Anda di halaman 1dari 26

BAB I STATUS PASIEN

I.

Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny.A / Perempuan / 59 tahun b. Pekerjaan c. Alamat d. Tanggal Berobat : IRT : RT 10 Tj Raden : 27 Januari 2014

II.

Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga a. Status Perkawinan b. Jumlah anak c. Status ekonomi keluarga d. Kondisi Rumah : Menikah : 4 orang : Kurang mampu : Rumah panggung kayu terdiri dari ruang

tamu, 3 kamar tidur ukuran 6 x 4 m2, 1 dapur sekaligus ruang makan dan 1 kamar mandi dengan pencahayaan ruangan dan ventilasi baik. e. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga : V. Riwayat alergi (-) Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat hipertensi (-) Riwayat diabetes mellitus (-) Riwayat maag (+) Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama(+). ayah Keluhan Utama : Sendi-sendi terasa nyeri sejak 4 hari.

Keluhan tambahan: Lemas

VI. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri-nyeri pada sendi angoota gerak sejak 4 hari sebelem berobat ke Puskesmas. Nyeri dirasakan pada kedua pergelangan kaki, lutut, siku, dan jari jari tangan. Pasien sering merasa nyeri sendi pada pagi hari dan terasa tegang serta kaku. Kaki dan tangan terasa seperti kesemutan. Demam (-), riwayat trauma (-). Pasien sebelumnya sering mengalami keluhan seperti ini, dan pasien sering berobat ke Puskesmas. Pasien sudah mengalami keluhan ini selama 5 tahun terakhir. Kadang nyeri pada sendi disertai dengan bengkak, panas dan kemerahan. Jika keluhan mulai timbul, pasien sering merasa sulit beraktifitas. Pasien juga sering mengeluh badannya lemas dan capek, apalagi setelah keluhan nyeri sendi muncul.

VII. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum 1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Suhu 4. Tekanan darah 5. Nadi 6. Pernafasan - Frekuensi 7. Berat Badan 8. Tinggi Badan Body Mass Index

: Baik : Compos mentis : 36,5C : 110/70 mmHg : 76 x/menit

: 16 x/menit : 48 kg : 153 cm : ( BB) / (TB)2 : (48) / (1,5)2 = 19,9 (normal)

Patokan BMI : BMI < 18.5 = berat badan kurang (underweight) BMI 18.5 - 24 = normal BMI 25 - 29 = kelebihan berat badan (overweight) BMI >30 = obesitas

Pemeriksaan Organ 1. Kepala 2. Mata Bentuk Conjungtiva Sklera 3. Hidung 4. Telinga 5. Mulut : tak ada kelainan : tak ada kelainan Bibir Bau pernafasan 6. Leher 7. Thorak Jantung: BJ I/II reguler normal, murmur(-), gallop(-) Paru 8. Abdomen : Nafas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing(-/-) : Soepel, nyeri tekan (-), BU(+) normal : edema (+) dan teraba hangat regio patella, regio olecranon, ankle join. : lembab : normal : normocephal : anemis (-) : ikterik (-)

: Pembengsaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20,

9. Ekstermitas sup/inf

hiperemis (+), deformitas (+)

VIII. Diagnosis : Reumatoid Arthritis

IX. Diagnosis Banding Artritis gout Demam reumatik. Osteoartritis.

X.

Pemeriksaan Anjuran Rontgen ASTO Rheumatoid factor Cairan sinovial

XI. Manajemen a. Promotif : Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan pengobatannya. Menjelaskan kepada pasien untuk rutin berobat ke dokter.

b. Preventif : Jika terjadi keluhan, segera berobat ke dokter. Mengistirahatkan sendi yang sakit untuk meredakan nyeri. Makan makanan yang banyak mengandung asam lemak omega 3 seperti minyak ikan. Menurunkan berat badan (pada orang yang gemuk/obesitas) dengan tujuan untuk mengurangi beban kerja sendi. Jangan memijat sendi yang sakit.

c. Kuratif : Non Farmakologi Kompres bagian yang nyeri dengan menggunakan handuk yang sudah dicelupkan ke dalam air hangat atau handuk yang berisi potongan es selama 10-20 menit.

Farmakologi Piroxicam 2x10 mg selama 5 hari. Deksametason 3x 0,5mg selama 5 hari. Pengobatan tradisional Bahan: Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang, temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1 jari. Cara membuatnya: Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian disaring untuk diminum airnya. Minum 2 kali sehari secara rutin.

Dengan obat gosok alami: 1. Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit. 2. Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit. 3. Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.

d. Rehabilitatif Senam rematik dapat membantu memperbaiki kelenturan, kekuatan, daya tahan, dan kebugaran tubuh. Terapi penyinaran dengan tujuan untuk meredakan nyeri dan merelaksasi otot

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI PUSKESMAS OLAK KEMANG DOKTER: M. Rifki SIP: 268 STR: 278 Tanggal: 27 Januari 2014

R/ Piroxicam mg 100 no. X s 2 d d 1 tab R/ Deksametason tab no. XV s 3 dd 1 tab

Pro: Ny.A (59 Th) Alamat: RT 10 Tj Raden

Resep Alternatif

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI PUSKESMAS OLAK KEMANG DOKTER: M. Rifki SIP: 268 STR: 278 Tanggal: 27 Januari 2014

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI PUSKESMAS OLAK KEMANG DOKTER: M. Rifki SIP: 268 STR: 278 Tanggal: 27 Januari 2014

R/ Dexametason mg 0,5 no.XV S3dd1 tab R/ Vit B comp VI S2dd 1 tab R/ Natrium diklofenak krim no.I S3dd 1 sue

R/ Sulfasalazine mg 500 no. S2dd R/ Sukralfat syr mg 150 no. I S2dd I C R/ Natrium diklofenak krim no.I S3dd 1 sue

Pro: Ny.A (59 Th) Alamat: RT 10 Tj Raden

Pro: Ny.A (59 Th) Alamat: RT 10 Tj Raden

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi & Fisiologi Tulang Dan Sendi Sistem muskoletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan

bertanggungjawab terhadap pergerakan. Komponen utama system muskoletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

a. Tulang Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang denagn membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau

jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan esjumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan

kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah. b. Sendi Sendi dalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia atau otot. Terdapat tiga tipe sendi yakni: Sendi fibrosa (sinartroidal), nerupakan sendi yang tidak dapat

bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa. Sendi kartilaginosa (amfiartroidal) merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin, disokong olah ligament dan hanya sedikit bergerak. Sendi sinovial (diartroidal), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin. c. Jaringan Ikat Jaringan yang ditemukan pada snedi dan daerah sekitarnya terutama adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua

macam sel yang yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap atau tidak berkembangnya pada jaringan ikat seperti sel mas, sel plasma, limfosit, monosit dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memiliki peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit reumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan ikat ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan seperti fibroblast, kondrosit dan osteoblas. Sel-sel ini

mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan substansi dasar dan membuat tiap jenis jarinagn ikat memiliki susunan sel tersendiri.

2.2 Definisi Arthritis Rheumatoid Arthritis Rheumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun, dimana pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem imun tubuh. Juga merupakan suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan kelainan inflamasi progresif dan etiologi yang belum diketahui yang dikarakterisasi dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik. Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki. Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit autoimun dimana persendian yang biasanya menyerang sendi tangan dan kaki. Secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. rematik jenis ini memang banyak hinggap pada wanita daripada pria, biasanya dirasakan pada awal usia 25-50 tahun dan selanjutnya.

2.3 Epidemologi Prevalensi AR hanya 0,1-0,3% dikelompok orang dewasa dan 1:100 ribu jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan hanya terdapat 360 ribu pasien di Indonesia. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan dengan perbandingan

3:1. Kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya umur pada usia 35 hingga 50 tahun. Rheumatoid arthritis diperkirakan memiliki prevalensi 1% sampai 2% dan tidak memiliki predilections rasial. Hal ini dapat terjadi pada semua usia, dengan meningkatnya prevalensi sampai dekade ketujuh

kehidupan. Penyakit ini tiga kali lebih umum pada wanita. Pada orang berusia 15 sampai 45 tahun, wanita mendominasi dengan rasio 6:1; rasio jenis kelamin kurang lebih sama antara pasien dalam dekade pertama kehidupan dan pada mereka lebih dari 60 tahun. Data epidemiologi menunjukkan bahwa kecenderungan genetik dan paparan faktor lingkungan diketahui mungkin diperlukan untuk ekspresi dari penyakit. Molekul Mayor Histokompatibilitas Compleks (MHC), yang

terletak pada limfosit T, tampaknya memiliki peran penting dalam sebagian besar pasien dengan rheumatoid arthritis. Molekul-molekul ini dapat dicirikan dengan menggunakan antigen limfosit manusia (HLA). Mayoritas pasien

dengan rheumatoid arthritis memiliki HLA-DR4, HLA-DR1, atau keduanya antigen ditemukan di daerah MHC. Pasien dengan antigen HLA-DR4 adalah 3,5 kali lebih mungkin mengembangkan rheumatoid arthritis dibandingkan

mereka yang memiliki antigen HLA-DR lainnya. Meskipun wilayah MHC adalah penting, itu bukan penentu tunggal, karena pasien dapat memiliki penyakit tanpa jenis HLA. Rheumatoid arthritis adalah enam kali lebih sering terjadi pada kembar dizigotik dan anak-anak tidak kembar dari orang tua dengan faktor

rheumatoid positif - erosif rheumatoid arthritis bila dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak memiliki penyakit. Jika salah satu dari sepasang kembar monozigot dipengaruhi, kembar lainnya memiliki risiko 30 kali lebih besar terkena penyakit. 2.4 Etiologi Penyebab dari penyakit Artritis reumatoid tidak diketahui, patogenesis di perantarai oleh imunitas. Namun kemungkinan penyebab Artritis

10

reumatoid adalah faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan Artritis reumatoid seropositif.

Pengembangan HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4 :1 untuk menderita penyakit reumatoid ini dan Kecenderungan sering di wanita jumpai sering pada menderita yang penyakit Artritis sedang hamil

wanita

menimbulkan dugaan adanya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang di harapkan. Sedangkan kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor

hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga penyebab Artritis reumatoid. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Artritis reumatoid juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Penyebab rematik adalah sel-sel kekebalan tubuh, seperti limfosit, normalnya melindungi tubuh dari serangan asing. Akan tetapi dalam penyakit rematik, sel ini justru menyerang persendian dan jaringan yang sehat. Penyebab pastinya memang belum diketahui, tapi peneliti meyakini bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Seseorang kemungkinan memiliki kecenderungan genetik yang jika diserang bakteri atau virus tertentu, bisa mengalami rematik. Tapi hingga saat ini, peneliti belum menemukan infeksi khusus. Rematik dapat menyerang kulit, mata, paru-paru, jantung, darah atau saraf. Faktor risiko reumatoid adalah: Jenis Kelamin yang akan meningkatkan risiko terkenanya artritis

11

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Umur

Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil) Riwayat Keluarga

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga. Radikal bebas

Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan

pembengkakan. Faktor genetik dan lingkungan

Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

2.5 Patofisiologi Arthritis Rheumatoid merupakan akibat dari disregulasi komponen humoral yang dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien menghasilkan antibodi yang disebut faktor rheumatoid; pasien-pasien seropositif ini cenderung untuk lebih memiliki agressive sourse dibandingkan pasien yang seronegatif. Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang melipatgandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang kemudian disajikan kepada limfosit T. Antigen yang diproses dikenali oleh protein major

12

hiscompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat pada aktivasi sel T dan sel B. Tumor nekrosis faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam inisiasi dan kelanjutan inflamasi. Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitotoksin, yang secara langsung toksis terhadap jaringan, dan sitokin, yang menstimulasi aktivasi lebih lanjut proses inflamasi dan menarik sel-sel ke daerah

inflamasi. Makrofag menstimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitotoksin. Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma, yang membentuk antibodi dengan kombinasi dengan komplemen, mengakibatkan akumulasi

polymorphonuclear leukocyte (PMN). PMN melepaskan sitotoksin, radikal bebas oksigen, dan radikal hidroksil yang mendukung kerusakan selular pada sinovium dan tulang. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada daerah permeabilitas inflamasi, meningkatkan aliran darah dan

pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat,

erythema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi. Inflamasi menghasilkan kronik pada jaringan lapisan sinovial kapsul sendi

proliferasi

jaringan

(bentuk

pannus).

Pannus

menyerang

kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan destruksi sendi. Hasil akhir mungkin kehilangan ruang sendi, kehilangan pergerakan sendi, fusi tulang (ankilosis), dislokasi sendi,

penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik. 2.6 Manifestasi Klinis Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut; Nyeri sendi Pembengkakan sendi Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan

13

Tangan kemerahan Lemas Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit Demam Berat badan turun Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam

waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut, panggul, rahang dan leher.

2.7 Diagnosis Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang

kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang positif; perubahan pada sendi dapat minor; dan gejala gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik yang dipakai adalah sebagai berikut: 1) Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam), Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berkurang dari satu jam. 2) Artritis pada tiga atau lebih sendi 3) Artritis sendi-sendi jari-jari tangan 4) Artritis yang simetris

14

5) Nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun

demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. 6) Faktor reumatoid dalam serum 7) Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang) Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-

kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pemeriksaan penunjang Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien. Pemeriksaan laboratorium a. Cairan synovial Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan kronisitas. Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas

menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat. Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses

inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%). Glukosa: normal atau rendah. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum,

berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.

15

Penurunan kadar reaksi imunologis.

komlemen menggambarkan pemakaiannya

pada

Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun. Phagocites neutrophils yang difagosit oleh kompleks immun.

b. Darah tepi Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai Feltys syndrome. Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.

c. Pemeriksaan Sero-imunologi Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan. Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini. Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer yang lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus Sistemik. Anti-DNA antibodies negatif. Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah, menggambarkan aktivitas penyakit. Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute phase reactans. Meningkatnya kadar -gobulin menggambarkan kenaikan/akselerasi dari katabolisme protein pada penyakit kronis. Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular yang berat seperti vaskulitis. Adanya circulating immune comlexes serta ditemukan pada

penyakit dengan manifestasi sistemik.

16

Pemerikasaan Gambaran Radiologik Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena

hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

Radiogram tangan reumatoid. Perhatikan penurungan jarak sendi (panahhitam), erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan tejadi deformitas sendi (panah putih besar).

Perbandingan sendi yang diserang antara AR dan OA

17

2.8 Penatalaksanaan Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama. a. Terapi nonfarmakologi 1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama. 2. Istirahat. Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan harus

menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit karena aktivitas berlebihan. Beberapa pasien merasakan teknik

relaksasi, pengurangan stres, dan

biofeedback sangat membantu.

Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi

18

persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces)

memberikan

dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga menjaga persendian pada posisi yang benar seelama tidur maupun beraktivitas. Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter dapat membantu menentukan bidai yang tepat. 3. Terapi fisik. Mengurangi rasa sakit dengan cara non farmakologik. Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien Penderita ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat. Handuk hangat, kantung panas (hot packs), hangat, dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit. Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih cocok bagi pasien. Untuk artritis di lutut, pasien dapat memakai sepatu dengan sol tambahan pembagian tekanan yang empuk untuk meratakan atau mandi air

akibat berat, dengan demikian akan

mengurangi tekanan di lutut. 4. Menurunkan berat badan Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb (2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk

19

akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan olahraga akan sangat membantu. b. Terapi Farmakologi 1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan: Aspirin Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat

mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. 2. Kortikosteroid. metilprednisolon Golongan dapat kortikosteroid mengurangi seperti peradangan, prednison nyeri dan dan

memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek

samping yang serius. 3. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drugs): Methotrexate

(Immunosupresan), Leflunomide, Sulfasalazin, Hydroxychloroquine 4. Agen Biologi (Etanercept, Infliximab, Adalimumab, Anakinra,

Abatacept, Rituximab) 5. Obat remitif (DMARD) lain. Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk

memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini

20

adalah auranofin, Azathioprine, Penicillamine, Cyclosporine dan garam emas. 6. Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak. yang dapat dilakukan adalah artroplasti, Prosedur

perbaikan tendon,

sinovektomi. c. Pengobatan dengan obat tradisional/bahan alam Perawatan sebagai berikut. 1) Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat. 2) Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas sendok makan, dan air rebusan sirih untuk merendam/mengompres bagian badan yang dan pengobatan terhadap penyakit rheumatik adalah

terserang rheumatik. 3) Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap. 4) Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang, temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1 jari. Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian disaring untuk diminum airnya. 5) Dengan obat gosok alami: Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit. Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit. Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.

21

BAB III ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar Berdasarkan anamnesis dan observasi yang sudah dilakukan, tidak ada hubungan antara diagnosis penyakit pasien dengan lingkungan rumahnya. Karena penyakit pasien bukan termasuk penyakit yang berbasis lingkungan, tetapi autoimun.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga Diagnosis penyakit pasien berhubungan dengan hubungan keluarga. Karena dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa ada riwayat penyakit ataupun keluhan yang sama dalam keluarga yaitu sysh pasien menderita rematik. Dimana berdasarkan penelitian, adanya faktor genetik atau keturunan berisiko yang tinggi untuk kemungkinan terkena rheumatoid arthritis.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
22

Tidak ada hubungan antara diagnosis dengan perilaku kesehatan pasien. Karena pada kasus ini diagnosis penyakit berhubungan dengan faktor keturunan bukan disebabkan oleh perilaku kesehatan pasien ataupun keluarga dan lingkungan sekitar.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit Secara keseluruhan dari anamnesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita oleh pasien ini ada hubungannya dengan faktor genetik.

e. Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor risiko atau etiologi. Untuk faktor risiko genetik/ keturunan, tidak bisa diubah. Namun, yang bisa kita lakukan adalah mencegah ataupun mengurangi mengurangi nyeri akibat reumatoid artritis. Beberapa usaha yang bisa dilakukan: Mengistirahatkan sendi yang sakit sampai nyerinya reda. Senam rematik dapat membantu memperbaiki kelenturan, kekuatan, daya tahan, dan kebugaran tubuh. Mengompres bagian yang nyeri dengan menggunakan handuk yang sudah dicelupkan ke dalam air hangat atau handuk yang berisi potongan es selama 10-20 menit. Terapi penyinaran dengan tujuan untuk meredakan nyeri dan merelaksasi otot

23

BAB IV LAMPIRAN

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007. 2. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta. 3. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6. Penerbit Nuku Kedokteran. EGC 4. Baratawijaya, Karnen. 2005. Imunologi Dasar. Jakarta: Gaya Baru 5. Criteria for the classification arthritis rheumatoid; 2009, Diunduh dari URL:http//www. American College of Rheumatology.com

25

6. Heredity and Arthritis. 2012. American College of Rheumatology Available at : www.rheumatology.org

26

Anda mungkin juga menyukai