PENDAHULUAN
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah
yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke iskemik), perdarahan intraserebral
atau perdarahan subarachnoid1
Stroke merupakan penyakit neurologis yang serius dengan serangan akut yang dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau pun kecacatan seumur hidup. Stroke
menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner
dan kanker di negara-negara berkembang. Laju mortalitas dari stroke sekitar 18%- 37% untuk
stroke pertama dan 62% untuk stroke berulang. Negara berkembang juga menyumbang
85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke
mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi
adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan
penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Ny. E.H
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 53 Tahun
4. Alamat : Cikidang,Sukabumi
5. Pekerjaan : IRT
6. Agama : Islam
7. Status : Menikah
8. Cara Masuk RS : Poli Syaraf
B. ANAMNESIS
Anamnesis secara : Autoanamnesis pada tanggal 29- Agustus - 2017
1. Keluhan Utama
Tangan dan kaki kiri dan kanan terasa berat dan lemah sejak 10 hari yang lalu.
2. Keluhan Tambahan
Bicara menjadi sulit dan pelo, serta menulis menjadi kaku.
2
terjadi serangan. Baal dan kesemutan pada bagian tubuh pasien juga disangkal . BAK
dan BAB pasien normal tidak terganggu.
6. Riwayat Pengobatan
Belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya
7. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi makanan, obat-obatan, dan debu.
8. Riwayat Psikososial
- Suka konsumsi yang makanan asin
- Merokok (+) 1 hari 1 batang
- Konsumsi alcohol disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM
3
STATUS GENERALIS
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, ikterik (-) , sianosis (-), turgor kulit cukup,
CRT < 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-),sekret (-/-), epistaksis (-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-),sekret (-/-)
Mulut : Sudur bibir kanan simteris, kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah
c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa atau pembesaran
kelenjar
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak
terdapat deviasi trakea
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi
otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal pada 4 kuadran
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
4
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Akral hangat (+/+), edem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dextra
STATUS NEUROLOGIS
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135)
5. Lasegue : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
5
3. N-III (Okulomotorius)
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
Medial
Baik Baik
Atas
Baik Baik
Bawah
Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Tidak Langsung
Strabismus - -
Diplopia - -
4. N-IV (Trochlearis)
Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Baik Baik
Medial Bawah
5. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut, tidak ada deviasi rahang,
m.masseter dan m. temporalis terba saat kontraksi dengan merapatkan gigi
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
6
6. N-VI (Abdusens)
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
7. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
Menyeringai` : kanan (baik), kiri (baik) terlihat simetris
8. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak dilakukan pameriksaan
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan.
9. N-IX dan N-X (Glosofaringeus dan Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
10. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
11. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : -
7
d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan
e. Fasikulasi :-
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : Meningkat / N
Triceps : Meningkat / N
Achiles : N/N
Patella : Meningkat / N
b. Refleks Patologis
Babinski : +/ +
Oppenheim : -/-
Chaddock : +/+
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Tromner : +/-
c. Klonus : -/-
2. Kekuatan Otot
444 444
444 444
3. Spastisitas
- -
- -
8
d. Pemeriksaan Sensoris
Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah
E. RESUME
Pasien perempuan usia 53 thn datang ke poli syaraf untuk melakukan control. Pasien
mengeluh mengalami kelemahan dan terasa berat pada bagian tangan dan kaki kiri sejak
10 hari yang lalu disertai kelemahan dan tersaa berat pada bagian tangan dan kaki kanan
disertai sulit untuk bicara dan bicara pelo. Keluhan ini pernah di rasakan 1 tahun yang
lalu mengenai bagian tubuh sebelah kanan dan pasien tidak berobat saat serangan
pertama muncul. Mual,muntah,sakit kepala dan penurunan kesedaran disangkal oleh
pasien pada saat terjadi serangan Pasien memiliki riwayat hipertensi dan memliki
kebiasaan merokok.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 130/ 80mmHg. Pada status
generalis tidak di temukan adanya kelainan. Dari pemeriksaan status neurologis
ditemukan adanya parase N.XII UMN Dextra dengan ditemukannya deviasi lidah ke
bagian kanan. Pemeriksaan refleks fisiologis ditemukan adanya peningkat refleks
biceps,trisep dan patella pada anggota gerak kanan. Untuk anggota gerak reflex fisiologis
dalam batas nirmal. Refleks patologis di temukan positif refleks Hoffman-trofner pada
tangan dextra,Babinski dan chadock pada kaki dextra.
9
F. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Klinis : Bihemiparese, Disartia, Parese N.XII UMN dextra)
Diagnosis Topik : Lesi pada hemisferium cerebri sinistra dan dextra
Diagnosis Etiologi : Cerebral Vaskular Disease (CVD) Rekuerens
Diagnosis Patologi : Stroke Non Hemoragik (SNH)
10
G. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet rendah garam
- Melakukan aktifitas ringan untuk melatih ektremitas yang mengalami paresis
- Melakukan Rehabilitasi Medik
Bertujuan untuk mencegah komplikasi sekunder, melindungi fungsi yang tersisa,
mencapai kemandirian fungsonal dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-
hari. Program rehabilitasi medic berupa:
i. Fisioterapi
ii. Okupasi terapi
iii. Terapi Bicara
Medikamentosa
- Mecobalamin
- Citicolin
- Ranitidine
- Amlodipine
H. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
11
BAB III
ANALISA KASUS
A. ANAMNESIS
Dari anamanesis didapatkan bahwa pasien mengalami deficit neurulogis
berupa bihemiparesis,bicara pelo dan sulit untuk berbicara yang terjadi secara
mendadak tanpa di dahului dengan adanya riwayat trauma. Dari hasil anamenesis
juga di temukan adanya factor resiko stroke yaitu memiliki riwayat Hipertensi.
Stroke rekurens diambil sebagai diagnosis karena berdasarkan hasil anamnesis
didapatkan bahwa sebelumnya pasien pernah mengalami gejala seperti ini sekitar
1 tahun lalu dengan kelemahan pada bagian tubuh sebelah kanan dan kurang
lebih 10 hari yang lalu mengalami kelamahan pada bagian tubuh sebelah kiri.
Sehingga saat ini pasien mengalami bihemiparese. Factor resiko stroke rekuerens
pada pasien adalah hipertensi yang di miliki pasien.
Pasien tidak mengeluhkan adanya mual,muntah,sakit kepala dan
penurunan kesadaran yang menandakan tidak adanya peningkatan intracranial yang
disebabkan oleh perdarahan intracranial akibat pecahnya pembuluh darah otak.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Tekanan darah yang
didapatkan adalah 130/90 mmHg.
Pada pemeriksaan GCS, terdapat eye:4, verbal:5, motorik:6 dengan total 15
dengan kesan kompos mentis. Tidak adanya penurunan kesadaran bisa
menyingkirkan kemungkinan stroke hemorrhagic.
Dalam status neurologis dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal dan
kaku kuduk yang negatif dapat membantu menyingkirkan kemungkinan SAH.
Dari pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi N.XII dextra. Hal ini
membantu memperkirakan letak lesi iskemik berada.
12
Pada pemeriksaan kekuatan motorik terdapat kekuatan motorik 4/4/4 pada
ekstremitas atas kanan dan 4/4/4 pada ekstremitas bawah kiri serta kekuatan
motorik 4/4/4 pada ekstremitas atas kiri dan 4/4/4 pada ektremitas bawah kiri
yang menandakan terdapat bihemiparese.
Pada pemeriksaan refleks fisiologi berupa bicep,trisep,patella ditemukan
ada peningkatan reflex pada sisi tubuh bagian dextra sedangkan bagian sinistra
normal. Untuk reflex tendon di temukan normal pada dextra dan sinistra. Untuk reflex
patologi ditemukan Hoffman-trofner + pada tangan dextra. Babinski dan
chaddock + pada ektremitas bawah dextra dan sinistra
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan
sehingga untuk membantu mengetahui stroke berupa iskemik atau hemmotagie dapat
dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Gadjah Mada skor
Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (+) stroke
iskemik
13
Siriraj skor
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) 12 = -6
Stroke Non Hemoragik
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan CT Scan, dan untuk membantu menegakan diagnosis
menggunakan Skoring Siriraj dan Gajah Mada.
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak. Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan
neurorestoratif pada sel saraf yang mengalami iskemi. Pemberian Citicholin
diharapkan mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan
fungsi sel saraf yang mengalami iskemik. Mecobalamin diberikan untuk menambah
suplemen pada sel saraf sehingga membantu proses pemulihan. Pemberian Ranitidine
sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Amlodipin
diberikan untuk membantu menurunkan tekanan darah. Fisioterapi perlu dilakukan
pada pasien agar fungsi motorik yang terganggu dapat dikembalikan mendekati
normal sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas sehari-harinya.
14
E. PROGNOSIS
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan
pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis
ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien
dalam menjalani fisioterapi. Kecenderungan bonam dipengaruhi oleh luas lesi yang
tidak terlalu besar sehingga pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati
semula. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan adanya faktor resiko
hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien untuk mengontrolnya.
15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk
nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan
dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen
magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada
batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi
lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini
bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
16
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan
menuju ke jantung.1
17
B. Fisiologi Sirkulasi Sistem Saraf Pusat
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan
darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau
kematian.1
18
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2
1. Emboli
19
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2
C. Faktor Resiko
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami
stroke non hemoragik.2
20
D. Klasifikasi
21
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
E. Stroke Berulang9
Perjalanan dari penyakit stroke beragam,pasien dapat sembuh dengan total ada
pula dapat pulih dengan cacat minimal,sedang sampai berat. Pada kasus berat dapat
terjadi kematian. Pada beberapa kasus dapat terjadi stroke berulang. Sampai sekarang
belum ada batasan mengenai stroke berulang. Stroke pertama dan berulang didefinsikan
menurut WHO yaitu sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala berupa deficit fokal atau global yang berlangsung >24 jam atau
dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi otak.
Terdapat beberapa batasan dalam stroke berulang diantaranya :
- Adanya deficit neurologis baru atau eksaserbasi dari deficit terdahulu
dan bukan disebabkan oleh keadaan toksik atau penyakit lain
- Deficit neurologi pada sisi yang berbeda. Keadaan ini dapat terjadi
secara dini atau lanjut. Bila deficit neurologi pada sisi yang sama
kejadian ini harus terjadi dalam waktu >21 hari setelah serangan
pertama. Pada pasien usia lanjut yang terdapat perburukan dalam
aktifias sehari-sehari tapi tidak ditemukan deficit baru maka tidak
dimasukan dalam kategori ini.
- Tidak termasuk dalam batasan ini apabila tanpa gejala atau tanda
deficit neurologis baru,walaupun hasil CT-Scan menemukan adanya
lesi baru.
Stroke berulang juga di definisikan sebagai kejadian serebrovaskular yang
mempunyai satu diantara kriteria berikut:
- Deficit yang berbeda dari tempat yang pertama
22
- Kejadian yang meliputi daerah pembuluh darah yang berbeda dari yang
pertama
- Kejadian memiliki subtype stroke yang berbeda dari yang pertama
Stroke sering berulang dengan makin banyak factor resiko yang dimiliki. Factor
resiko yang dimiliki tersebut diantaranya adalah Hipertensi,
diabetes,displidemia,merokok, kelainan jantung dan aktivitas yang tidak adekuat dapat
meningkatkan resiko stroke. Dimana jika memiliki >1 faktor resiko semakin meningkatka
resiko untuk terjadinya stroke berulang.
F. Patofisiologis
Secara anatomik otak manusia memiliki berat 1200-1400 gram (2-3% dari BB
tubuh) setiap menitnya membutuhkan oksigen 600cc dan glukosa 100mg yang hanya
dapat dibawa oleh darah 1000cc. ini berarto 20% dari curah jantung harus membawa
aliran darah ke otak setiap menitnya karena otak tidak memiliki cadangan glukosa dan
oksigen. Jumlah darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml/100gram otak/menit atau
700-800ml/menit. Kondisi yang normal ini dapat dicapai jika darah mengalir didalam
artei intracranial berkecepatan 40-70 perdetik. Bila aliran darah otak menurun sampai
dengan 20ml per 100gram setiap menitnya maka timbul perubahan (kelainan) dari
gelombang otak bila aliran darah menurun lebih lanjut menjadi 10ml per 100gram setiap
menitnya akan terjadi gangguan fungsi dari otak yang lebih berat dan bila terdapat
penurun hingga 5ml per 100gram setiap menitnya maka jaringan otak tidak akan bertahan
hidup dalam waktu yang lama. Dimana hal ini disebut dengan iskemia otak dan bila
berlanjut maka sel neuron akan mengalami kematian jika terus berjalan dengan waktu
yang lama oleh Karen terjadi perubahan kimiawi.
23
G. Diagnosis
a. Penemuan Klinis
Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi
serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak,
baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin
(Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.
Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG)
24
Sumber : Health & Medicine
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral
yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,
CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak
panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3
26
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
H. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
27
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
28
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
29
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
30
BAB V
KESIMPULAN
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi
iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,
mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M,
Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A
Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-
73.
9. Husni. A Laksanawati. 2001. Factor yang mempengaruhi stroke non hemoragic
berulang. Media Medika Indonesia
32