Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

Osteoarthritis

Disusun oleh :
dr. Rahman Suwardi

Pendamping :
dr. Any Rusydiani

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD BATANG
2014

Nama Peserta : dr. Rahman Suwardi


Nama Wahana : RSUD Batang
Topik : Osteoarthritis
Tanggal Kasus : 5 November
2014
Nama Pasien : Tn. A
Tanggal Presentasi

No. RM : 314262
Nama Pendamping :dr. Any Rusydiani

Tempat Presentasi :
Obyektif Presentasi
Keilmuan
Ketrampilan
Diagnostik
Manajemen
Neonatus
Bayi
Anak
Deskripsi :
Tujuan :
Tinjauan

Penyegaran
Masalah
Remaja Dewasa

Tinjauan Pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil

Bahasan
Cara

Pustaka
Riset
Disku Presentasi dan

Kasus

Audit

Pembahasan
Data

si

Email

Pos

Pasien

Nama : Tn. A

diskusi

Nama Klinik : IGD RSUD Batang

No. Reg : 314262


Terdaftar Sejak : 5 November
Telp

2014

Data Utama Untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnose / gambaran klinis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan di IGD RSUD Kalisari Batang
pada tanggal 5 November 2014.
Keluhan utama : Nyeri lutut kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien Tn A, laki-laki 70 tahun, berasal dari Wono Tunggal. Pasien memiliki
keluhan utama nyeri pada lutut kiri. Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD
Kalisari tanggal 5 November 2014, dengan keluhan nyeri pada lutut kiri sejak 6 bulan
yang lalu namun semakin memberat sejak adanya bengkak dilututnya 2 hari sebelum
datang ke rumah sakit.
Nyeri

dirasakan

pasien

di

lutut

sebelah

kirinya

yang

mengalami

pembengkakan. Nyeri seperti berdenyut dan ditusuk tusuk. Nyeri tersebut juga tidak
menghilang setelah lutut pasien dikompres, serta semakin memberat saat pasien
melipat lututnya dan menggerakkan kakinya namun sedikit berkurang dengan
istirahat.
Bengkak di lutut pasien muncul sejak 2 hari sebelum datang ke RS. Bengkak
dirasakannya pada lutut kiri. Bengkak juga tampak di kedua kaki pasien. Pasien
mengatakan baru menyadari munculnya bengkak tersebut. Bengkak tersebut
menyebabkan pasien susah menggerakkan kakinya, dan menyebabkan terhambatnya
aktivitas sehari-hari. Pasien masih bisa berjalan namun harus secara pelan-pelan. Di
daerah lutut yang bengkak tersebut terasa hangat. Pasien mengatakan bengkaknya
tidak mengecil setelah dikompres dengan air dingin ataupun setelah pasien
beristirahat.
Pasien juga merasakan kaku pada lutut kirinya sejak 2 hari sebelum datang ke
RS. Biasanya kaku ini muncul pada pagi hari setelah pasien bangun tidur dan menetap
sekitar setengah jam. Saat kaku ini muncul, pasien tidak bisa menggerakkan kaki
kirinya sama sekali, pasien hanya bisa diam di tempat tidur. Saat dicoba digerakkan
oleh orang lain, kaki kiri pasien hanya bisa bergeser ke kanan ataupun kiri, tidak bisa
ditekuk dan kadang pasien juga merasakan gemertak ketika lututnya digerakkan.

2. Riwayat pengobatan

Pasien pernah berobat sebelumnya di poli dalam, mengaku jarang kontrol dan
merasa sakitnya mengalami kekambuhan. Oleh dokter, pasien dikatakan menderita
penyakit osteoarthritis.
3. Riwayat kesehatan / penyakit
a. Riwayat diabetes mellitus disangkal
b. Riwayat alergi disangkal
c. Riwayat trauma disangkal
d. Riwayat penyakit batuk lama/TB disangkal
4. Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat pekerjaan
Pasien adalah seorang pengangguran, yang tadinya selama masih muda
bekerja secara serabutan.
6. Kondisi lingkungan social dan fisik
Pasien tinggal bersama kedua anak dan cucunya. Biaya pengobatan dengan
menggunakan jaminan kesehatan. Kesan ekonomi kurang.
7. Riwayat imunisasi
Pasien tidak tahu apakah mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak.
8. Anamnesis sistemik
a. Demam
: (-) 37,3C
b. CNS
:kejang (-), penurunan kesadaran (-), kaku kuduk (-)
c. Kardiovaskuler
: sesak nafas (-), nyeri (-)
d. Respirasi
: batuk (-), pilek (-), nyeri telan (-), sesak nafas (-)
e. Gastrointestinal
: mual (-), muntah (-), BAB (+) normal
f. Urogenital
: BAK (+) normal
g. Integument
: ujud kelainan kulit (-)
h. Musculoskeletal : keterbatasan gerak lutut (+), krepitasi lutut (+) kiri, kelemahan
otot (-)
9. Lain-lain
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda vital :

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 90x/menit

BMI

Laju nafas

: 20x/menit

Suhu

: 37,3C

Tinggi badan

: 170 cm

Berat badan

: 90 kg

= Berat badan (kg) / Tinggi badan (m2)


= 90 kg / (1,70 m)2
= 31,14 kg/m2 Obese kelas I

Kepala : normocephale, deformitas (-)


Mata : konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik -/Hidung : sekret (-), deformitas (-)
Telinga : discharge (-/-), deformitas (-/-)
Mulut ; oral hygiene cukup
Leher : simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-)
Tenggorok : hiperemis (-), tonsil T2-T2
Dinding thorax :
ParuInspeksi :simetris kanan = kiri pada saat statis maupun dinamis, retraksi
intercostal (-), ketinggalan gerakan (-)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi :

Kanan

Kiri

Apeks

sonor

sonor

Medial

sonor

sonor

Basal

sonor

sonor

Batas paru hepar SIC VIII dextra


Auskultasi : suara dasar vesikular, rokhi -/-, wheezing -/Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi :ictus kordis teraba di ICS V, 2cm medial linea mid
clavikula sinistra
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : ICS V 1cm medial linea mid clavikula
sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, simetris


Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-)

Kulit : tidak ada kelainan, warna sawo matang, turgor kulit baik
Ekstremitas :
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Edem

-/-

-/-

Status lokalis :

Pada pemeriksaan genu sinistra didapatkan edema (+),nyeri tekan (+), teraba hangat
(+), kemerahan (+), krepitasi (+), keterbatasan gerak (+)
Diagnosa
Osteoarthritis genu sinistra
Terapi

Non farmakologi
Edukasi :
- Menjelaskan penyakit yang diderita pasien
- Menurunkan berat badan hingga mencapai 60 kg
- Kontrol teratur
- Mengkonsumsi susu untuk lansia
- Rehabilitasi
Farmakologi
- Paracetamol 3x500mg
- Vit C 1x500mg
- Fitbon plus 3x1caps
-

Dasar Teori
A. Osteoarthritis

1. Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri, deformitas,
pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang
menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang
berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya
(Mansjoer, 2000). Prevalensi keseluruhan OA pada tahun 2001 adalah 10,8%. 8,9% pada pria
dan 12,6% pada wanita. Prevalensi lebih tinggi pada perempuan di semua kelompok umur.
Pada usia 70-74 tahun, sekitar sepertiga dari pria dan 40% wanita memiliki OA. Tingkat
insiden pada 2000-2001 adalah 11,7%. Jumlah meningkat dengan usia antara 50 dan 80
tahun. Data epidemiologi OA menunjukan kondisi patologis yang mendasari dapat diamati
pada sendi yang memungkinkan klasifikasi sebagai OA sekunder sebanyak 41,7% pasien OA
panggul dan 33,4% pasien OA lutut. 82,1% pasien OA pinggul dan 87,4% pasien OA lutut
memiliki perubahan radiografi pada sendi mereka. Prevalensi OA meningkat dengan usia dan
lebih tinggi pada pasien wanita. OA lebih sering diamati pada pasien OA lutut dibandingkan
pada pasien OA panggul sebanyak 34,9% berbanding 19,3% (Kopec et al., 2007).
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian menunjukan 87%
adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut klasifikasi rontgentography,
38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral dan 23,2% jenis medio-patellofemoral.
Klasifikasi radiologi itu terkait dengan manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus
lebih parah, penilaian X ray juga akan menjadi lebih parah (Yongping et al., 2000)
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
e. Kegemukan den penyakit metabolik
f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
g. Kelainan pertumbuhan

h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000).


3. Patofisiologi
Akibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks
tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi
secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi
sendi (osteofit). Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali
persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif (Mansjoer, 2000).
4. Manifestasi Klinik
Gejala utama OA ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul
rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku
pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat
pembesaran sendi dan krepitasi tulang (Mansjoer, 2000).
Tempat prediksi osteoarthritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I, apofiseal
tulang belakang, lutut, paha. Pada falang distal timbul nodus Heberden dan pada sendi
interfalangproksimal timbul nodus Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut
tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri
dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan (Mansjoer,
2000).
Gambar 1 anatomi sendi lutut yang sehat dengan terserang osteoarthritis
5. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena sudah
cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran Radiografi
sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban seperti lutut).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
c. Kista pada tulang.
d. Osteofit pada pinggir sendi.
e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan radiografi, maka OA dapat diberikan suatu derajat. Kriteria OA


berdasarkan temuan radiografi dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi
OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit,
gambaran radiografi sendi masih terlihat normal (Felson, 2006).
Bila pada seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut, maka untuk diagnosis osteoarthritis
sendi lutut hams ditambah 3 kriteria dan 6 kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun,
kaku sendi kurang dari 30 menit, nyeri tekan pada tulang, pembesaran tulang dan pada
perabaan sendi lutut tidak panas. Kriteria ini memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 69%
(Altman, 1991). Bila selain nyeri lutut juga didapatkan gambaran osteofit pada foto sendi
lutut, maka untuk diagnosis osteoarthritis sendi lutut dibutuhkan 1 kriteria tambahan dari 3
kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan krepitus.
Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitas 86% (Altman, 1991).
6. Penatalaksanaan Osteoartritis
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
a. Terapi non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui
serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak
bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, 2006).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi memiliki manfaat sebesar
59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan
untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat
sebesar 67% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).
3) Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu,
berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan
penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, 2006).
b. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul,


memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).
1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen.
Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi penggunaan
NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan NSAIDs memiliki efek
samping GI sebanyak 29,9% (Rahme et al., 2002). Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul
pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi daripada
asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri
pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah dengan cara
mengkombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006).
Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya. Toksisitas NSAIDs yang
sering dijumpai efek sampingnya pada traktus gastrointestinal, terutama jika NSAIDs
digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaaan stres. Usia
juga merupakan faktor resiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat
NSAIDs. Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs dalam bentuk
supositoria, pro drug, enteric coated, slow realease atau non-acidic. Preparat dalam bentuk
ini kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibanding dengan preparat biasa. Pada pihak
lain walaupun NSAIDs dalam bantuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya
iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan gastroduodenal umumnya obat dalam
bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin
sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati terutama pada pasien yang telah
memiliki gangguan mukosa gastroduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada
pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan
ginjal serta penekanan hematopoetik (Anonim, 1996).
2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obatobatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obatobatan yang termasuk dalam kelompok obat
ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya (Felson, 2006).

a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat kerja


enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada manusia.
b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki viskositas
cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam hialuronat berperan
penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan. Pada binatang percobaan, obat ini dapat mengurangi inflamasi pada
sinovium, menghambat angiogenesis dan kemotaksis sel-sel inflamasi.
c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat
pada kultur tulang rawan sendi manusia.
d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan sendi.
Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks ekstraseluler yang terdiri dari
kolagen dan proteoglikan. Matriks ini membentuk struktur yang utuh sehingga
mampu menahan beban tubuh. Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi
kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau
berkurangnya proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3 mekanisme utama,
yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan serta
anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat efek oksigen
reaktif.
e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Dalam penelitian ternyata
bermanfaat dalam terapi OA.
c. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa
sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu
aktivitas seharihari.
Berat badan dan Osteoartritis
Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk OA.
Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko seseorang
menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria (Soeroso, 2006). Menurut
penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih terutama obesitas turut
berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut terutama dalam perkembangan

penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitannya
antara OA dan obesitas juga disokong dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi ( Soeroso, 2006 ).
Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua cara
sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh ( BMI )
(WHO, 2005) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI dapat diukur dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA

S Joewono, I Haryy, K Handono, B Rawan, P Riardi. Chapter 279 : Osteoartritis.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV FKUI 2006. 1195-1202
B Mandelbaum, W David. Etiology and Pathophysiology of Osteoarthritis. ORTHO
Supersite Februari 1 2005.
DB Kenneth. Harrison Principle of Internal Medicine 16th edition. Chapter 312 :
Osteoartritis. Mc Graw Hills 2005. 2036-2045
Kapoor, M. et al. Role of Pro-inflammatory Cytokines in Pathophysiology of
Osteoarthritis. Nat. Rev. Rheumatol. 7, 3342 (2011)
Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines. Recommendations for the Medical
Management of Osteoarthrits of the Hip and Knee. American College of Rheumatology
January 29, 2000
Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
UNUD/Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. 2002.

Anda mungkin juga menyukai