Anda di halaman 1dari 50

CASE REPORT

Laryngopharyngeal Reflux
Oleh:
Dessy Nurlita
Muhammad Haikal

Pembimbing :
dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT- KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2018
IDENTITAS
• Nama / Umur : Tn. A/45 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Pendidikan : SMA
• Status : Sudah menikah
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Suku Bangsa : Lampung
• Alamat : Rajabasa, Bandar
Lampung
ANAMNESIS
Keluhan Utama
• Nyeri tenggorokan sejak 1 bulan yang
lalu

Keluhan Tambahan
• Nyeri menelan, sensasi mengganjal
pada tengorokan, suara serak, batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan disertai dengan rasa mengganjal di
tenggorokan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan nyeri menelan tersebut muncul baik
saat ia menelan makanan ataupun hanya sekedar menelan ludah yan bersifat hilang
timbul dan semakin lama semakin berat. Pada tenggorokan pasien merasakan
sensasi mengganjal dan seperti ada dahak yang sulit dikeluarkan. Hal ini membuat
pasien sering berdehem untuk mengurangi dahak di tenggorokan. Pasien juga
mengeluhkan batuk dan suaranya terasa lebih berat dan diikui dengan suara yang
semakin serak.

• Pasien memiliki penyakit maag sejak 5 tahun yang lalu dan terkadang pasien telat
makan sehingga keluhan maagnya muncul. Untuk mengobati keluhan nyeri perut
yang muncul akibat maag tersebut, pasien biasanya mengonsumsi obat maag dan
mengalami perbaikan.

• Berdasarkan keluhan tesebut, 1 minggu yang lalu pasien berobat ke puskesmas, oleh
dokter umum diberikan obat batuk. Keluhan berangsur membaik namun keluhan
muncul kembali saat obatnya habis. Pasien lalu memeriksakan keluhannya ke poli
THT-KL RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek.
• Pasien belum pernah mengalami keluhan
RPD hal yang sama sebelumnya.

• Keluarga pasien tidak ada yang mengalami


RPK keluhan yang serupa.

Riwayat Pekerjaan, • Pasien memiliki kebiasaan telat makan dan


Sosial Ekonomi, waktu makan tidak teratur. Selain itu, pasien
dan Kebiasaan juga sering langsung tidur setelah makan.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
• Keadaan Umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Frekuensi Nafas : 16 x/menit
• Frekuensi Nadi : 80 x/menit
• Suhu : 36,7°C
Kepala Mata
normocephal, tidak ada kelainan konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik

Leher Thorax
tidak terdapat pembesaran Dalam batas normal
KGB leher, nyeri tekan (-)

Abdomen Extremitas
Dalam batas normal Tidak tampak edema tungkai,
perfusi jaringan baik

DALAM BATAS
NORMAL
Status Lokalis THT
TELINGA
KANAN TELINGA LUAR KIRI
Normotia Bentuk telinga luar Normotia
Normal, nyeri tarik (-), warna Daun telinga Normal, nyeri tarik (-), warna
kulit sama dengan sekitarnya kulit sama dengan sekitarnya
Warna kulit sama dengan Preaurikular Warna kulit sama dengan
sekitar, nyeri tekan (-), fistel (- sekitar, nyeri tekan (-), fistel (-
), abses (-) ), abses (-)
Normal, nyeri tekan (-), tidak Retroaurikular Normal, nyeri tekan (-), tidak
ada benjolan ada benjolan
Tidak ada Nyeri tekan tragus Tidak ada
Tidak ada Tumor Tidak ada
TELINGA
KANAN LIANG TELINGA KIRI
Lapang, edem (-) Lapang/Sempit Lapang, edem (-)
Hiperemis (-) Warna Epidermis Hiperemis (-)
Tidak ada Sekret Tidak ada
Minimal Serumen Minimal
Tidak ditemukan Kelainan Lain Tidak ditemukan
TELINGA
KANAN MEMBRAN TIMPANI KIRI

Intak Bentuk Intak

Putih mutiara Warna Putih mutiara

(+) arah jam 5 Reflek Cahaya (+) arah jam 7

Tidak ditemukan Perforasi Tidak ditemukan

Retraksi (-), buldging (-) Kelainan Lain Retraksi (-), buldging (-)
HIDUNG
KANAN HIDUNG LUAR KIRI
Warna sama dengan sekitarnya Kulit Warna sama dengan sekitarnya

Terletak di linea mediana nasi Dorsum nasi Terletak di linea mediana nasi

Nyeri tekan (-), krepitasi (-) Nyeri tekan, krepitasi Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Selulitis (-), edema (-) Ala nasi Selulitis (-), edema (-)
Tidak ditemukan Nyeri tekan frontal Tidak ditemukan
Tidak ditemukan Nyeri tekan maksila Tidak ditemukan
Normal, tidak sempit, simetris Nares anterior Normal, tidak sempit, simetris

Tidak ditemukan Tumor, fistel Tidak ditemukan


Rhinoskopi
Anterior
Kanan Kiri
Lapang Cavum Nasi Lapang
Tidak ditemukan Sekret Tidak ditemukan
Tidak berbau Bau Tidak berbau
Normotrofi, warna sesuai Konka Inferior Normotrofi, warna sesuai
warna kulit warna kulit
Sulit dinilai Konka Media Sulit dinilai
Deviasi (-) Septum Nasi Deviasi (-)
Tidak ditemukan Krista, abses, massa Tidak ditemukan

Rhinoskopi Posterior: Tidak dilakukan


CAVUM ORIS
CAVUM ORIS Hasil Pemeriksaan
Mukosa Tidak hiperemis
Gingiva Ulkus (-), edema (-)
Gigi Karies dentis (-)
Lidah Bentuk normal, Atrofi papil (-)

Palatum Durum Permukaan licin


Palatum Mole Permukaan licin
Uvula Posisi letak tengah
Tumor Tidak ditemukan
FARING
FARING Hasil Pemeriksaan
Dinding Faring Tidak edema, tidak
bergranular

Mukosa hiperemis
Uvula Ditengah
Arkus Faring Simetris, tidak hiperemis
Sekret Tidak ada
TONSIL
TONSIL Hasil Pemeriksaan

Pembesaran T1 – T1

Kripta Tidak melebar

Detritus Tidak ada

Perlekatan Tidak ada

Sikatrik Tidak ada


Laring
• Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus Kranialis
• Tidak dilakukan pemeriksaan

KGB Leher
• Inspeksi: tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening
• Palpasi: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tekan
(-)
Skoring Reflex Symptom Indek (RSI)
• 20
RSI Score: 20
1. Hoarseness or a problem with your voice 0 1 2 3 4 5
2. Clearing your throat 0 1 2 3 4 5
3. Excess throat mucous or postnasal drip 0 1 2 3 4 5
4. Difficulty swallowing food, liquids or pills 0 1 2 3 4 5
5. Coughing after you ate or after lying down 0 1 2 3 4 5
6. Breathing difficulties or choking episodes 0 1 2 3 4 5
7. Troublesome or annoying cough 0 1 2 3 4 5
8. Sensations or something sticking in your throat 0 1 2 3 4 5
9. Heartburn, chest pain, indigestion, or stomach acid 0 1 2 3 4 5
coming up
Pemeriksaan Anjuran
• Laringoskopi
• Uji pH esofagus 24 jam
• Esofagografi
DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
• Laryngopharingeal Reflux
• Laringofaringitis
• Tumor laring

Diagnosis Kerja
• Laryngopharingeal Reflux
TERAPI
Non Medikamentosa Medikamentosa

• Tidak boleh menunda makan dan • Omeprazole 2 x 20 mg a.c


waktu makan harus teratur • Ranitidin 2 x 150 mg a.c
• Jika mual makan sedikit-sedikit • Ambroxol 3 x 30 mg p.c
tetapi sering
• Makanan berlemak dikurangi
• Setelah makan tidak boleh
langsung berbaring. Harus duduk
dahulu selama 30 menit.
• Istirahat yang cukup
• Minum obat teratur
• Kontrol kembali jika keluhan
memberat
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad
bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad
bonam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Gastroesophageal reflux disease
Laryngopharyngeal reflux (LPR)
(GERD) adalah aliran asam
didefinisikan sebagai retrograde
lambung kembali ke
aliran isi perut ke laring dan
kerongkongan. Berdasarkan
faring, di mana bahan ini
penelitian telah terbukti bahwa
bersentuhan dengan saluran
gastroesophageal refluks bukan
pencernaan bagian atas.
satu-satunya penyebab LPR.

GERD disebabkan oleh disfungsi sfingter esofagus bawah dan disfungsi mekanisme
pengosongan lambung, mukosa esofagus memiliki pelindung mekanisme melawan
faktor agresif isi perut (penghalang mukosa) dan tetap utuh ketika terjadi refluks
fisiologis, yang biasanya terjadi pada malam hari. Mukosa laring dan faring tidak
memiliki mekanisme pelindung tersebut, sehingga aktivitas acidopeptic isi lambung
dengan cepat dapat menyebabkan lesi mukosa. Refluks laring dan faring terjadi
paling sering pada siang hari sebagai akibat dari disfungsi sfingter esofagus bagian
atas.
EPIDEMIOLOGI
Meski ada tumpang tindih yang
signifikan antara gejala LPR dan
proses penyakit lainnya, LPR harus
dicurigai jika adanya edema laring
Kurang dari 40% pasien LPRD atau eritema yang diamati pada
dilaporkan mempunyai gejala khas pasien dengan gejala LPR klasik.
GERD, seperti rasa panas.
Sebaliknya, 44% dari orang dewasa
Diperkirakan bahwa 15 hingga Populasi AS melaporkan gejala
20% pasien yang datang ke GERD setidaknya sebulan sekali,
otolaryngologist mengeluh batuk 20% seminggu sekali, dan 7%
kronis, sensasi globus, dysphonia, dilaporkan gejala terjadi setiap
atau sakit tenggorokan. LPR hari.
didiagnosis sekitar 10% dari pasien
yang datang ke klinik
otolaringologi rawat jalan, dan di
lebih dari 50% pasien yang datang
dengan keluhan suara.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Masalah pada LES (hiatus hernia), pengosongan


Gaya hidup seperti makan berlebih (makanan pedas,
lambung yang lambat (obstruksi, diet (lemak),
lemak, coklat, mint, produk susu, soda, kafein dan
tembakau, dan alkohol), masalah dengan kontraksi
lainnya), merokok, alkohol, obat-obatan (teofilin, nitrat,
saluran makanan (motilitas esofagus yang abnormal
dopamine, narkotik, dan lainnya), individu yang
karena penyakit neuromuskular, laringektomi, etanol),
menggunakan suara mereka secara sering dan keras,
Penurunan resistensi mukosa karena radioterapi rongga
seperti guru dan penyanyi
mulut, radioterapi esofagus, xerostomia.

Peningkatan tekanan intraabdominal karena kehamilan,


obesitas, makan yang berlebihan, minuman karbonasi.
Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress,
obat-obatan, alkohol, diet.
PATOFISIOLOGI
• Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada, terdapat 2 hipotesa tentang bagaimana asam
lambung mempercepat respons patologis ekstraesofagus. Yang pertama, asam-pepsin
menyebabkan kerusakan secara langsung ke laring dan jaringan di sekitarnya. Hipotesis kedua
menunjukkan bahwa asam di esofagus distal menstimulasi refleks vagal-mediated yang
menyebabkan bronkokonstriksi dan throat clearing dan batuk kronik, yang akhirnya
menyebabkan lesi mukosa. Dua mekanisme ini dapat bertindak sebagai kombinasi untuk
menghasilkan perubahan patologis yang terlihat pada LPR.

Pada saluran pencernaan bagian atas, terdapat 4 barier fisiologis untuk melindungi saluran dari
cedera refluks yaitu:
• Sfingter esofagus bagian bawah
• Fungsi motor esofagus dengan pembersihan asam
• Resistensi jaringan mukosa esophagus
• Sfingter esofagus bagian atas
PATOFISIOLOGI
Ketika keempat mekanisme
perlindungan di atas gagal, maka
epitel pernapasan yang bersilia
pada laring posterior menjadi
rentan dan mengakibatkan
Kombinasi dari faktor-faktor
disfungsi dari silia tersebut
tersebut menyebabkan edema
sehingga terjadi stasis dari mukus.
pita suara, ulkus kontak, dan
Akumulasi dari mukus
granuloma, kemudian
menyebabkan sensasi post-nasal
menghasilkan gejala yang
drip dan menstimulasi “throat
berhubungan dengan LPR yaitu
clearing”. Iritasi langsung dari zat
suara serak, globus faringeus, dan
refluks dapat menyebabkan
nyeri tenggorokan
laringospasme yang menghasilkan
gejala batuk kronik dan tersedak
karena sensitivitas pada ujung
sensorik laring meningkat akibat
inflamasi lokal.
Suara serak

Sakit
Throat
tenggoroka
clearing
n

GEJALA
Batuk Sensasi
kronis globus

Laringospasm
e,bronkospas
me,
Disfagia
wheezing

Post nasal
Halitosis
drip
PERBEDAAN DENGAN GERD
GERD LPR

Heartburn + -

Esofagitis + Jarang

-(kecuali sangat parah) Selalu laringitis posterior


Laringitis

Perubahan Suara - +

LES UES
Abnormalitas Spincter

Nokturnal/saat berbaring Siang hari/saat berdiri


Refluks
Belafsky dkk mengembangkan sembilan item kuesioner (Reflux Symptom Index [RSI]) untuk penilaian gejala
pada pasien dengan penyakit refluks yang dapat selesai dalam waktu kurang dari 1 menit. Skala untuk
setiap individu rentang item dari 0 (tidak ada masalah) hingga 5 (masalah serius), dengan skor maksimum
45. Skor RSI > 13 dianggap abnormal
PEMERIKSAAN LARINGOSKOPI
• Pemeriksaan laring mengidentifikasi adanya edema
dan eritema, khususnya di bagian posterior.
Granuloma, tukak kontak, dan pseudosulcus
(infraglotis edema) juga temuan umum, dan telah
diamati pada hingga 90% kasus LPR.
• Laringoskopi penting karena tampaknya ada
hubungan antara kanker dan LPR. Reflux juga telah
terbukti berhubungan dengan stenosis subglotis,
spasme laring, obstruktif sleep apnea,
bronkiektasis, dan rhinitis atau rinosinusitis kronis
• Belafsky dkk mengembangkan Skor Pencapaian
Reflux (RFS) berdasarkan temuan laringoskopi
fiberoptik.
• Skala ini mengevaluasi delapan item yang terdiri
dari yang paling umum temuan laringoskopi
pada pasien dengan LPR yaitu edema subglotis,
hilangnya ventrikel, eritema atau hyperemia,
edem pita vocal, edema laring generalisata,
commissure posterior hipertrofi, jaringan
granuloma atau granulasi, dan lendir berlebih di
laring.
• Setiap item dinilai sesuai keparahan, lokasi, dan
ada atau tidaknya, untuk skor total dari 26.
• Pasien yang menyajikan skor 7 atau lebih tinggi
diklasifikasikan memiliki LPR
NORMAL LARING
PH MONITORING
• Pemantauan Ambulatory 24-jam dual-probe pH
dianggap standar emas untuk diagnosis LPR,
namun metode ini bisa salah/tidak sesuai karena
hasil positif palsu dapat terjadi karena artefak di
probe atas, dan hasil negatif palsu dapat terjadi
sebagai akibat karakter episode refluks yang
intermiten.
• Meskipun ada kontroversi, LPR terjadi ketika pH
proksimal menurun menjadi <4 selama atau segera
setelah paparan asam distal (dekat sfingter
esofagus bawah)
PENATALAKSANAAN
Penurunan berat badan PPI: Omeprazole, Keuntungan nyata terapi operatif adalah

PEMBEDAHAN
EDUKASI

MEDIKAMENTOSA
bahwa dapat memperbaiki barier
Menghentikan kebiasaan Esomeprazole, Lansoprazole antireflux di persimpangan gastroesofagus
dan mencegah refluks isi perut, sehingga
merokok H2-receptor blocker: Ranitidine, mencegah asam dan bahan nonacidic
Menghindari alkohol Cimetidine kontak dengan mukosa laringofaring.
Fundoplikasi
Membatasi konsumsi coklat, Prokinetic agents: Tegaserod,
Laparoskopi atau Nissen adalah perawatan
makanan berlemak, buah- Metoclopramide, Domperidone bedah untuk GERD dan menghasilkan hasil
yang dapat diandalkan. Namun, perannya
buahan asam, minuman Mucosal cytoprotectants: dalam pengelolaan LPR tidak pasti.
berkarbonasi, makanan pedas, Sucralfat Terdapat satu Penelitian menunjukkan
anggur merah, kafein, dan bahwa hanya 10% pasien yang merespons
makan terlalu malam Nissen fundoplication setelah kegagalan
terapi PPI, dan respons ini tidak berbeda
Mengkonsumsi obat-obatan dari kelompok yang terus menggunakan
secara teratur dan tepat waktu PPI (7%). Disebutkan juga dalam salah
satu penelitian jangka panjang baru-baru
(30-60 menit sebelum makan ini, bukti menunjukkan bahwa
untuk PPI) fundoplikasi laparoskopi Nissen tidak
memberikan hasil yang memuaskan
jangka panjang pada pasien yang
menderita refluks laringitis.
Symptom Improvement
Treatment Duration Follow-up
Author n Pharmacologic Intervention Laryngoscopic Improvement Repeat Treatment
wk Laryngeal Esophageal wk

Ranitidine 300-600 mg/d or


Koufman 33 24 85% … 85% 44 50%
Famotidine 80 mg/d

Kamel 16 Omeprazole 40 mg/d 6-24 79% 96% 56% 6 Majority

Step-wise treatment
Hanson 182 Famotidine 20 mg/d, 6-12 96% … 96% >6-12 79%
Omeprazole 20-40 mg/d

Shaw 68 Omeprazole 20 mg bid 12 Significantly improved 40% Significantly improved None …

Wo 21 Omeprazole 40 mg/d 8 40% 48% 50% 8 38%

Metz 10 Omeprazole 20 mg bid 4 60% 100% … … …

Significantly improved
Hanson 16 Omeprazole 20 mg/d 6-9 … … … …
acoustic parameter
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
• Respon positif terhadap percobaan 4 bulan 40 mg PPI dua kali sehari menegaskan
diagnosis LPR.
• Bukti klinis menunjukkan bahwa intervensi farmakologis harus terdiri dari minimal 3 bulan
perawatan dengan PPI yang diberikan dua kali sehari (omeprazole 40 mg atau setara PPI),
30 hingga 60 menit sebelum makan. Meskipun kebanyakan pasien menunjukkan perbaikan
gejala dalam 3 bulan, resolusi gejala dan laring umumnya membutuhkan waktu 6 bulan.
• Berdasarkan penelitian lainnya, disebutkan pengobatan antireflux maksimum terdiri dari
gabungan pemberian PPI dua kali per hari (sebelum sarapan dan makan malam) dan
antagonis reseptor H2 sebelum tidur. Meskipun rejimen ini menghasilkan penekanan asam
yang lebih besar dari perawatan medis sebelumnya, tingkat kegagalannya masih signifikan
(10 hingga 17%). Menambahkan H2RA ke terapi PPI adalah praktik yang umum pada
pasien dengan Nocturnal acid breakthrough (NAB). Gejala pharyngeal, laryngeal, dan
esophageal membaik setelah menggunakan penambahan dosis saat waktu tidur pada
H2RA. Oleh karena itu, pemberian PPI dengan dosis tambahan waktu tidur H2RA dianggap
sebagai pengobatan yang efektif dari LPR.
PROGNOSIS
• Tujuan dari pengobatan LPR adalah meredakan gejala
dan menjaga agar efek refluks terkontrol dengan diet dan
medikamentosa. Apabila diet dan medikamentosa tidak
berhasil, maka dibutuhkan rujukan ke ahli
gastroenterologi atau bedah digestif. Pada umumnya,
prognosis LPR baik apabila gaya hidup sehat dapat
diterapkan dan pengobatan dilakukan secara teratur.
Namun, apabila LPR tidak terdiagnosis atau gagal terapi,
dapat terjadi komplikasi seperti edema pita suara, ulkus
pita suara, pembentukan massa di tenggorokan,
perburukan asma, emfisema, dan bronkitis. LPR yang
tidak teratasi juga dapat berperan dalam pembentukan
kanker pada daerah pita suara.
PEMBAHASAN
Anamnesis
• Nyeri ditenggorkan,tenggorokan terasa gatal, ada
dahak ditenggorokan, berdehem (+), nyeri menelan,

Kasus batuk, suara terasa lebih berat dan tenggorokan


terasa asam terutama saat bangun tidur.
• Pasien juga memiliki riwayat dispepsia seperti mual,
perut terasa begah, nyeri ulu hati.

• suara serak, batuk, globus faringeus, throat clearing,


disfagia, dan nyeri tenggorokan.

Teori
Pemeriksaan Fisik
• Pada pemeriksaan fisik pasien tidak
dapat dijadikan acuan karena tidak
dilakukan pemeriksaan
laringoskopi.
Reflux Symptom Index (RSI)
Gejala Nilai
Suara serak atau masalah suara lainnya 3
Usaha membersihkan tenggorokan 3
Lendir di tenggorokan atau post nasal drip 1
Sulit menelan 4
Batuk setelah makan atau tidur 1
Sulit bernafas atau episode tercekik 3
Perasan mengganjal di tenggorokan 3
Rasa panas di ulu hati, nyeri dada atau asam lambung naik 2
TOTAL 20
• Dari Hasil Reflux Symptom Index
(RSI) dikatakan abnormal adalah
>13. Pada pasien didapatkan skor
RSI 20. Sehingga dapat disimpulkan
diagnosis pasien mengarah ke
Laryngopharingeal Reflux(LPR).
Tatalaksana
• Obat golongan PPI merupakan first
Omeprazole 2x20 choice dalam penatalaksanaan LPR.
• Pada pasien diberikan PPI
mg ac dikombinasikan dengan H2 receptor
blocker. Secara teori dikatakan bahwa
Ranitidin 2x150 pemberian PPI yang digabungkan
dengan H2 receptor blocker
mg ac merupakan pengobatan yang efektif
untuk LPR.

• Ambroxol merupakan metabolit dari


bromoheksin yang memiliki sifat
mekokinetik dan sekretolitik yang
Ambroxol 3x30 berfungsi untuk mengurangi
kekentalan dahak dan
mg mengeluarkannya dari efek batuk.
• Dosis anjuran ambroxol adalah 2-
3x30 mg.
Prognosis
Kasus Teori

• Quo ad vitam : ad • Pada umumnya, prognosis LPR baik


bonam apabila gaya hidup sehat dapat
• Quo ad functionam : dubia ad diterapkan dan pengobatan
bonam dilakukan secara teratur.
• Quo ad sanationam : dubia ad • Namun, apabila LPR tidak
bonam terdiagnosis atau gagal terapi, dapat
terjadi komplikasi seperti edema pita
suara, ulkus pita suara,
pembentukan massa di tenggorokan,
perburukan asma, emfisema, dan
bronkitis. LPR yang tidak teratasi juga
dapat berperan dalam pembentukan
kanker pada daerah pita suara.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai