DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel β pankreas (reaksi autoimun). Sel β
pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin yang
berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel β
pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel
ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita
DM tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil non
autoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type
1 idiopathic, pada mereka ini ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun
dan mudah sekali mengalami ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian 4 besar (75%
kasus) terjadi sebelum usia 30 tahun dan DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar
5-10 % dari seluruh kasus DM yang ada.2,6
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non
insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai
yang dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi
insulin. Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di
jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel β. Akibatnya, pankreas tidak
mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.
Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi
pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh
reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita
tidak tergantung pada pemberian insulin.3 Walaupun demikian pada kelompok
diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler.2,6
DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah
kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan
trimester kedua atau ketiga. Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM,
kegemukan dan glikosuria.2,6
GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,
polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi
insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.
Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil dan para ibu tersebut meningkat
risikonya untuk menjadi DM di kehamilan berikutnya.2,6
Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit
Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta
(dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan
infeksi atau sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).2,6
C. Patofisiologi
1. DM tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan
sel yang memproduksi insulin beta pankreas. Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau
antibodi sel anti-islet dalam darah . National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa
autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat
terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang
dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta
pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes
tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang
menggunakan obat oral.7
2. DM tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini
berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau
defisiensi insulin resistensi insulin perifer. Resistensi insulin pada otot dan
liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi
kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan
lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal
(omnious octet) berikut :2
Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalamkeadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.
Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin
ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan
GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga
gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut
incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim
alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah.2
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
A. Data Demografi
Nama : Ny. N
Usia : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : jln Darul Maarif X
Tanggal Berobat : 21 Mei 2018
B. Data Biologis
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 40 kg
Deskripsi rambut : pendek sebahu, hitam kecoklatan,
lurus , tidak mudah dicabut
Deskripsi hidung : mancung, sadle nose (-)
Deskripsi mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik
Deskripsi warna kulit : sawo matang
Kelainan bawaan : Tidak ada
Tanda khusus : Tidak ada
2. ANAMNESIS
Pasien datang ke Puskesmas Rappokalling untuk memeriksakan dirinya oleh
karena keluhan yang dialaminya dan ingin meminta dokter poli untuk
membacakan hasil pemeriksaan laboratorium yang sebelumnya sudah dilakukan
oleh pasien di Laboratorium Prodia. Pasien datang ke Puskesmas Rapokalling
dengan keluhan gatal-gatal di bagian perut yang dialami sejak kurang lebih 1
bulan yang lalu. Pasien juga mengaku seringkali terbangun di malam hari karena
ingin buang air kecil sebanyak kurang lebih 6 kali tiap malamnya, serta seringkali
merasa haus. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 15kg dalam
waktu kurang dari 6 bulan walaupun nafsu makan tinggi dan tanpa melakukan
aktivitas fisik yang berat. Demam (-), batuk (-), BAB dalam batas normal
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga ada yaitu ibu pasien. Ayah
pasien memiliki penyakit hipertensi, jantung, parkinson dan hiperurisemia.
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-Laki
: Pasien
: Meninggal
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Baik
b. Vital sign
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Tek. Darah : 110/80 mmHg
Frek. Nadi : 80x/menit
Frek Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7 C
c. Status Generalis :
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam kecoklatan
tidak mudah dicabut
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
Thoraks :
Cor : BJ I – BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, simetris, bising usus (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba. Nyeri tekan pada abdomen (-).
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
d. Status Gizi
BB : 56 Kg
TB : 160 cm
Status gizi : Gizi baik
IMT = BB (kg) / TB2 (m)
= 56 / 1,602 = 56/2,56 = 21,87 (Normal)
BMR : 1288 kalori
SDA = 10 % x 1288 = 128,8
BMR + SDA = 1288 + 128,83 = 1416,8
Aktivitas ringan = 1,5
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS ( tgl 21 Mei 2018) : 370 mg/dl
HbA1c (19 Mei 2018) : 14,3 %
GDP (24 Mei 2018) : 283 mg/dl
5. THE MANDALA OF HEALTH HUBUNGAN ANTARA PASIEN
DENGAN LINGKUNGAN BIO-PSIKO-SOSIAL BERKAITAN
DENGAN PENYAKIT
GAYA HIDUP
. LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN - Pendapatan keluarga
- Hygiene pribadi dan lingkungan - ku rendah.
kurang Family - Pengetahuan tentang
- Masih kurangnya kesadaran tentang kesehatan diri kurang.
kesehatan.
Pasien
PELAYANAN KESEHATAN LINGK. KERJA
Datang dengan keluhan muntah frek.10x, Pasien merupakan pelajar
demam badan lemas, nyeri pada abdomen
Jarak rumah dgn PKM dapat Pemfis: lidah kotor (+), nyeri tekan dan tidak memiliki
ditempuh dengan berjalan kaki umbilicus. pekerjaan khusus
Status gizi : baik
Laboratorium : widal
s.thypi O : 1/320
s.thypi H : 1/320
BIOLOGI
- Pasien menderita demam
LINGKUNGAN FISIK
tifoid. - Ventilasi
la
- Anggota keluarga tidak cukup
memiliki keluhan yang
sama
Komunitas :
- Pemukiman padat penduduk.
2. Aspek klinik
Kasus Diabetes Melitus Tipe II
3. Aspek risiko internal
Adanya riwayat penyakit Diabetes Melitus dari orang tua pasien yaitu ibu pasien.
Pengetahuan yang kurang mengenai penyakit Diabetes Melitus, pentingnya
tindakan preventif dibandingkan kuratif, pentingnya menjaga pola hidup sehat
untuk mengurangi risiko Diabetes Melitus.
4. Aspek risiko eksternal
c. Lingkungan kerja: pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga yang sehari-hari
beraktivitas di rumah.
d. Sosial ekonomi: biaya hidup pasien ditanggung oleh suaminya yang bekerja
sebagai teknisi swasta.
5. Derajat fungsional
Derajat fungsional yang didapatkan adalah satu, yaitu mempu melakukan
pekerjaan seperti sebelum sakit dengan tidak mengalami kesulitan
7. RENCANA PENANGANAN
Rencana penanganan berdasarkan aksis yang diberikan kepada pasien
dan keluarga pasien adalah sebagai berikut :
A. Aspek personal : Menganjurkan kepada pasien untuk meminum obat
yang diberikan dan berobat ke puskesmas bila obat habis dan masih ada
keluhan.
B. Aspek klinik : Memberikan obat sirup Domperidon untuk mencegah
muntah, sirup Pararcetamol untuk menurunkan demam, Thiamex
merupakan antibiotik. Hasil yang diharapkan adalah menyembuhkan
penyakit yang diderita pasien.
C. Aspek resiko internal : Menganjurkan kepada pasien makan makanan
yang bergizi, tidak jajan sembarangan Hasil yang diharapkan Pasien
dapat makan dengan pola makan sehat dan mengurangi konsumsi
makanan yang hygienenya diragukan.
D. Aspek psikososial keluarga : Menjelaskan kepada pasien dan
keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien, menjelaskan kepada
pasien dan keluarganya tentang perilaku hidup sehat. Hasil yang
diharapkan adalah pasien dan keluarganya dapat memahami dengan baik
tentang penyakit yang sedang diderita pasien sehingga dapat
mengupayakan pencegahan untuk penyakit tersebut.
E. Aspek Fungsional : Menganjurkan pasien untuk menjaga kondisi fisiknya
dengan beristirahat dan makan makanan bergizi. Hasil yang diharapkan
adalah kondisi pasien lebih sehat dan prima.
Home Visit I (tanggal 19 Januari 2018)
- Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, diperoleh suhu : 36,5
derajat celcius
- Menggali informasi mengenai penyakit yang diderita oleh pasien,
riwayat berobat dan kebiasaan sehari-hari. Saat itu keluhan mual
dan muntah sudah tidak ada tapi pasien malas makan sehingga
diberikan edukasi kepada ibu pasien agar tetap memberi makanan
yang bergizi pada pasien, walaupun dengan porsi sedikit tapi
frekuensinya yang sering, sehingga intake oral pasien dapat
terpenuhi.
- Memantau kepatuhan pasien untuk meminum obatnya karena obat
yang diberikan dari puskesmas harus dihabiskan.
- Mengumpulkan data tentang jumlah keluarga dan didapakan jumlah
KK yang berada di rumah tersebut sebanyak 8 orang. Lingkungan
dalam rumah pasien cukup padat jadi dianjurkan untuk menjaga
kebersihan dan kerapian rumah, disarankan agar sekali kali Kasur
tidur dijemur, agar kuman tidak bersarang di tempat tidur yang
lembab.
- Makanan didapur yang tidak ditutup atau dimeja makan harus
ditutup dan piring yang menumpuk di tempat cuci piring jangan
dibiarkan terlalu lama, apalagi kondisi tempat cuci piring yang
sangat berdekatan dengan tempat menyimpan masakan.
- Air PAM yang ditampung harus ditutup dan tidak boleh disimpan
terlalu lama karena dapat menimbulkan jentik- jentik nyamuk.
Apalagi air tersebut digunakan untuk masak.
Home Visit II (tanggal 22 Januari 2018)
- Pada kunjungan ke dua ini yang dinilai apakah sudah ada perbuhan
perilaku setelah edukasi yang diberikan pada kunjungan pertama.
- Gatal-gatal di bagian perut masih ada.
- Pasien sudah mulai mengurangi mengkonsumsi makanan yang
manis
- Pasien sudah lebih banyak istirahat.
- Kuku tangan dan kuku pasien sudah bersih, memberikan edukasi
tentang cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah
buang air besar.
No. Indikator H. Baha Nur Muh Muh Sunniat Bamba Muh Nilai
Bakri ruddi aeni Raihan Daffa i (31 ng ( 33 Raffa (
( 72 n (38 ( 37 (11 (9 thn) thn) 9 bln )
thn ) thn) thn) thn) thn)
1. Keluarga Y Y 1
mengikuti
program KB
2. Ibu hamil Y Y 1
melahirkan di
fasyankes
3. Bayi usia 0-11 Y Y 1
bulan diberikan
imunisasi
lengkap
4. Pemberian ASI Y 1
eksklusif bayi 0-
6 bulan
5. Pemantuan Y 1
pertumbuhan
balita
6. Penderita TB N N N N N N N N N
Paru yang
berobat sesuai
standar
7. Penderita Y N N N N N N N 0
hipertensi yang
berobat teratur
8. Tidak ada T Y Y Y Y Y Y 0
anggota Y
keluarga yang
merokok
9. Sekeluarga Y Y Y Y Y Y Y Y 1
sudah menjadi
anggota JKN
10. Mempunyai dan Y Y Y Y Y Y Y Y 1
menggunakan
sarana air
bersih
11. Menggunakan Y Y Y Y Y Y Y Y 1
jamban
keluarga
12. Penderita N N N N N N
gangguan jiwa
berat berobat
dengan benar
Indeks Keluarga Sadar Kesehatan (IKSK) 0,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus.
Dalam Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium
Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin. Makasar.
2007. p. 167-82.
2. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, dkk. Konsensus: Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2015.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Situasi dan analisis
Diabetes.
4. Restyana NF. Diabetes Melitus Tipe 2. Lembaga Pendidikan Universitas
Lampung. 2015.
5. American Diabetes Association. 2010. Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care Vol. 33. p 62–69.
6. Ida Bagus WK, Sianny H, I Wayan PSY. Preanalitik dan Interpretasi Glukosa
Darah Untuk Diagnosis Diabetes Melitus. Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
7.