PENYAKIT VASKULER
Oleh:
Jeanike Defrawati, S.Ked
Luthfa Laila, S.Ked
Yenri Yunfaista, S.Ked
Pembimbing:
dr. Irwan, Sp. JP (K) – FIHA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
PENYAKIT VASKULER
1. 1 Definisi
mana darah pada vena-vena profunda pada tungkai atau pelvis membeku.
endotel paru dan kombinasi statis serta kegagalan sistem fibrinolitik. Trombus
pada sistem vena dalam sebenarnya tidak berbahaya, dapat menjadi berbahaya
mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di dalam paru (emboli paru).
1. 2 Etiologi
dan perubahan daya beku darah Selain faktor stimuli, terdapat faktor protektif
yaitu inhibitor faktor koagulasi yang telah aktif (contoh: antitrombin yang
berikatan dengan heparan sulfat pada pembuluh darah dan protein C yang
teraktivasi), eliminasi faktor koagulasi aktif, dan kompleks polimer fibrin oleh
2
1. 3 Patofisiologi
Trombosis vena biasanya terdiri dari fibrin, sel darah merah, dan beberapa
komponen trombosit dan leukosit. Terdapat tiga hal yang berperan dalam proses
1. Stasis vena. Aliran darah vena cenderung lambat, bahkan dapat stasis terutama
plasminogen.
1. 4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DVT tidak selalu jelas dan sama pada setiap orang.
Keluhan utama pasien DVT adalah tungkai bengkak dan nyeri. Trombosis dapat
3
menjadi berbahaya apabila meluas atau menyebar ke proksimal. DVT
umumnya timbul karena faktor risiko tertentu, tetapi dapat juga timbul tanpa
bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat
bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat. Nyeri akan berkurang jika
bertambah jika berjalan dan akan berkurang jika istirahat dengan posisi kaki
agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
17% - 20% kasus. Kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna
ungu. Perubahan warna menjadi pucat dan dingin pada perabaan merupakan
tanda sumbatan vena besar bersamaan dengan spasme arteri, disebut flegmasia
alba dolens.
4
1. 5 Diagnosis
pemeriksaan penunjang. Tanda dan gejala DVT antara lain edema, nyeri, dan
1. 6 Tatalaksana
Terapi farmakologi:
b. Trombolisis
c. Trombektomi
Terapi Non-farmakologi:
5
2. Varises Vena Tungkai
2. 1 Definisi
Varises vena tungkai bawah (VVTB) adalah vena superfisial tungkai bawah
yang abnormal.
2. 2 Etiologi
b. Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik dari
dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlau panjang
(elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur
tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliran retrograd atau refluks.
baik kembali.
6
c. Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder)
kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi
sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis vena
trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan juga
insufisiensi vena kronis yang primer, dan yang sekunder (akibat trombosis
vena dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita
yang sama.
2. 3 Patofisiologi
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah
vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler
sentral menuju jantung dan paru. Vena superfisial terletak suprafasial, sedangkan
vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforata mengijinkan
7
kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan
gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu mekanisme
pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5
atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena profunda
dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah
distensi berlebihan. Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh
dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur. Peningkatan tekanan di dalam
lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan adanya
refluks yang melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada vena
profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat
kronis juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab
obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis intravaskular atau akibat adanya
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena
Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya
trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila vena
superfisial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah,
pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar
sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu. Kegagalan pada satu
menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah beberapa katup
8
vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke
aliran darah vena akan mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena
dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten. Sayangnya
penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan
volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia
atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa terlihat
dititikberatkan pada kelainan vena di tungkai, karena tungkailah yang paling besar
menyangga beban hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena tungkai paling
sering terjadi. Gangguan lain yang mungkin merupakan sebab awal dari kelainan
sistem vena adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis seperti yang
2. 4 Klasifikasi
Varises vena tungkai bawah terdiri dari varises primer dan varises sekunder.
secara pasti, hanya diduga karena kelemahan dinding vena sehingga terjadi
elastisitas dinding vena tungkai orang normal lebih tinggi daripada penderita
9
VVTB. Psaila dan Melhuish menemukan kadar kolagen (hidroksiprolen) dinding
vena orang normal lebih tinggi daripada penderita VVTB. Kedua kelompok
akibat suatu kelainan tertentu. Kelainan tersebut berupa sindrom paska flebitis
(kegagalan vena menahun), fistula arteri vena, sumbatan vena profunda karena
tumor atau trauma serta anomali vena profunda atau vena perforantes. Artinya
statis, lipodermatosklerosis)
6) Derajat 5 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus yang sudah sembuh
10
2. 5 Manifestasi Klinis
Gejala Klinis VVTB timbul akibat adanya hipertensi vena baik karena
1) Varises trunkal merupakan varises VSM dan VSP, diameter lebih dari 8 mm,
2) Varises reticular adalah varises yang mengenai cabang VSM atau VSP yang
umumnya kecil dan berkelok-kelok, diameter 2-8 mm, warna biru kehijau-
hijauan.
serabut halus dari pembuluh darah, diameter 0,1-1 mm, warna merah, atau
sianotik (jarang).
Sesuai dengan berat ringannya, VVTB dibagi atas empat stadium, yaitu :
1) Stadium I
Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah
berdiri atau duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan tak
jelas.
2) Stadium II
3) Stadium III
4) Stadium IV
11
Terjadi kelainan kulit dan/atau ulkus karena sindrom insufisiensi vena
menahun.
2. 6 Diagnosis
VVTB dimulai dengan riwayat penyakitnya, meskipun saat ini teknologi dalam
1. Anamnesis
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas / sensasi
terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik.
pemakaian bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri lama, selama
yang terjadi adalah lesi. Riwayat penyakit sistemik, pengobatan, dan tindakan
medis/pembedahan sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena cukup sulit. Di sebagian besar wilayah tubuh,
a. Inspeksi
eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari arah
12
belakang akan membantu visualisasi VVTB. Perlu diperhatikan tanda
superfisial utama (VSM dan VSP) atau cabangnya. Biasanya vena tersebut
vena tungkai bawah pada cabang vena superfisial biasanya lebih berkelok-
b. Palpasi
Daerah vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangan VVTB dan
besarnya pelebaran vena. Pulsasi arteri harus teraba, bila tidak teraba maka
jelas.
c. Perkusi
d. Manuver Perthes
darah retrogade dengan aliran darah antegrade. Tes ini digunakan untuk
saat lalu dipasang ikatan elastis di bawah lutut untuk membendung vena
kali agar otot-otot betis berkontraksi sehingga darah dipompa dari sinusoid
13
vena otot dan vena sekitarnya. Bila vena yang terletak di distal dari ikatan
berfungsi baik dan tidak ada sumbatan. Sebaliknya bila vena superfisial
e. Tes Trendelenburg
Tes ini digunakan untuk menentukan derajat insuffisiensi katup pada vena
mengosongkan vena. Setelah itu dipasang ikatan yang terbuat dari bahan
berdiri dan pengisian vena diperhatikan. Bila vena lambat sekali terisi ke
proksimal, berarti katup komunikans baik. Vena terisi darah dari peredaran
darah kulit dan subkutis. Bila vena cepat terisi misalnya dalam waktu 30
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi Doppler
b. Duplex ultrasonography
14
Merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis sindrom
c. Plebography
2. 7 Tatalaksana
fungsi vena, perbaikan kosmetik, dan mencegah komplikasi, tetapi juga untuk
1. Terapi Kompresi
15
Dasar penanganan terhadap insufisiensi vena adalah terapi kompresi. Cara ini
berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis untuk
mencegah kembalinya aliran darah vena, edem kaki, dan bocornya bahan
2. Skleroterapi
melebar secara abnormal atau yang mengganggu secara kosmetik. Terapi ini
juga akan menghilangkan keluhan nyeri dan rasa tidak nyaman serta
serta varises pada penderita lanjut usia. Kontra indikasi skleroterapi pada
VVTB adalah obstruksi berat pada tungkai, riwayat trombosis vena profunda,
16
Efek samping yang mungkin timbul adalah urtikaria, hiperpigmentasi,
suntikan, dan rasa nyeri. Komplikasi yang lebih serius tetapi jarang adalah
3. Terapi Pembedahan
besar, varises pada tungkai atas sisi medial atau anterior, adanya komplikasi
tidur dan pemakaiannya harus tepat dari telapak kaki sampai bawah lutut.
17
Komplikasi tindak bedah pada VVTB adalah perdarahan, infeksi, edema
tungkai, kerusakan saraf kulit (n. safena atau n. suralis), limfokel, dan
trombosis vena profunda. Infeksi berat dapat terjadi pada bekas saluran
elastis selama dua bulan pasca bedah. Limfokel terbentuk karena saluran limfe
1. Aterosklerosis
1. 1 Definisi
Faktor resiko dari aterosklerosis berup faktor rsiko mayor yang berupa:
Dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, dan merokok. Dan faktor resiko minor,
1. 3 Patofisiologi
18
Kerusakan dari endotel akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang
endotel. Jika telah berada di lapisan subendotel, sel ini akan mengalami
berpenetrasi ke dinding arteri dan berubah dan membentuk fatty streaks yang
makroskopik, lesi ini berwarna putih dan dengan permukaan semakin meninggi
ke dalam lumen ateri. Jika lesi semakin berkembang maka diameter lumer akan
menyempit dan mengganggu aliran darah. Pada fibrous plaque yang trlah lanjut
1. 4 Manifestasi Klinis
tubuh yang diperdarahi tidak akan mendapatkan darah dalam jumlah yang
arteri dapat berupa nyeri dada(angina) akibat aliran oksigen ke jantung berkurang
dan dapat juga terjadi kram tungkai (klaudikasio intermitten) karena aliran
terjadi secara perlahan sejalan dengan terjadinya penyempitan arteri oleh plak
19
1. 5 Pemeriksaan Diagnostik
1. 6 Tatalaksana
1. Gaya hidup .Untuk mencegah keparahan dari aterosklerosis, maka yang harus
- Berhenti merokok
2. Medikamentosa
menyempit.
20
- B-blocker: Menurunkan tekanan darah sehingga gejala aterosklerosis
berkurang.
ion nitrit (N02 yang akan diubah menjadi nitrat oksida (NO) yang
2. Aneurisma Aorta
2. 1 Definisi
secara abnormal atau mengembang seperti balon yang menonjol keluar. Pelebaran
yang terjadi lebih dari 50% diameter pembuluh darah. Aneurisma sering terjadi
pada aorta. Aneurisma aorta mengacu kepada segmen patologis dari dilatasi aorta
2. 2 Etiologi
b. Diseksi aorta kronis: Proses dari diseksia aorta dapat melemahkan dinding
c. Infeksi: Pada infeksi terjadi proses inflamasi pada periaorta sehingga dinding
21
2. 3 Patofisiologi
Degenerasi media dapat terjadi pada keadaan congenital dan di dapat, seperti
aterosklerosis dan sindrom marfan. Dilatasi vaskuler dapat terjadi akibat efek dari
semprotan aliran darah melalui plak vascular yang menyumbat dan menimbulkan
2. 4 Manifestasi Klinis
tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma, dan kecepatan tumbuh. Selain
2. 5 Pemeriksaan Diagnostik
disease.
22
2. 6 Tatalaksana
Tekanan darah dan denyut nadi harus diturunkan, sehingga tekanan darah
sistolik < 100 mmhg dan denyut nadi <60x/i. Obat yang sering digunakan adalah
3. Diseksi Aorta
3. 1 Definisi
Diseksia aorta terjadi akibat robekan tunika intima dinding aorta yang
tubuh berkurang, diseksi bertambah luas, dan dapat menyebabkan ruptur aorta.
Diseksia dapat dipengaruhi oleh faktor resiko baik faktor resiko kongenital
maupun yang di dapat. Diseksia aorta lebih sering terjadi pada penderita
faktor predisposisi penting pada diseksia aorta. Pasien dengan diseksia aorta 70%
memiliki tekanan darah tinggi. Diseksia iatrogenik dapat terjadi melalui beberapa
(kateterisasi jantung).
3. 3 Patofisiologi
23
bagian dinding aorta, terutama intima dan media. Darah akan mengalir melalui
robekan yang memisahkan lapisan intima dan lapisan media yang akan
membentuk hematom. Robekan awal dari intima boasa terjadi di daerah aortic
3. 4 Manifestasi Klinis
Keluhan dapat bervariasi, keluhan tersering pada diseksia aorta adalah nyeri
dada yang sangat hebat, onset mendadak, digambarkan seperti ditusuk, disayat
atau dirobek. Nyeri dapat menjalar sepanjang aorta pada thorak dan abdomen.
aliran darah ginjal yang menurun. Sebagian kecil, pasien diseksia aorta dilaporkan
dengan keadaan hipotensi atau syok karena infark miokard akut, gagal jantung
3. 5 Pemeriksaan Diagnostik
aorta.
intimal flap.
3. 6 Tatalaksana
24
Tujuan terapi adalah menghentikan progresi dari diseksi. Pasien diseksia
cabang mayor aorta, ancaman ruptur, atau nyeri yang terus menerus.
4. 1 Definisi
pembuluh darah arteri pada tugkai disebabkan terutama karena plak aterosklerosis
dan selain itu dapat juga akibat proses peradangan pembuluh darah dan
trombonemboli.
4. 2 Patofisiologi
bifurkasio aorta, iliaca, femoral, atau popliteal di area kaki, dan bifurkasio
arteri femoral dan popliteal, terutama pada kondisi pasien yang pernah mengalami
bypass arteri, rupture plak atherosclerosis, atau pada keadaan low output.
25
Hipoksia otot akan menurunkan simpanan adenosine triphosphate (ATP)
miosit. Level kalsium bebas intraseluler akan meningkat dan berinteraksi dengan
actin, myosin, dan protease, menyebabkan nekrosis pada serabut otot. Bersamaan
fosfat, kreatinin kinase dan myoglobin intrasel akan keluar dari sel ke sirkulasi
dalam sel ini. Jaringan otot dan saraf cukup rentan mengalami injuri iskemia,
sehingga ada atau tidaknya deficit neuromotor merupakan suatu poin yang sangat
penting untuk menilai keparahan iskemia anggota gerak akut. Kerusakan otot
yang ireversibel akan dimulai sejak 3 jam setelah terjadi iskemia dan kerusakan
ini akan total setelah mencapai 6 jam. Selain injuri miosit, injuri pada otot skeletal
waktu beberapa jam. Secara teori, butuh waktu sekitar 6 jam untuk menyebabkan
injuri fungsional yang ireversibel. Rentang waktu ini dapat lebih lama pada
Kondisi iskemik akan memicu suatu kondisi injuri reperfusim suatu proses
yang dipicu oleh pengembalian perfusi dan dimediasi oleh kompleks kaskade
sitokin, reactive oxygen species (ROS), dan neutrofil. Reactive oxygen species
diproduksi oleh neutrofil teraktivasi dan xanthine oxidase, suatu enzim yang
26
berlokasi di sel endotel mikrovaskular pada otot skeletal dan teraktivasi pada
reactive oxygen species. Substrat yang esensial dalam produksi radikal-radikal ini,
oksigen molecular, dihasilkan selama proses reperfusi. Oksidan yang berasal dari
postischemic. Peran penting oksigen elemental dan peran oksigen radikal dalam
27
local maupun sistemik yang disebabkan proses reperfusi. Leukosit juga
skelet canine.
dan fosfolipid, aktivasi leukosit, dan disfungsi endotel. Interleukin (IL)-1β dan
tumor necrosis factor (TNF) – α dapat segera dideteksi setelah reperfusi dan
kapiler, dan menstimulasi produksi IL-6 dan IL-8, yang mana lebih lanjut
mengaktivkan leukosit.
jaringan, suatu kondisi kerusakan yang hebat pada ruang tertutup di lengan bawah,
paha, betis, dan pantat. Peningkatan tekanan kompartemen di dalam batas fascia
menyebabkan penurunan gradient perfusi dan aliran darah kapiler sehingga tidak
28
mencukupi kebutuhan metabolic, menyebabkan kondisi iskemia dan nekrosis
proses yang telah diujikan pada hewan coba dengan menginduksi terjadinya
neutrofil serta hilangnya integritas endotel merupakan hal-hal penting dalam acute
lung injury pada injuri reperfusi. Sehingga, edema paru noncardiac dapat terjadi
setelah proses reperfusi pada ekstremitas bawah, suatu proses yang dapat dicegah
gerak tingkat lanjut dan ireversibel. Derajat respon inflamasi yang terjadi setelah
proses reperfusi bervariasi. Ketika nekrosis otot seragam maka dikatakan respon
tergntung proksimitas jaringan terhadap lokasi oklusi dan efisiensi suplai darah
seberapa luas zona iskemik (tapi tidak sepenuhnya nekrotik). Sehingga reperfusi
pada sekelompok besar otot yang terjadi dengan injuri iskemik tingkat lanjut dan
toksik ke dalam sirkulasi sistemik. Efek perusak dari proses reperfusi dapat
29
4. 3 Diagnosis
aliran darah. Manifestasi klinis LEAD beragam mulai dari nyeri ekstremitas
istirahat; (2) gangguan berjalan dapat akibat claudication dan (3) nyeri saat
bawah abnormal (2) bruit vaskular (3) luka di ekstremitas bawah yang sulit
aorta, dan LEAD) dan penyakit kardiovaskular premature (wanita usia 65 tahun,
pria 55 tahun).
Pemeriksaan hematologi rutin meliputi: gula darah puasa, profil lipid, serum
brachial index (ABI), dapat digunakan untuk diagnosis dan evaluasi LEAD.
Ankle-brachial index juga merupakan penanda kuat atherosclerosis luas dan risiko
kardiovaskular.
30
Pemeriksaan ABI dilakukan pada posisi supine, cuff diletakkan tepat di atas
ankle, ,tekanan darah sistolik diukur menggunakan probe Doppler (5-10 MHz)
pada arteri tibialis posterior dan tibialis anterior (atau dorsalis pedis) kedua
tungkai dan arteri brachialis kedua lengan. Ankle-brachial index didapat dari
perhitungan tekanan darah sistolik setiap tungkai dibagi tekanan darah sistolik
lengan tertinggi. LEAD didiagnosis jika ABI ≤0,90, jika nilai ABI antara 0,91 –
exercise ABI. Nilai ABI >1,4 menandakan arteri yang non-compressible biasanya
ABI yang dilakukan dengan latihan fisik penting untuk mengukur keterbatasan
diagnosis LEAD pada keluhan disertai nilai ABI normal atau borderline.
pada ekstremitas bawah berguna untuk mendiagnosis lokasi anatomis dan derajat
4. 4 Tatalaksana
31
sub-grup penderita DM. Penggunaan dual-antiplatelet (aspirin dan
hipertensi.
1. Vaskulitis
1. 1 Definisi
pembuluh darah, dengan derajat nekrosis sel endotel dan dinding pembuluh darah
yang bervariasi. Ukuran pembuluh darah yang terkena bervariasi, mulai dari arteri
besar (giant cell arteritis) sampai kapiler dermis dan venula (lekocy toclastic
32
vasculitis (LCV). Pada LCV, dapat ditemukan juga ekstravasasi eritrosit, debris
1. 2 Patogenesis
Arthus. Di dalam tubuh pejamu (host) yang memiliki kelebihan antigen, kompleks
amina vasoaktif yang diproduksi oleh trombosit dan IgE stimulated basophil,
membentuk celah antar sel endotel sehingga kompleks imun tersebut terdeposit.
Deposit kompleks imun mengaktifkan sistem komplemen dengan c3a dan c5a
degranulasi sel mast. Sel PMN mengeluarkan kalase dan elastase, yang merusak
komponen pembuluh darah. Mekanisme imun sel mediate (sel mast) dan
1. 3 Manifestasi Klinis
pembuluh darah kecil, manifestasinya sering kali berupa palpable purpura, atau
urtikaria, pustula, vesikel, petekie, atau lesi seperti eritema multiforme. Pada
pembuluh darah ukuran sedang, manifestasi klinisnya bisa berupa ulkus, nodul
33
mengevaluasi pasien vaskulitis adalah mengenali gejala dan tanda adanya
penyakit sistemik.
1. 4 Kriteria Diagnosis
jenis kelamin, dan ras. Beberapa jenis vaskulitis terjadi pada populasi spesifik.
Selain itu, perlu ditentukan organ pembuluh darah mana yang terkena. Tipe dan
luas organ yang terkena dapat membantu menentukan tipe vaskulitis dan terapi
awal. Gambaran klinis dapat digunakan untuk melihat ukuran pembuluh darah
yang terkena. Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk
1. 5 Tatalaksana
diagnosis, harus segera ditentukan apakah ada organ dalam yang terlibat, sehingga
34
Vaskulitis sistemik berbahaya, tetapi morbiditas dan mortalitas dapat
dicegah jika penyakit segera dikenali dan diterapi sedini mungkin. Terapi awal
ditentukan oleh tipe vaskulitis, beratnya kerusakan organ yang terkena, dan
dalam dosis terbagi) adalah terapi standar untuk sindrom vaskulitis sistemik.
dengan kortikosteroid, telah digunakan secara luas, tetapi masih sedikit bukti
2. Penyakit Buerger
2. 1 Definisi
penyakit inflamasi oklusif pada pembuluh darah arteri dan vena yang sering
diketahui, namun sebagian besar individu yang terkena penyakit ini adalah
penyakit Buerger biasanya datang dengan keluhan yang sangat mirip dengan
penyakit trombosis dan radang pembuluh darah (vaskulitis) lain. Penyakit ini
gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi, oleh karena itu sangat
35
2. 2 Etiologi
merupakan faktor utama onset dan progresifi tas penyakit ini. Hipersensitivitas
antibodi terhadap kolagen tipe I dan tipe III, antibodi terhadap elastin pembuluh
darah. Selain itu pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1 yang bersifat
2. 3 Diagnosis
Buerger’s disease akan ditemukan riwayat merokok serta rasa nyeri, klaudikasio
pada kaki atau juga tangan saat beraktivitas dan istirahat. Sebagian besar individu
yang terkena Buerger’s disease merupakan perokok. Buerger’s disease juga dapat
terjadi pada individu yang mengkonsumsi bentuk lain dari tembakau, seperti
tembakau yang dikunyah atau chewing tobacco. Perokok yang setiap harinya
mengkonsumsi satu setengah bungkus rokok atau lebih per harinya sangat
sebagai individu yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok setiap harinya.
36
Rasa nyeri pada bagian tubuh yang terkena dapat menyebar ke daerah sentral
yaitu perubahan warna kulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang
dingin. Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s disease.Tes
Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan pemeriksa akan
darah ke tangan. Setelah itu, pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan
telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5 sampai 15 detik. Hasil tes Allen
pada pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau abnormal, dimana
terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan adanya
gangguan pada aliran darah pada tangan pasien. Hasil abnormal pada tes Allen
pada perokok muda ditambah dengan adanya ulserasi dapat menjadi indikasi yang
jelas menunjukkan adanya Buerger’s disease. Namun hasil yang abnormal ini juga
dapat terlihat pada tipe penyakit oklusif arteri kecil pada tangan seperti
hipperkoagulabilitas; dan vaskulitis. Tak jarang, pasien datang ketika telah terjadi
kematian jaringan yang menimbulkan luka dan nyeri pada ekstremitas yang
Penegakan diagnosis Buerger’s disease ini sulit dilakukan pada tahap awal, karena
gejala yang ditemukan tidak spesifik dan tidak ada pemeriksaan penunjang yang
spesifik. Oleh karena itu, penegakan diagnosis penyakit ini dibantu dengan
37
menggunakan suatu criteria diagnosis. Kriteria diagnosis yang sudah diajukan
untuk mendiagnosis Buerger’s disease adalah kriteria Shionoya dan kriteria Olin.
Kriteria Shionoya terdiri dari lima kriteria, yaitu riwayat merokok; onset terjadi
atau phlebitis migrans; dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis lain selain
merokok. Kriteria Olin terdiri dari onset dibawah 45 tahun; riwayat penggunaan
nyeri saat istirahat, ulserasi iskemik atau gangren, dan didokumentasikan dengan
dan temuan tetap dengan menggunakan arteriografi pada ekstremitas yang secara
klinis terkait dan yang tidak terkait. Kriteria diagnosis Buerger’s disease yang
segmental atau karena adanya oklusi pada ekstremitas bagian distal. Namun, tanda
ini juga terlihat pada lupus eritromatus, skleroderma, sindrom CREST, atau
penyakit oklusif pembuluh darah kecil lainnya, atau pada pasien dengan ingesti
kokain, amfetamin atau kanabis. Biopsi vascular sering digunakan untuk pasien-
38
pasien yang atipikal, seperti pasien lanjut usia, atau pasien yang terkena penyakit
2. 4 Tatalaksana
rokok bertujuan untuk mencegah progesi penyakit dan mencegah amputasi. Terapi
lain dilakukan pada pasien Buerger’s disease ini dapat berupa terapi suportif.
Terapi suportif perlu dilakukan untuk menjaga aliran darah tetap maksimal pada
ekstremitas yang terkena. Mencegah cedera pada kaki dan infeksi sekunder adalah
hal – hal yang dapat dilakukan dalam terapi suportif. Selain itu, mencegah
vasokonstriksi karena suhu dingin atau obat - obatan juga harus dilakukan. Terapi
vasodilator yang efektif pada pasien Buerger’s disease. Ticlopidine, salah satu
menunjukkan efek yg lebih baik dari pada aspirin terhadap meredakan nyeri pada
39
Terapi trombolitik intraarterial dengan streptokinase, yang berasal dari
paru akut dan infark miokard akut, telah diuji pada beberapa pasien yang memiliki
gangren atau lesi pregangren pada kaki atau jari kaki, menunjukkan hasil yang
penyembuhan ulkus pada sebagian pasien dalam jangka pendek, namun jangka
Penurunan tonus simpatis akan meningkatkan aliran darah nutrisi pada daerah
transcutaneous oxygen pressure tension (tcpO) dalam 3 bulan dan tetap stabil
selama lebih dari 4 tahun, serta klaudikasio dan nyeri saat istirahat hampir
penurunan konsumsi rokok (kurang dari 3 rokok per hari). Administrasi gen faktor
pertumbuhan vaskular endotel pada pasien dengan penyakit arteri perifer dapat
pada ekstremitas yang iskemik tersebut. Tatalaksana lain yang dapat dilakukan
pada pasien Buerger’s disease adalah amputasi. Indikasi amputasi adalah terdapat
40
gangren, infeksi sekunder basah, rasa nyeri yang hebat, dan sepsis. Namun,
meningkatkan suplai aliran darah dan menurunkan level amputasi pada Buerger’s
disease.
41
DAFTAR PUSTAKA
3. Setiati Siti, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna
publishing; 2014.
12. Rachman, Otte J. Akibat lanjut hipertensi dalam bidang kardiologi. Jurnal
kardiologi Indonesia; UI.
13. Wahyudi Dendi. Endovascular stent graft pada diseksia aorta. Jurnal
kardiologi Indonesia. 2007.
15. Dermengiu, Silvia et al. 2009. Aorta disection due to cystic medical
degeneration report of sudden death case. Romanian society of legal medicine.
42
17. Oktaria D. Samosir RK. Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada Buerger’s
Disease. Majority. Maret 2017;6(2):126-131.
43