Anda di halaman 1dari 15

Referat

SUPRA VENTRIKULAR TAKIKARDI

Oleh :

Mohammad Asyraf 1010314005


Mona Indah Putriani 1410311113
Muhammad Marzain 1410311123
Nabila Arifah 1740312029
Noufal Riandi Khairul 1410312029

Preseptor:

dr. Hauda El Rasyid, Sp.JP(K)

ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/

1
RSUP DR M DJAMIL PADANG

2018

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takiaritmia yang
ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi
berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. 1 SVT terdiri
dari Atrioventricular Nodal Re-entry Tachycardia (AVNRT),
Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT), Atrial tachycardia
(AT), Permanent Junctional Reciprocating Tachycardia (PJRT). 1 , 2
Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi
berbasis populasi, prevalensi SVT adalah 2,29 kasus per 1000 orang
dengan kejadian 35 kasus per 100.000 orang/tahun. Insidens dari
paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT) diestimasikan sekitar 36
kasus per 100.000 orang/tahun. AVNRT lebih sering terjadi pada
pasien yang berusia menengah atau lebih tua, sementara remaja lebih
cenderung memiliki SVT yang dimediasi oleh jalur aksesori. 3
Terdapat dua mekanisme dasar terjadinya SVT yaitu automatisasi dan re-
entry. Automatisasi terjadi karena terdapat fokus ektopik di dalam atrium, AV
junction atau sistem his purkinje yang menimbulkan ritme automatik.
Mekanisme re-entry dapat disebabkan oleh denyut atrium prematur
atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan
alkohol. SVT dapat terjadi pada pasien dengan infark miokard
sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit jantung rematik,
perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis. Toksisitas
digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT. 2 , 3
Pengobatan SVT terdiri dari fase akut dan fase lanjutan. Pada fase akut
direkomendasikan dengan melakukan vagal manuver, pemberian adenosin tri

2
fosfat, verapamil, diltiazem maupun amiodaron. Dan dapat dilakukan kardioversi
tersinkronisasi pada fase akut dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil.
Pada fase lanjutan, direkomendasikan untuk dilakukannya radiofrekuensi ablasi,
pemberian verapamil dan atau bisoprolol.3
Prognosis SVT tergantung pada penyakit jantung struktural
yang mendasari. Pasien dengan struktural jantung yang normal
memiliki prognosis yang sangat baik. 3

1.2 Batasan Masalah


Membahas definisi, etiopatogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari
supraventrikular takikardi.

1.3 Tujuan Penulisan


Tulisan ini bertujuan untuk memahami definisi, etiopatogenesis, gambaran
klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis
dari supraventrikular takikardi.

1.4 Metode Penulisan


Tulisan ini dibuat berdasarkan tinjauan kepustakaan yang mengacu pada
berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takiaritmia yang
ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi
berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. 1

2.2 Epidemiologi
Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi
berbasis populasi, prevalensi SVT adalah 2,29 kasus per 1000 orang
dengan kejadian 35 kasus per 100.000 orang/tahun. 3

2.3 Etiologi
SVT dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh
denyut atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol.4,5
SVT diamati tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada
pasien dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit jantung
rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis, dan keracunan
alkohol saat ini. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT.4,5

2.4 Patofisiologi
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh
gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan
pembentukan serta penghantaran rangsang.4,5
1. Gangguan pembentukan rangsang

4
Gangguan ini dapat terjadi secara aktif atau pasif. Bila gangguan
rangsang terbentuk secara aktif diluar urutan jaras hantaran normal, seringkali
menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila dibentuk secara pasif sering
menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).
a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsangan ektopik
secara aktif dan fenomena reentry.
b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal
tidak atau belum sampai waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian
jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis
untuk mengeluarkan rangsangan intrinsik yang memacu jantung berkontraksi.
c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat
kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung
yang melebihi keadaan normal.
d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade
unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang
dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami
blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan
rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-
ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan
keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.
2. Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak
adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya
menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada
tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV,
jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinje
dalam miokard.
3. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsang
Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan
pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.

5
2.5 Manifestasi Klinis
SVT dapat mempengaruhi kualitas hidup, yang bergantung pada frekuensi
episode, durasi SVT, dan apakah gejala terjadi pada saat aktifitas atau juga saat
istirahat. Pasien lanjut usia dengan AVNRT lebih rentan terhadap sinkop atau
near-syncope dibandingkan pasien yang lebih muda.3
Gejala klinis takikardia supraventrikular (SVT) biasanya adalah palpitasi,
nyeri dada, sinkop, dan sudden cardiac death (SCD). Gejala SVT juga
dihubungkan dengan kepanikan, kecemasan, atau stres. Poliuria sering terjadi
pada AVNRT, hal ini berhubungan dengan tekanan atrium kanan yang tinggi dan
peningkatan kadar protein natriuretik atrium pada pasien dengan AVNRT
dibandingkan dengan pasien yang mengalami AVRT atau atrial flutter.3
Gejala AVNRT rata-rata ditemukan pada umur 32 ± 18 tahun, sedangkan
AVRT rata-rata ditemukan pada umur 23 ± 14 tahun. Penelitian yang dilakukan
pada populasi pediatrik, usia rata-rata onset gejala AVRT dan AVNRT masing-
masing adalah 8 tahun dan 11 tahun.3
AVNRT jarang mengancam jiwa. Pasien biasanya datang dengan keluhan
berdebar, nafas pendek, pusing, dan adanya pusasi di leher yang timbul secara
mendadak. Sinkop merupakan manifestasi yang jarang pada AVNRT. AVNRT
bisa terjai spontan atau dipengaruhi oleh aktifitas, kopi, teh, atau alkohol.3
Keluhan berdebar, pusing, dan sinkop harus ditanyakan pada saat
anamnesis. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan laju nadi teraba cepat dan
regular, kadang juga bisa ditemukan tanda-tanda hipoperfusi (akral dingin,
pucat).3

2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Elektrokardiografi
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah : hematologi rutin,
fungsi tiroid, HbsAg, HIV, dan fungsi ginjal.
 Foto rontgen toraks6
Presentasi EKG pada pasien dengan SVT biasanya terdapat QRS
kompleks yang sempit, tetapi beberapa kasus dapat dijumpa QRS kompleks yang

6
lebar jika berhubungan dengan pre existing or rate related bundle branch block.
Pada kompleks QRS yang lebar lebih baik kita mengasumsikan takikardi berasal
dari ventrikel sampai dapat dibuktikan. Setelah kembali keirama sinus ke 12 lead
EKG harus diperhatikan ada atau tidaknya gelombang delta (slurred upstroke at
the onset of QRS complex), yang mengindikasi adanya jalur tambahan (accessory
pathway). Adapun bukti adanya preexcitation dapat minimal jika jalur tambahan
terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan “concealed”.
Gambaran EKG sesuai dengan tipe SVT6 :
(1) AVNRT : Sebagian besar gelombang P ada didalam kompleks QRS.
QRS sempit, sangat regular, dan laju QRS berkisar 150-240 x/menit.
(2) AVRT : QRS sempit, regular, dan laju QRS berkisar 150-240
x/menit. Interval RP biasanya > 70 mdetik

2.7 Diagnosis
1. Anamnesa
Dalam menganamnesa pasien dengan SVT, klinisi harus mengetahui
durasi dan frekuensi episode SVT, onsetnya, penyakit jantung sebelumnya dan hal
– hal yang dapat memicu terjadinya SVT. Dengan adanya gejala yang khas pada
anamnese yaitu onset yang tiba – tiba, cepat, palpitasi yang reguler, dapat
ditegakkan diagnosis supraventrikular takikardi tanpa dibutuhkannya pemeriksaan
EKG berulang.7,8,9 Gejala supraventrikular takikardi paroksismal10: Palpitasi,
Dizziness, Nafas pendek, Pingsan, Nyeri dada, Fatigue, Diaforesis, Mual

2. Pemeriksaan Fisik

7
Pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada sistem kardiovaskular dan
respirasi. Pada pemeriksaaan fisik pada saat episode dapat menunjukkan frog sign
– penonjolan vena jugularis , gelombang yang timbul akibat kontraksi atrium
terhadap katup trikuspid yang tertutup.8
3. EKG
Persentasi EKG pada pasien dengan supraventrikular takikardi biasanya
terdapat QRS kompleks yang sempit (QRS interval kurang dari 120msec).
Gambaran EKG sesuai dengan tipe SVT
a. Atrioventricular nodal re- entrant tachycardia(AVNRT)3
Bentuk yang paling sering. Sirkuit re- entrant melibatkan nodus AV.
Gelombang p retrograd dapat terlihat tertanam (buried within) atau
hanya setelah kompleks QRS pada takikardia (lihat gambar 1)
b. Atrioventricular re- entrant tachycardia (AVRT)
Bentuk kedua yang paling sering. Sirkuit re- entrant melibatkan jalur
tambahan. Beberapa jalur disebut concealed pathway, hanya
berkonduksi dengan arah retrograd. (lihat gambar 1). Jalur yang
berkonduksi dengan arah anterograd menunjukkan preexcitation pada
EKG (Wolf-Parkinson-White Syndrome)9

8
Gambar 1. The P wave of the atrial ectopic beat is visible as a distortion of the T
wave of the preceding beat (solid arrow). Retrograde P waves are visible
immediately after the QRS complex (dotted arrows). This tachycardia may be due
to atrioventricular re-entrant tachycardia with a concealed pathway, or
atrioventricular node re-entry. This patient did not elect to undergo an
electrophysiology study and ablation therapy, and is not on maintenance medical
therapy.
c. Atrial tachycardia
Bentuk ketiga yang paling sering. Takikardi berasal dari fokus pada
jaringan atrium. Fokus muncul dari karakteristik lokasi di atrium. Morfologi
gelombang p dapat digunakan untuk mengindetifikasi asal dari takikardi9

Gambar 2. Atrial tachycardia4


d. Sinus takikardia

9
 Physiological sinus tachycardia
 Inappropriate sinus tachycardia 9

Gambar 2. Sinus tachycardia4


e. Postural orthostatic tachycardia syndrome, Inappropriate sinus
tachycardia9
4. Ekokardiografi
Dipertimbangkan pada pasien untuk memeriksa adanya gangguan
struktural jantung walaupun hal ini jarang ditemukan. Kebanyakan pasien
normal.8
5. Electrophysiological testing
Untuk mengidentifikasi mekanisme aritmia, tetapi pemeriksaan ini hanya
dilakukan apabila ablasi kateter dipertimbangkan.8

Tatalaksana
I. Penatalaksanaan segera.

10
Algoritma jangka pendek
Direct Current Synchronized Cardioversion
Setiap kegagalan sirkulasi yang jelas dan dan dapat termonitor dengan
baik, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion. DC shock
yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS.
Manuver Vagal
Apabila stimulasi vagal terkontraindikasi atau tidak efektif, adenosin
dipertimbangkan sebagai terapi medikal lini pertama.
I. Adenosin – adenosin adalah nukleosid endogenus yang memperlambat
konduksi melalui nodus AV.
II. Β-blocking agents – β-bloker seperti metoprolol atau esmolol
memperlambat formasi impuls nodus SA dan konduksi lambat melalui
nodus AV.
III. Calcium channel blocker - diltiazem atau verapamil efektif untuk
mengkonversikan PSVT ke ritme sinus.
i. Verapamil – dosis inisial dari verapamil adalah 5-10 mg diberikan
intravena selama 1-2 menit.

11
ii. Diltiazem – dosis inisial dari diltiazem adalah 0.25 mg/kg
diberikan secara intravena selama 2 menit (20 mg untuk rata-rata
orang dewasa).
II. Digoksin - Pemberian digoksin meningkatkan tonus vagal sementara
mengurangi aktivitas simpatetik. Sebagai hasilnya, konduksi melalui
nodus AV diperlambat.
III. Amiodarone - Amiodarone adalah agen antiaritmia kelas III dengan
properti penghambat kanal natrium dan kalium dan penghambat β dan
properti penghambat kanal kalsium.
IV. Prokainamid - agen antiaritmik kelas IA dengan properti penghambat
kanal natrium. Prokainamid akan memperlambat konduksi melalui baik
nodus AV.
Penanganan jangka panjang

Algoritma Manajemen Jangka Panjang SVT


Jika gejala sudah teratasi pasien harus ditawarkan terapi berupa
farmakologis atau ablasi kateter untuk pengobatan jangka panjang. Kateter ablasi
memiliki tingkat keberhasilan prosedural tinggi sekitar 95% untuk pasien dengan
takikardia klinis, khususnya AVNRT dan AVRT.
Komplikasi
1. Pingsan

12
2. Gagal Jantung jika memiliki masalah lain pada jantung seperti kelainan
katup
3. Kematian jika memiliki sindrome Wolff-Parkinson-White (WPW).
Pasien TaSuV dengan karakteristik seperti di bawah ini disarankan untuk dirujuk
ke spesialis aritmia:
1. Jenis TaSuV yang memerlukan terapi definitif (kateter ablasi)
2. Pasien TaSuV yang masih simtomatik walaupun dalam terapi rumatan
3. Pasien dengan takikardia QRS lebar
4. Pasien dengan takikardia QRS sempit yang resisten atau intoleran
terhadap obat
5. Pasien yang menghendaki untuk bebas minum obat
6. Pasien dengan simtom yang berat saat palpitasi, misalnya sinkop atau
dispnea
7. Diagnosis TaSuV tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada
8. Pasien dengan gambaran EKG preeksitasi dan simtomatik

Prognosis
Prognosis pada SVT tergantung pada penyakit jantung struktural yang
mendasari. Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki prognosis
yang sangat baik. Morbiditas dan mortalitas SVT dapat tiba-tiba dan berakhir di
mana saja dari detik ke hari. Pasien mungkin asimptomatik, tergantung pada
cadangan hemodinamik dan denyut jantung, durasi dari SVT, dan penyakit
penyerta.

BAB 3
KESIMPULAN

1. Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takiaritmia yang


ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat

13
menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit.
Dimana hal ini disebabkan oleh automatisasi atau mekanisme
re-entry oleh denyut atrium prematur atau denyut ektopik
ventrikel.
2. SVT terdiri dari AVNRT, AVRT, AT, atau PJRT. Diagnosis SVT
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan EKG.
Terkadang dalam beberapa kondisi pada pasien tertentu, dibutuhkan
ekokardiografi ataupun elektrofisiologi test. Penatalaksanaan SVT
terbagi menjadi dua fase, yaitu tatalaksana segera dan tatalaksana jangka
panjang.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Olgin, Jeffrey E., Douglas P. Zipes. Tachyarrhythmias. Braunwald’s Heart
Disease. A Texbook of Cardiovascular Medicine Ninth Edition. Page: 863-
99.
2. Vuster F, Walsh R, Harrington A. Hurst’s The Heart 13th ed. The McGraw-
Hill Company. United States: 2011.41:987-1003.
3. Page RL, Joglar JA, Caldwell MA, Estes M, Hammil SC, Linsday BD, et al.
2015 ACC/AHA/HRS Guideline for the Management of Adult Patients With
Supraventricular Tachycardia. Circulation. 2016.
4. Wang, Paul J dan N.A. Mark Estes II. Supraventricular Tachycardia.
Website http://circ.ahajournals.org/content/106/25/206 diakses pada 2 Mei
2018
5. Delacretaz, Etienne. Supraventricular Tachycardia. Website
http://www/nejm.org/doi/full/10/1056/NEJMep051145 diakses pada 2 Mei
2018
6. PERKI. Aritmia. In: Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clincal Pathway (CP)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 1st ed. Jakarta; 2016. p. 72–5.
7. Fox DJ, Tischenko A, dkk. 2008. Supraventricular Tachycardia: Diagnosis
and Management. Mayo Clin Proc. p.1400-1411.
8. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M.. 2008. Supraventricular
Tachycardia in the Pediatric Primary Care Setting: Agerelated Presentation,
Diagnosis, and Management. Journal of Pediatric Health Care. 22(5). p. 289-
299
9. Colluci, Randall, dkk. 2010. Common Types of SVT : Diagnosis and
Management. Am Physician. p.942-952
10. American Heart Association, 2005. Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care: Pediatric Advanced Life
Support Circulation. Volume 112. p. 167-187

15

Anda mungkin juga menyukai