DISUSUN OLEH :
Nafiatul Muasyarah
4521112050
DOSEN PEMBIMBING :
Nim : 4521112050
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
- Nama : Ny. SS
- Umur : 71 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Alamat : BTN Pao-Pao Permai C 5 no 17
- Tanggal masuk RS : 30 Oktober 2023
- Bangsal : Seruni 3A
- Diagnosis masuk : Fraktur kominutif 1/3 proksimal femur sinistra
d. Status Generalis
- Kulit : warna kulit kuning langsat, ikterik (-), sianosis
(-)
- Kepala : normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (3mm/3mm)
- Hidung :rinorhea (-),edema mukosa(-/-),deviasi septum
(-)
- Mulut : stomatitis (-), bibir sianosis (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-),tonsil (T1/T1)
- Leher : pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-),
massa tiroid normal
- Dada : simetris saat statis dan dinamis
Jantung
1) Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : iktus kordis sulit dinilai
3) Perkusi : batas atas ICS II, batas kiri linea sternalis
sinistra, batas kanan linea axillaris anterior dextra
4) Auskultasi : murmur(-), gallop(-)
Paru
1) Inspeksi : asimetris
2) Palpasi : fremitus kanan kiri normal
3) Perkusi : sonor lapang paru kanan dan kiri
4) Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-),
Abdomen
1) Inspeksi : simetris, datar, benjolan/massa (-)
2) Auskultasi : bising usus (+) normal
3) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
4) Perkusi : timpani di seluruh lapang perut
- Urogenital : tidak diperiksa
- Anus/Rektum : tidak diperiksa
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
e. Status lokalis
Regio Femur Sinistra
L : pembengkakan (+), deformitas (+) , atrofi otot (-)
F : nyeri tekan (+), sensibilitas (+), NVD baik, akral hangat, CRT < 2
detik
M : ROM terbatas
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin pada tanggal 01 November 2023
Tabel 1. Pemeriksaan darah rutin
Parameter Hasil Rujukan
WBC 20.5 x 103/uL 4.0 – 10.00 x 103/uL
Neutrofil 87,0 50-70 %
Limfosit 5,3 20-40%
RBC 3.94 x 106/uL 4.20 – 5.40 x 106/uL
HGB 11,5 g/dL 12,0 – 16,0 g/dL
HCT 32,9% 34 – 45 %
MCV 83,5 fL 80 – 95 fL
MCH 29.2 pg 25.6 – 32.2 pg
MCHC 35 g/dL 32.2 – 35.5 g/dL
PLT 314 x 103/uL 150 – 450 x 103/uL
GDS 248 mg/dl <140
SGOT 30 u/l <38
SGPT 30 u/l <41
Ureum 27 mg/dl 10-50
kreatinin 0,68 mg/dl <1,1
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada tanggal 30 Oktober 2023
Foto Pelvis AP
- Alignment SI joint dan Hip joint bilateral baik, tidak tampak dislokasi
- Tampak fraktur kominutif pada 1/3 proksimal os femur sinistra
- Densitas tulang baik
- Celah sendi SI dan hip joint bilateral baik
- Jaringan lunak sekita kesan baik
Kesan : fraktur kominutif 1/3 proximal os femur sinistra
Gambar 2. Foto Femur Sinistra AP/Lateral (pre-op)
Kesan :
-Fiksasi interna terpasang pada proksimal os femur sinistra
- Osteopeni
C. Diagnosis Kerja
Fraktur Kominutif 1/3 Proksimal Femur Sinistra
D. Tatalaksana
- IVFD RL 20 tpm
- ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
- ranitidin 1 amp/8 jam/IV
- Transfusi PRC 2 bag
- ORIF A2FN (Under C Arm dan Fraction Table)
E. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
a. Ad vitam : Dubia ad bonam
b. Ad functionam : Dubia ad bonam
c. Ad sanactionam : Dubia ad bonam
F. Lampiran Foto
Hari/tanggal : 31 Oktober 2023 di Ruang Operasi
C. Epidemiologi
Fraktur femur merupakan kasus fraktur yang paling sering
ditemukan dengan jumlah kasus sebanyak 39%, diikuti fraktur
humerus 15% dan fraktur tibia serta fibula 11%. 1 Fraktur femur dapat
memperburuk kualitas hidup dengan menyebabkan morbiditas bahkan
mortalitas2.
Kejadian fraktur di dunia meningkat setiap tahunya terbukti oleh
badan keselamatan (WHO) tercatat 13 juta orang mengalami
kecelakaan pada tahun 2012. Dengan 2,7% terjadi fraktur. Pada tahun
2013 dengan presentase 4,2%. Pada tahun 2014 kejadian fraktur
meningkat menjadi 21 juta sehingga menjadi 7,5%. Sedangkan pada
tahun 2016 terdapat 8 juta orang meninggal akibat mengalami fraktur
femur3. Riskesdas mencatat insiden patah tulang di Indonesia pada
tahun 2018 yaitu sebanyak 5,5%, khususnya di Sumatera Barat
insiden patah tulang yang terjadi adalah 5,6% dari kejadian fraktur di
Indonesia3.
E. Klasifikasi
Secara umum fraktur dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi,
salah satunya adalah berdasar atas hubungan tulang dengan jaringan
sekitar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Berdasarkan
mekanisme terjadi fraktur, fraktur akan terjadi akibat tingginya energi
yang datang dari luar tubuh sehingga menyebabkan patahan pada
tulang. Seperti halnya akibat benda tumpul. Fraktur terbuka
diakibatkan oleh trauma karena energi tinggi, paling sering di jumpai
pada tabrakan langsung, maupun jatuh dari kendaraan bermotor.
Fraktur tertutup diakibatkan oleh mekanisme cedera dan kekuatan
energi yang tidak terlalu besar, tidak terdapat perlibatan benda tajam,
dan kronologis seperti terjatuh, terkilir, dan tertimpa benda berat yang
terjadi pada kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu lintas.7,8
klasifikasi Keterangan
Dera Derajat I Luka kecil dan bersih berukuran < 1cm. kerusakan
jaringan lunak minimal. Jenis fraktur bukan fraktur
kominutif
Derajat II Luka berukuran > 1cm tanpa hilangnya kulit yang
menutupi luka. Kerusakan jaringan lunak hanya
sedikit
Derajat III Luka luas, kerusakan berat pada kulit dan
jaringan, serta dapat mengenai pembuluh darah.
Kejadian kontaminasi sangat mungkin terjadi
Derajat IIIA Laserasi luas tetapi tulang masih dapat ditutup
dengan jaringan lunak di sekitarnya.
Derajat IIIB Periosteal stripping ekstensif. Fraktur hannya
dapat ditutup dengan flap
Derajat IIIC Cedera arteri
d.
• Inkomplet garis fraktur tdk mengenai kortek sisi lain, masih ada
kortek tulang yg utuh, sering pada anak-anak greenstick
2. Fraktur intertrochanter
Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat
ekstrakapsular. Seperti halnya fraktur leher femur, fraktur
intertrokanter sering ditemukan pada manula atau penderita
osteoporosis. Kebanyakan pasien adalah wanita berusia 80-an.1
Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung
pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir.
Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe yang stabil dan tak stabil.
Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks medialnya
hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang
mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan
dengan fiksasi internal.1
Gambaran klinik fraktur intertrokanter biasanya pada pasien
tua dan tak sehat. Setelah jatuh, pasien tidak dapat berdiri.
Pada pemeriksaan didapatkan pemendekkan anggota gerak
bawah dan berotasi keluar dibandingkan pada fraktur servikal
(karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya. Fraktur tanpa pergeseran yang stabil pada
foto polos dapat terlihat sebagai tidak lebih dari retakan tipis di
sepanjang garis intertrokanter. Fraktur tanpa pergeseran dapat
dilakukan terapi konservatif dengan traksi. Pemasangan fiksasi
interna dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh fiksasi yang
kuat dan untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang
tua.1
3. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi
pada orang dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula,
fraktur ini harus dianggap patologik sebelum terbukti sebaliknya.
Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi
kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke
femur. Fraktur melintang dan oblik biasanya akibat angulasi
atau benturan lansung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada
kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur
mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari
satu tempat.1
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi
untuk tulang femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena
dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat
pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas.
Fraktur femur sering disertasi dengan perdarahan masif yang
harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi
fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel,
komunitif, fraktur Z, atau segmental.1
5. Fraktur subtrochanter
F. Diagnosis
1. Riwayat penderita
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan lokal
1) Inspeksi (Look)
3) Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat
menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.1
c. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos
2) Ct scan
3) MRI
H. Penatalaksanaan
4. Fiksasi fraktur
2. Inflamasi
Fase inflamasi yang adekuat merupakan prasyarat untuk
keberhasilan penyembuhan tulang. Tahap inflamasi diaktifkan
setelah pembentukan hematoma dan melayani dua tujuan utama.
Pertama, itu mempersiapkan situs untuk proses penyembuhan
yang akan datang dan kedua memunculkan rasa sakit yang
memaksa individu untuk melumpuhkan anggota tubuh yang
terkena. Sejumlah besar sel menyerang lokasi fraktur yang tertarik
oleh banyak molekul inflamasi. Leukosit polimorfonuklear, limfosit,
monosit darah, dan makrofag hadir dan melepaskan sitokin.
Mereka mengerahkan efek kemotaktik, merekrut sel inflamasi dan
mesenkim lebih lanjut, dan merangsang angiogenesis,
meningkatkan sintesis matriks ekstraseluler. Ekspresi RUNX1
(runt-related transcription factor 1) mendominasi yang penting
untuk proliferasi sel punca hematopoietik dan sel osteoprogenitor.
TNF-α memainkan peran penting dalam tahap inflamasi, karena
diregulasi secara signifikan. Tidak adanya TNF-α menunda
penyembuhan patah tulang, sementara jumlah yang berlebihan
menghancurkan tulang [9, 10]. Sejumlah sitokin hadir, tetapi peran
pastinya sebagian besar masih belum jelas. Interleukin-17 (IL-17)
memiliki efek ganda meningkatkan keluaran osteogenik tetapi juga
resorpsi tulang oleh osteoklas. Tingkat banyak molekul inflamasi
(IL-6, IL-8, IL-12) dan anti-inflamasi (IL-10) meningkat secara
signifikan. Dalam minggu pertama setelah fraktur, lokasi fraktur
mengembangkan identitas osteogenik.10
3. Jaringan Granulasi
Setelah tahap inflamasi berakhir, area situs fraktur diatur
membentuk jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah
kumpulan sel yang longgar (terutama sel mesenkimal, endotel,
dan imun) yang tersebar di dalam matriks ekstraseluler. Sel punca
mesenkimal dari periosteum dan jaringan yang berdekatan terlihat
pada jaringan granulasi. Endapan fibrin dihilangkan oleh makrofag
dan melalui aksi enzim fibrinolitik. Terdapat aktivitas mitogenik
yang signifikan di area tersebut, yang didukung oleh pembentukan
pembuluh darah kecil yang baru.10
4. Pembentukan kalus lunak
Soft callus berhubungan erat dengan pembentukan kartilago
melalui osifikasi endokhondral. Osifikasi endokondral dapat dilihat
sebagai upaya tubuh untuk meningkatkan stabilitas di lokasi
fraktur, memungkinkan proses osifikasi dimulai. Kalus lunak
meluas ke seluruh celah fraktur yang menghubungkan ujung-
ujung tulang. Proses ini mirip dengan pertumbuhan tulang yang
diamati pada lempeng pertumbuhan. Kondrosit mulai menyiapkan
tulang rawan dan matriks ekstraseluler. Kepadatan seluler secara
signifikan lebih tinggi dari kartilago artikular yang sehat tetapi
susunannya berbeda [13]. Selain kondrosit, fibroblas mulai
meletakkan stroma yang membantu dan mendukung pertumbuhan
pembuluh darah. Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa merokok
berdampak buruk pada aspek khusus penyembuhan tulang ini,
yaitu, pertumbuhan pembuluh darah ke dalam. 10
5. Pembentukan kalus keras
Kalus keras identik dengan pembentukan anyaman tulang.
Tergantung pada stabilitas situs fraktur, woven bone dapat
terbentuk segera setelah pembentukan jaringan granulasi melalui
osifikasi intramembran (fraktur stabil), atau dapat mengikuti
osifikasi endokhondral. Selama osifikasi intra-membran, sel-sel
osteoprogenitor berdiferensiasi langsung menjadi osteoblas, tanpa
pembentukan kartilago sebagai langkah perantara. Pada fraktur
yang kurang stabil, kartilago yang sebelumnya dibentuk oleh
kondrosit digantikan oleh tulang. Saat fraktur sudah terhubung,
pembentukan kalus keras dimulai dan berlangsung sampai
fragmen - fragmen tersebut menyatu dengan kuat (3-4 bulan).
Kalus tulang terbentuk di pinggiran fraktur secara progresif
bergerak ke sentral.10
6. Remodeling
Tahap remodeling merupakan tahap akhir dari penyembuhan
tulang sekunder yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada fase ini garis fraktur telah terisi atau dijembatani oleh tulang
yang utuh. Selama perjalanan waktu, beberapa bulan atau
mungkin beberapa tahun, maka bentuk tulang alan berubah
perlahan menyerupai tulang aslinya seiring dengan proses
resorpsi dan formasi tulang.10
J. Komplikasi
1. Fraktur leher femur
Pada fraktur leher femur komplikasi yang bersifat umum:
trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus.1
a. Nekrosis avaskuler kaput femur biasanya terjadi pada 30%
pasien fraktur leher femur dengan pergeseran dan 10% pada
fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasilisasi fraktur lebih ke
proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler
menjadi lebih besar.
b. Nonunion Lebih dari 1/3 pasien fraktur leher femur tidak dapat
mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser.
Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih
ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi yang jelek,
reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan
lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan
tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur
penderita.
c. Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur
atau nekrosis avaskuler
d. Anggota gerak memendek
e. Malunion
f. Malrotasi berupa rotasi eksterna
2. Fraktur batang femur
Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah syok, emboli
lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, trombo-
emboli, dan infeksi.1
Komplikasi lanjut dapat berupa:
a. Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami
union dalam 4 bulan.
b. Nonunion, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan
sklerotik dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi
interna dan bone graft.
c. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen, maka diperlukan pengamatan terus-menerus selama
perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Malunion juga
menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga diperlukan
koreksi berupa osteotomi.
d. Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh
adanya adhesi periartikuler atau adhesi intramuskuler. Hal ini
dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis
dilakukan lebih awal.
e. Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum
terbentuk union yang solid.
3. Fraktur suprakondiler femur
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen
fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma
pembuluh darah besar, dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat
berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.1
4. Fraktur subtrokanter
Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion dan
malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau
bone grafting.1
BAB III
A. Dasar Diagnosis
Pasien datang ke IGD RSUP Tadjuddin Chalid pada hari Senin, 31
Oktober 2023 dan merupakan rujukan dari RS Islam Faisal Makassar
dengan keluhan nyeri dan SSSbengkak pada paha kiri akibat
terpeleset di WC saat hendak mengambil air wudhu untuk sholat
ashar 5 hari yang lalu. Pasien jatuh dengan badan menumpu pada
paha kiri. Pasien kemudian dibawa ke RS Islam Faisal lalu dirujuk ke
RS Tadjuddin Chalid untuk mendapatkan penanganan yang lebih
lanjut .
Pada pemeriksaan fisik pada status regional femur sinistra look
didapatkan pembengkakan, deformitas, pada perabaan (feel)
didapatkannyeri tekan, nyeri saat digerakkan, NVD baik, akral hangat,
CRT < 2 detik, dan untuk move ROM terbatas.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan hasil fraktur kominutif 1/3
proksimal femur sinistra. Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada
darah rutin terdapat leukositosis, pada pemeriksaan glukosa
didapatkan hiperglikemia.
KESIMPULAN
https://www.orthobullets.com/trauma/1038/intertrochanteric-fractures