Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI BROMHIDROSIS

Bromhidrosis merupakan keadaan kronis yang ditandai dengan bau yang berlebihan,
biasanya bau tidak enak yang keluar dari kulit lebih sering terjadi karena hasil sekresi
kelenjar apokrin daripada kelenjar ekrin

PATOGENESIS

Bromhidrosis dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu tipe apokrin dan tipe
ekrin. Bromhidrosis apokrin merupakan tipe bromhidrosis yang paling sering
ditemukan.Sedangkan bromhidrosis ekrin lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
bromhidrosis apokrin

 Bromhidrosis Apokrin

Bromhidrosis apokrin paling sering terjadi di aksila, yaitu lokasi terbanyak


kelenjar apokrin. Patogenesis bromhidrosis apokrin, khususnya bromhidrosis aksila,
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu peningkatan aktivitas kelenjar apokrin,
keterlibatan mikroorganisme tertentu, peran hormon, dan faktor keturunan.

Pada pasien bromhidrosis memiliki jumlah dan ukuran kelenjar apokrin yang
lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Sel-sel kelenjar apokrin juga tampak lebih
hiperplastik dan hipertrofik dengan aktivitas sekresi yang lebih tinggi. Hasil sekresi
kelenjar apokrin berperan dalam produksi bau badan. Pada saat mencapai permukaan
kulit, hasil sekresi kelenjar apokrin tidak berbau. Bau yang terjadi merupakan
dekomposisi bakteri pada hasil sekresi kelenjar apokrin.

Bakteri yang banyak ditemukan pada aksila adalah bakteri gram positif,
khususnya berupa Micrococcaceae, terutama Staphylococcus spp, Propionibacterium
anaerobik/ mikroaerofilik, dan aerobic coryneforms, terutama Corynebacterium spp.
Propionibacterium dan Staphylococcus mampu menfermentasi gliserol dan asam
laktat menjadi asam lemak volatil rantai pendek (C2-C3), asam asetat, dan asam
propionat Asam lemak rantai pendek yang dihasilkan merupakan penyebab bau badan
pada aksila. Asam lemak yang dimaksudkan adalah -3-methyl-2-hexenoic acid.

Asam lemak ini sampai pada permukaan kulit dalam keadaan terikat pada dua
binding protein, apocrine-secretion binding protein (ASOB1 dan ASOB2). Selain itu,
Staphylococcus mampu untuk mengubah asam amino tertentu menjadi asam lemak
volatil rantai pendek yang sangat berbau, yaitu asam isovalerik yang berperan pada
bau aksila. Pada pasien bromhidrosis apokrin, terdapat peningkatan kadar 5-reduktase
pada kelenjar apokrin.

Enzim 5-reduktase berperan penting untuk aktivitas androgen pada kelenjar


apokrin, yang merupakan hormon yang terlibat pada patogenesis bromhidrosis.
Beberapa literatur mendukung pendapat bahwa bau badan dapat diturunkan secara
genetik. Selain itu bau badan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan
ekologi.Perubahan bau badan ber hubungan den gan siklus mestruasi perempuan,
yaitu terjadi tingkat ketertarikan seksual tertinggi terhadap pasangan seksualnya pada
masa sekitar ovulasi.

Kebiasaan makan juga dapat berpengaruh penting pada pembentukan bau


badan. Havlicek, dkk. melaporkan bahwa bau badan pada kelompok dengan diet
tanpa daging menghasilkan penilaian bau badan yang lebih menyenangkan, lebih
menarik, dan kurang menyengat. Sedangkan kelompok dengan diet daging
berpengaruh sebaliknya terhadap penilaian bau badan.

 Bromhidrosis Ekrin

Kelenjar ekrin terdistribusi generalisata, dan biasanya tidak berbau, serta


memiliki fungsi termoregulasi. Bromhidrosis ekrin lebih sering terjadi pada telapak
kaki.Pada beberapa kasus dapat juga terjadi pada telapak tangan dan daerah
intertriginosa, terutama daerah inguinal. Kelainan ini dapat diperberat oleh cuaca
panas, dan stres emosional, keadaan hiperhidrosis, obesitas, dan diabetes melitus.
Bromhidrosis ekrin dapat terjadi akibat gangguan keratogenik, metabolik, dan
eksogen.

DIAGNOSIS

Pasien dengan bromhidrosis akan mengeluh bau badan yang tidak


menyenangkan. Aksila merupakan tempat predileksi bromhidrosis yang utama,
walaupun genitalia dan telapak kaki dapat terkena. Diagnosis bromhidrosis
ditegakkan secara klinis. Karakter bau yang ditimbulkan dapat berupa bau pedas
(pungent), tengik, apek, dan asam.

Penilaian istilah bau badan yang normal dapat bervariasi antar individu dan
kelompok etnik tertentu. Pada populasi Asia, bau badan yang sedikit saja dapat
dikatakan sebagai bau badan yang tidak normal. Bromhidrosis merupakan penyakit
yang dapat didasari oleh kelainan metabolik dan fungsi organ, tanpa kelainan
anatomi. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan fisis pasien bromhidrosis biasanya tidak
ditemukan kelainan.

Kulit tampak normal, kecuali ditemukan penyakit yang dihubungkan dengan


bromhidrosis misalnya eritrasma dan trikomikosis aksilaris. Pada pemeriksaan fisis
pasien dengan bromhidrosis ekrin, dapat ditemukan maserasi akibat degradasi keratin
oleh bakteri. Kelainan tersebut biasanya ditemukan di area intertriginosa dan telapak
kaki.

Pemeriksaan terhadap kemungkinan benda asing di lubang hidung ataupun


orifisium lainnya perlu dipertimbangkan, khususnya pada anak, mengingat
bromhidrosis ekrin dapat ditimbulkan oleh benda asing tersebut. Pemeriksaan
histopatologi bromhidrosis apokrin menunjukkan peningkatan jumlah dan ukuran
kelenjar apokrin, namun sebagian laporan menunjukkan tidak terdapat perubahan
pada jumlah maupun ukuran kelenjar.
PENATALAKSANAAN

Bau badan dapat berasal dari berbagai bagian tubuh. Pada penatalaksanaan
bau badan, terdapat beberapa modalitas terapi yang dapat menjadi pilihan. Pada
pemilihannya, perlu dipertimbangkan derajat gangguan terhadap kualitas hidup dan
harapan yang diinginkan oleh pasien. Mengingat bau badan paling banyak terjadi di
area aksila, penatalaksanaan bau badan lebih ditujukan pada bromhidrosis aksila.

1. Non medikamentosa

Secara umum, terdapat berbagai anjuran yang dapat disampaikan kepada


pasien bromhidrosis untuk mengurangi keluhannya, yaitu:

a). Menjaga higiene tubuh dengan mandi menggunakan sabun antibakteri,


sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri dan deposit komponen kelenjar, terutama
di aksila.

b). Pada bromhidrosis aksila, dapat dilakukan pencukuran rambut aksila


untuk mengurangi bau dan mencegah penumpukan bakteri dan keringat.Selain
mencukur rambut aksila, berbagai cara untuk menghilangkan rambut ketiak dapat
dilakukan, misalnya dengan laser depilasi dan terapi elektrolisis.

c). Mengganti pakaian dan kaos kaki yang telah basah oleh keringat serta
pemilihan bahan pakaian dan kaos kaki yang menyerap keringat.

.d). Mengatur diet makanan, contohnya mengurangi makanan yang dapat


mencetuskan bau badan, yaitu bumbu rempah, bawang merah, bawang putih, dan
alkohol.

e). Penanganan terhadap penyakit kulit maupun sistemik yang menyertai


2. Medikamentosa

 Topikal Antiperspiran dan deodoran

Antiperspiran dan deodoran digunakan secara khusus pada kasus


bromhidrosis aksila. Fungsi kedua pilihan terapi ini kadang-kadang membingungkan.
Pada prinsipnya, antiperspiran dapat mengurangi keringat, yang akhirnya dapat
mengubah lingkungannya sehingga pertumbuhan bakteri terhambat. Sedangkan
deodoran ditujukan untuk mengurangi produksi bau badan. Keduanya memiliki
bahan antibakteri dan pewangi. Antiperspiran bekerja dengan cara menurunkan
pertumbuhan bakteri. Berbagai zat kimia yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut
adalah solusio garam metalik dan bahan astringen. Perkembangan antiperspiran
terbaru meliputi penggunaan film-forming polymers, lyotropic liquid crystals, dan
antiperspirant wipes

Cara kerja klasik deodoran :

1. Antiperspiran Antimikrobial
2. Pewangi penyamar bau badan
3. Penetral bau badan
4. Penghilang bau badan
5. Penghambat eksoenzim bakteri

 Antibiotik dan antiseptik

Antibiotik topikal, misalnya klindamisin dan eritromisin, dapat menekan bau


badan dengan cara membatasi pertumbuhan bakteri yang mendekomposisi sekresi
kelenjar apokrin serta mencegah pembentukan bau akibat terbentuknya asam lemak.
Antiseptik bekerja dengan cara yang sama dengan antibiotik. Antibiotik topikal dapat
digunakan apabila bahan antiseptik yang ada tidak mampu mengurangi bau badan.
Penggunaan antibiotik topikal harus digunakan dengan hati-hati sehubungan dengan
risiko resistensi yang lebih besar.
3. Pembedahan

. Pembedahan menjadi pilihan terapi untuk kasus bromhidrosis, terutama


bromhidrosis aksila. Berbagai modalitas terapi pembedahan dapat menjadi pilihan,
baik pembedahan non-invasif maupun pembedahan invasif.

1. Non-invasif Botulinum toxin

. Botulinum toxin (botox) merupakan neurotoksin yang dihasilkan oleh


bakteri anaerob, Clostridium botulinum, bekerja dengan cara menghambat penyatuan
vesikel yang mengandung asetilkolin dengan membran terminal neuron motorik,
sehingga mengakibatkan paralisis otot. Botox terdiri atas tujuh serotipe berbeda,
yang ditandai dengan huruf A sampai dengan G.

2. Invasif

Pembedahan konvensional. Pada pembedahan konvensional dikenal tiga


metode yang efektif untuk menangani bromhidrosis, khususnya bromhidrosis aksila,
yaitu:

 tipe 1; pembedahan dengan hanya membuang jaringan subkutan dan


meninggalkan kulit tetap utuh,
 tipe 2; pembedahan dengan eksisi en bloc jaringan subkutan dan kulit di
atasnya,
 tipe 3; pembedahan dengan kombinasi eksisi en bloc sebagian jaringan
subkutan dan kulit, disertai pengangkatan jaringan subkutan di sekitarnya

Anda mungkin juga menyukai