokel
dan atrofi testis atau kurangnya pertumbuhan juga harus mempertimbangkan
perbaikan.3,4
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena
potensinya sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria.
Diperkirakan sepertiga pria yang mengalami gangguan kualitas semen dan
infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi 19 - 41%). Akan tetapi tidak semua
pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan sekitar 20 - 50%

1
didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis.
Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume testis.
Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan
pembedahan khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data
kualitas semen. Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan.
Keberhasilan tindakan pembedahan cukup baik. Terjadi peningkatan volume testis
dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka kehamilan sebesar 20 - 50%.
Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5 - 20%. 4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna, atau dapat di
analogikan dengan varises pada kaki dengan ukuran diameter melebihi 2 mm.
Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh
ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal. 1,2,3
Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk
oval yang terletak di dalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12
gram, dan menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2 cm,
dan ukuran anteroposterior 2,5 cm. Testis memproduksi sperma dan androgen
(hormon seks pria). Tiap testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh
membran serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum
abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan
lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul fibrosa
yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang membungkus testis
dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari tunika vaginalis. Pada batas
posterior testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ sebagai
mediastinum testis. 4
Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum jaringan
konektif halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-
tiap lobulus mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit,
tipis dan elongasi. Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel: kelompok
nondividing support cells disebut sel-sel sustentacular dan kelompok dividing
germ cells yang terus menerus memproduksi sperma pada awal pubertas.9
Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum intersisial.
Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing
hormone menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut
androgen. Terdapat beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron.

3
Meskipun korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar
androgen dilepaskan melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai pada masa
pubertas.9 Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan berkelok-
kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma dari tubulus
seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk ductulus eferen.
Kira-kira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis dengan epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus
internal dan duktus eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis
terletak pada permukaan superior testis, dimana body dan tail epididimis pada
permukaan posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus epididimis
panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi oleh
epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang).9
Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail
epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan
duktus dari vesica seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula
prostat. Testis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta
setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada mediastinum dengan
suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena pampiniformis, yang terletak
superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh pleksus vena kremaster. Kedua
pleksus beranastomose dan berjalan superior, berjalan dengan vas deverens pada
spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri
vesical inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum
diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri
pudendal eksternal cabang dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik
inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis,
terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena testikularis melalui
cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava inferior dengan
suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke vena renalis
sinistra dengan suatu right angle.7,8

4
Gambar 1. Varikokel pada Skrotum kiri2
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut
dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena
karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau
adanya situs inversus.
Faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya varikokel:
1. Faktor genetik. Orang tua dengan varikokel memiliki kecenderungan
menurunkan sifat pembuluh-pembuluh darah yang mudah melebar pada
anaknya.
2. Makanan. Beberapa jenis makanan yang dioksidasi tinggi, dapat merusak
pembuluh darah.
3. Suhu. Idealnya, suhu testis adalah 1-2 derajat di bawah suhu tubuh. Suhu
yang tinggi di sekitas testis dapat memicu pelebaran pembuluh darah balik
di daerah itu.
4. Tekanan tinggi di sekitar perut.

5
Gambar 2. Skematik Organ Reproduksi Pria dengan Varikokel2

2.2. Epidemiologi
Meskipun dianggap sebagai lesi kongenital, varikokel jarang didiagnosis
sebelum usia sekolah, frekuensi dan keparahan bervariasi pada usia, metode
diagnosis. Data penduduk dari kelompok besar anak-anak dan remaja
menunjukkan bahwa mayoritas muncul setelah usia 10 tahun dan risiko meningkat
dengan pengembangan melalui masa pubertas, mencapai puncak pada Tanner
tahap 3. Tingkat prevalensi klinis didiagnosis varikokel pada populasi ini sekitar
8% sampai 16%, mirip dengan yang dilaporkan untuk populasi orang dewasa.
Antara studi berkisar dari 3% menjadi 43%.10
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada
pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi
pada pria dewasa sekitar 11-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat
pada sebelah kiri; varikokel bisa bilateral hingga 20% kasus, meskipun dilatasi
sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel unilateral sebelah kanan sangat
jarang terjadi. 3,7,9
Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel
biasanya terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba
diperkirakan 15% pada populasi umum pria dan 21-39% pria subfertil. Meskipun

6
varikokel pernah dilaporkan pada pria sebelum remaja, varikokel jarang pada
kelompok usia ini. Pada suatu penelitian oleh Oster (1971) pada 1072 anak
sekolah laki laki di Denmark, tidak ditemui adanya varikokel pada 188 anak laki
laki yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak yang
lebih tua (usia 10 25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu
rerata 16,3%.5
Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui umum terjadi,
dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel intratestikular sebaliknya
suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang relatif baru dimana dilaporkan
kurang dari 2% pada pria yang menjalani sonografi testis dengan gejala.1,2
Meskipun hampir semua penderita varikokel dilaporkan satu sisi, beberapa
studi terakhir ini melaporkan kejadian bilateral 7% sampai 10% dan Evaluasi
berbasis Color Doppler ultrasonografi (CDUS) diidentifikasi tambahan subklinis
varikokel kiri atau bilateral di 7% sampai 17% dari kasus remaja. Perbaikan pada
varikokel bilateral yang teraba (terutama kelas 1) dilakukan pada sepertiga dari
populasi laki-laki usia 10 sampai 24 laki-laki-tahun di baru-baru ini, menunjukkan
bahwa varikokel sisi kanan lebih umum diemukan pada remaja dibandingkan pada
studi sebelumnya.10
Pada orang dewasa, varikokel bilateral dilaporkan di 15% sampai 50% kasus.
Penyebab penampilan dan progresivitas keparahan varikokel pada anak dan
remaja belum jelas, tapi dilaporkan memiliki kecenderungan genetik, habitus
tubuh, dan/ atau kelainan vena intrinsik. Faktor genetik kemungkinan
berkontribusi terhadap risiko, tetapi belum secara pasti berpengaruh pada tingkat
keparahan dari varikokel. Risiko varikokel di keluarga tingkat pertama sekitar 4-8
kali risiko pada pria subur yang menjalani vasektomi atau donor ginjal laki-laki
dan khususnya tinggi dalam saudara kandung laki-laki . Studi yang menggunakan
CDUS menunjukkan bahwa risiko pengembangan varikokel pada masa remaja
mungkin terkait dengan prevalensi terus menerus atau spontan menentang
Valsalva yang menginduksi refluks vena spermatika.10

2.3. Etiologi

7
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks
renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik,
neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan
pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan skrotum. Varikokel
intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular ipsilateral terkait
kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan suatu
penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel
intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan suatu varikokel
ekstratestikular ipsilateral.4,6

2.4. Patofisiologi
Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena
spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan
mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan
suatu kelainan yang umum terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau
berhubungan dengan riwayat orchitis, infertilitas, pembengkakan skrotum dengan
nyeri. Varikokel intratestikular merupakan suatu keadaan yang jarang, ditandai
oleh dilatasi vena intratestikular.6
Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan
berikut ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena testikular sinistra
memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle; (c) arteri testikular sinistra
pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan menekan vena renal
sinistra; dan (d) distensi colon descendens karena feses dapat mengkompresi vena
testicular sinistra.9
Terdapat tiga teori untuk menjelaskan terjadinya varikokel. Teori pertama
menyatakan, masuknya vena testikular kiri ke vena renalis kiri dengan sudut yang
tajam. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang kemudian
berpengaruh pada plexus pampiniformis. Teori kedua mengatakan adanya
pengaruh tidak kompetennya katup vena yang menyebabkan aliran retrograde dan
dilatasi vena. Teori ini telah didukung oleh venografik dan studi Color Doppler.
Berdasarkan hal ini katup yang tidak kompeten terjadi pada atau di bawah vena

8
komunikan yang meliputi vena spermatika interna, vena kremaster dan vena
pudendal eksternal. Terdapat dua subtipe patofisiologis yaitu tipe shunt dan tipe
stop (Gambar 3. a dan b)11

Gambar 3. Anatomi dan Tipe Varikokel (a) Varikokel tipe shunt (b) varikokel tipe
stop11
Ketika katup yang tidak kompeten terletak hanya di atas vena yang
komunikan, akan terjadi varikokel jenis stop yang merupakan 14% dari semua
varikokel. Varikokel tipe stop ditandai dengan aliran retrograde dari vena
spermatika interna menuju ke pleksus pampiniformis. Tidak ada darah aliran vena
orthograde dan tampak refluks menuju vena yang komunikan karena masih
adanya katup bagian distal dan secara fungsional masih kompeten. Ligasi secara
pembedahan dari varikokel tipe stop akan memperbaiki kondisi varikokel dengan
offsetting refluk yang dihasilkan oleh katub yang tidak kompeten terhadap katup
vena yang normal. Sebaliknya ketika katup vena yang tidak kompeten terdapat di
bawah vena yang komunikan, varikokel tipe shunt akan terjadi, yang merupakan
86% dari semua varikokel. Varikokel tipe shunt ditandai dengan aliran darah
retrograde baik dari vena spermatika internal ke pleksus pampiniformis dan refluk
orthograde menuju ke vena yang komunikan (vasal dan vena kremaster).

9
Ligasi dengan pembedahan pada varikokel tipe shunt kurang efektif karena
katup yang tidak kompeten terdistribusikan secara luas. Suatu studi prospektif
terkontrol melibatkan 74 anak-anak dan remaja dengan varikokel tipe shunt
dikaitkan dengan risiko yang lebih besar terjadinya hipotrofi testis dibandingkan
varikokel tipe stop. Selain itu angka kekambuhan yang lebih tinggi pada varikokel
tipe shunt yang dioperasi dengan teknik retroperitoneal dibandingkan dengan
teknik inguinal.
Teori ketiga mengatakan adanya efek pemecah kacang (The nutcracker
phenomenon) di mana terjadinya kompresi vena renalis kiri antara arteri
mesenterika superior dan aorta abdominal akan menghambat sebagian aliran darah
melalui vena testikularis kiri sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
dalam plexus pampiniformis. Nutcracker phenomenon akan membuat
meningkatnya gradien tekanan renocaval dan menurunkan refluks vena
spermatika interna sehingga pengembangan jalur vena yang komunikan. Bukti
yang mendukung teori ini disampaikan pada studi studi hemodinamik pada orang
dewasa dan anak-anak dengan varikokel. Pada orang dewasa terdapat hubungan
antara gradien tekanan renocaval dan refluk renospermatika refluks, dalam hal ini
juga menunjukkan bahwa keparahan kompresi vena renalis sisi kiri dalam posisi
tegak, menentukan kecepatan aliran retrograde dalam vena spermatika kiri dan
ukuran varikokel.
Sekitar 80% penderita varikokel merupakan pria yang fertil. Sampai saat ini
patofisiologi masih terus dipelajari tetapi hingga saat ini masih belum bisa
dijelaskan kenapa sekitar 15-20% merupakan pria yang infertil. Hipertermia
skrotum, gangguan hormonal, hipoperfusi dan hipoksia testis, refluks metabolit
yang toksik merupakan mediator yang potensial terjadinya infertil karena
varikokel.
Akhir-akhir ini stres oksidatif merupakan mediator yang penting yang
berdampak pada infertil karena varikokel. Meskipun demikian, alasan mengapa
beberapa penderita varikokel merupakan pria infertil, sedangkan mayoritas
merupakan pria yang fertil masih belum jelas. Fenomena tersebut mungkin
dijelaskan bahwa infertilitas merupakan kombinasi dari faktor pria dan wanita, di

10
mana bila sistem reproduksi wanita berfungsi dengan baik akan dapat
mengkompensasi kekurangan faktor pada pria kemudian berpengaruh terjadinya
kehamilan.
Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan terjadinya gangguan
fertilitas pada varikokel:
1. Hipertermia skrotum
Varikokel diduga menginduksi terjadinya peningkatan temperatur skrotum
melalui refluk aliran darah dari abdomen karena katup pembuluh darah vena
spermatika interna dan vena kremaster yang tidak kompeten, menuju ke
pleksus pampiniformis. Hal ini secara konsisten ditunjukkan pada percobaan
pada hewan. Peningkatan temperatur ini mengakibatkan menurunnya kadar
testoteron intratestikular dan gangguan fungsi sekresi sel Sertoli dan juga
berdampak pada fungsi sekresi sel leydig. Varikokelektomi akan
mengakibatkan penurunan suhu pada skrotum.
Suhu optimal terjadinya spermatogenesis adalah 2,5°C dibawah suhu inti
tubuh dan kondisi yang panas akan menyebabkan gangguan dan penurunan
produksi sperma. Namun mengingat bahwa kebanyakan pria dengan varikokel
merupakan pria fertil dan juga terdapat suhu pada skrotum yang lebih tinggi
dibandingkan pada pria tanpa varikokel maka kontribusi dari peningkatan
suhu skrotum ini tidak bisa menjelaskan sebagai satu-satunya faktor yang
menyebabkan infertilitas karena varikokel.
Peningkatan suhu skrotum dapat mengakibatkan terjadinya stess oksidatif
pada testis. Memang secara in vitro dan in vivo telah menunjukkan hubungan
langsung antara pajanan panas dengan timbulnya Reactive Oxygen Species
(ROS). Derajat varikokel berhubungan dengan kadar ROS seminal.
Meningkatnya ROS yang dihasilkan oleh mitokondria, membran plasma,
sitoplasma dan peroxisome terjadi dalam kondisi stres panas. Meningkatnya
produksi mitokondria ROS dimediasi oleh termal inhibisi dari kompleks
mitokondria yang menghasilkan transfer elektron ke molekul oksigen dan
dengan demikian terjadi pembentukan ROS dan penghambatan sintesis
adenosin trifosfat.

11
Meningkatnya produksi nitric oxide (NO) yang ditimbukan karena panas
akan meningkatkan regulasi inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang
memberi peran terjadinya kerusakan testis karena varikokel. NO yang
berlebihan dapat mengakibatkan gangguan mobilitas sperma dan apoptosis
sperma. Sel spermatogonia A, sel Sertoli dan Leydig dianggap lebih tahan
panas karena mereka sebelumnya telah terkena suhu yang lebih tinggi di
uterus. Sebaliknya, spermatogonia B dan spermatozoa yang berkembang,
khususnya spermatosit dan spermatid muda sangat rentan terhadap stres
panas.
2. Hipertensi vena dan refluk metabolit toksik
Hipertensi vena testis ditandai dengan tekanan hidrostatik yang berlebihan
yang kemudian diteruskan melalui katup vena gonad yang sudah tidak
kompeten. Hal ini berkaitan refluks metabolit adrenal dan ginjal yang toksik
ke testis, termasuk epinefrin, urea dan prostaglandin E dan F2α yang
mengakibatkan vasokonstriksi kronis arteriol testis. Fenomena ini akan
menyebabkan terjadinya hipoperfusi, stasis dan hipoksia serta gangguan
proses spermatogenesis.
Evaluasi secara mikroskopis dari fragmen vena spermatika terjadi
perubahan pada lapisan otot longitudinal dan juga penurunan jumlah elemen
saraf dan vasa vasorum di dinding pembuluh darah. Temuan ini
mengindikasikan adanya kerusakan pada mekanisme kontraktil aliran darah
melalui pleksus pampiniformis. Pada studi vasografi menunjukan peningkatan
lima kali lipat tekanan hidrostatik pada vena spermatika yang membalikkan
gradien tekanan, akhirnya menyebabkan keadaan hipoksia.
Studi venografi telah menunjukkan bahwa refluk aliran darah vena pada
sisi kiri varikokel umum terjadi. Metabolit ginjal dan adrenal dapat mencapai
ke sel endotelvena spermatika internal dan jaringan testis. Metabolit-metabolit
tersebut akan menginduksi stres oksidatif di testis. Secara in vitro, metabolit-
metabolit tersebut juga memberi peran terjadinya stres oksidatif pada sel di
bagian lain tubuh manusia.
3. Hipoksia testis

12
Pada suatu penelitian mengenai mekanika aliran darah dengan tekanan
venografik dan histopatologi menyatakan bahwa iskemia jaringan testis bisa
terjadi jika tekanan vena spermatika interna yang melebihi tekanan arteriol
testis. Pada gambaran histologis tampak adanya iskemia dan mikrothrombin
pada arteriol. Terjadi penurunan aliran darah arteri dan gangguan metabolisme
energi pada varikokel adalah komponen penting dari patofisiologi varikokel.
Selain itu, studi eksperimental varikokel telah menunjukan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah testis, yang kemudian menurun seiring dengan
waktu. (Gambar 2.3). Perubahan cairan dalam ruang interstitial dapat terjadi
secara paralel.

Gambar 4. Mikrovaskular pada Varkokel2


4. Insufisiensi dari aksis hipotalamus-hipofisis-gonadal
Evaluasi terhadap kadar Luteinizing Hormone (LH), Follicle-Stimulating
Hormone (FSH) dan testosteron tidak bervariasi pada sebagian besar pasien
dengan varikokel telah mengakibatkan hipotesis bahwa aksis hipotalamus-
hipofisis-gonad tidak terpengaruh karena varikokel. Sebaliknya, ada pendapat
lain yang menyampaikan bahwa terdapat respon gonadotropin yang berlebihan
terhadap stimulasi Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) dalam
kelompok pria infertil dengan varikokel. Selain itu, mereka menemukan
bahwa pasca varikokelektomi, hanya beberapa pasien yang menunjukkan
respon gonadotropin menjadi normal terhadap stimulasi GnRH yang akan

13
meningkatkan konsentrasi sperma. Jadi dapat diduga bahwa ada subpopulasi
pria dengan varikokel yang menunjukkan ketidakseimbangan sensitivitas pada
aksis hipotalamus-hipofisis-testis.

5. Akumulasi Kadmium
Kadmium merupakan zat yang sangat toksik dan merupakan salah satu
kandungan pada rokok dan turut serta terlibat dalam apoptosis sperma. (Ku et
al., 2005) Testis tidak memiliki pompa aktif untuk mengeluarkan kadmium
dan seiring waktu, terjadi akumulasi kadar kadmium pada testis. Hurley et al.
melakukan penelitian dengan menghubungkan jumlah sel yang mengalami
apoptosis di tubulus seminiferous dengan kadar kadmium pada testis. Mereka
menyatakan bahwa kadar kadmium testis lebih tinggi pada pasien dengan
varikokel.
Kadar Kadmium secara signifikan meningkat pada sampel biopsi testis
pada pria infertil dengan varikokel. Kadar kadmium berbanding terbalik
dengan peningkatan konsentrasi sperma setelah varikokelektomi. Kadmium
dapat efek negatif pada spermatogenesis dengan mengurangi konsentrasi seng
(Zink) dan meningkatkan produksi ROS.
6. Epididimis
Epididimis terlibat dalam proses pematangan sperma dan transportasi
sperma. Terdapat berbagai jenis sel yang melapisi tubulus epididimis yang
mampu menghasilkan ROS. Hipoksia dan stres panas adalah pemicu
ketidakseimbangan antara ROS dan antioksidan dalam tubulus epididimis.
Perubahan struktur dan apoptosis sel epididimis menunjukkan testis dan
epididimis ikut terlibat pada patogenesis gangguan spermatogenesis.
7. Apoptosis and kerusakan Deoxyribose-Nucleic Acid (DNA) sperma
Varikokel berhubungan dengan kerusakan DNA sperma yang akan
menurunkan infertilitas. Tingginya kadar kerusakan DNA sperma juga telah
dihubungkan dengan kadar ROS yang meningkat pada pasien dengan
varikokel bila dibandingkan dengan pria normal. Menariknya, perbedaan ini
ditemukan pada pria dengan varikokel tanpa melihat adanya penurunan

14
parameter sperma. Varikokel juga dihubungkan dengan peningkatan apoptosis
intratestikular. Banyak faktor yang memicu apoptosis seperti akumulasi
kadmium, kadar androgen yang menurun, stres panas dan interleukin-6.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa ada lebih banyak fragmentasi DNA
sperma di dalam epididimis dan yang diejakulasikan dibandingkan dengan
sperma yang ada di test. Oleh karena itu ada mekanisme lain yang terlibat
pada terbentuknya fragmentasi DNA di luar testis. Fragmentasi DNA sperma
mencerminkan kualitas sperma yang buruk. Pada beberapa penelitian
melaporkan bahwa varikokel terkait dengan peningkatan kerusakan DNA
sperma dan terjadi penurunan fragmentasi DNA setelah dilakukan
varikokelektomi yang kemudian akan meningkatkan terjadinya kehamilan.
Varikokelektomi akan mengurangi stres oksidatif pada spermatozoa.
Terjadinya perbaikan pasca varikokelektomi tergantung dengan waktu,
membaiknya stres oksidatif dan fragmentasi DNA sperma yang bisa terjadi
dalam waktu 6 bulan pasca varikokelektomi.

Gambar 5. Efek Varikokel terhadap Fertilitas8

15
8. Fragmentasi DNA Sperma
ROS dianggap sebagai penyebab utama fragmentasi DNA sperma.
Hubungan positif antara produksi ROS dan fragmentasi DNA sperma dalam
sampel sperma telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Sumber stres
oksidatif yang bertanggung jawab terhadap kerusakan DNA telah dibahas pada
beberapa kepustakaan. Mitokondria dan nuclear DNA sperma adalah target
potensial oleh ROS. Sementara mitokondria DNA lebih rentan terhadap
serangan ROS, kerusakan nuclear DNA sperma secara klinis lebih signifikan.
Fragmentasi DNA sperma dapat dideteksi dengan pemeriksaan flow cytometry
dan atau dengan mikroskop fluoresensi. Secara umum digunakan teknik
Sperm Chromatin Structure Assay (SCSA) mengukur denaturasi DNA.
Fragmentasi DNA sperma mencerminkan suatu kualitas sperma yang
buruk. Di sisi lain, terdapat fakta bahwa sperma dengan fragmentasi DNA
yang tinggi dapat memiliki motilitas dan morfologi yang normal dan sebagai
tambahan dalam menilai prognosis. Kemungkinan terjadi kehamilan secara in
vivo berkurang dengan fragmentasi DNA sperma yang tinggi. Indeks
fragmentasi DNA yang lebih dari 30% yang diukur dengan SCSA
berhubungan dengan terjadinya kehamilan yang lebih rendah.

Gambar 7. Efek Biokimia Varikokel8

16
2.5. Manifestasi Klinis
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan
pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan
menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Hubungan varikokel dengan
fertilitas menjadi kontroversi, namun telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan
kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi oklusif pada varikokel. Varikokel
pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya diperoleh
saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan datang karena adanya
massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri
setelah berdiri sepanjang hari.4
Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik,
dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan
subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala
seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun sering varikokel intratestikuler tidak
berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis
paling umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri testikular (30%) dan
pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan peregangan
tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah dilaporkan mencakup
infertilitas (22%) dan epididimorchitis (11%).4
2.6. Diagnosis dan Derajat Varikokel
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pasien dalam posisi berdiri di ruangan
yang hangat. Metode pemeriksaan untuk mendiagnosisi varikokel dengan cara
ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 70% dibandingkan dengan alat
diagnostik lainnya. Pemeriksaaan varikokel klinis mengacu pada deteksi yang
baik secara visual atau inspeksi atau palpasi.
Evaluasi untuk varikokel membutuhkan penataaan ruangan yang baik dan
lingkungan yang hangat serta dilakukan secara sistematis. Suatu lingkungan
yang hangat dan nyaman akan memungkinkan penilaian varikokel. Suhu
dingin dapat mengakibatkan skrotum tertarik keatas dan mengganggu

17
identifikasi varikokel. Pemeriksaan awal dilakukan dalam posisi berdiri, tanpa
dan dengan manuver valsava. Pemeriksaan berikutnya diulang pada posisi
terlentang untuk mengevaluasi dekompresi vena melebar. Selain palpasi pada
plexus pampiniformis yang mengalami dilatasi, ukuran testis dan konsistensi
juga harus dicatat. Derajat varikokel dinilai berdasarkan kriteria World Health
Organization.
Tabel 2.1 Derajat Varikokel

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Venografi
Pemeriksaan dengan venografi spermatika retrograde mampu
mendiagnosis varikokel dan menggambarkan mekanisme gangguan katup
yang tidak kompeten. Akses melalui vena femoralis kanan atau vena jugularis
interna yang kanan dan menuju vena spermatika. Venografi umumnya
dianggap sebagai tes yang paling sensitif karena hampir 100% dari individu
dengan varikokel yang teraba menunjukkan refluks vena spermatika.
b. Thermografi dan Scintigrafi
Pada awalnya termografi skrotum dan skintigrafi dikembangkan sebagai
alternatif non-invasif untuk venografi. Termografi adalah teknik
menggunakan film fleksibel yang mengandung kristal cair yang panas yang
mendeteksi perubahan suhu pada skrotum. Identifikasi varikokel didasarkan
pada temuan hipertermia atas pada pleksus pampiniformis atau testis. Sebuah
studi menyatakan pada pria dengan varikokel terdapat suhu pleksus
pampiniformis ≥34°C atau perbedaan suhu ≥0.5°C antara plexus
pampiniformis kiri dan kanan. Namun adanya lesi intratestikular seperti

18
kanker testis atau infeksi dapat juga mengakibatkan hipertermia ipsilateral
sehingga mengurangi diagnostik spesifisitas untuk mengidentifikasi
varikokel.

c. Ultrasound (USG)
USG skrotum saat ini yang paling banyak digunakan sebagai modalitas
untuk penelitian mengenai varikokel. Dengan penggunaan frekuensi tinggi
probe USG dan munculnya teknologi Doppler menjadikan USG skrotum
menjadi semakin mudah untuk dikerjakan. Hal ini dapat memberikan gambar
dengan resolusi yang tinggi dan aliran pembuluh darah dalam testis serta
struktur yang berdekatan. Mengingat sensitivitas tinggi dan spesifisitas (97%
dan 94% jika dibandingkan dengan venografi), non-invasif dan mudah
dikerjakan, USG skrotum dengan pemeriksaan Doppler telah menjadi pilihan
dalam mengevaluasi skrotum dan testis. Gambaran pada USG pada pasien
dengan varikokel adalah adanya gambaran beberapa anechoic, serpiginous,
struktur tubular di dekat sisi superior dan lateral testis.
d. Computerized Tomography (CT)
Evaluasi varikokel dengan menggunakan CT tidak praktis karena ekspos
radiasi yang tingg. Meskipun protokol CT dengan ekspos radiasi dosis rendah
dipertimbangkan sebagai protokol konvensional tetapi dengan adanya
ketersediaan USG yang masih menjadi pilihan sebagai modalitas pencitraan
awal. Pada saat ini peran pencitraan dengan CT untuk mendiagnosis varikokel
masih sedikit dan digunakan bila ada kecurigaan adanya suatu kelainan
retroperitoneal atau kegaasan yang mendasari terjadinya varikokel.
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Meskipun tidak umum dalam kepustakaan, ada beberapa diterbitkan dalam
penelitian yang menggunakan MRI untuk diagnosis dan pencitraan varikokel.
Keunggulan MRI dibandingkan dengan modalitas pencitraan lain yaitu
berkurangnya ketergantungan operator dan mendapatkan gambaran yang
terperinci dari anatomi retroperitoneal. Ketika penyebab varikokel dicurigai
adanya gangguan retroperitoneal, MRI mungkin memberikan peran dalam

19
mengkonfirmasikan dan selanjutnya mengevaluasi penyebab tersebut. Secara
khusus, MR angiografi juga digunakan untuk mempelajari tejadinya varikokel
akibat nutcracker syndrome.

2.7. Diagnosis Banding

2.8. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis,
jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu varikokel
dapat membuat temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi pembentukan dan
motilitas sperma.27 Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel
menyebabkan efek merugikan yang progresif pada testis. Chehval dan Porcell
(1992) melakukan analisis semen pada 13 pria dengan varikokel dan kemudian
mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan kemudian. Hasilnya
menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis semen mereka.6
Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi
biasanya ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan
suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel, varikokel berulang dan jarang
terjadi yaitu atrofi testis. Potensi komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana
varikokel mencakup mati rasa skrotal dan nyeri berkepanjangan.7
2.9. Penatalaksanaan

20
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya dikoreksi
karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan patologis; 2)
pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen; 3) pembedahan
memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4) resiko terapi kecil. Suatu varikokel
sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis teraba; 2) pasangan dengan
infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya; 4) paling tidak satu
parameter semen abnormal.8
Prinsif dasar dalam penatalaksanaan varikokel adalah menutup aliran darah
vena spermatika interna dengan preservasi arteri spermatika interna, vena yang
lain dan sistem limfatik spermatic cord. Secara umum penatalaksanaan varikokel
dibagi menjadi dua macam yaitu pembedahan (varikokelektomi) dan radiologi
intervensi, yang kemudian masing-masing terdiri dari beberapa bagian. Hampir
semua memiliki angka keberhasilan yang baik dengan sedikitnya angka
komplikasi.
Varikokelektomi dibagi menjadi beberapa metode berdasarkan instrument/alat
bedah yang digunakan yaitu operasi bedah terbuka, bedah mikro dan laparoskopi.
Sedangkan berdasarkan lokasi insisi dibagi menjadi retroperitoneal, inguinal,
subinguinal dan scrotal. Penanganan berdasarkan intervensi radiologi digunakan
sebagai alternatif tindakan pembedahan dengan keunggulan tindakan minimal
invasif dan memiliki kemampuan untuk untuk mengontrol pembuluh darah
kolateral yang sulit terlihat saat operasi. Modalitas intervensi radiologi adalah
retrograde embolization atau scleroterapi dan antegrade scleroterapi.
1. Varikokelektomi retroperitoneal, inguinal atau skrotal
Varikokelektomi retroperitoneal atau vasoligasi tinggi (teknik Palomo)
dilakukan dengan melakukan insisi pada medial dari spina iliaka anterior
superior (SIAS) setinggi cincin inguinalis internal. Otot oblique eksternus
dibuka, otot oblique interna diretraksi dan menyisihkan peritoneum kemudian
dilakukan evaluasi arteri dan vena spermatika. Keuntungan varikokelektomi
retroperitoneal adalah secara teknik operasi lebih mudah dan dapat
mengidentifikasi satu atau dua vena spermatika interna sebelum
percabangannya. Kerugiannya adalah mustahil untuk mengakses vena

21
spermatika eksterna, yang juga dikenal sebagai rute alternatif terjadinya
varikokel.
Insisi setinggi inguinal pada awalnya disampaikan oleh Ivanissevich tahun
1960. Dengan teknik ini diperlukan ekspos dan insisi aponeurosis oblique
eksternus dan dengan teknik ini memungkinkan evaluasi terhadap vena
spermatika interna dan vassa kremaster eksterna. Dalam pendekatan
retroperineal akan sulit untuk mengidentifikasi dan preservasi arteri
spermatika dan saluran limfe, yang kemudian dikaitkan dengan tingginya
insiden hidrokel pasca operasi. Di masa yang lalu, teknik dengan insisi pada
skrotum telah banyak digunakan, tetapi saat ini tidak lagi dianggap sebagai
pilihan karena risiko yang lebih tinggi terjadinya cidera pada arteri spermatika
dan terjadinya atrofi testis.

Gambar 2.6 Lokasi insisi varikokelektomi retroperitoneal,


inguinal subinguinal
2. Bedah mikro varikokelektomi inguinal atau varikokelektomi subinguinal
Teknik bedah mikro inguinal dan subinguinal merupakan teknik inovatif
yang memungkinkan ligasi semua pembuluh darah vena dengan preservasi
arteri testikular dan saluran limfe. Dengan teknik operasi ini akan
menurunkan tingkat kekambuhan dan komplikasi.
3. Varikokelektomi laparoskopi
Teknik varikokelektomi laparoskopi hampir sama dengan varikokelektomi
operasi bedah terbuka. Varikokelektomi laparoskopi membutuhkan biaya
operasi yang lebih mahal karena penggunaan alat-alat canggih dan waktu

22
operasi yang lebih lama. Sedangkan mengenai waktu penyembuhan hampir
sama dengan operasi terbuka.
4. Embolisasi Retrograde atau skleroterapi
Oklusi varikokel dengan intervensi radiologi varikokel adalah pilihan
pengobatan alternatif yang minimal invasif dan kemampuan untuk
mengontrol kolateral vena yang mungkin tidak terlihat pada operasi bedah
terbuka. Kelemahan teknik ini adalah biaya dan tingkat kegagalan yang tinggi.
Ada berbagai teknik intervensi radiologi untuk oklusi varikokel, sebagian
besar baik sklerotherapi atau teknik embolisasi dapat dilakukan setelah
dilakukan venografi retrograde. Hal ini masih menjadi perdebatan Beberapa
ahli radiologi menganjurkan skleroterapi sebagai teknik standar, tetapi yang
lain lebih memilih teknik embolisasi.
5. Skleroterapi Antegrade
Skleroterapi Antegrade sebagai alternatif pilihan intervensi radiologi. Pada
awalnya skleroterapi antegrade dilakukan melalui akses di skrotum dan
kemudian dalam perkembangannya dilakukan melalui akses di pangkal paha
atau subinguinal dengan tingkat keberhasilan yang lebih baik.
Dalam penanganan varikokel tidak semua pasien dilakukan tindakan
varikokelektomi atau intervensi radiologi. Saat ini ada beberapa pedoman
sebagai pertimbangan dalam penatalaksanaan varikokel. The Male Infertility
Best Practice Policy Committee of the American Urological Association dan
the Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine
menetapkan indikasi untuk pengobatan varikokel sebagai berikut:
1. Varikokel teraba pada pemeriksaan fisik skrotum
2. Pasangan dengan infertilitas
3. Pasangan wanita memiliki fertilitas yang normal atau penyebab yang
berpotensi infertilitas dapat diobati
4. Pria yang memiliki parameter sperma yang abnormal atau hasil abnormal
pada tes fungsi sperma.

23
BAB III
KESIMPULAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis


akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Beberapa komplikasi
dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis, jumlah sperma rendah dan
infertilitas pria. Secara umum penatalaksanaan varikokel dibagi menjadi dua
macam yaitu pembedahan (varikokelektomi) dan radiologi intervensi, yang
kemudian masing-masing terdiri dari beberapa bagian. Hampir semua memiliki
angka keberhasilan yang baik dengan sedikitnya angka komplikasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung Seto:2007.


2. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 10.
EGC: 2015.
3. Sandlow., J., 2004. Pathogenesis and Treatment of Varikokel. USA,
Medical College of Wisconsin.
4. Putih, W.M., and Residen, C. 2009. Varikokel. Emedicine.
5. Chan, P., and Goldstein., M., 2004. Reproductive Medicine Secrets.
Philadelphia, The Curtis Center Independence Square West.
6. Manning and Delp. Major Diagnosis Fisik. Edisi IX. EGC:1996.
7. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC:2005.
8. Darius A. Paduch., Steven J. Skoog. : Diagnosis, Evaluation and Treatment
of Adolescent Varikokel. Division of Urology and Renal Transplantation
Oregon Health Sciences University, Portland, OR.
9. S.C. Basu. : Hand Book of Surgery Including Instruments, Bandaging,
Surgical Problems, Specimens And Operative Surgery. Currents Books
International. 1987. Page. 280, 281, 292.
10. Wein AJ. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier
Soundera; 2012.
11. Mohseni MJ, Nazari H, Amini E, Javan-Farazmand N, Baghayee A, Farzi
H, Kajbafzadeh A. Shunt-type and stop-type Varicocele in Adolescenta:
prognostic value of these two different hemodynamic patterns. Pediatric
Urology Research center, Iran; Elsevier: 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai