Disusun Oleh:
Vidya Ismiaulia G99171045
Pembimbing
dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA
Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik SMF
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Referensi artikel dengan judul :
Oleh:
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : An NA
Umur : 2 hari
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : NGLUWUR
Tanggal Masuk : 18 Maret 2018
No. RM : 014125xx
V. Riwayat Keluarga
Riwayat darah sukar membeku : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, BB: ,PB:
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign
HR :127x/menit
RR : 40x/menit, teratur
T :36,5
SiO2 :98%
II. General Survey
a. Kulit : Kulit sawo matang, kering (-), ujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : Mesocephal
n. Ekstremitas
Akral dingin Oedema
- -
- -
- -
- -
Status Lokalis
Regio Abdomen :
Umbilical cord (+), distensi (-)
Tampak massa berbentuk bulat, berselaput dengan isi usus tampak jelas
dan tertutup jaringan fibrotik (+), keluar cairan serous berwarna kuning,
bau (+)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah (19 Maret 2918)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 17.6 g/dL 14,5 – 22.7
Hematokrit 53 % 47 – 75
Leukosit 19.3 ribu/µl 9.4-34.4
Trombosit 228 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 5.09 juta/µl 3.70 – 6.50
Golongan Darah B
Index Eritrosit
MCV 104.9 /um 80-96
MCH 34.6 pg 28-33
MCHC 33 g/dl 33-66
PDW 17 % 25-65
RDW 12.8 g/dl 11.6-14.6
Hitung jenis
Eosinophil 1.60 % 0.00-4.00
Basophil 0.20 % 0.00-1.00
Netrofil 77.80 % 18.00-74.00
Limfosit 14.30 % 60.00-66.00
Monosit 6.10 % 0.00-5.00
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 188 Mg/dl 40-60
Albumin 4.4 g/dl 2.8-4.4
Elektrolit
Natrium darah 134 mmol/L 129 – 147
Kalium darah 4.3 mmol/L 3.6 – 6.1
Chlorida darah 103 mmol/L 98 – 106
HEPATITI
HbsAg Nonreactive Nonreactive
Kesimpulan :
1. Menyokong gambaran omphalocele
2. Terpasang gastric tube dengan tip terproyeksi paa gaster
E. PLANNING
1. Pasang DC
2. Pasang NGT
3. Rawat tegak kering
4. Rawat bersama Pediatri
5. MRS KBRT
TINJAUAN PUSTAKA
OMPHALOCELE
A. Definisi2
Omphalocele adalah defek pada dinding anterior abdomen pada dasar dari
umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen. Omphalocele adalah salah satu
kelainan kongenital yang paling banyak ditemukan pada bedah anak. Usus pada
omphalocele dibungkus oleh membran yang terdiri dari peritoneum pada lapisan
dalam dan lapisan amnion dibagian luar. disebabkan oleh kegagalan alat dalam
untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu. Kelainan
ini dapat segera dilihat, yaitu berupa protrusi dari kantong yang berisi usus dan
visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus. Angka kematian
tinggi bila omphalocele besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.
B. Etiologi3,4
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang.
Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya
omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil,
defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta
polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter,
namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital
yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan
omphalokel diantaranya:
1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi,
penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut
berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan
kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel
paling sering dijumpai.
2. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih
sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto
Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah
terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan
dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak
kelainan genetik.
3. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan
tersebut harus dilacak dengan USG.
C. Patofisiologi2,3,4
Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan terbagi
menjadi foregut, midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan erat dengan
lipatan embrio (embryonic fold) yang berperan dalam pembentukan dinding
abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi :
1. Anomali kromosom (40%-60%), ini termasuk trisomi 18, 13 dan 21 dan juga
Sindrom Turner, Sindrom Klinefelter dan Sindrom Triploidi.
2. Defek Kardiak (16%-47%), ini termasuk defek atrial dan ventrikular, Tetralogy
of Fallot, stenosis arteri pulmonalis, hipoplasia pulmoner, a double outlet right
ventricle, bicuspid aortic valve syndrome, transposisi dari pembuluh darah besar,
coarctation of the aorta, ectopia cordis dan tidak ada vena cava inferior.
3. Anomali neural tube, kepala dan leher. Ini termasuk defek neural tube,
holoprosencephaly, encephalocele, cerebellar hypoplasia, cleft lip, facial clefts,
micrognathia dan cystic hygroma.
4. Anomali gastrointestinal (40%), ini termasuk hernia diafragmatik, malrotasi,
duplikasi intestinal, atresia, asites, tidak ada kandung empedu, tidak ada hepar,
fistula trakeo-esofageal dan imperforata anus.
5. Anomali muskuloskeletal (10%-30%), ini termasuk Limb-Body Wall Deficiency
(LBWD), scoliosis, hemivertebra, comptomelic drawfism, clubfeet, syndactily
dan anomali tangan yang lain.
6. Abnormalitas ibu dan perkembangan janin, ini termasuk oligohidramnion,
polihidramnion, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), single umbilical artery,
allantoic cysts, placental choriongioma, immaturitas janin dan prematuritas
janin.
7. Anomali genitourinarius (40%), ini termasuk ekstrofi kandung kemih,
omphalocele, imperforata anus, anomali spinal, obstruksi dari ureteropelvic
junction, malposisi ginjal (cephalic renal displacement) dan ekstrofi kloaka.
8. Beckwith-Wiedemann Syndrome (5%-10%), sindrom ini termasuk omphalocele,
macroglossia dan visceromegali.
D. Manifestasi Klinis3,4
1. Ada defek pada dinding abdominal sekitar 4-12 cm, lokasi defek bisa di-sentral,
di-epigastrium atau di-hipogastrium.
2. Pada omphalocele yang besar, bisa terjadi distosia dan bisa mengakibatkan luka
pada hepar. Jika demikian, maka persalinan Caesar bisa diindikasikan.
3. Kantong omphalocele biasanya intak, meskipun bisa ruptur sekitar 10%-20%
kasus. Ruptur bisa terjadi di uterus atau selama persalian.
4. Bayi dengan Beckwith-Wiedemann Syndrome (exomphalos, macroglossia,
gigantism), memiliki ciri tubuh besar, bentuk wajah bundar, hipoglikemia dari
hyperplasia sel islet pankreas dan visceromegali. Bisa juga terjadi abnormalitas
genitourinarius dan memiliki resiko Tumor Wilms, tumor hepar
(hepatoblastoma) dan neoplasma adrenokortikal.
5. Pentalogy of Centrell menggambarkan omphalocele epigastrik yang dikaitkan
dengan celah pada sternum dan hernia diafragmatik anterior (Morgagni), defek
kardiak (misalnya : ectopia cordis, Ventricular Septal Defect (VSD) dan tidak
ada pericardium).
6. Bayi dengan omphalocele yang besar, memiliki defek pada dinding sentral
abdomen. Hepar diisi oleh kantong omphalocele, rongga abdomen dan thoraks
menjadi kecil dan tidak berkembang sehingga terjadi penyakit paru restriktif dan
hipoplosia pulmoner.
7. Kelainan yang lain yang dapat ditemukan:
a. Vagina bagian anterior dan rectum bisa prolaps.
b. Epispadia, clitoris bifida, penis bifida dan scrotum bifida.
c. Kontrol spinkter urinarius minimal.
d. Diastosis symphisis pubis dan cincin pelvis bagian anterior berotasi.
e. Ekstrofi kandung kemih dengan usus yang terlipat.
f. Colon dan appendix berduplikasi atau atresia colon dan anus imperforata
(agenesis pada hindgut).
g. Anomali sakral dan neurologik seperti : myelomeningocele, hydromyelia
dan diastematomyelia.
E. Diagnonis2,3,4,6
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum
operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada
serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding
abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek
kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus
oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong
mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel
raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir
seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan
berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi
pulmoner. Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Moore ada 3, yaitu:
1. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan
bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat
minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya
usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen janin. Pada pemeriksaan
USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan
gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical
cord) berkembang. Berbeda dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak
gambaran garis-garis yang kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan
terlihat defek terpisah dari tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF
(maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui amniosintesis.
Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan selain menunjang diagnosis
sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin.
3. Diagnosa banding
Omphalokel Hernia Umbilikalis Gastroskisis
Kantong + + -
Letak tali pusat Pada puncak kantong Pada puncak kantong Terpisah
(umbilical cord) dengan
kantong,
biasanya di
lateral
F. Penatalaksanaan1,3,5,6,7,8,9
1. Penatalaksanaan Prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya
dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko
tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli
kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna
perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan
atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan
observasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara
melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau
bahkan ruptur sehingga mempengaruhi pronosis.
Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding
abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan
kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat
ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih
pada janin dengan defek dinding abdomen.
2. Penatalaksanan Postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi
atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum
penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki
fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan
omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga
lebih sedikit membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan
gastroskisis. Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah:
a. Tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan hangat untuk mencegah
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
b. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi
menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa
macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah
aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus
sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang
rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian
cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler
dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan
sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spektrum.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan
elektrolit
h. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone
-iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing
wrap atau plastik bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati
diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari trauma
mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta mencegah
angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
i. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan
j. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
rongent thoraks dan ekhokardiogram.
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil
dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ
intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga
abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan
diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan
obat-obatan blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput
dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasa–vasa umbilkus dan urakus
diidentifikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-organ
intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat
diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2
–3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen
memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati
agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau
dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup dengan
jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan
jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti)
dan digunakan material yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan
mengeksisi kantong dan pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan
tindakan konservatif dahulu, namun demikian beberapa ahli pernah mencoba
melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi
b. Staged Closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar
antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau
eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat
dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu yang
lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya
kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan
tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary
closure. Suatu studi melaporkan bahwa kenaikan IGP (intra gastricpressure)
> 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi primer dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha
operasi dirubah dengan metode staged closure.21 Beberapa ahli kemudian
mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya
ditemukan suatu metode staged closure.4 Staged closure telah diperkenalkan
pertama kali oleh Robet Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang
kemudian tejadi hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan
oleh Allen dan Wrenn paada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”
2) Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang
sangat besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo
merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ
intraabdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama
saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
Operasi diawali dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel.
Kemudian cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap namun
dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas
fascia atau otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with
Dacron) kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble,
sehingga terbentuk kantong prostetik ekstraabdomen yang akan
melindungi organ-organ intraabdomen. Organ-organ intraabdomen dalam
silo kemudian secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha
reduksi dapat dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap
dimonitor di ruangan neonatal intensiv care. Reduksi dapat dicapai
seluruhnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada beberapa
kasus, reduksi komplet dapat dicapai dalam 7-10 hari. Kegagalan reduksi
lebih dari 2 minggu dapat berakibat infeksi dan terpisahnya silo dari
jaringan. Penggunaan dacron felt pledgets dapat mengurangi resiko
terlepasnya atau kerusakan sambungan karena terlalu tegang dan lama.
Setelah seluruh isi kantong masuk ke rongga abdomen kemudian
dilakukan operasi untuk mengambil silo dan menutup kulit.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau
tekanan airway dan intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan
untuk memonitor selama operasi, diantaranya angka respirasi, tekanan
darah, warna kulit, dan ferfusi ferifer. Observasi tersebut menjadi sulit
dan kurang reliabel karena bayi dibius dan mengalami paralisis.
Intraoperatif Measurement dengan cara memonitor perubahan nilai CVP
dan IGP (intra gastricpressure) dapat digunakan untuk menentukan
teknik yang sebaiknya dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik
operasi yang dilakukan. Dia menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP >
20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha primary closure dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan
metode staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari
metode operasi tersebut.
Perawatan praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena,
NGT dan irigasi rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan
infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas atas. Pada penutupan
primer omfalokel, eksisi kantong amnion, pengembalian organ visera
yang keluar ke dalam kavum peritoneal dan penutupan defek dinding
anterior abdomen pada 1 tahap merupakan metode operasi pertama untuk
omfalokel and masih merupakan metode yang memuaskan. Hal ini
dikerjakan untuk ompalokel dengan ukuran defek yang kecil dan
sedang. Pada sebagian besar kasus omfalokel secara tehnik masih
mungkin untuk mengembalikan organ visera ke dalam abdomen dan
memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar ,
terutama bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen
tidak cukup untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen karena rongga
abdomen terlalu penuh.
Terdapat 2 pilihan untuk penanganan omfalokel yang lebih besar
atau gastroschizis.Secara sederhana mengabaikan luasnya defek, dimana
defek akan ditutup belakangan, namun untuk menutup ompalokel atau
usus yang terburai dengan kulit dinding abdomen yang dibebaskan ke
lateral sampai hampir garis tengah punggung, ke superior sampai dinding
dada, ke inferior sampai pubis serta dijahitkan pada garis tengah. Bila
anak tersebut bertahan, hernia ventralis yang besar tersebut direpair 1
tahunkemudian.
Pilihan yang paling sering dilakukan adalah secara manual menekan
dinding abdomen dengan membangun suatu tudung bungkus silastik
untuk menutup usus. Tudung (silo) tersebut secara progresif ditekan ke
arah profunda kantong amnion dan isinya ke dalam cavum abdomen dan
mendekatkan tepi linea alba oleh peregangan otot abdomen. Prosedur ini
memerlukan waktu 5 sampai 7 hari, sebelum defek ditutup secara primer.
5. Penanganan Pascaoperasi
Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi
atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted.
Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan
pemasangan silastic.Konsekuensinya pada bayi ini tidak ada alternatif selain
alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. Konsekuensinya
lambung didrainase dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan
omfalokel adalah tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk
normal, dari 6 minggu sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2
minggu pasca penutupan primer , mereka jarang toleransi penuh dengan
makanan oral
Pemantauan selama operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi,
termasuk pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfungsi
mencegah infeksi seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala
peradangan mereda atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus
biasanya akan kembali setelah 2-3 hari dari waktu primary closure sehingga
nutrisi enteral awal dapat diberikan. Pada staged repair, total perenteral nutrisi
(TPN) diberikan lebih lama lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal.
Fungsi usus akan cepat kembali normal jika peradangan mereda. Akibat awal
operasi dapat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat
menurunnya aliran vena kava (venous return) ke jantung dan menurunnya
kardiac output. Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks yang
menyebabkan naiknya tekanan airway dan beresiko terjadinya barotrauma dan
insufisiensi paru. Keadaan itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia
usus, gangguan respirasi (ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dari komplikasi
awal operasi adalah timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat
berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan
pasien tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia.
Obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan fibrous
pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena
volvulus atau karena tekanan intraabdomen yang meningkat. Infeksi biasanya
terjadi pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang dan
penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia
ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak
DAFTAR PUSTAKA
5. Maurizio P, Lewis S, Edward M.K, Joe Curry, Agostino P (2005). Staged repair of
giant omphalocele in the neonatal period. Journal of Pediatric Surgery, 40: 785-
788.
8. Carol McNair, Judy Hawes, Heather Urquhart (2006). Caring for the Newborn with
an Omphalocele. Neonatal Network, 25: 319-325.
9. Robert Foglia, Alex Kane, Devra Becker, Jose Asz-Sigall, George Mychaliska
(2006). Management of giant omphalocele with rapid creation of abdominal domain.
Journal of Pediatric Surgery, 41: 704-709.