Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI

Disusun oleh:
Khusnul Khotimah 1620221217

Pembimbing
dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, M.Si, Med

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN TELINGA, HIDUNG


DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
PERIODE 5 Februari - 10 Maret 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul

OTITS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Telinga Hidung dan Tenggorokan Rumah Sakit
Umum Daerah Ambarawa

Disusun oleh:
Khusnul Khotimah 1620221217

Ambarawa, Februari 2018


Telah disetujui oleh:
Pembimbing,

dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, M.Si, Med


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanawlohhuwataala


atas rahmat dan karunia-Nya sehingga presentasi kasus yang membahas tentang
“Otitis Media Akut Stadium Perforasi” ini telah diselesaikan.
Penyusun secara khusus mengucapkan terimakasih kepada dr. M. Setiadi,
Sp.THT-KL, M.Si, Med sebagai dosen pembimbing yang memberikan arahan
terhadap presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan presentasi kasus ini.

Ambarawa, Februari 2018

Penyusun
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.A
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Sambengsari RT 01/RW 03 Kelurahan Pringsari
Tanggal datang : 13 Februari 2018
No.RM : 142611

II. ANAMNESIS
Anamnesis
Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh keluar cairan pada telinga kanan sejak 2 minggu yang lalu
sebelum datang ke poli THT. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan dan
berbau. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pasien juga mengeluh adanya
nyeri telinga bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran. Keluhan
berupa telinga berdenging ataupun rasa penuh di telinga disangkal. Riwayat panas
badan disertai batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu sebelum keluar cairan dari
telinga. Nyeri telinga dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak
ada keluhan pada telinga kanan pasien. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan,
suara sengau, benjolan di leher disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat trauma, suka
mengorek telinga, dan sering berenang disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Status generalis
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Suhu : 36 C
Nafas : 24 x/ menit
Nadi : 88 x/ menit
 Status lokalis
 Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bengkak - -
- -
Preaurikula nyeri tekan
- -
fistula
Bentuk normal + +
- -
Aurikula nyeri tarik
+ -
tragus pain
Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula
Sikatriks - -
Fistula - -

Serumen - -
Canalis Edema - -
Acustikus Hiperemis - -
Externa Otorea + -
putih kekuningan
Warna Hiperemis Putih keabu-
abuan
Intak (-) (+)
Retraksi (-) (-)
Refleks cahaya (-) (+)
Membrana
Perforasi (+) sentral (-)
Timpani

Garpu Tala

Tes AD AS

Rinne (-) (+)

Webber Lateralisasi ke kanan

Swabach Memanjang Sama dengan

pemeriksa

Kesan : CHL (Conductive hearing loss) AD

 Hidung dan Sinus Paranasal:


Luar: Kanan Kiri

Bentuk Normal Normal

Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Transluminasi Transluminasi

(tidak dilakukan) (tidak dilakukan)


Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi Kanan Kiri

Anterior

Sekret (-) (-)

Mukosa hiperemis (-) hiperemis (-)

Konka Media dan hipertrofi (-) hipertrofi (-)

Inferior hiperemis (-) hiperemis (-)

Tumor (-) (-)

Septum Deviasi (-) (-)

Massa (-) (-)

 Mulut Dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan


Mukosa mulut Tenang
Lidah Bersih, basah,gerakan normal kesegala
arah
Mulut Palatum molle Tenang, simetris
Gigi geligi Caries (-)
Uvula Simetris
Mukosa Tenang (Hiperemis -/-)
Ukuran T1 – T1
Kripta : Melebar (-/-)
Tonsil Detritus : (-/-)
Perlengketan

Mukosa Tenang (Hiperemis -/-)


Faring Granula (-)
Post nasal drip (-)

 Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Massa : Tidak ada

IV. DIAGNOSIS BANDING


 Otitis Media Akut (OMA)
 Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK )

V. DIAGNOSIS
Otitis media akut stadium perforasi auris dextra

VI. PENGELOLAAN DAN TERAPI


 Pembersihan liang telinga dengan suction
 Pemberian obat oral:
- Cefadroxyl 2x1 tab selama 5 hari ( Antibiotik )
- Metil prednisolon 4 mg, 2x 1 tab selama 5 hari ( Kotikosteroid )
VII. EDUKASI
a. Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan
tidak mengorek-ngorek liang telinga.
b. Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah
hilang, agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi
komplikasi.
c. Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air.
d. Datang kembali untuk kontrol, untuk melihat perkembangan
peyembuhan pada perforasi membran timpani.

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius
eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang
berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis.
Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani
dan tuba eustachius.
1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus
eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih
horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10
mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars
flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat
langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri
dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah
dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan
sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani
mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan
beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada
permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer
dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin
vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan
manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua,
yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang
timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri
descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler
diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium
yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak
di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas cavum timpani ;
Atas : tegmen timpani
Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid
Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal
Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani
Medial : dinding labirin
Lateral : membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi
oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran
timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga
dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.
Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,
manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang
menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas
korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus
sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus lentikularis.
Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior,
serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan
letaknya hampir pada bidang horizontal.
Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal
dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan
menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik
manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh
cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale
dari getaran yang terlalu kuat.
3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum
timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-
inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan
bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak
anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan
kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi
ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk
plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus
faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago,
lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini
mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung
lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek,
lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari
nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

OTITIS MEDIA AKUT


Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di
nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya
mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media.
Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan
terjadi peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas
atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA.

Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA
juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab
OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus
aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹ Sejauh ini
Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering pada semua
kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen tersering yang
ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga patogen pada orang
dewasa.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena
beberapa hal, yaitu:
(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran eustachius
pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih
mudah menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di tenggorokan
bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar
dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran
Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran
Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi tersebut
kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah
putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di
telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan
pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun
cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan
yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena tekanannya.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati
melalui liang telinga luar.
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)


Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis
ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna
kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium
ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah
sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-
lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan
berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga,
suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5
°C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu
tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret
mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)


2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: (1)menggembungnya gendang telinga,
(2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan
cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang
telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari
pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan
pencegahan komplikasi.
Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk
anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus
diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat
di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan
ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin
4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang
menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan
pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak
harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik.
Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di
kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi
di membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3
minggu.
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA
rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah
harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga
membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran
posterior-inferior.
Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi
pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti
paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon
kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).

2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan
pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret
untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang
sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan disbanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan
insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil
dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan
rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

Komplikasi
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga
berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai
komplikasi dari otitis media supuratif kronis.
OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis
media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,
pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,
komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis,
abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
DAFTAR PUSTAKA

Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC
Daly KA, Giebink GS.2000. Clinical epidemiology of otitis media.
Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi
ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad
Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006

Anda mungkin juga menyukai