Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN RADIOLOGI CASE REPORT

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

OSTEOMYELITIS KRONIK

Oleh:

RESKI AMALIAH

111 2018 2036

Pembimbing
dr. Erlin Syahril, Sp. Rad (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Reski Amaliah
Stambuk : 111 2018 2036
Judul : Osteomyelitis kronik
Telah menyelesaikan kepaniteraan klinik pada Bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran, Universitas Muslim Indonesia.

1
Makassar, September 2019

Pembimbing Dokter Muda

(dr. Erlin Syahril, Sp. Rad(K)) (Reski Amaliah)

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan,


baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat
khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk
tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem
ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal
merupakan penyakit yang umum terjadi serta dapat melibatkan seluruh struktur
dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang
berbahaya bahkan membahayakan jiwa.1

Osteomyelitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti tulang,


myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana
osteomyelitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan adanya
peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering dikaitkan
dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang. Penyakit ini memiliki dua

2
manifestasi yaitu osteomyelitis hematogenous dan contiguous osteomyelitis
dengan atau tanpa insufisiensi vaskular. Baik hematogenous dan contiguous
osteomyelitis mungkin lebih lanjut diklasifikasikan sebagai akut atau kronis.
Osteomyelitis paling sering timbul dari patah tulang terbuka, infeksi pada kaki
penderita diabetes, atau terapi bedah pada luka tertutup. Penyebab osteomyelitis
bervariasi, dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau berbagai organisme lain,
dan dapat idiopatik seperti osteomyelitis multifocal kronis yang berulang.1,2,3

Osteomyelitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang yang


sering terkena ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius
dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra. Osteomyelitis masih
merupakan permasalahan dinegara kita karena :

- Tingkat higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan


yang belum baik

- Diagnosis yang sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan


osteomyelitis kronis

- Fasilitas diagnostik yang belum memadai di puskesmas – puskesmas

- Angka kejadian tuberkulosis di Indonesia pada saat ini masih tinggi sehingga
kasus – kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga masih tinggi

- Pengobatan osteomyelitis memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya


tinggi

- Banyaknya penderita dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan


biasanya datang dengan komplikasi osteomyelitis Dengan diagnosis dini dan
obat- obat antibiotik/tuberkulostatik yang ada pada saat ini, angka kejadian
osteomyelitis diharapkan berkurang.

Diagnosis dan pengobatan dini osteomyelitis sangat penting karena kasus


yang belum terdiagnosis dapat menyebabkan osteomyelitis akut menjadi
osteomyelitis kronis, tetapi hal ini tidaklah sederhana untuk mendiagnosa

3
osteomyelitis. Meskipun ada banyak cara untuk mendapatkan diagnosis tersebut,
mulai dari foto polos, CT scan, sampai MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan
tentu saja biopsi untuk mengetahui jenis bakteri. Prevalensi osteomyelitis kronis
adalah 5-25% setelah episode osteomyelitis akut di Amerika Serikat, insiden
osteomyelitis kronis di negara berkembang lebih tinggi daripada di negara-negara
lain, meskipun insiden yang tepat tidak diketahui.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn.M
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : -
Nama RS : RS Bhayangkara
No.RM : 321014
Tgl. MRS : 16 September 2019

2.2 ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS)


KU : Riwayat Osteomyelitis
AT :
Pasien konsul dari poli orthopedi dengan kontrol dan lanjut pengobatan. Pasien
diusulkan untuk foto CT Scan bagian femur. Keluhan disertai dengan demam (-)
sesak napas (-), nyeri ulu hati (-) mual (-) muntah (-). Riwayat prnyakit yang sama
(+). Riwayat pengobatan (+) Riwayat keluarga (-). BAB biasa, BAK biasa.
Riwayat penyakit sebelumnya : tidak ada
Riwayat keluhan yang sama : Ada (beberapa tahun yang lalu)
Riwayat hipertensi : tidak ada
Riwayat DM : tidak ada
Riwayat keluarga : tidak ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIS


Status generalis : Sakit Sedang/Gizi baik/Compos mentis GCS 15 (E4V5M6)
Status gizi : BB = 60 kg

TB = 165 cm

Status Gizi = = 60 / 1.65 x 1,65 = 22,05 kg/m2=>Normal

Status vitalis : Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 86x/menit,


pernafasan 25x/menit tipe :Thoraco-abdominal, suhu 36,0oC,
axilla

5
Kepala : Normocephal, rambut hitam sukar dicabut, konjugtiva anemis
(-/-), sklera icterus(-/-), edema palpebra(-/-), pupil bulat isokor
(2,5mm/2.5mm), hidung sekret (-/-), darah (-/-), deviasi
septum(-), telinga normotia, sekret (-/-), darah (-/-), bibir tidak
sianosis, stomatitis(-)
Leher : Tidak hiperemis faring, Tonsil (T1/T1), tidak ada massa tumor,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada deviasi
trakea, tidak ada pembesaran tiroid, DVS R-2cm.
Thorax (Depan) :
I : Normochest, pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tampak retraksi
dada, tidak tampak jejas,
P : Nyeri tekan(-), massa tumor(-), krepitasi(-), vocal fremitus kiri (N) kanan
(menurun)
P : Sonor, batas paru hepar ICS V anterior dextra, batas paru belakang ICS IX
posterior dextra.
A : Bunyi pernafasan bronkhial, bunyi tambahan : Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-)

Thorax (Belakang) :
I : Normochest, pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tidak tampak
retraksi dada
P : Nyeri tekan (-), massa tumor(-), krepitasi(-),
P : Sonor.
A : Bunyi pernafasan bronkhial, bunyi tambahan : Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-)
Thoraks belakang kanan atas sulit diauskultasi.

Jantung :
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P : Batas atas jantung kanan = ICS II linea parasternalis dextra, batas jantung
atas kiri = ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung bawah kiri = ICS
IV linea midclavicularis sinistra
A : Bunyi jantung I/II murni reguler ,bising (-)

Abdomen :
I : Cekung, mengikuti gerak nafas
A : Peristaltik usus kesan normal, bising usus (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
P : Tympani, ascites (-)
Ekstremitas : Terdapat deformitas pada femur dextra, fraktur(-/-)
Lain-lain : (-)

6
2.4 RESUME
Seorang laki-laki berusia 37 tahun di konsul dari poli orthopedi dengan
kontrol dan lanjut pengobatan. Pasien diusulkan untuk foto CT Scan bagian
femur.
2.5 DIAGNOSIS
Ostemyelitis kronik femur dextra
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 CT Scan Femur

7
CT Scan Femur tanpa kontras

Hasil Pemeriksaan:

8
 Tampak kaliber os femur kanan bagian medial bertambah dengan kortex tulang
menebal disertai permukaan ireguler
 Tampak beberapa area bekas screws
 Otot-otot femur kanan tampak normal tidak ada massa
 Os femur kiri dan struktur otot-otot baik

Kesan :
 Ostemyelitis kronik femur dextra

2.7 RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN LAIN


Sesuai TS orthopedi

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada daerah intra-seluler. Tulang
berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.9
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :9
1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia,fibula, ulna dan
humerus,dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan
garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini merupakan daerah yang sangat sering
ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan
daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan
atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan
kelainan pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih

9
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula dan tulang
pelvis.

B. HISTOLOGI
Gambar 1. Tulang panjang (humerus)
Berdasarkan histologinya, maka dikenal :9
 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone)
Tulang ini pertama tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada
perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang
yang matur dan pada umur satu tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang
imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan mineral
yang lebih sedikit dibanding dengan tulang matur
 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
 Tulang kortikal
 Tulang trabekuler
Secara histologik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah
sel, jaringan kolagen, dan mukopolisakarida.Tulang matur ditandai dengan sistem
Haversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui
korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak
substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang matur.9

10
Gambar 2. A. jaringan tulang kompakta, B. Osteon dalam diafisis pada tulang, C. Osteon, D. Osteosit dalam
lacuna

C. FISIOLOGI
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai lima
fungsi utama, yaitu:9
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat tot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan trombosit.

Pertumbuhan tulang dibagi atas:9


1. Pertumbuhan memanjang tulang
Pertumbuhan interstisial tidak dapat terjadi di dalam tulang,Oleh karena itu
pertumbuhan interstisial terjadi melalui proses osifikasi endokondral pada
tulang rawan. Ada dua lokasi pertumbuhan tulang rawan pada tulang panjang,
yaitu:9
a. Tulang rawan artikuler

11
Pertumbuhan tulang panjang terjadi pada daerah tulang rawan artikuler
dan merupakan tempat satu-satunya bagi tulang untuk bertumbuh pada
daerah epifisis.Pada tulang pendek, pertumbuhan tulang dapat terjadi
pada seluruh daerah tulang.
b. Tulang rawan lempeng epifisis
Tulang rawan lempeng epifisis memberikan kemungkinan metafisis dan
diafisis untuk bertumbuh memanjang.Lempeng epifisis adalah tulang
rawan yang berbentuk diskus (piringan) yang terletak antara epifisis dan
metafisis.Lempeng epifisis merupakan bagian tulang yang bertanggung
jawab dalam perkembangan dan pertumbuhan memanjang pada tulang
matur. Terdapat beberapa tempat osifikasi dalam tubuh yaitu pusat
osifikasi primer,yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang-
tulang kecil seperti tulang lunatum, navikular, talus; pada tulang panjang
dikenal adanya osifikasi sekunder atau epifisis tekanan,misalnya caput
femur dan sendi lutut; dikenal pula adanya epifisis traksi atau apofisis
pada daerah trokanter mayor, trokanter minor, tuberkulum mayus humeri,
sehingga perkembangan dan pertumbuhan tulang pada tempat-tempat
tersebut dapat terjadi melalui tekanan atau tarikan yang sesuai dengan
hokum Wolff. Proses pertumbuhan ini terus-menerus pada manusia
selama hidupnya.
Perkembangan dan pertumbuhan sistem muskuloskeletal merupakan
suatu proses yang berkelanjutan dimana terjadi pembentukan, maturasi
serta perombakan dari jaringan mesenkim, pembentukan tulang rawan
kemudian terjadi perombakan kembali menjadi tulang.
Vaskularisasi lempeng epifisis berasal dari arteri metafisis dan arteri
epifisis.Epifisis dan lempeng epifisis mempunyai vaskularisasi yang
unik.Permukaan epifisis ditutupi oleh tulang rawan artikuler. Pembuluh
darah epifisis juga bertanggung jawab terhadap vaskularisasi sel-sel
lempeng epifisis sehingga bila terjadi iskemi pada epifisis maka akan
terjadi kerusakan lempeng epifisis yang menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan memanjang tulang. Pertumbuhan memanjang tulang berasal

12
dari lempeng epifisis dimana epifisis berkembang dalam tiga dimensi
dari zona tulang rawan sendi yang dalam.
Lempeng epifisis tersusun atas tiga lapisan, yaitu :
1) Zona pertumbuhan
 Germinal
 Proliferasi
 Palisade
2) Zona transformasi tulang rawan
 Hipertrofi
 Kalsifikasi
 Degenerasi

3) Zona osifikasi
 Vascular entry
 Osteogenesis

Gambar 3.Photomicrograph dari lempeng epifisis


Dikutip dari kepustakaan 10

2. Pertumbuhan melebar tulang


Pertumbuhan melebar terjadi akibat pertumbuhan aposisi osteoblas pada
lapisan dalam periosteum dan merupakan suatu jenis osifikasi intramembran.
3. Remodelling tulang

13
Selama pertumbuhan memanjang tulang maka daerah metafisis mengalami
remodelling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi
batang tulang secara progresif.
D. Definisi

Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut


yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis kronis juga
dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada tulang.

Osteomyelitis kronis mudah dikenali ketika ada pasien dengan riwayat


osteomyelitis mengalami kekambuhan disertai munculnya gejala seperti nyeri
yang memberat, eritema, dan pembengkakan dalam hubungannya dengan adanya
sinus yang keluar 3 cairan. Hal ini ditandai dengan adanya peradangan yang low-
grade/ringan, adanya tulang yang mati ( sequestrum ), aposisi tulang baru dan
adanya fistula.3,4

Hal ini kemungkinan muncul dari pengobatan osteomyelitis akut yang tidak
memadai, trauma, penyebab iatrogenik seperti penggantian sendi dan fraktur
dengan fiksasi internal dan patah tulang yang berat. 4,5,6 Pasien biasanya datang
dengan keluhan nyeri kronis dan keluarnya cairan, dan kadang-kadang juga
ditemukan demam ringan, abses lokal, infeksi jaringan lunak, atau kedua jika
saluran sinus menjadi terhalang.2,7,8 Penatalaksanaan yang tidak sesuai pada pada
osteomyelitis baik hematogenous maupun contiguous mengakibatkan perubahan
dari osteomyelitis akut menjadi kronik. 1,2,3,4

E. Etiologi

Bakteri penyebab osteomielitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus


sebanyak 75 %, atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas.

F. Patogenesis

Infeksi terjadi ketika mikroorganisme masuk melalui darah, secara langsung


dari benda – benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma, iskemia dan benda
asing dapat meningkatkan risiko invasi mikroorganisme ke tulang melalui bagian

14
yang terpapar sehingga organisme tersebut lebih mudah menempel. Pada daerah
infeksi fagosit datang mengatasi infeksi dari bakteri tersebut, namun dalam waktu
yang bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim yang dapat mengakibatkan
tulang menjadi lisis. Bakteri dapat lolos dari proses tersebut dan akhirnya
menempel pada bagian tulang yang lisis dengan cara masuk dan menetap pada
osteoblas dan membungkus diri dengan protective polysaccharide-rich biofilm.
Jika tidak dirawat tekanan intramedular akan meningkat dan eksudat menyebar
sepanjang korteks metafisis yang tipis mengakibatkan timbulnya abses
subperiosteal. Abses subperiosteal dapat meningkat dan menyebar pada bagian
tulang yang lain. Pus dapat menyebar melalui pembuluh darah, mengakibatkan
peningkatan tekanan intraosseus dan gangguan pada aliran darah.5 Hal ini dapat
mengakibatkan timbulnya trombosis. Nekrosis tulang mengakibatkan hilangnya
peredaran darah periosteal. Nekrosis pada segmen besar tulang mengakibatkan
timbulnya sequestrum. Sequestra ini memuat bagian infeksius yang mengelilingi
bagian tulang yang sklerotik yang biasanya tidak mengandung pembuluh darah.
Kanal haversian diblok oleh jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian
periosteum yang menebal dan jaringan parut otot. Sequestra merupakan muara
dari mikroorganisme dan mengakibatkan timbulnya gejala infeksi. Abses juga
dapat keluar dari kulit membentuk sinus. Sinus kemungkinan tertutup selama
beberapa minggu atau bulan memberikan gambaran penyembuhan, dapat terbuka
(atau muncul di tempat lain) ketika tekanan jaringan meningkat. Antibiotik tidak
dapat menembus bagian yang avaskular dan tidak efektif dalam mengatasi infeksi.
Terbentuknya formasi tulang baru (involucrum) secara bersamaan karena
periosteum berusaha untuk membentuk dinding atau menyerap fragmen sequestra
dan membentuk stabilitas tulang baru. Involucrum memiliki morfologi yang
bervariasi dan memiliki reaksi periosteal yang agresif yang dapat mengakibatkan
timbulnya keganasan. Jika respon periosteal minimal, hilangnya segmen tulang
secara fokal maupun segmental tidak dapat dihindarkan. Sequestra secara dapat
diserap sebagian maupun penuh sebagai akibat dari respon inang atau tergabung
dalam involucrum. 4,5,6

15
Gambaran morfologis dari osteomyelitis kronis adalah adanya bagian tulang
yang nekrosis ditandai dengan tidak adanya osteosit yang hidup. Kebanyakan
mengandung sel mononuklear, granula dan jaringan fibrosa menggantikan tulang
yang diserap oleh osteoklas. Jika diwarnai beberapa macam organisme dapat
ditemukan.Terdapat risiko munculnya artritis septik pada daerah dimana metafisis
terdapat pada bagian intrartikular (proksimal femur, proksimal radius, proksimal
humerus, distal fibula). Risiko meningkat pada anak – anak berusia kurang dari 2
tahun sebagai akibat dari uniknya aspek pembuluh darah pada anak – anak.
Pembuluh darah metafisis dan epifisis berhubungan sampai sekitar umur 12 -18
tahun dimana fisis berperan sebagai perisai mekanik terhadap penyebaran
infeksi.4,5,6,7
G. Gambaran Klinis

Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka/sinus


setelah operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang – kadang disertai demam
dan nyeri lokal yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu. Pada
pemeriksan fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi
dengan nyeri tekan. Mungkn dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar
melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis pada
penderita.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri pada tulang, bengkaknya


jaringan, dan kemerahan. Pada kasus-kasus jangka panjang biasanya ditemukan
adanya penebalan atau pelipatan pada tempat dimana adanya jaringan parut atau
sinus yang menempel pada tulang yang terinfeksi. Selain itu juga kemungkinan
terdapat cairan seropurulen dan ekskoriasi mengelilingi kulit. Pada pasien dengan
osteomyelitis post trauma, tulang kemungkinan mengalami deformitas atau non-
union.7

I. Pemeriksaan Radiologis

Pendekatan radiologis pada pasien osteomyelitis kronis dilakukan dengan


tujuan untuk mengetahui daerah tulang yang terinfeksi (panjang infeksi

16
intramedular yang aktif atau abses pada area yang nekrosis, sequestrum dan
fibrosis) dan untuk mengetahui jaringan kulit yang terlibat (area selulitis, abses
dan sinus). Akhirnya pendekatan radiologis memiliki peranan dalam mendeteksi
infeksi aktif dan menentukan panjang debridement yang diperlukan untuk
mengeluarkan bagian tulang yang nekrosis dan jaringan lunak yang abnormal.
Modalitas radiologis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis osteomyelitis
kronis adalah plain photo, ultrasound, nuclear imaging, CT dan MRI.
Ultrasonografi juga dapat mendeteksi kumpulan cairan pada subperiosteal atau
adanya abses pada jaringan lunak yang terdekat dengan tulang. 4,6,7

a. Plain photo merupakan pencitraan awal yang digunakan untuk mendiagnosis


osteomyelitis kronis. Modalitas ini tidak mahal, tersedia dimana – mana dan
akurat. Dalam mendeteksi osteomyelitis kronis, sensitivitas plain photo masih
tinggi sekitar 90% pada 3 – 4 minggu setelah presentasi , walaupun
spesitifitasnya masih rendah sekitar 30%. Pada plain photo dapat terlihat bone
resorption dengan penebalan dan sklerosis yang mengelilingi tulang.
Sequestra menunjukkan adanya penebalan fragmen yang tidak alami. Plain
photo juga berguna dalam mendeteksi adanya kelainan anatomis (misalnya
fraktur, bony variants atau deformitas), benda asing dan udara dalam jaringan.
Stress fracture, osteoid osteoma dan penyebab lain dari periosteitis
kemungkinan memiliki gambaran yang mirip osteomyelitis kronis. Ada
beberapa penelitian menunjukkan ultrasonografi resolusi tinggi dapat
digunakan untuk mendiagnosis osteomyelitis kronis karena dapat mendeteksi
reaksi periosteal, reaksi pembentukan tulang baru dan perubahan jaringan
lunak sepanjang tulang. Tetapi tidak dapat menunjukkan keadaan fisik dari
tulang karena refleksi dari gelombang suara pada jaringan lunak ke permukaan
tulang.

- Foto polos Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis
dan sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sekuestrum

17
Gambar 4. Proyeksi AP wrist terlihat gambaran lesi osteolitik dan
sclerosis extensive dibagian distal metafisis pada radius

Gambar 5. Osteomielitis lanjut pada seluruh tibia dan fibula kanan.


Ditandai dengan adanya gambaran sekuestrum (panah).

b. Computer Tomography Scan

CT scan sangat sesuai dalam mendeteksi adanya sequestra, hancurnya


kortikal, abses jaringan lunak dan adanya sinus pada osteomyelitis kronis.
Sklerosis, demineralisasi dan reaksi periosteal juga dapat terlihat pada

18
modalitas ini. CT scan membantu dalam mengevaluasi keperluan untuk
tindakan operatif dan memberikan informasi penting mengenai luasnya
penyakit. Informasi ini sangat berguna dalam menentukan metode operatif
yang akan digunakan. CT juga sangat membantu dalam melaksanakan biopsi
tulang. Keuntungan yang paling penting dari CT scan dapat menunjukkan lesi
pada medulla dan infeksi pada jaringan lunak. CT scan merupakan modalitas
standar dalam mendeteksi sequestrum. CT juga sangat baik dalam
menampilkan tulang belakang, pelvis dan sternum. Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh
mana kerusakan tulang terjadi.4,6

Gambar 6. CT scan pada osteomielitis kronik.

A. In this tibia, chronic osteomyelitis is associated with a radiodense sharply


marginatedfocus within a lucent cavity (arrow).
B. Coronal reformatted image.
C & D. Transaxialimages. CT scanning can be used to identify sequestered
bone as in these tibiae

c. Magnetic Resonance Imaging

19
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna dalam mendeteksi infeksi
musculoskeletal, dimana setiap batasannya menjadi terlihat. Resolusi spasial yang
ditawarkan oleh MRI sangat berguna dalam membedakan infeksi dari dari tulang
dan jaringan lunak, dimana hal ini merupakan permasalahan pada pencitraan
radionuklir. Namun MRI, tidak seperti pencitraan radionuklir, tidak terlalu tepat
untuk pemeriksaan seluruh tubuh dan adanya logam yang tertanam kemungkinan
menggambarkan artifak lokal. Skrining MRI awal biasanya memuat T1-weighted
dan T2-weighted spin-echo pulse sequence. Osteomyelitis biasanya nampak
sebagai gangguan sumsum tulang yang terlokalisasi dengan penurunan densitas
pada gambar T1-weighted dan peningkatan intensitas pada gambar T2-weighted.
Biasanya, terdapat penurunan intensitas signal pada gambar T2-weighted.
Jaringan tulang akibat post operasi atau trauma biasanya menampakkan adanya
penurunan intensitas pada gambar T1-weighted dengan tidak adanya perubahan
pada gambar T2-weighted. Sinus akan terlihat area dengan intensitas tinggi pada
gambar T2-weighted, menyebar dari tulang sampai jaringan lunak dan bagian
kulit paling luar. Selulitis akan nampak sebagai area difus dengan sinyal
menengah pada gambar T1-weighted pada jaringan lunak dan peningkatan sinyal
pada gambar T2-weighted.2,3,10

J. Pengobatan

Pengobatan osteomyelitis kronis terdiri atas:

1. Pemberian antibiotik Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik


semata- mata. Pemberian antibiotik ditujukan untuk:

- Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya.

- Mengontrol eksaserbasi akut

2. Tindakan operatif Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah
reda setelah pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat. Operasi yang
dilakukan bertujuan untuk:

- Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun


jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.

20
Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan secara kontinu selama
beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik didalam
bagian tulang yang infeksi

- Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai


sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.

K. Diagnosis Banding

Biasanya, gambaran radiografi osteomyelitis sangat karakteristik dan


diagnosis mudah dibuat sesuai dengan riwayat klinis, dan pemeriksaan radiologis
tambahan. Namun demikian, osteomyelitis dapat juga meniru kondisi lainnya
seperti tumor tulang.

1. Osteo Sarkoma

Merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan


prognosis yang buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun.
Paling sering ditemukan sekitar lutut, yaitu lebih dari 50 %. Tulang – tulang
yang sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal,
dan pelvis. Pada tulang panjang, tumor biasanya mengenai bagian metafisis.
Garis epifisier merupakan barrier dan tumor jarang menembusnya. Gambaran
radiologik : tampak destruksi tulang yang berawal pada medula dan terlihat
sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium
dini terlihat reaksi periosteal seperti garis – garis tegak ( Sunray appearance ).
Dengan membesarnya tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan
dirusak oleh tumor yang meluas ke luar tulang, berbentuk segitiga ( segitiga
codman ). Pada stadium dini Gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan
osteomielitis.

21
2. Sarkoma Ewing

Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang.


Kebanyakan diafisis. Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan tulang
iga. 75% dari penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering antara 5-15
tahun. Gambaran radiologik : tampak lesi destruksi yang bersifat infiltrat yang
berawal dimedula, pada foto terlihat sebagai daerah – daerah radiolusen.
Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal, sebagai garis –
garis yang berlapis – lapis menyerupai kulit bawang ( onion peel appearance ).
Tumor membesar dengan cepat, biasanya dalam beberapa minggu tampak
destruksi tulang yang luas dan pembengkakan jaringan lunak yang besar
karena infiltrasi tumor ke jaringan sekitar tulang.

22
L. Komplikasi

Pada kasus akut, komplikasi yang sering ditemukan berupa suppurative


arthritis, sepsis. Pada anak, dapat terjadi gangguan pertumbuhan tulang bila
infeksi mengenai lempeng epifise dan fraktur patologis. Dapat terjadi abses
paravertebral yang menekan persarafan pada osteomyelitis vertebral, dan
dapat terjadi loosening implant. Penanganan yang tepat merupakan kunci
dalam pencegahan terjadinya komplikasi, sedangkan keterlambatan
penanganan dari osteomyelitis kronis juga meningkatkan risiko meluasnya
kerusakan tulang dan merupakan sumber dari septikemia berulang yang dapat
menyebabkan infeksi ke bagian tubuh lain.–terapi antibiotik spesifik sedini
mungkin merupakan kunci untuk mencegah terjadinya komplikasi dari
osteomyelitis.

M. Prognosis

Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata diperbaiki dengan


diagnosis dini dan terapi yang agresif. Pada osteomielitis kronis kemungkinan

23
kekambuhan infeksi masih besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak
komplitnya pengeluaran semua daerah parut jaringan lunak yang terinfeksi
atau tulang nekrotik yang tidak terpisah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir, Rasad, dkk. 2015. Radiologi Diagnostik, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta

2. Calhoun JH and Manring MM. Adult Osteomyelitis.Infect Dis N Am


2005; 19:765- 786

3. Khan AN. Osteomyelitis chronic. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/393345-overview

4. Zuluaga AF, Galvis W, Saldarriaga JG, Agudelo M, Salahazar BE, Vesga


O. Etiologic Diagnosis of Chronic Osteomyelitis. Arch Intern Med. 2006.
166:95 100.

5. Parsonnet J and Maguire JH. Osteomyelitis. In: Kasper DL, Braudwald E,


Fauci AS, Hauser SL, Longo DL and Jameson JL. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 16th edition. New York. McGraw Hill.2005. 745-9

24
6. Spiegel DA and Penny JN. Chronic Osteomyelitis in Children. Techniques
in orthopaedic. 2005; 20.

7. Apley AG, Solomon L and Mankin HJ. Apley’s System of Orthopaedics


and Fractures. 7 th edition. Oxford. Butterwooth-Heinemann. 1993. 40-2

8. Malueka RG. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Yogyakarta. Pustaka


Cendikiawan Press. 2007.103-5 11. Anonim. Orthopedics.

25

Anda mungkin juga menyukai