Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan


drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentukan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus lacrimalis, dan ductus
nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi sistem ini yang mengalirkan sekret ke dalam
hidung.1

Dakriosistitis adalah merupakan penyakit sistem lakrimal yang sering ditemukan.


Dakriosistitis adalah inflamasi dari sakus lakrimal yang biasanya disebabkan oleh obstruksi
duktus nasolakrimal.2 Obstruksi duktus nasolakrimal dapat merupakan inflamasi stenosis
idiopatik (obstruksi duktus nasolakrimal primer didapat) ataupun sekunder akibat trauma,
infeksi, inflamasi, neoplasma, ataupun obstruksi mekanik (obstruksi duktus nasolakrimal
sekunder didapat). Obstruksi duktus nasolakrimal menyebabkan hambatan aliran air mata
pada sistem aliran lakrimal sehingga menyebabkan dakriosistitis.3

Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama
perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru
lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama
antara laki-laki dan perempuan.4 Di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih
sering terjadi pada wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan
dewasa usia lebih dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis tentang kejadian
dakriosistitis di Indonesia.3

Dakriosistitis pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau
kadang-kadang Streptococcus β-hemolyticus. Pada dakriosititis kronik, organisme dominannya adalah
Streptococcus pneumoniae atau jarang sekali Candida albicans. Pada bayi, infeksi kronik menyertai
obstruksi duktus nasolakrimalis, tetapi dakriosistitis akut jarang terjadi. Dakriosistitis pada anak
sering terjadi akibat Haemophilus influenzae.4

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang
baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada tiga tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis.
Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan tersebut
antara lain: Obstruksi, pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis,
sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan. Infeksi, pada tahap ini, yang keluar

1
adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulen tergantung pada organisme
penyebabnya. Sikatrik, pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
fistel.4

Adapun komplikasi yang terjadi jika tidak ditangani dengan baik yaitu selulitis
orbital, abses intrakonal. Agar dapat menghindari terjadinya dakriosistitis, maka pemahaman
tentang penyakit dan cara mencegah rekurensi dakriosistitis menjadi dasar yang sangat
penting. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi pada pasien sehingga dapat
mencegah terjadinya penyakit ini.4

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31-12-1960
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
Alamat : Makassar
No. Register : 069758
Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2018
Rumah sakit : BKMM
Pemeriksa : dr. P

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Mata kiri terasa keluar air mata berlebih
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan berusia 54 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata
Masyarakat (BKMM) dengan keluhan mata kiri keluar air mata berlebih sejak ±
2 minggu yang lalu. Cairan yang keluar berwarna putih keruh. Awalnya mata
terasa gatal, keluar kotoran tetapi tidak sering, kemerahan dan bengkak pada
ujung mata, dan nyeri. Pasien mengatakan bertambah nyeri apabila ditekan atau
saat tersentuh ketika membersihkan mata dengan tissue. Pasien sering
membersihkan matanya dengan tissue. Demam (+) 2 hari yang lalu sebelum ke
BKMM. Riwayat trauma (-), Riwayat operasi pada mata (+) kiri ± 2 tahun yang
lalu
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat HT (+), DM (-), Riwayat menggunakan kacamata (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama pada keluarga.
5. Riwayat Pengobatan :
Pasien menggunakan obat cendo lyteers, neudex 1x1 2 minggu yang lalu

3
III. STATUS GENERALIS
1. KU : Sakit sedang/ gizi cukup/ compos mentis
2. Tanda Vital : - Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC

IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


1. Inspeksi

Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (+)
Apparatus Lakrimalis Normal Lakrimasi (+), sekret
mukopurulen (+)
Silia Normal Normal
Konjungtiva Normal Hiperemis (+)
Bola mata Normal Normal
Normal kesegala arah Normal kesegala arah
Mekanisme muskular

Kornea Jernih Jernih


Bilik Mata Depan Kedalaman cukup Kedalaman cukup
Iris Kripte (+), warna Kripte (+), warna cokelat
cokelat
Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral
Lensa Keruh IOL (+)

4
Gambar : Mata Pasien

2. Palpasi

Pemeriksaan OD OS
TIO Tn Tn
Nyeri tekan Tidak ada Ada, keluar sekret
purulen
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Visus
VOD: 20/40 (tidak dikoreksi)
VOS: 20/30 (tidak dikoreksi)
4. Slit Lamp
OD : Konjungtiva hiperemis (-), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Kekeruhan lensa
kapsul posterior belum padat
OS : Konjungtiva hiperemis (+), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Pus pada
penekanan pungkum lakrimal superior dan inferior, lensa : IOL (+)
5. Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan

V. RESUME
Seorang perempuan berusia 54 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat
(BKMM) dengan keluhan mata kiri epifora dengan sekret mukopurulen sejak ± 2
minggu yang lalu. Awalnya mata terasa gatal, keluar kotoran, edem (+), nyeri pada
penekanan di pungtum lakrimasi dan bengkak ada. Pasien mengatakan bertambah

5
nyeri apabila ditekan atau saat tersentuh ketika membersihkan mata dengan tissue.
Pasien sering membersihkan matanya dengan tissue. Demam (+) 2 hari yang lalu
sebelum ke BKMM. Riwayat trauma (±), Riwayat operasi pada mata (+) kiri ± 2
tahun yang lalu. Pada inspeksi didapatkan palpebral OS edema (+), terdapat lakrimasi
(+), secret mukopurulen (+), konjungtiva sedikit hiperemis (+), lensa OS pseudofakia.
Pada pemeriksaan visus diperoleh VOD : 20/40 (tidak dikoreksi) dan VOS : 20/30
(tidak dikoreksi. Pada palpasi OS terdapat nyeri tekan dan keluar sekret purulen. Pada
pemeriksaan slit lamp didapatkan OD : Konjungtiva hiperemis (-), Kornea jernih, iris
cokelat kripte, Kekeruhan lensa kapsul posterior belum padat dan OS : Konjungtiva
hiperemis (+), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Pus pada penekanan pungkum
lakrimal superior dan inferior, lensa : IOL (+).

VI. DIAGNOSIS
OD Katarak Senil Immatur
OS Dakrosistitis Akut + Pseudofakia

VII. DIAGNOSA BANDING


1. Kongjungtivitis
2. Dry Eye
3. Selulitis Orbita

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Massage / Kompres hangat
2. C. Polydex 4x1 OS
3. C. Lyteers 4x1 ODS
4. Doxycyclin 100 mg 2x1

IX. PROGNOSIS
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu
dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan
sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam

6
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
A. Unit Sekretori
Kelenjar lakrimal yang utama adalah kelenjar eksokrin yang berada di bagian
superolateral orbital fossa kelenjar lakrimal. Pada proses perkembangan
embriologinya bagian ini terbagi menjadi dua yaitu lobus orbital dan lobus palpebra.
Kelenjar lakrimal tersusun atas lobus orbital (yang lebih besar) dan lobus palpebral
(yang lebih kecil). Kelenjar ini terletak pada fossa os frontalis di superotemporal
orbita. Ligamen superior transversal (ligamen Whitnall) melewati kedua bagian ini.
Duktus kedua lobus ini akan melewati lobus palpebra.5
Kelenjar eksokrin aksesori Krause dan Wolfring terdapat pada bagian dalam
forniks superior tepatnya diatas tarsus. Sekresi cairan lakrimal terbagi menjadi
sekresi basal tingkat rendah dan sekresi refleks.5

Gambar 1. Anatomi Sistem Drainase Lakrimal5


Lapisan film air mata tersusun atas: a. Sel goblet yang melapisi bagian dalam
lapisan air mata dan akan mensekresi musin b. Kelenjar lakrimal utama dan aksesori
yang akan mensekresikan lapisan intermediet. c. Kelenjar meibomian yang akan
memproduksi lapisan luar yang mengandung minyak untuk mengurangi tingkat
penguapan lapisan air mata. Kelenjar lakrimal diperdarahi oleh arteri lakrimal, salah
satu cabang arteri oftalmikus, begitupun aliran venanya dibawa oleh vena lakrimal
dan akan dialirkan ke vena oftalmikus. Pembuluh limfenya mengikuti aliran limfatik
subkonjungtiva.5
Adanya iritasi pada permukaan mata akan mengaktifasi produkasi kelenjar
lakrimal. Cabang oftaklmikus nervus trigiminal berperan sebagai jalur aferen

7
(sensorik). Jalur eferennya lebih rumit lagi. Serabut parasimpatis yang berasal dari
superior nukleus salivasi di pons, keluar melalui nervus fasialis (N. VII). Serabut
lakrimal tampak sebagai nervus petrosal dan melewati ganglion sfenopalatina. Lalu
memasuki kelenjar lakrimal melalui cabang superior nervus zigomatikus dan akan
beranastomosis dengan nervus zigomatikustemporal dan nervus lakrimal, namun hal
ini masih diperdebatkan.5
B. Unit Eksretori
Jalur awal sistem drainase air mata adalah melalui punctum yang berada di
medial pinggir kelopak mata bagian atas dan bawah. Punctum bagian bawah terletak
sedikit lateral bila dibandingkan dnegan yang atas. Disekitar punctum akan dilapisi
oleh ampulla. Setiap punctum akan menuju masing-masing kanalikulus. Kanalikus
dilapisi oleh epitel nonkeratinized dan epitel skuamus yang tidak memproduksi
musin. Pada 90% orang kanalikulus akan bergabung menjadi satu saluran sebelum
memasuki dinding sakus lakrimal.5
Sistem drainase lakrimal tersusun atas beberapa bagian, sebagai berikut:
a. Punctum yang terletak pada posterior pinggir kelopak mata. Secara
normal akan tampak pada inspeksi kelopak mata yang dieversikan.
b. Kanalikulus akan melewati pinggiran kelopak mata secara vertikal
sekitar 2 mm. Lalu akan mengarah ke medial dan berjarak 8 mm secara
horizontal untuk mencapai sakkus lakrimal. Kanalikulus superior dan
inferior akan menyatu dan 90% akan terbuka kearah dinding lateral
sakus lakrimal. Terdapat katup kecil (katup Rosenmuller) pada
perbatasan kanalikulus komunikata dan sakus lakrimal. Katup ini
berfungsi mencegah refluks air mata ke kanalikulus.
c. Sakus lakrimal sepanjang 10-12 mm dan berada di fossa lakrimal
diantara krista lakrimal anterior dan posterior. Sakkus lakrimal terpisah
dari meatus media kavitas nasal karena dipisahkan oleh prosessus
frontalis maksila. Pada tindakan dakriostorinostomi dibuat sebuah
anastomosis antara sakkus dan mukosa hidung untuk melewati
obstruksi pada duktus nasolakrimal.
d. Duktus nasolakrimal sepanjang 12-18 mm terletak pada bagian inferior
sakkus lakrimal. Duktus ini terletak pada lateral dan posterior meatus
nasal inferior. Pintu pembukaan duktus tertutupi oleh katup Hasner.5

8
3.2 Fisiologi

Air mata disekresikan oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori serta akan melewati
permukaan mata. Sejumlah penyusun cairan akan menghilang akibat penguapan.Aliran air
mata akan tampak seperti pada gambar. Air mata akan mengalir melalui batas atas dan bawah
kelopak mata, menumpuk pada sakus lakrimal dan menuju kanalikulus. Setiap kedipan mata
mengakibatkan otot orbikularis okuli akan menekan ampula, dan menekan kanalikuli untuk
mencegah refluks aliran. Secara simultan, kontraksi lakrimal orbikularis okuli akan membuat
sebuah tekanan positif yang membuat air mata mengalir ke duktus nasolakrimal dan
kehidung. Saat mata kembali terbuka, kanalikulus dan sakus kembali mengembang dan
menciptakan tekanan negatif yang menerik air mata dari kanalikulus menuju sakus.5

Gambar 2. Fisiologi Pompa Lakrimal5

Saat kelopak mata terbuka secara penuh, punctum akan terbuka dan tekanan negatif akan
menarik kembali air mata kekanalikulis. Kedipan mata yang melemah dengan mekanisme
lakrimasi yang normal menjadi alasan mengapa pada beberapa pasien yang mengalami
kelumpuhan nervus fasila mengalami epifora.5

3.3 Definisi

Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran
nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal
adanya polip hidung.6

9
3.4 Epidemiologi
Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih sering terjadi pada
wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan dewasa usia lebih
dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis tentang kejadian dakriosistitis di
Indonesia.3
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Jarang
ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur. 6
Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami
oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki
dan perempuan.6
3.5 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ductus nasolakrimalis:
a. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi
pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan
penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan
bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya
dakriosistitis akut dan kronis.1,6
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus . Pada literatur
ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae.1,6

Faktor resiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering dikarenakan
ostium nasolakrimal lebih besar, sedangkan kanal lakrimal lebih pendek dan lurus),

10
abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi inferior turbinate pada bagian
yang infeksi.4

3.6 Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

a. Akut

Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan

kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis

dan penyebaran infeksinya.

b. Kronis

Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan

terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

c. Kongenital

Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga

sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita,

abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat

berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan

obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis

dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan

perkembangan.7

3.7 Patofisiologi

Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan

bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di

konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis.

Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3,yaitu :

1. Viral

11
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus, Herpes

zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses, Coxsackievirus A Pada anak

dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza.

2. Bacterial

Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema

pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium

tuberculosis, Borrelia burgdorferi. Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd

konjungtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar

lakrimal ini.

3. Fungal (jarang)

Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis.

4. Sarkoid dan idiopati

Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah :

a. Sarcoidosis

b. Graves disease

c. Sjogren syndrome

d. Orbital inflammatory syndrome

e. Benign lymphoepithelial lesion6

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

1. Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
hanyalah air mata yang berlebihan.
2. Tahap Infeksi

12
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3. Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
kista.8

3.8 Gejala Klinik

Gejala utama dakriosistitis adalah berair-mata dan belekan (bertahi mata). Pada
keadaan akut terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata dan demam.
Terlihat pembengkakan kantung air mata dan merah di daerah sakus lakrimal, dan nyeri tekan
di daerah sakus, disertai sekret mukopurulen yang akan memancar bila kantung air mata
ditekan. Daerah kantung air mata berwarna merah meradang.1,6

Gambar 3. Dakriosistitis Akut6

Pada keadaan menahun tak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya
gejala berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena angin. Bila kantung air
mata ditekan dapat keluar sekret yang mukoid dengan nanah di daerah pungtum lakrimal,
mata berair, dan kelopak melekat satu dengan lainnya.6

Pada dakriosistitis kongenital anda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa
minggu setelah lahir dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau
karena pemajanan terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus
nasolakrimal yang lazim adalah berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah
(peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epifora), penimbunan
cairan mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak.

13
Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh
tetes-tetes air mata dan cairan. Pada banyak kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen
dapat dihilangkan dengan massase sakus nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi
terhadap aliran. Pada dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan nyeri, dan mungkin ada
tanda sistemik infeksi seperti demam dan iritabilitas.9 Pada dakriosistitis pneumonia, sesekali
timbul ulkus kornea setelah trauma kornea ringan.1

3.9 Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan

heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan

pemeriksaan penunjang.

Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk

memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,

fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna

fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat

digunakan probing test dan anel test.6

a. Anel Test

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke

dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila adanya cairan yang mengalir di

tenggorok dan terasa asin. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi

lakrimal normal.4

14
Gambar 4. Anel Test4

b. Probing test

probing test, bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air

mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini,

punktum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam

sakus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti

kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada

obstruksi.4

c. Fluorescein clearance test

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal.

Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang

dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien

diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk

beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada kertas didapati zat warna,

berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.4

Gambar 5. Fluorescein clearance test4

15
d. Dye dissapearance test (DDT)

Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein

2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata

dilihat dengan slit lamp.6

e. Jones dye test

Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal.

Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I,

mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada ductus nasolakrimalisnya

ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah

ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit.

Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus

nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan

tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau

maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat

warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam

keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada

kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi

sistem lakrimalnya sedang terganggu.6

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis

dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada

dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG)

dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada

sistem drainase lakrimal.

16
3.10 Diagnosa Banding

a. Selulitis Orbita

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di

belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah,

kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama

bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar.

Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.7

b. Kongjungtivitis

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan

penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula karena asap,

angina dan sinar.6

Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran pada

mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair, kelopak mata

lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata.6

c. Dry Eye

Sindrom mata kering atau dry eye adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan

permukaan okuler yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan

ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata. Penyakit ini

disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan permukaan okuler.12

Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, penglihatan kabur sementara,

iritasi mata, fotofobia, sensasi benda asing, perasaan terbakar dan nyeri.13

Tanda dan gejala mata kering seperti sensasi pedih, sensasi terbakar, merasa

kekeringan, merasa kasar dan nyeri pada mata, mucus berserabut di sekitar mata, sensitif

17
pada rokok dan angin, mata kemerahan, kelelahan mata setelah membaca pada waktu yang

singkat, fotofobia, tidak nyaman ketika memakai lensa kontak, penglihatan kabur dan ganda,

kelopak mata menempel bersama ketika bangun tidur.14

3.11 Komplikasi

Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis
orbita.

Komplikasi pada dakriosistitis lebih kepada komplikasi terapi bedah.


Dakriosistorinostomi bila dilakukan dengan baik merupakan prosedur yang cukup aman dan
efektif. Namun, seperti pada semua prosedur pembedahan, komplikasi berat dapat terjadi.
Perdarahan merupakan komplikasi tersering dan dilaporkan terjadi pada 3% pasien. Selain
itu, infeksi juga merupakan komplikasi serius dakriosistorinostomi. Beberapa ahli
menyarankan pemberian antibiotik drop spray pada hidung setelah pembedahan. Kegagalan
dakriosistorinostomi paling sering disebabkan oleh osteotomi atau penutupan fibrosa pada
pembedahan ostium yang tidak adekuat. Komplikasi lainnya meliputi nyeri transient pada
segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.10

3.12 Penatalaksanaan

Pengobatan dakriosistitis tergantung pada manifestasi klinis penyakit. Pengobatan


dakriosistitis pada anak/neonatus dilakukan pengurutan pada kantong mata ke arah pangkal
hidung. Dapat diberikan antibiotik atau tetes mata, sulfonamid 4-5 kali sehari. Bila perlu
dapat dilakukan probing ulang. Sedangkan pada dewasa pengobatan dapat dilakukan dengan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Antibiotik yang sesuai, baik sistemik maupun lokal. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi
dan drainase. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila peradangan sudah dapat diatasi
terlebih dahulu.6

A. Dakriosistitis Akut

Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotik lokal dan sistemik.


Tatalaksana dakriosititis dapat diberikan antibiotik seperti amoxicillin dan chepalosporine

18
(cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik
untuk orang dewasa. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan seperti amoxicilin dan
clavulanat, ampicilin dan sulbactam, levofloxacin, trimetropim atau polimiksin B tetes,
gentamisin, tobramisin tetes, deksametason.4

Dakriosistitis akut dengan selulitis orbital mengharuskan pasien di rawat inap dengan
pemberian antibiotik intravena (IV). Ampicilin-sulbactam, ceftriaxon dan moxifloxacin
adalah antibiotik alternatif yang mungkin diberikan. Vankomisin harus dipertimbangkan
untuk yang dicurigai infeksi MRSA. Terapi antimikroba empiris IV untuk Staphylococcus
yang resisten terhadap penisilin (nafcillin atau cloxacillin) harus segera dimulai. Perwatan
dengan kompres hangat dapat membantu dalam penyelesaian penyakit. Abses kantung
nasolacrimal yang menonjol harus dibedah.7

Infeksi purulen pada saccus lakrimal harus diperlakukan sama. Rawat inap tidak wajib
kecuali kondisi pasien tampak serius. Perawatan dengan antibiotik oral (misalnya amoxicilin-
klavulanat) adalah pilihan yang tepat.7

Berikut ini adalah beberapa petunjuk penatalaksanaan dakriosistitis akut :11

a. Hindari irigasi atau probing sistem kanalikular sampai infeksi teratasi. Pada kebanyakan
kasus, irigasi tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan akan sangat nyeri jika
dilakukan pada infeksi yang sedang aktif.
b. Hampir sama, probing diagnostik atau terapi pada duktus nasolakrimal tidak
diindikasikan pada pasien dewasa dengan dakriosistitis akut.
c. Antibiotik topikal terbatas penggunannya. Mereka tidak sampai ke fokus infeksi karena
terjadi stasis pada sistem drainase lakrimal. Mereka juga tidak bisa penetrasi sempurna
kedalam jaringan sekitar.
d. Antibiotik oral efektif pada kebanyakan infeksi. Bakteri gram positif adalah penyebab
terbanyak pada dakriosistitis akut. Bagaimanapun diduga organisme gram negatif pada
pasien dengan diabetes atau imunokompromis atau pada orang-orang yang terpapar
patogen atipikal (misal, idividu yang dalam masa perawatan).
e. Antibotik parenteral biasa digunakan pada penatalaksanaan kasus-kasus yang berat,
terutama jika terdapat selulitis atau ekstensi orbital.
f. Aspirasi sakus lakrimal mungkin bisa dilakukan jika terdapat folikel-mukokel yang
terlokalisir dan melekat pada kulit. Informasi antibiotik sistemik yang digunakan adalah
berdasarkan hasil kultur..

19
g. Abses yang terlokalisir pada sakus lakrimalis dan jaringan sekitar ditatalaksanakam
dengan insisi dan drainase. Penatalaksanaan ini harus direservasi untuk kasus yang berat
dan kasus-kasus yang tidak respon pada tindakan konservatif, karena secara kronis dapat
terbentuk eptelialisasi-fistula antara yang menghubungkan drainase dengan sakus
lakrimalis.
h. Dakriosistitis yang mengindikasikan terjadinya obstruksi total pada duktus nasolakimalis
memerlukan tindakan dakriosistorinostomi (DCR) pada kebanyakan kasus karena terjadi
epifora persisten dan infeksi berulang. Pada umumnya, tindakan pembedahan ditunda
sampai terjadi resolusi infeksi akut. Beberapa pasien, bagaimanapun, berlanjut
mendapatkan infeksi subakut sampai bedah drainase definitif dilakukan.
B. Dacriosistitis Kronik
Pada dakriosistitis kronik dilakukan irigasi dengan antibiotik. Bila penyumbatan menetap
perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara dakriosistorinstomi bila keadaan radang
sudah tenang. Masase atau pemijatan dapat menimbulkan refluks material mukoid melewati
sistem kanalikuli ke permukaan mata. Probing diagnostik dan irigasi harus dilakukan pada
saluran atas mata pada pasien dewasa karena probing duktus nasolakrimalis tidak membuat
terjadinya patensi persisten pada dewasa. Jika tidak dicurigai adanya tumor, tidak ada
evaluasi diagnostik lanjut yang diindikasikan untuk memastikan diagnosis obstruksi duktus
nasolakrimalis total. Dakriosistitis kronis perlu diatasi secara pembedahan sebelum
pembedahan intraokular elektif.6,11
Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang bertujuan
untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu
hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara
melakukan bypass pada kantung air mata. Setelah infeksi sembuh, pasien akan memerlukan
operasi perbaikan penyumbatan saluran nasolakrimal. Operasi ini disebut
Dakriosistorhinostomi (DCR), dimana saluran baru dibuat untuk memungkinkan air mata
mengalir keluar kembali, melalui hidung. Operasi spesifik tergantung pada bagian yang
menyumbat. DCR dapat dilakukan dengan cara sayatan terbuka atau endoskopi.15
3.13 Prognosis
Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan kesembuhan
pada infeksi akut. Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik

20
itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan
sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. Jika stenosis menetap lebih dari
6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe. Satu kali tindakan efektif pada
75% kasus.10

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed 17. Jakarta: EGC,
2013; Hal 89 .
2. Shah CP, Santani DA. Comparative bacteriological profile and antibiogram of
dacryocystitis. Nepal J Ophthalmol. 2011; 3(6):134-9 p.
3. Dahlan MR, etc. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo. Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Bandung. 2017
Des ; 49(4): Hal 281-2 .
4. Raswita NEA, Himayani R. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan
Fistula Sakus Lakrimalis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Tangerang. 2017;
7(3): Hal 57-8.
5. Rahmawaty R. Obstruksi Ductus Nasolakrimal. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2018; Hal 2-5.
6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2013; Hal 105-6 .
7. Gilliland GD. Dacryocystitis. 2018. Available in https://emedicine.medscape.com
8. Maamoun T. Chronic Dacryocystitis. 2009. Available in http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84.
9. Nelson L. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. 2000. Jakarta : EGC. Hal 2164- 65.
10. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal. 2012.Hal 42-50 .

11. American Academy of Ophthalmology Eye System M. D. Association. 2008. Eye Lid,
Orbita, and Lacrimal System.
12. International Dry Eye Workshop (DEWS), 2007. Report of the International Dry Eye
WorkShop (DEWS). The Ocular Surface, 5 (2): 59-201.
13. Kanski, J.J. & Browling, B., 2011. Lacrimal Drainage System and Dry Eye Disorders.
In: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 7th Edition. Philadelphia:
ElSevier, 66-67, 122-123.
14. Bhowmik D, et al. 2010. Recent Aspect Of Dry Eye Syndromes Pathophysiology and
Management of The Disease. Journal of Scholar Research Library vol: 1, no: 1, hal:
141.
15. Bruce, Chris, and Anthony. Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta: Penerbit
Erlangga;2010.h.273-41

22

Anda mungkin juga menyukai