Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP

ANGIOEDEMA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Dokter Internsip


Indonesia

Oleh :
dr. Reviolita Ariani

Pembimbing :
Dr. Yuni Arcan Sianturi Sp.A

Pendamping Wahana:
dr. Aisah Bee

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEPULAUAN MERANTI
MERANTI
2016

BAB I
STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. F
Umur
: 2 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Tanjung Harapan
No. RM
: 067008
Tanggal periksa : 11/10/2016

II.

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 11 Oktober 2016
kepada ibu kandung.
A. Keluhan utama : wajah bengkak kemerahan
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa oleh orangtua ke RSUD dengan keluhan wajah bengkak
kemerahan sejak 12 jam SMRS. Bengkak kemerahan tidak hanya di wajah,
tetapi juga di seluruh tubuh, tangan dan kaki. Bengkak terasa gatal dan
digaruk-garuk oleh pasien. Bibir pasien tampak menebal. Tidak ada
keluhan sesak nafas, mual dan muntah.
12 jam SMRS pasien periksa ke klinik dokter dengan keluhan demam
sejak 4 hari terus menerus dan ada luka koreng bernanah di kaki kanan
sejak 1 minggu yang tak kunjung sembuh. Oleh dokter diberikan obat
puyer dan amoksisilin sirup. Beberapa jam setelah minum obat tersebut,
muncul gejala bengkak kemerahan di wajah, seluruh tubuh, tangan dan
kaki.
Pasien tidak ada riwayat makan makanan yang tidak biasa sebelumnya,
batuk (-), pilek (-) BAK dalam batas normal, BAB 1 hari yang lalu.
C. Riwayat penyakit dahulu
1. Riwayat sakit sama seperti ini
: disangkal
2. Riwayat alergi cuaca dan debu
: disangkal
3. Riwayat alergi obat
: tidak tahu
4. Riwayat alergi makanan
: disangkal
5. Riwayat asma
: disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
1. Riwayat keluarga sakit serupa
: disangkal
2. Riwayat alergi cuaca dan debu
: disangkal
3. Riwayat asma
: disangkal
4. Riwayat alergi obat
: tidak tahu

E. Riwayat sosial ekonomi


Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orang tua bekerja
sebagai wiraswasta. Biaya pengobatan ditanggung pribadi. Kesan ekonomi
cukup.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
3. Vital sign :
a. Tekanan darah
: 100/70 mmHg
b. Nadi
: 88 x/menit
c. RR
: 24 x/menit
d. Suhu
: 37.80C
4. Status gizi : kesan cukup
5. Status generalis
a. Kepala : Bentuk mesochepal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-),
luka (-)
b. Muka : tampak udem, hiperemis, eritema (+)
c. Mata : udem periorbital (+/+) konjungtiva anemis Hidung : napas
cuping (-),
d. Telinga : serumen (-/-)
e. Mulut : bibir udem (+), eritema (+) sianosis (-), hematom (-)
f. Thorak
Cor
I
: ictus kordis tidak terlihat
P
: ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah
medial midclavikula sinistra
P

Batas atas jantung

: ICS II linea parasternal

sinistra

Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal


sinsitra

Batas kanan bawah jantung

: ICS V linea sternalis

dextra

Batas kiri bawah jantung : ICS IV 1-2 cm ke arah


medial midclavikula sinistra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal

: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop


(-)

Pulmo

: bentuk dada normal, hemithoraks dektra dan

sinistra simetris, retraksi (-/)


P
: nyeri tekan (-)
P
: sonor pada kedua lapang paru
A
: suara dasar vesikuler, wheezing (-/-), ronki (-/-)
g. Abdomen
I
: permukaan abdomen datar, eritem (+)
A
: bising usus normal
P
: timpani seluruh lapang abdomen
P
: nyeri tekan abdomen (-)
h. Ekstremitas
Akral dingin

Superior
-/-

Inferior
-/-

Sianosis

-/-

-/-

Edema

+/+

+/+

Nyeri gerak

-/-

-/-

IV.

STATUS DERMATOLOGI
A. Lokasi : wajah, periorbital, bibir, tangan dan kaki
B. UKK : udem, hiperemis, eritema

V.

DIAGNOSA BANDING
Angioedema
Urtikaria
Eritema multiforme

VI.

DIAGNOSA KERJA
Angioedema

VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Albumin

Hasil
11.8
14.190
33.1
217.000
0.5
2.2
60
35.5
1.7
3.2

Nilai rujukan
12 16 gr%
4 11 rb/mm
36 47 %
150 400 rb/mm
01%
03%

Hasil
Kuning Muda
1.025
6.0
0-1
0-1
-

Nilai Rujukan
Kuning Jernih
1.001-1.035
4.4-8.0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0 -2 Lbp
0 5 Lbp
Pos/Neg
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

50 70 %
35.5 %
28%
3.8 5.1 g/dl

Pemeriksaan Urinalisa
Pemeriksaan
Warna
BJ
pH
Protein
Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Reduksi
Nitrit
Sedimen
-Eritrosit
-Leukosit
-Epitel
-Bakteri
-Cristal
-Cyilinder
-Sel Ginjal
-Sel Ragi

VIII.

PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
- Menghindari agen pencetus yang dapat menimbulkan keluhan
2. Medikamentosa
- Methyl prednisolon 2 x 4 mg/hari

IX.

Cetirizin 2 x 5 cc
Cefixim syr 2 x 2.75 cc
Gentamicin zalf
Anjuran rawat inap keluarga menolak

PROGNOSIS
A. Quo ad vitam
B. Quo ad sanam
C. Quo ad fungsionam
D. Quo ad cosmetikam

: ad bonam
: dubia ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

X. FOLLOW UP
Pasien kontrol ke poli anak
Tanggal
14/10/201

Perjalanan penyakit
S bengkak kemerahan pada wajah,

Terapi
-Cetirizin syr (stop)

sekitar mata bibir, tangan dan kaki

-Methyl

sudah tidak ada. Luka koreng dikaki

(stop)

kiri sudah mulai kering. Demam (-)


O KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis
TD : 100/70mmHg,
HR : 88x/i (isian kuat, reguler),
RR : 22x/i
T : 36,6 C

-Cefixime syr 2 x 7.5 cc

Muka : udem (-), hiperemis, eritema (-)


Mata : udem periorbital (-/-)
Hidung : napas cuping (-),
Mulut : bibir udem (-), eritema (-)
sianosis (-)
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2.
Edema superior/inferior -/-

Prednisolon

(lanjut)
-Gentamicin zalf (lanjut)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi
Angioedema yang juga disebut dengan giant urticaria, Quincke edema dan
angioneurotic edema telah digunakan sejak dulu untuk menggambarkan
kondisi seperti ini. Angioedema seringkali dihubungkan dengan urtikaria.
Faktanya sebanyak 50% pasien dengan urtikaria juga mangalami angioedema.
Banyak kasus angioedema sangat mirip dengan urtikaria berdasarkan etiologi
dan penatalaksanaannya.1,2
Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan
lapisan submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna.

Angioedema dapat disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan


urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam
dan jaringan subkutaneus.1,2
B.

Etiologi
Peradangan di kulit dapat mengakibatkan gatal-gatal dan angioedema.
Gatal-gatal dan angioedema kadang-kadang dapat dipicu ketika sel-sel tertentu
yang disebut sel mast melepaskan bahan kimia histamin dan bahan lainnya ke
dalam aliran darah dan kulit. Penyebab urtikaria dan angioedema mencakup
yang berikut :
- Kausa imunologik yang diperantarai oleh IgE termasuk obat, makanan dan

C.

parasit
Kausa yang diperantarai oleh komplemen termasuk serum sickness dan

transfusi darah lengkap


Rangsangan fisik yang tidak diperantarai oleh IgE, mencakup dingin, sinar

matahari dan tekanan (dermatografisme)


Infeksi tersamar yang mencakup sinusitis, abses gigi dan tinea pedis1,2

Patogenesis
Urtikaria dan angioedema ialah suatu reaksi pada kulit yang mudah dilihat
dan biasanya terlokalisasi, baik pada kulit (urtikaria), maupun di bawah kulit
(angioedema) yang disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada
urtikaria peningkatan permeabilitas kapiler ini merupakan faktor yang penting.
Keadaan ini dimungkinkan karena pelepasan histamin dari sel mast. Terjadi
edema subkutan, umumnya pada jaringan yang longgar dan berisi sedikit ujung
saraf, sehingga keluhan gatal pada angioedema lebih jarang ditemukan
dibanding pada urtikaria.2,3
Bradikinin memainkan peran penting dalam segala bentuk angioedema
herediter. Ini peptida adalah kuat vasodilator dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, menyebabkan akumulasi cepat cairan dalam interstitium. Hal
ini paling jelas di wajah, di mana kulit relatif sedikit telah mendukung jaringan
ikat, dan edema mengembangkan mudah. Bradikinin dirilis oleh berbagai jenis
sel dalam menanggapi rangsangan yang berbeda-beda, melainkan juga rasa
sakit mediator. Peredam atau menghambat bradikinin telah ditunjukkan untuk

meredakan gejala Hae. Berbagai mekanisme yang mengganggu dengan


produksi bradikinin atau degradasi dapat menyebabkan angioedema. ACE
inhibitor blok ACE, enzim bahwa di antara tindakan lainnya, degradasi
bradikinin. Dalam angioedema herediter, pembentukan bradikinin disebabkan
oleh aktivasi terus menerus dari sistem pelengkap karena kekurangan di salah
satu penghambat utamanya, C1-esterase (alias: C1-inhibitor atau C1INH), dan
produksi berkelanjutan kallikrein, proses lain dihambat oleh C1INH.3,4
D.

Gejala klinis
Angioedema sering menimbulkan tanda-tanda pembengkakan pada wajah
yang sebagian besar terjadi di dekat mata / daerah periorbital, mulut,
tenggorokan, leher, tangan dan kaki. Bahkan di dalam saluran pencernaan yang
terjadi secara tiba-tiba. Pembengkakan pada saluran pencernaan ini bisa
menyebabkan pasian mengalami mual, muntah dan kram pada perut. Selain itu
juga muncul semacam bercak berwarna merah yang sering terasa gatal. Pada
kasus yang parah, angioedema bisa memicu pembengkakan di lidah atau
tenggorokan. Kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan bernafas yang
menyebabkan pusing dan pingsan. Angioedema membutuhkan waktu hitungan
menit atau bahkan berjam-jam untuk berkembang sempurna. Satu hal menarik
tentang angioedema adalah bahwa ia dapat menulari atau mempengaruhi satu
sisi atau bagian dari tubuh, sementara sisi lainnya atau bagian lainnya tidak
terpengaruh. Setiap bagian tubuh tersebut merasakan sakit dan sensasi terbakar.
Sering kali, bagian yang terinfeksi juga bengkak.2,3

E.

Klasifikasi
1. Angioedema turunan atau HAE (hereditary angioedema)
Angioedema herediter (Hae) ada dalam tiga bentuk, yang semuanya
disebabkan oleh mutasi genetik yang diwariskan dalam dominan autosomal
bentuk. Mereka dibedakan oleh kelainan genetik yang mendasari. Tipe I

dan II disebabkan oleh mutasi pada gen SERPING1, yang mengakibatkan


baik tingkat dimished dari C1-inhibitor protein (tipe I Hae) atau bentuk
disfungsional dari protein yang sama (tipe II Hae). Kadar protein C1inhibitor bisa normal atau meningkat. Kurangnya C1-inhibitor merangsang
aktivasi jalur pembentukan kinin. Kinin merupakan peptida dengan berat
molekul yang rendah, berpartisipasi dalam proses inflamasi dengan
mengaktifasi sel endotel. Akhirnya terjadi vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskuler, dan mobilisasi asam arachdonat. Reaksi radang
seperti kemerahan, rasa panas, edema dan nyeri merupakan hasil dari
pembentukan kinin.3
2. Angioedema Aquired
Angioedema Acquired (AAE) terdiri dari dua jenis. AAE-1 berkaitna
dengna limfoma sel B atau penyakit jaringan konektif yang berhubungan
dengan penggunaan C1-inhibitor. Sedangkan AAE-2 merupakan kelainan
autoimun, yaitu adanya produksi autoantibodi IgG terhadap C1-inhibitor.
Biasanya disebabkan oleh alergi dan terjadi bersama-sama dengan gejala
alergi lainnya dan urtikaria . Dapat juga terjadi sebagai efek samping pada
obat-obat tertentu, terutama ACE inhibitor.3
F.

Diagnosa banding
a. Urtikaria
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam
sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Gejala urtikaria adalah
sebagai berikut: Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk, biduran berwarna
merah muda sampai merah, lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau
lebih, tapi lesi baru dapat mucul seterusnya, serangan berat sering disertai
gangguan sistemik seperti nyeri perut diare, muntah dan nyeri kepala.
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: Klinis tampak eritema dan edema
setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian tengah tampak lebih
pucat. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat. Jika ada
reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory
distress, stridor, dan gastrointestinal distress. Jika ada lesi yang gatal,

dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka merupakan lesi
dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan pigmentasi.
Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan
objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15
menit. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada
angioedema. 1,3,4,5
b. Eritema multiforme
Eritema multiforme merupakan penyakit kulit akut dan dapat sembuh
dengan sendirinya yang dicirikan dengan papul merah simetri yang timbul
secara tiba-tiba, dan beberapa menjadi lesi target yang tipikal kadangkadang atipikal. Eritema multiforme adalah reaksi imunologik dalam kulit
yang dipicu oleh infeksi atau obat. Seperti yang ditunjukkan namanya
keadaan ini mencakup sejumlah lesi : papula, bula, plak dan lesi sasaran.
Lesi mula-mula berupa makula, papul dan urtika yang kemudian timbul
lesi vesikobulosa di tengahnya. Bentuk ini dapat juga mengenai selaput
lendir.6,7
G.

Diagnosa
Dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang teliti, diagnosa urtikaria
dan angioedema mudah ditegakkan, namun beberapa pemeriksaan diperlukan
untuk membuktikan penyebabnya, misalnya :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. 2 Pemeriksaan
darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit

penyerta.

Pemeriksaan-pemeriksaan

seperti

komplemen,

autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan
urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C 1
inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema
berulang tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa
pada urtikaria dingin.3
b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c. Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik

(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan


serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai
sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya
faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies.
d. Tes provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila testes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian,
tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin
keamanannya.
e. Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
H.

Penatalaksanaan
1. First Line therapy
Langkah non medis secara umum
Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu

panas, stres, alcohol, dan agen fisik.


Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE

inhibitor.
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan

angioedema.
Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol

1% atau 2%
Antagonis reseptor histamin
Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya
menetap. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat
bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu
menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar
pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek
antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektifitas
tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu
sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang
berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi
golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.
Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah
terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan

ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 14 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam
waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu
96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif
21 hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga
dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting. Keunggulan
lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak
dapat menembus sawar darah otak.3,4
2. Second Line Therapy
Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin
mungkin gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping
bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya
respon dengan menggunakan kortikosteroid. Sebuah kursus singkat
dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan
atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat
membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak
respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada
penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek
samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus
peptikum, dan hipertensi.2,3
Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,
methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah
menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan
dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari
dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4
dosis/hari. Prednisolone dapat mengurangi permeabilitas kapiler,
diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO (4 kali sehari atau
dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari
PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, diberikan dengan
dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.1,2,3,4

1. Obat tanpa resep


a. Cetirizine
b. Chlorpheniramine
c. Diphenhydramine
d. Loratadine
Chlorpheniramine, diphenhydramine atau antihistamin lainnya
dapat menyebabkan kantuk. Namun, loratadine tidak.
2. Obat dengan resep dokter
a. Hidroksizin
b. Desloratiadine
c. Levocetrirzine
Kortikosteroid oral, seperti prednison dapat

membantu

mengurangi bengkak, kemerahan, dan gatal yang kadang-kadang


dapat diresepkan untuk kasus yang parah dari angioedema.
Pengobatan untuk angioedema herediter: Obat-obat yang
disebutkan di atas tidak efektif dalam mengobati angioedema
herediter. Androgen tertentu seperti danazol, yang membantu
mengatur kadar protein darah, adalah beberapa obat yang digunakan
khusus untuk mengobati angioedema herediter dalam jangka panjang.
Penanganan darurat untuk angioedema Seseorang mungkin
membutuhkan suntikan adrenalin (epinefrin) pada kondisi darurat
untuk serangan parah dari angioedema. Pasien mungkin akan
diresepkan

dan

diinstruksikan

bagaimana

cara

menggunakan

adrenalin, dan membawa adrenalin untuk digunakan dalam situasi


darurat dalam kasus mereka telah mengalami serangan darurat
angioedema berulang kali.2
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang anak umur 2 tahun dibawa orangtuanya dengan keluhan wajah,daerah
mata, mulut, seluruh tubuh, tangan dan kaki bengkak kemerahan sejak 12 jam
SMRS. Kemerahan dan bengkak terasa gatal dan digaruk-garuk oleh anak tsb.
Tidak ada kesulitan bernafas, mual maupun muntah. Keluhan muncul 12 jam
setelah minum obat puyer dan amoksisilin.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosa
angioedema. Adapun gejala klinis dari angioedema seperti tanda-tanda
pembengkakan pada wajah yang sebagian besar terjadi di dekat mata / daerah

periorbital, mulut, tenggorokan, leher, tangan dan kaki. Bahkan di dalam saluran
pencernaan yang terjadi secara tiba-tiba. Pembengkakan pada saluran pencernaan
ini bisa menyebabkan pasian mengalami mual, muntah dan kram pada perut.
Selain itu juga muncul semacam bercak berwarna merah yang sering terasa gatal.
Pada kasus yang parah, angioedema bisa memicu pembengkakan di lidah atau
tenggorokan. Kondisi ini

dapat

menimbulkan kesulitan

bernafas

yang

menyebabkan pusing dan pingsan. Angioedema membutuhkan waktu hitungan


menit atau bahkan berjam-jam untuk berkembang sempurna. Setiap bagian tubuh
tersebut merasakan sakit dan sensasi terbakar. Sering kali, bagian yang terinfeksi
juga bengkak. Namun pada pasien ini, gejala klinis tidak sampai parah yang
menimbulkan pembengkakan di lidah dan tenggorokan, kesulitan bernafas yang
menyebabkan pusing dan pingsan.
Pada pasien ini penyebab angioedema kemungkinan adalah obat yang
dikonsumsi sebelumnya, namun belum dapat dipastikan apakah amoksisilin atau
obat yang lain karena obat dalam sediaan puyer sehingga tidak diketahui
kandungannya.
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis lebih pasti
dan untuk membuktikan penyebabnya, pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin
untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat
dalam. Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen,
autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis
akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.
Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.seperti tes
alergi (skin prick test), tes eliminasi makanan dan tes provokasi. Namun di RSUD
Kab. Kep. Meranti belum bisa dilakukan.
Angioedema pada pasien ini dapat dibedakan dengan urtikaria, dimana tanda
urtikatria yaitu klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan
kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular,
lentikular, numular, dan plakat.

Angioedema dapat juga dibedakan dengan eritema multiforme merupakan


penyakit kulit akut dan dapat sembuh dengan sendirinya yang dicirikan dengan
papul merah simetri yang timbul secara tiba-tiba, dan beberapa menjadi lesi target
yang tipikal kadang-kadang atipikal. Eritema multiforme adalah reaksi
imunologik dalam kulit yang dipicu oleh infeksi atau obat. Seperti yang
ditunjukkan namanya keadaan ini mencakup sejumlah lesi : papula, bula, plak dan
lesi sasaran. Lesi mula-mula berupa makula, papul dan urtika yang kemudian
timbul lesi vesikobulosa di tengahnya. Bentuk ini dapat juga mengenai selaput
lendir.
Pengobatan angioedema 1st line adalah antihistamin dimana pada pasien ini
diberikan cetirizin syrup 2 x 5 cc/hari, kemudian ditambahkan 2nd line terapi
kortikosteroid yaitu methyl prednisolon 2 x 4 mg/hari, ditambahkan cefixim syr 2
x 2.75 cc/hari dan gentamicin zalf karena pasien ada infeksi bakteri sekunder. Ada
juga tatalaksana non medis seperti menghindari faktor-faktor yang memperberat
seperti terlalu panas, terlalu dingin , stres, dan agen fisik, menghindari
penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor, menghindari agen
lain yang diperkirakan dapat menyebabkan angioedema dan menggunakan
cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%. Pengobatan
angioedema pada pasien ini sudah cukup tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
2. Goodheart H. 2013. Diognosis Fotografik & Penatalaksanaan Penyakit Kulit
Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Veleyne A, Roujeau J-C. 2008. Urtikaria and Angioedema In :Wolff K,
Goldsmith LA, editor Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 7th ed.
4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 3
Januari 2014, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print

5. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta:


Fakultas Kedokteran UMY
6. Veleyne A, Roujeau J-C. 2008. Erithema Multiforme In :Wolff K, Goldsmith
LA, editor Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 7th ed
7. Ogundele,MD. Erythema Multiforme. February 8th 2010. Avalaible from:
http://emedicine.medscape.com/article/762333-follow up
8. Mark, H. Swart. 2005. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai