PENDAHULUAN
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama
perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru
lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama
antara laki-laki dan perempuan.4 Di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih
sering terjadi pada wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan
dewasa usia lebih dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis tentang kejadian
dakriosistitis di Indonesia.3
Dakriosistitis pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau
kadang-kadang Streptococcus β-hemolyticus. Pada dakriosititis kronik, organisme dominannya adalah
Streptococcus pneumoniae atau jarang sekali Candida albicans. Pada bayi, infeksi kronik menyertai
obstruksi duktus nasolakrimalis, tetapi dakriosistitis akut jarang terjadi. Dakriosistitis pada anak
sering terjadi akibat Haemophilus influenzae.4
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang
baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada tiga tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis.
Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan tersebut
antara lain: Obstruksi, pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis,
sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan. Infeksi, pada tahap ini, yang keluar
1
adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulen tergantung pada organisme
penyebabnya. Sikatrik, pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
fistel.4
Adapun komplikasi yang terjadi jika tidak ditangani dengan baik yaitu selulitis
orbital, abses intrakonal. Agar dapat menghindari terjadinya dakriosistitis, maka pemahaman
tentang penyakit dan cara mencegah rekurensi dakriosistitis menjadi dasar yang sangat
penting. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi pada pasien sehingga dapat
mencegah terjadinya penyakit ini.4
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31-12-1960
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
Alamat : Makassar
No. Register : 069758
Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2018
Rumah sakit : BKMM
Pemeriksa : dr. P
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Mata kiri terasa keluar air mata berlebih
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan berusia 54 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata
Masyarakat (BKMM) dengan keluhan mata kiri keluar air mata berlebih sejak ±
2 minggu yang lalu. Cairan yang keluar berwarna putih keruh. Awalnya mata
terasa gatal, keluar kotoran tetapi tidak sering, kemerahan dan bengkak pada
ujung mata, dan nyeri. Pasien mengatakan bertambah nyeri apabila ditekan atau
saat tersentuh ketika membersihkan mata dengan tissue. Pasien sering
membersihkan matanya dengan tissue. Demam (+) 2 hari yang lalu sebelum ke
BKMM. Riwayat trauma (-), Riwayat operasi pada mata (+) kiri ± 2 tahun yang
lalu
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat HT (+), DM (-), Riwayat menggunakan kacamata (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama pada keluarga.
5. Riwayat Pengobatan :
Pasien menggunakan obat cendo lyteers, neudex 1x1 2 minggu yang lalu
3
III. STATUS GENERALIS
1. KU : Sakit sedang/ gizi cukup/ compos mentis
2. Tanda Vital : - Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (+)
Apparatus Lakrimalis Normal Lakrimasi (+), sekret
mukopurulen (+)
Silia Normal Normal
Konjungtiva Normal Hiperemis (+)
Bola mata Normal Normal
Normal kesegala arah Normal kesegala arah
Mekanisme muskular
4
Gambar : Mata Pasien
2. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
TIO Tn Tn
Nyeri tekan Tidak ada Ada, keluar sekret
purulen
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
3. Visus
VOD: 20/40 (tidak dikoreksi)
VOS: 20/30 (tidak dikoreksi)
4. Slit Lamp
OD : Konjungtiva hiperemis (-), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Kekeruhan lensa
kapsul posterior belum padat
OS : Konjungtiva hiperemis (+), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Pus pada
penekanan pungkum lakrimal superior dan inferior, lensa : IOL (+)
5. Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan
V. RESUME
Seorang perempuan berusia 54 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat
(BKMM) dengan keluhan mata kiri epifora dengan sekret mukopurulen sejak ± 2
minggu yang lalu. Awalnya mata terasa gatal, keluar kotoran, edem (+), nyeri pada
penekanan di pungtum lakrimasi dan bengkak ada. Pasien mengatakan bertambah
5
nyeri apabila ditekan atau saat tersentuh ketika membersihkan mata dengan tissue.
Pasien sering membersihkan matanya dengan tissue. Demam (+) 2 hari yang lalu
sebelum ke BKMM. Riwayat trauma (±), Riwayat operasi pada mata (+) kiri ± 2
tahun yang lalu. Pada inspeksi didapatkan palpebral OS edema (+), terdapat lakrimasi
(+), secret mukopurulen (+), konjungtiva sedikit hiperemis (+), lensa OS pseudofakia.
Pada pemeriksaan visus diperoleh VOD : 20/40 (tidak dikoreksi) dan VOS : 20/30
(tidak dikoreksi. Pada palpasi OS terdapat nyeri tekan dan keluar sekret purulen. Pada
pemeriksaan slit lamp didapatkan OD : Konjungtiva hiperemis (-), Kornea jernih, iris
cokelat kripte, Kekeruhan lensa kapsul posterior belum padat dan OS : Konjungtiva
hiperemis (+), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Pus pada penekanan pungkum
lakrimal superior dan inferior, lensa : IOL (+).
VI. DIAGNOSIS
OD Katarak Senil Immatur
OS Dakrosistitis Akut + Pseudofakia
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Massage / Kompres hangat
2. C. Polydex 4x1 OS
3. C. Lyteers 4x1 ODS
4. Doxycyclin 100 mg 2x1
IX. PROGNOSIS
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu
dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan
sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam
6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
A. Unit Sekretori
Kelenjar lakrimal yang utama adalah kelenjar eksokrin yang berada di bagian
superolateral orbital fossa kelenjar lakrimal. Pada proses perkembangan
embriologinya bagian ini terbagi menjadi dua yaitu lobus orbital dan lobus palpebra.
Kelenjar lakrimal tersusun atas lobus orbital (yang lebih besar) dan lobus palpebral
(yang lebih kecil). Kelenjar ini terletak pada fossa os frontalis di superotemporal
orbita. Ligamen superior transversal (ligamen Whitnall) melewati kedua bagian ini.
Duktus kedua lobus ini akan melewati lobus palpebra.5
Kelenjar eksokrin aksesori Krause dan Wolfring terdapat pada bagian dalam
forniks superior tepatnya diatas tarsus. Sekresi cairan lakrimal terbagi menjadi
sekresi basal tingkat rendah dan sekresi refleks.5
7
(sensorik). Jalur eferennya lebih rumit lagi. Serabut parasimpatis yang berasal dari
superior nukleus salivasi di pons, keluar melalui nervus fasialis (N. VII). Serabut
lakrimal tampak sebagai nervus petrosal dan melewati ganglion sfenopalatina. Lalu
memasuki kelenjar lakrimal melalui cabang superior nervus zigomatikus dan akan
beranastomosis dengan nervus zigomatikustemporal dan nervus lakrimal, namun hal
ini masih diperdebatkan.5
B. Unit Eksretori
Jalur awal sistem drainase air mata adalah melalui punctum yang berada di
medial pinggir kelopak mata bagian atas dan bawah. Punctum bagian bawah terletak
sedikit lateral bila dibandingkan dnegan yang atas. Disekitar punctum akan dilapisi
oleh ampulla. Setiap punctum akan menuju masing-masing kanalikulus. Kanalikus
dilapisi oleh epitel nonkeratinized dan epitel skuamus yang tidak memproduksi
musin. Pada 90% orang kanalikulus akan bergabung menjadi satu saluran sebelum
memasuki dinding sakus lakrimal.5
Sistem drainase lakrimal tersusun atas beberapa bagian, sebagai berikut:
a. Punctum yang terletak pada posterior pinggir kelopak mata. Secara
normal akan tampak pada inspeksi kelopak mata yang dieversikan.
b. Kanalikulus akan melewati pinggiran kelopak mata secara vertikal
sekitar 2 mm. Lalu akan mengarah ke medial dan berjarak 8 mm secara
horizontal untuk mencapai sakkus lakrimal. Kanalikulus superior dan
inferior akan menyatu dan 90% akan terbuka kearah dinding lateral
sakus lakrimal. Terdapat katup kecil (katup Rosenmuller) pada
perbatasan kanalikulus komunikata dan sakus lakrimal. Katup ini
berfungsi mencegah refluks air mata ke kanalikulus.
c. Sakus lakrimal sepanjang 10-12 mm dan berada di fossa lakrimal
diantara krista lakrimal anterior dan posterior. Sakkus lakrimal terpisah
dari meatus media kavitas nasal karena dipisahkan oleh prosessus
frontalis maksila. Pada tindakan dakriostorinostomi dibuat sebuah
anastomosis antara sakkus dan mukosa hidung untuk melewati
obstruksi pada duktus nasolakrimal.
d. Duktus nasolakrimal sepanjang 12-18 mm terletak pada bagian inferior
sakkus lakrimal. Duktus ini terletak pada lateral dan posterior meatus
nasal inferior. Pintu pembukaan duktus tertutupi oleh katup Hasner.5
8
3.2 Fisiologi
Air mata disekresikan oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori serta akan melewati
permukaan mata. Sejumlah penyusun cairan akan menghilang akibat penguapan.Aliran air
mata akan tampak seperti pada gambar. Air mata akan mengalir melalui batas atas dan bawah
kelopak mata, menumpuk pada sakus lakrimal dan menuju kanalikulus. Setiap kedipan mata
mengakibatkan otot orbikularis okuli akan menekan ampula, dan menekan kanalikuli untuk
mencegah refluks aliran. Secara simultan, kontraksi lakrimal orbikularis okuli akan membuat
sebuah tekanan positif yang membuat air mata mengalir ke duktus nasolakrimal dan
kehidung. Saat mata kembali terbuka, kanalikulus dan sakus kembali mengembang dan
menciptakan tekanan negatif yang menerik air mata dari kanalikulus menuju sakus.5
Saat kelopak mata terbuka secara penuh, punctum akan terbuka dan tekanan negatif akan
menarik kembali air mata kekanalikulis. Kedipan mata yang melemah dengan mekanisme
lakrimasi yang normal menjadi alasan mengapa pada beberapa pasien yang mengalami
kelumpuhan nervus fasila mengalami epifora.5
3.3 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran
nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal
adanya polip hidung.6
9
3.4 Epidemiologi
Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih sering terjadi pada
wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan dewasa usia lebih
dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis tentang kejadian dakriosistitis di
Indonesia.3
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Jarang
ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur. 6
Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami
oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki
dan perempuan.6
3.5 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ductus nasolakrimalis:
a. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi
pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan
penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan
bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya
dakriosistitis akut dan kronis.1,6
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus . Pada literatur
ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae.1,6
Faktor resiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering dikarenakan
ostium nasolakrimal lebih besar, sedangkan kanal lakrimal lebih pendek dan lurus),
10
abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi inferior turbinate pada bagian
yang infeksi.4
3.6 Klasifikasi
a. Akut
kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis
b. Kronis
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga
sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita,
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis
dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan
perkembangan.7
3.7 Patofisiologi
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di
1. Viral
11
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus, Herpes
dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza.
2. Bacterial
lakrimal ini.
3. Fungal (jarang)
a. Sarcoidosis
b. Graves disease
c. Sjogren syndrome
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
1. Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
hanyalah air mata yang berlebihan.
2. Tahap Infeksi
12
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3. Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
kista.8
Gejala utama dakriosistitis adalah berair-mata dan belekan (bertahi mata). Pada
keadaan akut terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata dan demam.
Terlihat pembengkakan kantung air mata dan merah di daerah sakus lakrimal, dan nyeri tekan
di daerah sakus, disertai sekret mukopurulen yang akan memancar bila kantung air mata
ditekan. Daerah kantung air mata berwarna merah meradang.1,6
Pada keadaan menahun tak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya
gejala berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena angin. Bila kantung air
mata ditekan dapat keluar sekret yang mukoid dengan nanah di daerah pungtum lakrimal,
mata berair, dan kelopak melekat satu dengan lainnya.6
Pada dakriosistitis kongenital anda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa
minggu setelah lahir dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau
karena pemajanan terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus
nasolakrimal yang lazim adalah berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah
(peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epifora), penimbunan
cairan mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak.
13
Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh
tetes-tetes air mata dan cairan. Pada banyak kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen
dapat dihilangkan dengan massase sakus nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi
terhadap aliran. Pada dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan nyeri, dan mungkin ada
tanda sistemik infeksi seperti demam dan iritabilitas.9 Pada dakriosistitis pneumonia, sesekali
timbul ulkus kornea setelah trauma kornea ringan.1
3.9 Diagnosa
dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan
heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,
fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna
a. Anel Test
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila adanya cairan yang mengalir di
tenggorok dan terasa asin. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi
lakrimal normal.4
14
Gambar 4. Anel Test4
b. Probing test
probing test, bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air
mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini,
sakus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti
kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada
obstruksi.4
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang
diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk
beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada kertas didapati zat warna,
15
d. Dye dissapearance test (DDT)
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I,
ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah
ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit.
Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan
tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau
maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat
warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam
keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada
kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi
dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada
dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG)
dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada
16
3.10 Diagnosa Banding
a. Selulitis Orbita
belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah,
kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama
bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar.
Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.7
b. Kongjungtivitis
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan
penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula karena asap,
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran pada
mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair, kelopak mata
c. Dry Eye
Sindrom mata kering atau dry eye adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan
ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata. Penyakit ini
disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan permukaan okuler.12
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, penglihatan kabur sementara,
iritasi mata, fotofobia, sensasi benda asing, perasaan terbakar dan nyeri.13
Tanda dan gejala mata kering seperti sensasi pedih, sensasi terbakar, merasa
kekeringan, merasa kasar dan nyeri pada mata, mucus berserabut di sekitar mata, sensitif
17
pada rokok dan angin, mata kemerahan, kelelahan mata setelah membaca pada waktu yang
singkat, fotofobia, tidak nyaman ketika memakai lensa kontak, penglihatan kabur dan ganda,
3.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis
orbita.
3.12 Penatalaksanaan
A. Dakriosistitis Akut
18
(cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik
untuk orang dewasa. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan seperti amoxicilin dan
clavulanat, ampicilin dan sulbactam, levofloxacin, trimetropim atau polimiksin B tetes,
gentamisin, tobramisin tetes, deksametason.4
Dakriosistitis akut dengan selulitis orbital mengharuskan pasien di rawat inap dengan
pemberian antibiotik intravena (IV). Ampicilin-sulbactam, ceftriaxon dan moxifloxacin
adalah antibiotik alternatif yang mungkin diberikan. Vankomisin harus dipertimbangkan
untuk yang dicurigai infeksi MRSA. Terapi antimikroba empiris IV untuk Staphylococcus
yang resisten terhadap penisilin (nafcillin atau cloxacillin) harus segera dimulai. Perwatan
dengan kompres hangat dapat membantu dalam penyelesaian penyakit. Abses kantung
nasolacrimal yang menonjol harus dibedah.7
Infeksi purulen pada saccus lakrimal harus diperlakukan sama. Rawat inap tidak wajib
kecuali kondisi pasien tampak serius. Perawatan dengan antibiotik oral (misalnya amoxicilin-
klavulanat) adalah pilihan yang tepat.7
a. Hindari irigasi atau probing sistem kanalikular sampai infeksi teratasi. Pada kebanyakan
kasus, irigasi tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan akan sangat nyeri jika
dilakukan pada infeksi yang sedang aktif.
b. Hampir sama, probing diagnostik atau terapi pada duktus nasolakrimal tidak
diindikasikan pada pasien dewasa dengan dakriosistitis akut.
c. Antibiotik topikal terbatas penggunannya. Mereka tidak sampai ke fokus infeksi karena
terjadi stasis pada sistem drainase lakrimal. Mereka juga tidak bisa penetrasi sempurna
kedalam jaringan sekitar.
d. Antibiotik oral efektif pada kebanyakan infeksi. Bakteri gram positif adalah penyebab
terbanyak pada dakriosistitis akut. Bagaimanapun diduga organisme gram negatif pada
pasien dengan diabetes atau imunokompromis atau pada orang-orang yang terpapar
patogen atipikal (misal, idividu yang dalam masa perawatan).
e. Antibotik parenteral biasa digunakan pada penatalaksanaan kasus-kasus yang berat,
terutama jika terdapat selulitis atau ekstensi orbital.
f. Aspirasi sakus lakrimal mungkin bisa dilakukan jika terdapat folikel-mukokel yang
terlokalisir dan melekat pada kulit. Informasi antibiotik sistemik yang digunakan adalah
berdasarkan hasil kultur..
19
g. Abses yang terlokalisir pada sakus lakrimalis dan jaringan sekitar ditatalaksanakam
dengan insisi dan drainase. Penatalaksanaan ini harus direservasi untuk kasus yang berat
dan kasus-kasus yang tidak respon pada tindakan konservatif, karena secara kronis dapat
terbentuk eptelialisasi-fistula antara yang menghubungkan drainase dengan sakus
lakrimalis.
h. Dakriosistitis yang mengindikasikan terjadinya obstruksi total pada duktus nasolakimalis
memerlukan tindakan dakriosistorinostomi (DCR) pada kebanyakan kasus karena terjadi
epifora persisten dan infeksi berulang. Pada umumnya, tindakan pembedahan ditunda
sampai terjadi resolusi infeksi akut. Beberapa pasien, bagaimanapun, berlanjut
mendapatkan infeksi subakut sampai bedah drainase definitif dilakukan.
B. Dacriosistitis Kronik
Pada dakriosistitis kronik dilakukan irigasi dengan antibiotik. Bila penyumbatan menetap
perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara dakriosistorinstomi bila keadaan radang
sudah tenang. Masase atau pemijatan dapat menimbulkan refluks material mukoid melewati
sistem kanalikuli ke permukaan mata. Probing diagnostik dan irigasi harus dilakukan pada
saluran atas mata pada pasien dewasa karena probing duktus nasolakrimalis tidak membuat
terjadinya patensi persisten pada dewasa. Jika tidak dicurigai adanya tumor, tidak ada
evaluasi diagnostik lanjut yang diindikasikan untuk memastikan diagnosis obstruksi duktus
nasolakrimalis total. Dakriosistitis kronis perlu diatasi secara pembedahan sebelum
pembedahan intraokular elektif.6,11
Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang bertujuan
untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu
hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara
melakukan bypass pada kantung air mata. Setelah infeksi sembuh, pasien akan memerlukan
operasi perbaikan penyumbatan saluran nasolakrimal. Operasi ini disebut
Dakriosistorhinostomi (DCR), dimana saluran baru dibuat untuk memungkinkan air mata
mengalir keluar kembali, melalui hidung. Operasi spesifik tergantung pada bagian yang
menyumbat. DCR dapat dilakukan dengan cara sayatan terbuka atau endoskopi.15
3.13 Prognosis
Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan kesembuhan
pada infeksi akut. Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik
20
itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan
sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. Jika stenosis menetap lebih dari
6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe. Satu kali tindakan efektif pada
75% kasus.10
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed 17. Jakarta: EGC,
2013; Hal 89 .
2. Shah CP, Santani DA. Comparative bacteriological profile and antibiogram of
dacryocystitis. Nepal J Ophthalmol. 2011; 3(6):134-9 p.
3. Dahlan MR, etc. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo. Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Bandung. 2017
Des ; 49(4): Hal 281-2 .
4. Raswita NEA, Himayani R. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan
Fistula Sakus Lakrimalis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Tangerang. 2017;
7(3): Hal 57-8.
5. Rahmawaty R. Obstruksi Ductus Nasolakrimal. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2018; Hal 2-5.
6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2013; Hal 105-6 .
7. Gilliland GD. Dacryocystitis. 2018. Available in https://emedicine.medscape.com
8. Maamoun T. Chronic Dacryocystitis. 2009. Available in http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84.
9. Nelson L. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. 2000. Jakarta : EGC. Hal 2164- 65.
10. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal. 2012.Hal 42-50 .
11. American Academy of Ophthalmology Eye System M. D. Association. 2008. Eye Lid,
Orbita, and Lacrimal System.
12. International Dry Eye Workshop (DEWS), 2007. Report of the International Dry Eye
WorkShop (DEWS). The Ocular Surface, 5 (2): 59-201.
13. Kanski, J.J. & Browling, B., 2011. Lacrimal Drainage System and Dry Eye Disorders.
In: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 7th Edition. Philadelphia:
ElSevier, 66-67, 122-123.
14. Bhowmik D, et al. 2010. Recent Aspect Of Dry Eye Syndromes Pathophysiology and
Management of The Disease. Journal of Scholar Research Library vol: 1, no: 1, hal:
141.
15. Bruce, Chris, and Anthony. Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta: Penerbit
Erlangga;2010.h.273-41
22