Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

CAISSON’S DISEASE

OLEH :
Ahmad Wardiman 10542 0354 12
Tri Wahyuni Aprianti 10542 0438 12

PEMBIMBING:
dr. Debby Veranico, M.Kes, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
PENDAHULUAN

Caisson disease adalah istilah yang digunakan oleh Andrew Smith untuk

menggambarkan penyakit yang ia temui di antara para pekerja selama

pembangunan Jembatan Brooklyn. Meskipun lebih sering disebut penyakit

dekompresi hari ini, caisson disease tetap menjadi ucapan sehari-hari yang

populer. Hal ini umumnya digunakan untuk membedakan penyakit

dekompresi industri / konstruksi dari menyelam dan penyakit dekompresi

ketinggian. Termasuk pertambangan, terowongan, dan pembangunan jembatan.

Terlepas dari nama, penyakit tetap sama. Ini adalah penyakit dengan pembentukan

nitrogen yang terlalu banyak.1

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat

mengakibatkan adanya emboli udara di arteri.2

Caisson disease diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih

ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai dengan rasa nyeri pada persendian

dan otot-otot serta pembengkakan pada limfonodus. Caisson disease tipe II

merupakan masalah serius dan dapat menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa

berupa gangguan respirasi, sirkulasi, dan biasanya gangguan nervus perifer dan /

atau gangguan susunan saraf pusat. 2


Gejala caisson disease dicatat pada pekerja jembatan setelah

menyelesaikan pekerjaan mereka di bawah air dan kembali ke permukaan.

Gejala ini meliputi pusing, kesulitan bernapas, dan nyeri di sendi atau

perut. Para pekerja sering mengalami sakit punggung yang parah yang

membuat mereka membungkuk, sehingga nama lain dari penyakit Caisson

adalah "the bends". Barotrauma penyelaman dapat hadir dengan berbagai

manifestasi, dari rasa sakit telinga atau mulut dan sakit kepala, nyeri sendi utama,

kelumpuhan, koma, dan kematian. Sebagai hasil dari berbagai presentasi,

gangguan ini harus dipertimbangkan dalam setiap pasien yang baru-baru ini

terkena perubahan yang signifikan pada tekanan udara. Ada 3 manifestasi

utama barotrauma yang meliputi: (1) Efek pada sinus atau telinga tengah , (2)

penyakit dekompresi, dan (3) emboli gas arterial.3


TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Caisson disease (sinonim : Bends, Compressed Air Sickness,

Divers’s Paralysis, Dysbarism) adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan yang

disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelembung-gelembung gas dari

fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan di sekitarnya.4

2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit dekompresi jarang terjadi, diperkirakan 2,8 kasus per

10.000 penyelaman, dengan risiko 2,6 kali lebih besar untuk laki-laki daripada

perempuan. DCS mempengaruhi sekitar 1.000 penyelam scuba AS per tahun.

Pada tahun 1999, para penyelam Jaringan Siaga (DAN) dibuat "Proyek Dive

Eksplorasi" untuk mengumpulkan data tentang profil menyelam dan insiden.Dari

tahun 1998 hingga 2002, mereka merekam 50.150 penyelaman, dari yang 28

recompressions diminta - meskipun ini akan hampir pasti mengandung insiden

emboli gas arterial (USIA) - laju sekitar 0,05%.4

Penelitian yang dilakukan oleh Hagberg & Ornhagen (2003) tentang

insiden dan faktor risiko gejala penyakit dekompresi pada penyelam dan

instruktur pria dan wanita menunjukkan bahwa: penyelam dan instruktur laki-laki

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi 1,48 kali dibanding dengan

penyelam dan instruktur perempuan, penyelam dan instruktur berusia 18-24 tahun

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,34 kali dibanding

penyelam dan instruktur yang berusia lebih dari 24 tahun, penyelam dan istruktur
yang mengkonsumsi alkohol mempunyai faktor risiko terkena penyakit

dekompresi sebesar 1,56 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur yang

tidak mengkonsumsi alkohol, penyelam dan instruktur yang kelebihan berat badan

(BMI ≥ 25) mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 0,74

kali dibanding dengan penyelam dan instruktur dengan berat badan normal (BMI

< 25).2,6

3. ETIOLOGI

Caisson disease biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung gas, yang

dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai macam gangguan.

Suatu gelembung gas yang terbentuk di punggung atau persendian

dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends). Gelembung gas pada jaringan

medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat menyebabkan paraestesia,

neuropraxia, atau paralisis. Sementara gelembung gas yang terbentuk pada

sistem sirkulasi dapat mengakibatkan emboli gas pada paru atau serebrum.

Beberapa macam gas bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Nitrogen misalnya,

5 kali lebih larut dalam lemak daripada dalam air. Rata-rata 40-50% cedera akibat

Caisson disease serius mengenai susunan saraf pusat. Mungkin wanita

mempunyai resiko yang lebih besar karena memiliki lebih banyak lemak dalam

tubuhnya. Caisson disease juga terjadi di daerah ketinggian. Orang-orang yang

menyelam di danau suatu gunung atau menggabungkan menyelam

kemudian melakukan penerbangan.3


4. PATOGENESIS5,6

Otopsi pada manusia dan binatang dalam kasus caisson disease yang berat

menunjukkan adanya gelembung-gelembung gas dalam pembuluh darah dan

jaringan ekstravaskuler. Timbulnya gelembung-gelembung gas tadi berhubungan

dengan timbulnya peristiwa supersaturasi gas dalam darah ataupun jaringan tubuh

pada waktu proses penurunan tekanan di sekitar tubuh (dekompresi).

Kondisi supersaturasi gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas

tertentu masih dapat ditoleransi, dalam arti masih memberi kesempatan gas untuk

berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru dan

diekhshalasi keluar tubuh. Setelah melewati suatu batas kritis tertentu

(supersaturation critique), kondisi supersaturasi akan menyebabkan gas lepas

lebih cepat dari jaringan atau darah dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa

gelombang gas. Gelembung-gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah

(intravaskuler), jaringan (ekstravaskuler), dan dalam sel (intraseluler).

Dengan adanya fenomena seperti di atas, maka ada korelasi antara jumlah

gelembung gas yang terbentuk dengan kemungkinan timbulnya atau berat

ringannya penyakit dekompresi. Gelembung gas ekstravaskuler menimbulkan

distorsi jaringan dan kemungkinan kerusakan sel-sel di sekitarnya. Ini bisa

mengakibatkan gejala-gejala neurologis maupun gejala nyeri periartikuler.

Terbentuknya gelembung gas ekstravaskuler secara teoritis karena aliran darah

vena di jaringan tersebut yang relative lambat sehingga menghambat kecepatan

eliminasi gas dari jaringan.


Gelembung-gelembung gas intravaskuler akan menimbulkan 2 akibat,

yaitu :

1. Akibat langsung atau akibat mekanis sumbatan menimbulkan iskemia atau

kerusakan jaringan sampai infark jaringan,

2. Akibat tidak langsung atau akibat sekunder dari adanya gelembung gas dalam

darah (dikenal dengan secondary blood bubble interface reactions)

bertanggung jawab atas terjadinya fenomena hipoksia seluler pada penyakit

dekompresi.

Ada dua macam gelembung gas intravaskuler, yaitu :

1. Gelembung yang stationer,

2. Gelembung yang ikut sirkulasi.

Gelembung gas intravaskuler yang stationer selain menimbulkan efek

sumbatan juga menimbulkan gangguan lewat proses biokimia dan bisa

menimbulkan gejala nyeri periartikuler maupun gejala-gejala neurologis

perifer. Gelembung gas intravaskuler yang yang ikut sirkulasi bila tidak banyak

jumlahnya akan difiltrasi lewat paru (silent bubbles). Bila jumlahnya banyak

akan menimbulkan sumbatan pada sirkulasi pulmoner dan akhirnya masuk ke

dalam system arterial lewat shunt di paru.

Gelembung gas yang masuk ke sistem arterial akan menimbulkan

gangguan perfusi mikrovaskuler organ-organ, yang selanjutnya mengakibatkan

terjadinya iskemia local, kerusakan jaringan dan infark. Kelainan ini bisa

memberi gejala neurologis, kardiovaskuler dan nyeri. Gelembung gas

intravaskuler menimbulkan agregasi trombosit pada permukaan antara


gelembung gas dan plasma, yang diikuti serangkaian proses reaksi biokimia

yang kompleks berupa pelepasan zat-zat seperti katekolamin, SMAF (Smooth

Muscle Activating Factor), ACTH dan faktor-faktor humoral lain.

Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh rangkaian proses biokimia

yang terjadi pada penyakit dekompresi adalah :

1. Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dengan akibat :

a. Hemokonsentrasi dan hipovolemia

b. Udema paru

2. Statis pada kapiler-kapiler karena adanya hemokonsentrasi

3. Hiperkoagulasi dalam darah

4. Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli

Semua perubahan diatas pada dasarnya akan menjurus pada timbulnya

hipoksia seluler pada penyakit dekompresi. Jaringan tubuh manusia sangat

heterogen dihubungkan dengan masalah kemampuan menyerap atau melepaskan

gas nitrogen, ada jaringan yang cepat dan ada yang lambat dalam mencapai

saturasi (kejenuhan) nitrogen tergantung pada factor kecepatan aliran darah ke

jaringan dan daya larutan nitrogen dalam jaringan.

Darah adalah cairan tubuh yang tercepat menerima dan melepaskan

nitrogen. Darah menerima nitrogen dari paru dan mencapai kejenuhan nitrogen

dalam waktu beberapa menit. Otak termasuk dalam jaringan yang cepat karena

mempunyai banyak suplai darah. Tulang rawan pada permukaan sendi

mempunyai suplai darah yang kurang, sehingga memerlukan waktu lebih lama

(sampai beberapa jam) untuk mencapai kejenuhan nitrogen. Nitrogen mempunyai


daya larut yang baik dalam jaringan lemak, sehingga jaringan lemak bisa

melarutkan nitrogen lebih banyak daripada jaringan-jaringan lainnya.

Konsep jaringan cepat dan lambat penting untuk memahami bentuk-

bentuk klinis penyakit dekompresi yang mungkin timbul. Penyelaman singkat dan

dalam akan menghasilkan pembebanan nitrogen yang tinggi pada jaringan-

jaringan cepat, tetapi tidak cukup waktu untuk pembebanan tinggi pada jaringan-

jaringan lambat. Dekompresi yang inadekuat memungkinkan pembentukan

gelembung nitrogen didalam darah yang bisa mengakibatkan gangguan

pernapasan (chokes) atau gejala neurologis.

Penyelaman yang relatif dangkal tapi lama akan memberikan pembebanan

nitrogen yang kurang lebih sama antara jaringan cepat dan jaringan yang lebih

lambat. Perbedaan tekanan yang tidak terlampau besar antara kedalaman dan

permukaan menyebabkan darah lebih mampu mentolerir kelebihan nitrogen

tersebut, karena darah sebagai jaringan cepat bisa mengeliminasi nitrogen lebih

cepat lewat alveoli paru sedangkan jaringan lambat tidak bisa. Penyelaman seperti

ini cenderung menimbulkan nyeri pada persendian (bends), karena sendi adalah

jaringan lambat dan tidak dapat melepas nitrogen dengan cepat lewat darah.

Bila seseorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media

pernapasan untuk menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia

menyelam akan semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam jaringan

tubuh. Sesuai hukum Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan sebanding

dengan tekanan gas di atas cairan itu. Karena oksigen (O2) dikonsumsi

dalam jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang merupakan
gas inert (tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di permukaan laut adalah

1 Atmosfer Absolut (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan

bertambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seseorang penyelam

pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia akan menyerap 3

liter N2. N2 yang berlebihan ini akan didistribusikan oleh darah ke dalam jaringan-

jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut serta daya

gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang

tinggi dan melarutkan banyak N2 daripada jaringan yang lainnya. Ketika penyelam

naik ke permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari proses yang

memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2 yang rendah dalam paru-paru

selama naik menyebabkan darah melepaskan N2 ke dalam paru-paru. Proses ini

berlangsung beberapa jam karena jaringan lambat melepaskan N2 dengan

perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam atau lebih untuk menghilangkan

semua N2 yang berlebihan. Jika dekompresi berlangsung terlalu cepat, maka N2

tidak dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang

dilukiskan diatas. Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk

mempertahankan kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena

yang kita lihat bila tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba.

5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis caisson disease dibagi menjadi dua kategori:5,7

a. Tipe I

Tipe I mempengaruhi sistem musculoskeletal, kulit dan saluran limfe. Tipe I

juga disebut ”bends”. Dirasakan sebagai nyeri periartikuler di lengan dan kaki.
Siku dan bahu adalah yang paling sering terpengaruhi. Secara klasik,

penempatan dan pengembangan manset spigmomanometer hingga 150-200

mmHg pada sendi yang sakit dapat meredakan rasa sakit dan membantu

menegakkan diagnosis; akan tetapi sensitivitas tindakan ini cukup rendah

berdasarkan suatu studi.

Manifestasi kulit pada caisson disease tipe I bisa mencakup gatal, eritema,

pembengkakan dan nyeri di sendi dan otot-otot di sekitarnya. Bisa timbul

mendadak atau berangsur-angsur. Nyeri periartikuler ini mulanya hanya berupa

rasa kaku atau tidak enak yang sukar dilukiskan. Gerakan-gerakan anggota tubuh

mungkin dapat meringankan sakitnya pada fase permulaan , namun pada jam-jam

berikutnya akan berdenyut-denyut. Rasa sakit sering bertambah setelah 24 jam

tanpa terapi dan biasanya akan reda dalam waktu 3-7 hari dan berubah jadi rasa

nyeri tumpul. Bisa tampak hiperemi yang bisa dikelirukan dengan radang sendi.

Yang paling sering terkena adalah sendi bahu. Sendi lain yang juga bisa terserang

adalah sendi siku, pergelangan tangan, sendi paha, sendi lutut, dan pergelangan

kaki. Bisa terserang 2 sendi atau lebih tetapi jarang simetris. Tipe I dapat

memberikan gejala-gejala lain seperti kelelahan yang berlebihan setelah

menyelam, mengantuk atau pusing ringan, dan gatal-gatal pada kulit (skin bend).

b. Tipe II

Caisson disease Tipe II lebih sering dilaporkan dan lebih serius dari pada Tipe I

(hal ini menandakan bias pengenalan dan pelaporan melebihi dari insidensi

sebenarnya). Gejala caisson disease tipe II melebihi daripada yang dideskripsikan

di caisson disease tipe I. Gejalanya meliputi sistem saraf pusat, telinga dalam, dan
paru-paru. Sistem saraf pusat pada umumnya paling rawan terkena penyakit

dekompresi karena mengandung lemak yang tinggi. Medulla spinalis terutama

daerah lumbal paling sering terlibat dibandingkan jaringan otak. Gejala caisson

disease spinal termasuk lemah tungkai atau kelumpuhan, parestesia, mati rasa,

nyeri punggung bawah dan nyeri perut. Gejala tungkai sering dimulai dengan rasa

ditusuk pada bagian distal dan menuju proksimal, diikuti dengan gangguan sensori

atau motorik. Tingkat dermatom sensorik yang sering muncul pada pasien DCS

spinal, biasanya pada dermatom T12 sampai L1. Gejala ginjal, inkontinesia feses,

dapat terjadi. Caisson disease spinal bisa muncul sendiri ataupun dengan

kombinasi gejala otak, telinga dalam, atau paru-paru. Gejala otak termasuk nyeri

kepala ringan hingga sedang, penglihatan kabur, diplopia, disartria, kelelahan

yang abnormal, dan perilaku yang tidak tepat. Penurunan kesadaran pada caisson

disease sistem saraf pusat jarang terjadi .Gejala caisson disease telinga dalam

sama dengan barotrauma telinga dalam dan termasuk mual, pusing, vertigo, dan

nistagmus.

Gejala klinis dapat berupa :

a. Gejala-gejala neurologis , tergantung pada bagian mana yang terserang :

1). Lesi pada otak

Biasanya karena emboli arterial atau timbul gelembung gas langsung pada

jaringan otak. Efeknya sama dengan gejala stroke, tergantung pada

pembuluh darah mana yang mengalami sumbatan, gejala : penglihatan kabur,

hemiplegi, hemiparesis, afasia motorik/ sensorik, confusion atau kehilangan

kesadaran, dan atau konvulsi.


2). Lesi pada serebelum

Jalan terhuyung-huyung (staggering), kesulitan bicara, atau tremor.

3). Lesi pada medulla spinalis.

Yang sering terserang adalah daerah lumbal.gangguan bias berupa

gangguan sensorik dan atau motorik yang menyerang bagian bawah tubuh

dan kedua ekstremitas inferior. Segera setelah tiba di permukaan

gejala pertamanya adalah transient back pain yang menjalarke perut,

ada rasa parestesi dan hipestesi pada dua tungkai, selanjutnya ungkai jadi

lemah dan terlihat ataksia. Akhirnya terjadi paralise di bawah pinggang.

Gejala lain bisa berupa gangguan buang air kecil, nyeri di kolumna

vertebralis, dan gangguan buang air besar. Timbulnya penyakit dkompresi

bentuk ini karena lambatnya aliran dalam vena-vena epidural. Makin lambat

liran vena, makin lambat pula eliminasi gas nitrogen dalam jaringan medulla.

Konsekuensinya, seandainya terjadi stasis dalam vena-vena tersebut oleh

gelembung-gelembung gas atau bekuan darah, vena-vena bias berdilatasi

dan menekan jaringan sumsum tulang, atau bahkan bisa terjadi

pembentukan gelembung nitrogen langsung dalam jaringan sumsum tulang.

6. DIAGNOSIS

Diagnosis CD dapat ditegakkan melalui pertanyaan anamnesa

mengenai riwayat menyelam penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam terakhir)

dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan gejala-gejala CD.3


Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menentukan

diagnosis CD adalah :3

1. Pemeriksaan Laboratorium

i) Darah rutin

- Pada pasien yang datang gejala neurologik yang persisten dalam beberapa

minggu setelah cedera bisa didapatkan hematokrit (Hct) sebanyak 48% atau lebih.

ii) Analisis gas darah

- Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien dengan suspek emboli.

iii) Creatinine Phosphokinase (CPK)

- Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh

mikroemboli.

2.Pemeriksaan radiologi

1). Foto thoraks

- Jika pasien mengeluhkan ketidaknyamanan dada atau kesulitan bernapas. Jika

pneumotoraks dicurigai secara klinis.

-Radiografi sendi atau ekstremitas

Ketika ditunjukkan secara klinis, memperoleh untuk mengevaluasi adanya

fraktur atau dislokasi.


2). Computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging

(MRI). Pasien yang mungkin paling diuntungkan dari modalitas diagnostik

sering yang paling tidak stabil, membuat transportasi mereka ke tempat

pemeriksaan radiologi berpotensi berbahaya. Setiap pasien yang mengeluhkan

dengan sakit kepala berat atau nyeri punggung yang parah setelah menyelam

terindikasi untuk dilkukan CT-scan.

3). Echocardiography (ultrasonografi) dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah

dan ukuran gelembung gas di sisi kanan jantung. Hal ini dapat digunakan baik

untuk diagnosis dan prognosis.3

7. PENATALAKSANAAN

Untuk penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang

harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi

dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang.

Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :5,8

a) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker

reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat

ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru.

b) Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang

diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan

Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah

yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral

atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid / koloid

untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis


perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam)

atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.

c) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian

dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.

d) Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan

gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga

bagian dalam.

e) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg

pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau

konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari

25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai

anti-platelet.

f) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga

antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu

pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah.

Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien

dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas

bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara

diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera

mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT)

dan emboli paru pada pasien lumpuh.

g) Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik.5,8


8. PROGNOSIS

Prognosis yang baik jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala yang

timbul sejak awal, diagnosis yang tepat, dan pengobatan yang adekuat. Tingkat

keberhasilan dari terapi dan pengobatan lebih dari 75-85% dapat dicapai.
KESIMPULAN

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat

mengakibatkan adanya emboli udara di arteri.

Gejala caisson disease dicatat pada pekerja jembatan setelah

menyelesaikan pekerjaan mereka di bawah air dan kembali ke permukaan.

Gejala ini meliputi pusing, kesulitan bernapas, dan nyeri di sendi atau

perut. Para pekerja sering mengalami sakit punggung yang parah yang

membuat mereka membungkuk, sehingga nama lain dari penyakit Caisson

adalah "the bends". Barotrauma penyelaman dapat hadir dengan berbagai

manifestasi, dari rasa sakit telinga atau mulut dan sakit kepala, nyeri sendi utama,

kelumpuhan, koma, dan kematian. Sebagai hasil dari berbagai presentasi,

gangguan ini harus dipertimbangkan dalam setiap pasien yang baru-baru ini

terkena perubahan yang signifikan pada tekanan udara. Ada 3 manifestasi

utama barotrauma yang meliputi: (1) Efek pada sinus atau telinga tengah , (2)

penyakit dekompresi, dan (3) emboli gas arterial.


DAFTAR PUSTAKA

1. Butler, WP. Caisson disease during the construction of the Eads and Brooklyn
Bridges: A review.2004. Vol.21. No.34. UHM. Maryland
2. Noltkamper, Daniel. Scuba Diving : Barotrauma and Decompression
Sickness. 2012. (Available from :
http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_
em.htm, Cited on : February 26th ,2018).
3. Kaplan, joseph. Barotrauma in emergency medicine.
http://emedicine.com/article/768618.2011. [diakses tanggal 26 Februari 2018
4. Alfred A. Bove. Decompression Sickness(Caisson Disease; The Bends). The
Merk Manual. 2009.
5. Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. In : Ilmu Kesehatan Penyelaman dan

Hiperbarik. Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103

6. Anonimous. Decompression Sickness and Decompression Illness. 2009.


(Available from : http://www.thescubasite.com/Learn-To-Scuba-
Dive/decompression-sickness-decompression-illness, Cited on : September 5th
2013).
7. Marx, John . 2010. Rosen's emergency medicine: concepts and clinical

practice (7th ed.). Philadelphia, PA: Mosby/Elsevier. P.1913

8. Powell, M.R. Mechanism and Detection of Decompression Sickness . 2009.


(Available from : http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/768397.pdf, Cited on :
September 5th 2013).
9. Pulley, S.A. Decompression sickness follow-up. 2012. (Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/769717-followup#a2649, Cited on :
September 5th ,2013 ).

Anda mungkin juga menyukai