Anda di halaman 1dari 27

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG BAYI LAKI-LAKI DENGAN USIA 2 HARI DENGAN


OMPHALOCELE

Disusun Oleh:
Vidya Ismiaulia G99171045

Periode: 19 – 21 Maret 2018

Pembimbing
dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik SMF
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Referensi artikel dengan judul :

“SEORANG BAYI LAKI-LAKI DENGAN USIA 2 HARI DENGAN


OMPHALOCELE”
Hari, tanggal :Selasa, 20 Maret 2018

Oleh:

Vidya Ismiaulia G 99171045

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel Residen
pembimbing

dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA dr.Topo


NIP. 19630127 198611 1 002

STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : An NA
Umur : 2 hari
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : NGLUWUR
Tanggal Masuk : 18 Maret 2018
No. RM : 014125xx

II. Keluhan Utama


Pasien datang dengan keluhan benjolan diperut sejak lahir

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak laki-laki usia 2 hari datang dengan keluhan benjolan
diperut sejak lahir. Benjolan disertai dengan kantung. Dua jam sebelum masuk
rumah sakit pasien lahir di bidan. Pasien lahir cukup bulan (41 Minggu) dengan
berat badan 2800g. Pasien merupakan anak pertama. Riwayat abortus disangkal,
Riwayat minum obat-obatan selama hamil disangkal.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal
Riwayat alergi : (-)
Riwayat darah sukar membeku : (-)

V. Riwayat Keluarga
Riwayat darah sukar membeku : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : (-)

VI. Riwayat Kelahiran


Pasien lahir dari ibu berusia 21 tahun, P1A0, lahir dengan per vaginam dengan
usia kehamilan 41 minggu. Bayi menangis kuat (+), nafas spontan (+), ketuban
jernih, tidak berbau, berat badan lahir 2800 gram

VII. Riwayat Kehamilan


Riwayat Ibu ANC : rutin di bidan setempat
Riwayat Ibu sakit saat hamil : disangkal
Riwayat konsumsi jamu saat hamil : disangkal

VIII. Riwayat Imunisasi


Pasien mendapatkan imunisasi sesuai dengan usianya yaitu Hepatitis B

B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, BB: ,PB:
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign
HR :127x/menit
RR : 40x/menit, teratur
T :36,5
SiO2 :98%
II. General Survey
a. Kulit : Kulit sawo matang, kering (-), ujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : Mesocephal

c. Mata : Refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik


(+/+), pupil isokor (2mm/2mm),
d. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
nyeri tragus (-/-).
e. Hidung : Bentuk asimetris, napas cuping hidung (-), secret (-),
keluar darah (-).
f. Mulut : Gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), maloklusi (-).
g. Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan
(-), JVP tidak meningkat.
h. Thorak : Bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).
i. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).
j. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : Fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor/sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).
k. Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), tampak benjolan di dinding abdomen,
selaput (+)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Lembut
l. Genitourinaria : BAK Kuning, BAK darah (-), BAK nanah (-),
nyeri BAK (-).
m. Muskuloskletal : Nyeri pada anggota gerak(-) , kelemahan pada anggota
gerak(-), ROM terbatas pada anggota gerak(-)

n. Ekstremitas
Akral dingin Oedema
- -

- -

- -
- -

Status Lokalis
Regio Abdomen :
 Umbilical cord (+), distensi (-)
 Tampak massa berbentuk bulat, berselaput dengan isi usus tampak jelas
dan tertutup jaringan fibrotik (+), keluar cairan serous berwarna kuning,
bau (+)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah (19 Maret 2918)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 17.6 g/dL 14,5 – 22.7
Hematokrit 53 % 47 – 75
Leukosit 19.3 ribu/µl 9.4-34.4
Trombosit 228 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 5.09 juta/µl 3.70 – 6.50
Golongan Darah B
Index Eritrosit
MCV 104.9 /um 80-96
MCH 34.6 pg 28-33
MCHC 33 g/dl 33-66
PDW 17 % 25-65
RDW 12.8 g/dl 11.6-14.6
Hitung jenis
Eosinophil 1.60 % 0.00-4.00
Basophil 0.20 % 0.00-1.00
Netrofil 77.80 % 18.00-74.00
Limfosit 14.30 % 60.00-66.00
Monosit 6.10 % 0.00-5.00
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 188 Mg/dl 40-60
Albumin 4.4 g/dl 2.8-4.4
Elektrolit
Natrium darah 134 mmol/L 129 – 147
Kalium darah 4.3 mmol/L 3.6 – 6.1
Chlorida darah 103 mmol/L 98 – 106
HEPATITI
HbsAg Nonreactive Nonreactive

Foto Rontgen Babygram (19/03/2018)

Kesimpulan :
1. Menyokong gambaran omphalocele
2. Terpasang gastric tube dengan tip terproyeksi paa gaster

Kondisi Pasien Sekarang (19/03/18)


D. ASSESMENT
Omphalocele

E. PLANNING
1. Pasang DC
2. Pasang NGT
3. Rawat tegak kering
4. Rawat bersama Pediatri
5. MRS KBRT
TINJAUAN PUSTAKA
OMPHALOCELE

A. Definisi2
Omphalocele adalah defek pada dinding anterior abdomen pada dasar dari
umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen. Omphalocele adalah salah satu
kelainan kongenital yang paling banyak ditemukan pada bedah anak. Usus pada
omphalocele dibungkus oleh membran yang terdiri dari peritoneum pada lapisan
dalam dan lapisan amnion dibagian luar. disebabkan oleh kegagalan alat dalam
untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu. Kelainan
ini dapat segera dilihat, yaitu berupa protrusi dari kantong yang berisi usus dan
visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus. Angka kematian
tinggi bila omphalocele besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.

Gambar 1. Omphalocele terdapat selaput

B. Etiologi3,4
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang.
Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya
omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil,
defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta
polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter,
namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital
yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan
omphalokel diantaranya:

1. syndrome of upper midline development atau thorako-abdominal syndrome


(pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior
diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan
vsd
2. syndrome of lower midline development berupa bladder (hipogastric
omphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia,
vesicointestinal fistula, sacrovertebral anomaly dan meningomyelocele dan
sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger
syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-sindrome kelainan kromosom
seperti yang telah disebutkan.
Beberapa penyebab omfalokel, yaitu:

1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi,
penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut
berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan
kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel
paling sering dijumpai.
2. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih
sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto
Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah
terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan
dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak
kelainan genetik.
3. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan
tersebut harus dilacak dengan USG.

C. Patofisiologi2,3,4
Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan terbagi
menjadi foregut, midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan erat dengan
lipatan embrio (embryonic fold) yang berperan dalam pembentukan dinding
abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi :

1. Lipatan kepala (cephalic fold)


Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus dan
lambung. Kegagaan perkembangan lapisan somatic lipatan kepala akan
mengakibatkan kelainan dinding abdomen daerah epigastrial disebut mfalokel
epigastrial.

2. Lipatan samping (lateral fold)


Membungkus midgut dan bersama lipatan lain membentukcincin awal
umbilicus. Bila terjadi kegagalan mengakibatkan abdomen tidaktertutup dengan
sempurna pada bagian tengah. Pada kelaianan ini cincin umbilicus tidak
terbentuk sempurna sehingga tetap terbuka lebar à omfalokel

3. Lipatan ekor (caudal fold)


Membungkus hindgutyang akan membentuk kolon dan rectum. Kegagalan
pertumbuhan lapisan splangnikus dan an somatic mengakibatkan atresia ani,
omfalokel hipogastrikus
Awal terjadinya omphalokel masih belum jelas dan terdapat beberapa teori
embriologi yang menjelaskan kemungkinan berkembangnya omphalokel. Teori yang
banyak disebutkan oleh para ahli ialah bahwa omphalokel berkembang karena
kegagalan migrasi dan fusi dari embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral
saat membentuk cincin umbilikus pada garis tengah sebelum invasi miotom pada
minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa omphalokel
berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum abdomen
pada minggu ke-12 perkembangan.
Sebagaimana diketahui pada minggu ke-4 perkembangan, dinding abdomen
embrio berupa suatu membran tipis yang terdiri dari ektoderm dan mesoderm
somatik yang disebut sebagai somatopleura. Somatopleura memiliki embrionik fold
yaitu kranial, kaudal dan lateral. Pada minggu ke-4 tersebut secara simultan terjadi
pertumbuhan kedalam mesoderm dari embrionik fold somatopleura bagian kranial,
kaudal dan lateral yang mulai mengadakan fusi pada garis tengah untuk membentuk
cincin umbilikus. Pada minggu ke-4 sampai ke-7, somatopleura diinvasi oleh
miotom yang terbentuk disebelah lateral dari vertebra dan bermigrasi ke medial.
Selama itu juga midgut mengalami elongasi dan herniasi ke umbilical cord. Miotom
merupakan segmen primitif sepanjang spinal cord yang nantinya masing-masing
segmen tersebut berkembang menjadi muskulus dan diinervasi oleh nervus spinalis.
Pada minggu ke-8 sampai ke-12 miotom berdiferensiasi menjadi 3 lapis otot dinding
perut dan mengadakan fusi pada garis tengah. Akhirnya pada minggu ke-12 rongga
abdomen janin sudah cukup kuat sebagai tempat usus yang akan masuk kembali dan
berputar yang kemudian menempati pososi anatomisnya.
Defek dinding abdominal akibat kegagalan dari mesoderm menggantikan
body stalk pada regio somatopleura. Displasia embrionik menurunkan apoptosis sel
dan perkembangan mesodermal yang tidak cukup menyebabkan kurangnya
pertumbuhan dari cincin umbilicus dan pelebaran dari diameternya. Selama
perlekatan yolk sac dan body stalk pada sentral umbilicus , amnion tetap melekat
pada pinggir defek dinding abdominal, menyebabkan hubungan rongga tubuh
intraembrionik dan coelom extraembrionik tetap. Pada bayi dengan omphalocele,
terjadi kegagalan fusi sentral pada cincin umbilicus menyebabkan gangguan
pertumbuhan mesodermal yang kemudian mengakibatkan penutupan dinding
abdominal tidak lengkap dan terjadi herniasi midgut yang menetap. Organ visceral
abdomen tertutup oleh kantong translusen yang terdiri dari amnion, Wharton Jelly,
dan peritoneum.Anomali yang berkaitan dengan omphalocele termasuk:

1. Anomali kromosom (40%-60%), ini termasuk trisomi 18, 13 dan 21 dan juga
Sindrom Turner, Sindrom Klinefelter dan Sindrom Triploidi.
2. Defek Kardiak (16%-47%), ini termasuk defek atrial dan ventrikular, Tetralogy
of Fallot, stenosis arteri pulmonalis, hipoplasia pulmoner, a double outlet right
ventricle, bicuspid aortic valve syndrome, transposisi dari pembuluh darah besar,
coarctation of the aorta, ectopia cordis dan tidak ada vena cava inferior.
3. Anomali neural tube, kepala dan leher. Ini termasuk defek neural tube,
holoprosencephaly, encephalocele, cerebellar hypoplasia, cleft lip, facial clefts,
micrognathia dan cystic hygroma.
4. Anomali gastrointestinal (40%), ini termasuk hernia diafragmatik, malrotasi,
duplikasi intestinal, atresia, asites, tidak ada kandung empedu, tidak ada hepar,
fistula trakeo-esofageal dan imperforata anus.
5. Anomali muskuloskeletal (10%-30%), ini termasuk Limb-Body Wall Deficiency
(LBWD), scoliosis, hemivertebra, comptomelic drawfism, clubfeet, syndactily
dan anomali tangan yang lain.
6. Abnormalitas ibu dan perkembangan janin, ini termasuk oligohidramnion,
polihidramnion, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), single umbilical artery,
allantoic cysts, placental choriongioma, immaturitas janin dan prematuritas
janin.
7. Anomali genitourinarius (40%), ini termasuk ekstrofi kandung kemih,
omphalocele, imperforata anus, anomali spinal, obstruksi dari ureteropelvic
junction, malposisi ginjal (cephalic renal displacement) dan ekstrofi kloaka.
8. Beckwith-Wiedemann Syndrome (5%-10%), sindrom ini termasuk omphalocele,
macroglossia dan visceromegali.

D. Manifestasi Klinis3,4
1. Ada defek pada dinding abdominal sekitar 4-12 cm, lokasi defek bisa di-sentral,
di-epigastrium atau di-hipogastrium.
2. Pada omphalocele yang besar, bisa terjadi distosia dan bisa mengakibatkan luka
pada hepar. Jika demikian, maka persalinan Caesar bisa diindikasikan.
3. Kantong omphalocele biasanya intak, meskipun bisa ruptur sekitar 10%-20%
kasus. Ruptur bisa terjadi di uterus atau selama persalian.
4. Bayi dengan Beckwith-Wiedemann Syndrome (exomphalos, macroglossia,
gigantism), memiliki ciri tubuh besar, bentuk wajah bundar, hipoglikemia dari
hyperplasia sel islet pankreas dan visceromegali. Bisa juga terjadi abnormalitas
genitourinarius dan memiliki resiko Tumor Wilms, tumor hepar
(hepatoblastoma) dan neoplasma adrenokortikal.
5. Pentalogy of Centrell menggambarkan omphalocele epigastrik yang dikaitkan
dengan celah pada sternum dan hernia diafragmatik anterior (Morgagni), defek
kardiak (misalnya : ectopia cordis, Ventricular Septal Defect (VSD) dan tidak
ada pericardium).
6. Bayi dengan omphalocele yang besar, memiliki defek pada dinding sentral
abdomen. Hepar diisi oleh kantong omphalocele, rongga abdomen dan thoraks
menjadi kecil dan tidak berkembang sehingga terjadi penyakit paru restriktif dan
hipoplosia pulmoner.
7. Kelainan yang lain yang dapat ditemukan:
a. Vagina bagian anterior dan rectum bisa prolaps.
b. Epispadia, clitoris bifida, penis bifida dan scrotum bifida.
c. Kontrol spinkter urinarius minimal.
d. Diastosis symphisis pubis dan cincin pelvis bagian anterior berotasi.
e. Ekstrofi kandung kemih dengan usus yang terlipat.
f. Colon dan appendix berduplikasi atau atresia colon dan anus imperforata
(agenesis pada hindgut).
g. Anomali sakral dan neurologik seperti : myelomeningocele, hydromyelia
dan diastematomyelia.
E. Diagnonis2,3,4,6
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum
operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada
serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding
abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek
kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus
oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong
mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel
raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir
seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan
berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi
pulmoner. Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Moore ada 3, yaitu:

 Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm


 Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
 Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak
terdiagnosis saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit
klem dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila
omfalokel dibiarkan tanpa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam
beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi
dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut
akan terpecah dan usus akan prolap.
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat
ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.

1. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan
bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat
minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya
usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen janin. Pada pemeriksaan
USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan
gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical
cord) berkembang. Berbeda dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak
gambaran garis-garis yang kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan
terlihat defek terpisah dari tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF
(maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui amniosintesis.
Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan selain menunjang diagnosis
sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin.

2. Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)


Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya
defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi
ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung
herniasi organ–organ abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi
oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak
kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa
selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut
kadang-kadang terdapat lapisan Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan
mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal
(mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak
mengandung vasa atau nervus.
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau
meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan dapat
mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver.Kantong atau selaput
pada omphalokel dapat mengalami ruptur. Sekitar 10-20 % kasus omphalokele
terjadi ruptur selama kehamilan atau pada saat melahirkan. Disebutkan pula
bahwa omphalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan menjadi
gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka oergan-organ
abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa pembengkakan,
pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen tersebut Perubahan
tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik yang berhubungan dengan
lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan urin janin. Bayi-bayi dengan
omphalokele yang intak biasanya tidak mengalami distres respirasi, kecuali bila
ada hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant omphalocele.
Kelainan lain yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada
giant omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk
mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan
radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada
tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya
kelainan jantung.

3. Diagnosa banding
Omphalokel Hernia Umbilikalis Gastroskisis

Lokasi defek Pada cincin Pada cincin Lateral dari


umbilikus umbilikus cincin
(umbilikal ring) umbilikus

Diameter/ukuran 4-12 cm < 4 cm < 4 cm


defek (cm)

Kavum abdomen Kecil terutama normal normal


padagiant
omphalocele

Kantong + + -

Kandungan Seluruh organ Beberapa loop usus Biasanya gaster


kantong abdomen atau usus

Letak tali pusat Pada puncak kantong Pada puncak kantong Terpisah
(umbilical cord) dengan
kantong,
biasanya di
lateral

Keadaan normal normal Memendek atau


permukaan organ terdapat bercak
abdomen/usus eksudat

Malrotasi sering - jarang

Atresia dan jarang - sering


strangulasi

Hubungan dengan sering sering terdapat jarang


kelainan divertikulum
kongenital Meckel)

F. Penatalaksanaan1,3,5,6,7,8,9
1. Penatalaksanaan Prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya
dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko
tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli
kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna
perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan
atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan
observasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara
melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau
bahkan ruptur sehingga mempengaruhi pronosis.
Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding
abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan
kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat
ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih
pada janin dengan defek dinding abdomen.

2. Penatalaksanan Postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi
atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum
penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki
fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan
omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga
lebih sedikit membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan
gastroskisis. Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah:

a. Tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan hangat untuk mencegah
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
b. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi
menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa
macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah
aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus
sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang
rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian
cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler
dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan
sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spektrum.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan
elektrolit
h. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone
-iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing
wrap atau plastik bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati
diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari trauma
mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta mencegah
angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
i. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan
j. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
rongent thoraks dan ekhokardiogram.

3. Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)


Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus
omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ
intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen
seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk
sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-
bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki
kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant
omphalocele bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan
dinding abdomen berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan
(operasi/repair) secara primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli,
walaupun demikian, pernah mencoba melakukan operasi pada giant
omphalocele secara primer dengan modifikasi dan berhasil. Tindakan
nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari
kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka dapat
dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan
direpair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah
0,25 % merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan
povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang
pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan
akan merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada
permukaan selaput atau kantong dengan elastik dressing yang sekaligus secara
perlahan dapat menekan dan menguragi isi kantong.
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada
kantong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro
binder, dan poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Tindakan nonoperatif
pada omfalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang
banyak dan angka metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur sehingga
dapat menimbulkan infeksi organ-organ intraabdomen. Bayi-bayi yang
menjalani penatalaksanaan nonoperatif ternyata memiliki lama rawat inap yang
lebih pendek dan waktu full enteral feeding yang lebih cepat dibanding dengan
penatalaksanaan dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah: Bayi dengan ompalokel raksasa (giant
omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana
penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya. Neonatus dengan
kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan. Bayi
dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera
yang mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi
akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan komplikasi misalnya
obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara usushalus dan kantong.
Jika infeksi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior
abdomen secara lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan
terbentuk hernia ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar
bila dilakukan operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara
berulang pada kantong, yang mana setelah beberapa hari akan terbentuk skar.
Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi yang
secara bertahap kana terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan
antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena bisa menghasilkan blood and
tissue levels of mercury well above minimum toxic levels. Alternatif lain yang
aman adalah alkohol 65% atau 70% atau gentian violet cair 1%. Setelah
keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis
memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang secara
komplet.

4. Penatalaksanaan dengan Operasi


Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen
dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi
emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang
mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada
ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru)
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan
hidup yang optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-
organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal
di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status
hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong
dan obstruksi usus.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure
(penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara
bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun staged closure yang
banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan
mengeksisi kantong. Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika
ditemukan malrotasi dikoreksi.

a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil
dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ
intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga
abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan
diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan
obat-obatan blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput
dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasa–vasa umbilkus dan urakus
diidentifikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-organ
intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat
diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2
–3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen
memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati
agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau
dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup dengan
jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan
jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti)
dan digunakan material yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan
mengeksisi kantong dan pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan
tindakan konservatif dahulu, namun demikian beberapa ahli pernah mencoba
melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi

b. Staged Closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar
antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau
eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat
dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu yang
lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya
kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan
tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary
closure. Suatu studi melaporkan bahwa kenaikan IGP (intra gastricpressure)
> 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi primer dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha
operasi dirubah dengan metode staged closure.21 Beberapa ahli kemudian
mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya
ditemukan suatu metode staged closure.4 Staged closure telah diperkenalkan
pertama kali oleh Robet Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang
kemudian tejadi hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan
oleh Allen dan Wrenn paada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”

1) Teknik skin flap


Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara undermining
/mendeseksi/membebaskan secara tajam kulit dan jaringan subkutan
terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan aponeurosis
muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea
aksilaris anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh.
Skin flap kemudian ditarik dan dipertemukan pada garis tengah untuk
menutupi defek yang kemudian cara tersebut menimbulkan hernia
ventralis.2 Hernia ventralis timbul karena kulit terus berkembang
sedangkan otot-otot dinding abdomen tidak2 Biasanya 6-12 minggu
kemudian dapat dilakukan repair terhadap hernia ventralis Cara tersebut
juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah yang panjang sehingga
menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal. Beberapa
ahli kemudian mencoba suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus
yang mendekati normal yaitu dengan cara umbilical preservation.
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada
tempat melekatnya urakus dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan
kutis dan subkutis dari fascia pada daerah tersebut. Kemudian pada
tempat tersebut dibuat neoumbilikus dengan jahitan kontinyu.

2) Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang
sangat besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo
merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ
intraabdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama
saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
Operasi diawali dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel.
Kemudian cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap namun
dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas
fascia atau otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with
Dacron) kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble,
sehingga terbentuk kantong prostetik ekstraabdomen yang akan
melindungi organ-organ intraabdomen. Organ-organ intraabdomen dalam
silo kemudian secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha
reduksi dapat dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap
dimonitor di ruangan neonatal intensiv care. Reduksi dapat dicapai
seluruhnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada beberapa
kasus, reduksi komplet dapat dicapai dalam 7-10 hari. Kegagalan reduksi
lebih dari 2 minggu dapat berakibat infeksi dan terpisahnya silo dari
jaringan. Penggunaan dacron felt pledgets dapat mengurangi resiko
terlepasnya atau kerusakan sambungan karena terlalu tegang dan lama.
Setelah seluruh isi kantong masuk ke rongga abdomen kemudian
dilakukan operasi untuk mengambil silo dan menutup kulit.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau
tekanan airway dan intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan
untuk memonitor selama operasi, diantaranya angka respirasi, tekanan
darah, warna kulit, dan ferfusi ferifer. Observasi tersebut menjadi sulit
dan kurang reliabel karena bayi dibius dan mengalami paralisis.
Intraoperatif Measurement dengan cara memonitor perubahan nilai CVP
dan IGP (intra gastricpressure) dapat digunakan untuk menentukan
teknik yang sebaiknya dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik
operasi yang dilakukan. Dia menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP >
20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha primary closure dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan
metode staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari
metode operasi tersebut.
Perawatan praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena,
NGT dan irigasi rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan
infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas atas. Pada penutupan
primer omfalokel, eksisi kantong amnion, pengembalian organ visera
yang keluar ke dalam kavum peritoneal dan penutupan defek dinding
anterior abdomen pada 1 tahap merupakan metode operasi pertama untuk
omfalokel and masih merupakan metode yang memuaskan. Hal ini
dikerjakan untuk ompalokel dengan ukuran defek yang kecil dan
sedang. Pada sebagian besar kasus omfalokel secara tehnik masih
mungkin untuk mengembalikan organ visera ke dalam abdomen dan
memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar ,
terutama bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen
tidak cukup untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen karena rongga
abdomen terlalu penuh.
Terdapat 2 pilihan untuk penanganan omfalokel yang lebih besar
atau gastroschizis.Secara sederhana mengabaikan luasnya defek, dimana
defek akan ditutup belakangan, namun untuk menutup ompalokel atau
usus yang terburai dengan kulit dinding abdomen yang dibebaskan ke
lateral sampai hampir garis tengah punggung, ke superior sampai dinding
dada, ke inferior sampai pubis serta dijahitkan pada garis tengah. Bila
anak tersebut bertahan, hernia ventralis yang besar tersebut direpair 1
tahunkemudian.
Pilihan yang paling sering dilakukan adalah secara manual menekan
dinding abdomen dengan membangun suatu tudung bungkus silastik
untuk menutup usus. Tudung (silo) tersebut secara progresif ditekan ke
arah profunda kantong amnion dan isinya ke dalam cavum abdomen dan
mendekatkan tepi linea alba oleh peregangan otot abdomen. Prosedur ini
memerlukan waktu 5 sampai 7 hari, sebelum defek ditutup secara primer.
5. Penanganan Pascaoperasi
Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi
atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted.
Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan
pemasangan silastic.Konsekuensinya pada bayi ini tidak ada alternatif selain
alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. Konsekuensinya
lambung didrainase dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan
omfalokel adalah tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk
normal, dari 6 minggu sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2
minggu pasca penutupan primer , mereka jarang toleransi penuh dengan
makanan oral
Pemantauan selama operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi,
termasuk pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfungsi
mencegah infeksi seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala
peradangan mereda atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus
biasanya akan kembali setelah 2-3 hari dari waktu primary closure sehingga
nutrisi enteral awal dapat diberikan. Pada staged repair, total perenteral nutrisi
(TPN) diberikan lebih lama lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal.
Fungsi usus akan cepat kembali normal jika peradangan mereda. Akibat awal
operasi dapat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat
menurunnya aliran vena kava (venous return) ke jantung dan menurunnya
kardiac output. Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks yang
menyebabkan naiknya tekanan airway dan beresiko terjadinya barotrauma dan
insufisiensi paru. Keadaan itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia
usus, gangguan respirasi (ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dari komplikasi
awal operasi adalah timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat
berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan
pasien tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia.
Obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan fibrous
pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena
volvulus atau karena tekanan intraabdomen yang meningkat. Infeksi biasanya
terjadi pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang dan
penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia
ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong(2004).Tindakan Bedah: organ dan sistem organ,


usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum, Kelainan bawaan, In: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC. pp: 908-10.

2. Chih-Ping Chen (2007).Prenatal diagnosis and genetic counseling of Omphalocele.


Taiwan: Elsevier. pp. 1-35

3. Walker, Goulet, Kleinman, Sherman, and Sanderson (2004).Pediatric


gastrointestinal disease: pathophysiology, diagnosis and management. USA: BC
Delker.

4. Claude S, Yves A, Beatrice D, Marie-Paule R (2008). Omphalocele and


gastroschisis and associated malformations. American Journal of Medical Genetics,
10: 1280-1285.

5. Maurizio P, Lewis S, Edward M.K, Joe Curry, Agostino P (2005). Staged repair of
giant omphalocele in the neonatal period. Journal of Pediatric Surgery, 40: 785-
788.

6. Katharina H, Hans P. H, Bertram R, Peter G. W(2008) Gastroschisis and


omphalocele: treatments and long-term outcomes. Pediatric Surgery International,
24: 167-173

7. Kandice E. K, Donald R. C, Monford D. C (2006) Vacuum-assisted closure: a new


method for treating patients with giant omphalocele. Journal of Pediatric Surgery,
41: 212-215.

8. Carol McNair, Judy Hawes, Heather Urquhart (2006). Caring for the Newborn with
an Omphalocele. Neonatal Network, 25: 319-325.

9. Robert Foglia, Alex Kane, Devra Becker, Jose Asz-Sigall, George Mychaliska
(2006). Management of giant omphalocele with rapid creation of abdominal domain.
Journal of Pediatric Surgery, 41: 704-709.

Anda mungkin juga menyukai