Anda di halaman 1dari 45

DEPARTEMEN ORTOPEDI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2023


UNIVERSITAS BOSOWA

FRAKTUR KOMINUTIF 1/3 PROKSIMAL FEMUR SINISTRA

DISUSUN OLEH :

Nafiatul Muasyarah

4521112050

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Henry Tanzil, Sp. OT (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ORTOPEDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Nafiatul Muasyarah

Nim : 4521112050

Judul Laporan Kasus : Fraktur Kominutif 1/3 Proksimal Femur


Sinistra

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Departemen Ortopedi Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa.

Makassar, November 2023 27


Oktober 2020

(dr. Henry Tanzil, M.Kes, Sp. OT(K))


)
)
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
- Nama : Ny. SS
- Umur : 71 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Alamat : BTN Pao-Pao Permai C 5 no 17
- Tanggal masuk RS : 30 Oktober 2023
- Bangsal : Seruni 3A
- Diagnosis masuk : Fraktur kominutif 1/3 proksimal femur sinistra

B. Status Medis Pasien


1. Anamnesis
 Keluhan Utama: Nyeri dan bengkak pada paha kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RSUP
Tadjuddin Chalid pada hari Senin, 31 Oktober 2023 dan merupakan
rujukan dari RS Islam Faisal Makassar dengan keluhan nyeri dan
SSSbengkak pada paha kiri akibat terpeleset di WC saat hendak
mengambil air wudhu untuk sholat ashar 5 hari yang lalu. Pasien
jatuh dengan badan menumpu pada paha kiri. Pasien kemudian
dibawa ke RS Islam Faisal lalu dirujuk ke RS Tadjuddin Chalid
untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut.
 Riwayat penyakit sebelumnya : Diabetes Mellitus Tipe 2 sejak 7
tahun lalu, Hipertensi 5 tahun lalu
 Riwayat Penyakit Keluarga: tidak diketahui
 Riwayat pengobatan sebelumya :
Novorapid 3 x 10 IU
Sansulin 0-0-14
Amlodipine 10 mg 1x1
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : ComposMentis (GCS 15)
c. Tanda Vital :
- Tekanan darah : 178/86 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Respirasi : 22 x/menit
- Suhu : 36 C
- SpO2 : 99%

d. Status Generalis
- Kulit : warna kulit kuning langsat, ikterik (-), sianosis
(-)
- Kepala : normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (3mm/3mm)
- Hidung :rinorhea (-),edema mukosa(-/-),deviasi septum
(-)
- Mulut : stomatitis (-), bibir sianosis (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-),tonsil (T1/T1)
- Leher : pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-),
massa tiroid normal
- Dada : simetris saat statis dan dinamis
Jantung
1) Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : iktus kordis sulit dinilai
3) Perkusi : batas atas ICS II, batas kiri linea sternalis
sinistra, batas kanan linea axillaris anterior dextra
4) Auskultasi : murmur(-), gallop(-)
Paru
1) Inspeksi : asimetris
2) Palpasi : fremitus kanan kiri normal
3) Perkusi : sonor lapang paru kanan dan kiri
4) Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-),
Abdomen
1) Inspeksi : simetris, datar, benjolan/massa (-)
2) Auskultasi : bising usus (+) normal
3) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
4) Perkusi : timpani di seluruh lapang perut
- Urogenital : tidak diperiksa
- Anus/Rektum : tidak diperiksa
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

e. Status lokalis
Regio Femur Sinistra
L : pembengkakan (+), deformitas (+) , atrofi otot (-)
F : nyeri tekan (+), sensibilitas (+), NVD baik, akral hangat, CRT < 2
detik
M : ROM terbatas

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin pada tanggal 01 November 2023
Tabel 1. Pemeriksaan darah rutin
Parameter Hasil Rujukan
WBC 20.5 x 103/uL 4.0 – 10.00 x 103/uL
Neutrofil 87,0 50-70 %
Limfosit 5,3 20-40%
RBC 3.94 x 106/uL 4.20 – 5.40 x 106/uL
HGB 11,5 g/dL 12,0 – 16,0 g/dL
HCT 32,9% 34 – 45 %
MCV 83,5 fL 80 – 95 fL
MCH 29.2 pg 25.6 – 32.2 pg
MCHC 35 g/dL 32.2 – 35.5 g/dL
PLT 314 x 103/uL 150 – 450 x 103/uL
GDS 248 mg/dl <140
SGOT 30 u/l <38
SGPT 30 u/l <41
Ureum 27 mg/dl 10-50
kreatinin 0,68 mg/dl <1,1
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada tanggal 30 Oktober 2023

Gambar 1 . Foto Pelvis AP

Foto Pelvis AP
- Alignment SI joint dan Hip joint bilateral baik, tidak tampak dislokasi
- Tampak fraktur kominutif pada 1/3 proksimal os femur sinistra
- Densitas tulang baik
- Celah sendi SI dan hip joint bilateral baik
- Jaringan lunak sekita kesan baik
Kesan : fraktur kominutif 1/3 proximal os femur sinistra
Gambar 2. Foto Femur Sinistra AP/Lateral (pre-op)

Foto Femur Sinistra AP/Lateral


- Alignment hip joint sinistra baik, tidak tampak dislokasi
- Tampak fraktur kominutif pada 1/3 proximal os femur sinistra
- Celah hip joint sinistra baik
- Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan : fraktur kominutif 1/3 proximal os femur sinistra
Pemeriksaan radiologi pada tanggal 01 November 2023
(post op)

Gambar 3. Foto Femur Sinistra AP/Lateral (post-op)

- Alignment hip joint sinistra baik, tidak tampak dislokasi


- Tampak plate and screws terpasang pada proksimal os femur
sinistra
- Celah sendi hip baik
- Mineralisasi tulang menurun
- Soft tissue baik

Kesan :
-Fiksasi interna terpasang pada proksimal os femur sinistra
- Osteopeni

C. Diagnosis Kerja
Fraktur Kominutif 1/3 Proksimal Femur Sinistra

D. Tatalaksana
- IVFD RL 20 tpm
- ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
- ranitidin 1 amp/8 jam/IV
- Transfusi PRC 2 bag
- ORIF A2FN (Under C Arm dan Fraction Table)

E. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
a. Ad vitam : Dubia ad bonam
b. Ad functionam : Dubia ad bonam
c. Ad sanactionam : Dubia ad bonam
F. Lampiran Foto
Hari/tanggal : 31 Oktober 2023 di Ruang Operasi

Gambar 4. Saat tindakan Gambar 5. Setelah tindakan


G. FOLLOW UP
BAB II

DASAR TEORI DAN BERDASARKAN BASIS BUKTI (EVIDENCE


BASED MEDICINE)

A. Anatomi dan Fisiologi Femur


Tulang dibagi menjadi 4 bagian yaitu epifisis, lempeng pertumbuhan,
metafisis, dan diafisis. Masing-masing bagian tersebut memiliki
karakteristik yang menentukan kelainan apa yang sering pada daerah
tersebut. Epifisis adalah bagian tulang yang terletak di dalam
artikulasi. Lempeng pertumbuhan berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan tulang yang hilang pada usia + 15 tahun, cidera pada
bagian ini pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tulang. Metafisis adalah daerah yang kaya akan
pembuluh darah (end artery) sehingga rawan terjadi infeksi. Diafisis
adalah bagian tengah dari sebuah tulang panjang yang tersusun dari
tulang kortikal yang biasanya berisi sumsum tulang dan jaringan
adiposa .1
1. Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris
yang punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum
ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput
melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah
lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga
membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua
bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut
linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica.
Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor
major terdapat cekungan disebut fossa trochanterica 1
2. Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang
melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke
depan. Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies lateralis,
facies anterior. Batas antara facies medialis dan lateralis nampak
di bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang
dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar
disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu
labium mediale dan labium laterale, labium medial sendiri
merupakan lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera
bagian distal membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari
trochantor minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada
dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial
lateral disebut juga supracondylaris lateralis atau medialis1
3. Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi
masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis
dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir
perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat
dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk
bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian
1
proximalnya terdapat garis disebut linea intercondyloidea .
Gambar 6. Anatomi Femur

B. Definisi Fraktur Femur

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang bersifat


total maupun parsial. Fraktur dapat disebabkan karena adanya trauma
dan peristiwa patologis. Fraktur dapat terjadi secara langsung seperti
terbentur bumper mobil atau secara tidak langsung seperti jatuh dari
ketinggian. Sedangkan peristiwa patologis pada fraktur terjadi akibat
adanya aktivitas berulang pada tulang atau karena kondisi kelemahan
tulang akibat osteoporosis, tumor, dan infeksi 2.

C. Epidemiologi
Fraktur femur merupakan kasus fraktur yang paling sering
ditemukan dengan jumlah kasus sebanyak 39%, diikuti fraktur
humerus 15% dan fraktur tibia serta fibula 11%. 1 Fraktur femur dapat
memperburuk kualitas hidup dengan menyebabkan morbiditas bahkan
mortalitas2.
Kejadian fraktur di dunia meningkat setiap tahunya terbukti oleh
badan keselamatan (WHO) tercatat 13 juta orang mengalami
kecelakaan pada tahun 2012. Dengan 2,7% terjadi fraktur. Pada tahun
2013 dengan presentase 4,2%. Pada tahun 2014 kejadian fraktur
meningkat menjadi 21 juta sehingga menjadi 7,5%. Sedangkan pada
tahun 2016 terdapat 8 juta orang meninggal akibat mengalami fraktur
femur3. Riskesdas mencatat insiden patah tulang di Indonesia pada
tahun 2018 yaitu sebanyak 5,5%, khususnya di Sumatera Barat
insiden patah tulang yang terjadi adalah 5,6% dari kejadian fraktur di
Indonesia3.

D. Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh
dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa
terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung
apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan
dengan terjadinya fraktur berjauhan. 1
Penyebab fraktur dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 2
1. Fraktur akibat trauma langsung maupun tidak langsung
Pada trauma langsung, fraktur terjadi pada lokasi yang kontak
dengan trauma, diikuti oleh kerusakan jaringan lunak sekitarnya.
Sementara itu, pada trauma tidak langsung, fraktur terjadi bukan
pada titik trauma. Jaringan lunak biasanya tidak terlibat pada
trauma tidak langsung. Pola fraktur pada tulang panjang
berhubungan dengan mekanisme trauma, yaitu faktur spiral karena
puntiran, fraktur oblik karena tekanan, fraktur dengan fragmen
butterfly karena bending dan fraktur transversal karena tarikan. 2
2. Fraktur akibat stress repetitif
Tulang normal yang diberikan gaya terus-menerus akan
mengalami proses remodeling, yaitu kombinasi resorpsi tulang dan
pembentukan tulang baru. Pajanan berulang dan berkepanjangan
menyebabkan resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan
pembentukan tulang baru sehingga kekuatan tulang menurun. Hal
tersebut sering dijumpai pada atlet, penari, dan tentara. 2
3. Fraktur patologis
Tulang patah akibat gaya yang sifatnya normal. Contohnya terjadi
pada pasien dengan osteoporosis dan osteogenesis imperfecta
yang mengalami perubahan struktur tulang sehingga tulang
menjadi rentan. Lesi titik seperti pada kista atau metastasis tulang
juga dapat mengubah struktur tulang. 2
Pasien wanita yang mengalami fraktur berkaitan dengan onset
terjadinya menopause seiring bertambahnya usia. Penambahan
usia ini merupakan faktor risiko mengalami osteoporosis. Ciri
osteoporosis yakni lemahnya kekuatan tulang akibat
pengeroposan tulang, sehingga meningkatkan risiko terjadinya
fraktur akibat terjatuh dari ketinggian maupun terpeleset. 7

E. Klasifikasi
Secara umum fraktur dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi,
salah satunya adalah berdasar atas hubungan tulang dengan jaringan
sekitar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Berdasarkan
mekanisme terjadi fraktur, fraktur akan terjadi akibat tingginya energi
yang datang dari luar tubuh sehingga menyebabkan patahan pada
tulang. Seperti halnya akibat benda tumpul. Fraktur terbuka
diakibatkan oleh trauma karena energi tinggi, paling sering di jumpai
pada tabrakan langsung, maupun jatuh dari kendaraan bermotor.
Fraktur tertutup diakibatkan oleh mekanisme cedera dan kekuatan
energi yang tidak terlalu besar, tidak terdapat perlibatan benda tajam,
dan kronologis seperti terjatuh, terkilir, dan tertimpa benda berat yang
terjadi pada kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu lintas.7,8

Tabel 2. Klasifikasi fraktur tertutup menurut Tscherne 2


klasifikasi Keterangan
Derajat 0 Cedera jaringan lunak tidak ada atau minimal
Derajat 1 Fraktur dengan abrasi superfisil atau kemerahan
pada kulit dan jaringan subkutan
Derajat 2 Fraktur dengan memar dan bengkak pada jaringan
ikat profundus
Derajat 3 Fraktur dengan kerusakan parah pada jaringan
ikat dan adanya ancaman sindrom kompartemen.

Tabel 3. Klasifikasi Gustilo untuk fraktur terbuka 2

klasifikasi Keterangan
Dera Derajat I Luka kecil dan bersih berukuran < 1cm. kerusakan
jaringan lunak minimal. Jenis fraktur bukan fraktur
kominutif
Derajat II Luka berukuran > 1cm tanpa hilangnya kulit yang
menutupi luka. Kerusakan jaringan lunak hanya
sedikit
Derajat III Luka luas, kerusakan berat pada kulit dan
jaringan, serta dapat mengenai pembuluh darah.
Kejadian kontaminasi sangat mungkin terjadi
Derajat IIIA Laserasi luas tetapi tulang masih dapat ditutup
dengan jaringan lunak di sekitarnya.
Derajat IIIB Periosteal stripping ekstensif. Fraktur hannya
dapat ditutup dengan flap
Derajat IIIC Cedera arteri

Gambar 7. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson

Berdasarkan Orthopaedic Trauma Association (OTA) fraktur dapat


diklasifikasikan menjadi 11
1. Fraktur Linear
a. Transversal yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang
b. Obliq yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah
tulang
c. Spiral yaitu fraktur memuntir sepanjang batang tulang

d.

Gambar 8. Jenis Fraktur Linear


Berdasarkan garis patah
Fraktur inkomplet

Fraktur komplet Fraktur green stick

Gambar 9. JenisFraktur Berdasarkan Garis Patah

• Komplet  garis patah menyeberang dari sisi ke sisi ( mengenai


seluruh kortek tulang)

• Inkomplet  garis fraktur tdk mengenai kortek sisi lain, masih ada
kortek tulang yg utuh, sering pada anak-anak  greenstick

2. Fraktur Communited yaitu terdapat lebih dari dua fragmen fraktur


yang biasanya terpecah belah.
a. Communited <50%
b. Communited >50%
c. Butterfly <50%
d. Butterfly>50%

Gambar 10. Jenis Fraktur Kominutif


3. Fraktur Segmental
a. Two level
b. Three or more level
c. Longitudinal split
d. Communited

Gambar 11. Jenis Fraktur Segmental

4. Fraktur Bone Loss


a. Bone loss <50%
b. Bone loss >50%
c. Complete bone loss
Gambar 12. Jenis Fraktur dengan Bone Loss

Fraktur femur dibagi dalam fraktur intertrokhanter, subtrokhanter


femur, fraktur batang femur, supakondiler, fraktur interkondiler, dan
fraktur kondiler femur.1
1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis
intertrokanter pada regio intrakapsular tulang panggul . Fraktur
ini seirng terjadi pada wanita usia di atas 60 tahun dan biasanya
berhubungan dengan osteoporosis. Fraktur leher femur 5
disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena
kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan
biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah
trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar
mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat
menyebabkan fraktur leher femur.

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan


Garden:1
a. Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
b. Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
c. Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran
sedang.
d. Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.
Gambar 12. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden
A. Stadium I, B. Stadium II, C. Stadium III, D. Stadium IV
Selain Garden, Pauwel juga membuat 5 klasifikasi
berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang
tertera pada gambar 3 yaitu sebagai berikut:1
a. Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30 .
b. Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50 .
c. Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70

Gambar 13. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel3


A. Tipe I B. Tipe II C. Tipe III
B.

2. Fraktur intertrochanter
Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat
ekstrakapsular. Seperti halnya fraktur leher femur, fraktur
intertrokanter sering ditemukan pada manula atau penderita
osteoporosis. Kebanyakan pasien adalah wanita berusia 80-an.1
Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung
pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir.
Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe yang stabil dan tak stabil.
Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks medialnya
hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang
mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan
dengan fiksasi internal.1
Gambaran klinik fraktur intertrokanter biasanya pada pasien
tua dan tak sehat. Setelah jatuh, pasien tidak dapat berdiri.
Pada pemeriksaan didapatkan pemendekkan anggota gerak
bawah dan berotasi keluar dibandingkan pada fraktur servikal
(karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya. Fraktur tanpa pergeseran yang stabil pada
foto polos dapat terlihat sebagai tidak lebih dari retakan tipis di
sepanjang garis intertrokanter. Fraktur tanpa pergeseran dapat
dilakukan terapi konservatif dengan traksi. Pemasangan fiksasi
interna dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh fiksasi yang
kuat dan untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang
tua.1
3. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi
pada orang dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula,
fraktur ini harus dianggap patologik sebelum terbukti sebaliknya.
Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi
kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke
femur. Fraktur melintang dan oblik biasanya akibat angulasi
atau benturan lansung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada
kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur
mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari
satu tempat.1
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi
untuk tulang femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena
dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat
pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas.
Fraktur femur sering disertasi dengan perdarahan masif yang
harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi
fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel,
komunitif, fraktur Z, atau segmental.1

Gambaran klinik sebagian besar pasien adalah orang


dewasa muda. Terjadi syok hebat, dan pada fraktur tertutup
emboli lemak sering ditemukan. Ditemukan deformitas pada
tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekkan tungkai.
Paha membengkak dan memar3,5. Pada foto polos fraktur dapat
terjadi pada setiap bagian batang, tetapi yang paling sering
terjadi adalah sepertiga bagian tengah. Fraktur dapat berbentuk
spiral atau melintang. Pergeseran dapat terjadi pada setiap
arah. Pelvis harus selalu difoto dengan sinar X untuk
menghindari terlewatkannya cedera panggul atau fraktur pelvis
yang menyertai.1

4. Fraktur suprakondiler femur

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal


kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur.
Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai
kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler
femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan
komunitif, yang dapat dilihat pada gambar 9.1

Gambar 14. Klasifikasi fraktur suprakondiler3

A. Fraktur tidak bergeser C&D. Fraktur bergeser


B. Fraktur impaksi E. Fraktur komunitif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma


yang disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah
suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.1

5. Fraktur subtrochanter

Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya


akibat trauma yang hebat. Gambaran klinisnya berupa
anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna, memendek,
dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur
disertai nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis
dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah trokanter
minor. Garis fraktur bisa bersifat tranversal, oblik, atau
spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal
dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal dalam keadaan
posisi abduksi dan bergeser ke proksimal. Pengobatan
dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan
menggunakan plate dan screw.1

F. Diagnosis

Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan diagnosis :1

1. Riwayat penderita

Menggali gejala/keluhan yang membuat pasien datang untuk


diperiksa seperti riwayat trauma; waktu, cara, lokasi terjadinya
trauma. Sifat nyerinya, riwayat penyakit lainnya serta latar
belakang sosialnya.1

a. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan


adanya Syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada
organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur
patologis.1

b. Pemeriksaan lokal

1) Inspeksi (Look)

Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan


yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin
terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah
kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera terbuka1
2) Palpasi (Feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga
memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan
nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh
darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan 1

3) Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat
menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.1

c. Pemeriksaan radiologi

Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan


untuk menetapkan kelainan tulang dan sendi:1

1) Foto polos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai


adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur.1
Radiografi dengan mengikuti aturan “dua” (rule of twos)
yaitu dua sisi (two views) untuk anteropsterior dan lateral. Dua
sendi (two joints) untuk sendu proksimal dan distal dari fraktur.
Dua ekstremitas (two limbs) untuk kanan dan kiri, ekstremitas
yang tidak mengalami fraktur digunakan sebagai
perbandingan. Dua jejas (two injuries) melibatkan level tulang
proksimal dari jejas. Dua waktu (two occasions) foto serial. 1

2) Ct scan

Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail


mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto
irisan lapis demi lapis.1

3) MRI

MRI dapat digunakan untuk emeriksa hampir semua


tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan
untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot, tulang
awan, dan tulang.1

H. Penatalaksanaan

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi


kegawatdaruratan dengan memeriksa airway-breathing-circulation
(ABC). Prinsip utama dalam penatalaksanaan fraktur adalah
mengembalikan posisi secara anatomis, mengurangi nyeri dengan
cara imobilisasi, mendukung proses penyembuhan tulang, dan
mengembalikan fungsi.6 Fraktur femur dapat ditatalaksana secara
konservatif dan operatif. Tatalaksana konservatif atau non operatif
yang umumnya dilakukan pada pasien fraktur femur dewasa adalah
pemasangan traksi. Traksi digunakan sebagai tatalaksana
sementara untuk memberikan kenyamanan pada pasien hingga
nanti fiksasi definitif dilakukan. Dahulu fiksasi definitif pada fraktur
femur dilakukan hingga dua minggu sejak terjadinya cedera, namun
sejak memasuki tahun 1990 pandangan ini mulai berubah yaitu
fiksasi definitif fraktur femur dilakukan seawal mungkin. Hal ini
bertujuan untuk mempercepat mobilisasi terutama pada pasien
berusia lanjut untuk meminimalisir terjadinya komplikasi. 6

Penatalaksanaan utama yang sering dilaksanakan pada


kasus fraktur femur untuk memulihkan fungsi normal adalah
tindakan pemasangan Open Reduction Internal fixatie (ORIF).ORIF
adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu
pada operasi terbuka untuk mengatur tulang kembali pada posisi
anatominya.Fiksasi internal mengacu pada fiksasi Plate and Screw
untuk memfasilitasi penyembuhan. Penatalaksanaan bedah patah
tulang ini paling banyak keunggulannya seperti ketelitian reposisi
fragmen-fragmen tulang yang patah,kesempatan untuk memeriksa
pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya,dapat mencapai
stabilitas fiksasi yang memadai, dan tidak perlu berulang kali
memasang gips atau alat-alat stabilisasi lainnya. Permasalahan
yang timbul dari tindakan ORIF berkaitan dengan nyeri, gangguan
perfusi jaringan, gangguan mobilitas fisik, dan gangguan konsep
diri.Penatalaksanaan fraktur tersebut dapat mengakibatkan
masalah atau komplikasi seperti baal, nyeri, kekakuan otot,
bengkak atau edema, keterbatasan lingkup gerak, penurunan
kekuatan otot, penurunan aktivitas fungsional serta pucat pada
anggota gerak yang di operasi.Masalah tersebut dapat dicegah
dengan ambulasi dini pasca pembedahan.5

Pada situasi dimana pasien mengalami cedera yang parah


sehingga tidak aman untuk menjalani pembedahan dan pada
pasien dengan fraktur terbuka maka diperlukan fiksasi eksternal
sebagai tatalaksana sementara pada fraktur femur. Fiksasi
eksternal melibatkan penggunaan pin baja yang dipasang langsung
di proksimal dan distal dari lokasi fraktur, kemudian pin
dihubungkan dengan batang membentuk struktur kokoh diluar dari
ekstremitas. Setelah keadaan pasien stabil baru nanti dilanjutkan
tatalaksana definitif yaitu ORIF. Kebanyakan fraktur pada anak –
anak dapat ditangani secara non operatif, namun fraktur yang
melibatkan lempeng pertumbuhan memerlukan reduksi yang akurat
dan memerlukan koreksi secara operatif melalui fiksasi interna 6

Prinsip tatalaksana fraktur adalah reduksi, fiksasi, dan


rehabilitasi.2

1. Reduksi bertujuan untuk mengembalikan kesegarisan tulang


(alignment) pada kondisi semula. Ada dua metode reduksi,
yaitu reduksi tertutup dan terbuka. Reduksi tidak perlu
dilakukan pada kondisi yaitu tidak terjadi atau hanya sedikit
displacement, perubahan posisi tulang tidak bermakna
contohnya fraktur klavikula, dan reduksi sulit untuk dilakukan
misalnya pada fraktur kompresi vertebra. 2

2. Fiksasi bertujuan untuk mencegah displacement yang lebih


berat. Berbagai metode fiksasi yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut.2

a. Traksi kontinu: gaya tarikan diberikan terus menerus


sepanjang aksis tulang. Traksi kontinu berguna untuk fiksasi
fraktur oblik atau spiral pada bagian diafisis tulang aatau
fraktur asetabulum dengan subluksasi femoral head.

b. Cast splintage: menggunakan plester yang dapat diulirkan


sepanjang ekstremitas.

c. Functional bracing : menggunakan bahan termoplastik pada


diafisis tulang.

d. Fiksasi internal: menggunakan implant plate-screw,


intermedullary nail, atau K-wire untuk memfiksasi fraktur

e. Fiksasi ekternal: fragmen difiksasi dengan Schanz screw


pada fragmen proksimal dan distal fraktur yang diperkuat
dengan external frame.

3. Rehabilitasi bertujuan untuk mengurangi edema, menjaga


fungsi pergerakan sendi, mengembangkan kekuatan otot, dan
mendorong pasien supaya dapat beraktivitas normal kembali.
Upaya yang dapat dilakukan adalah elevasi, latihan aktif,
latihan gerakan pasif, dan tetap melakukan aktivitas fungsional
sehari-hari, seperti berjalan, mandi, memakai pakaian sendiri.
Pasien didukung untuk terus melatihkan gerakan ekstremitas
yang cedera.2

Semua derajat fraktur terbuka harus diasumsikan


terkontaminasi sehingga perlu dilakukan pencegahan infeksi. Hal
yang perlu dilakukan adalah:2

1. Memberikan antibiotic profilaksis. Pilihan antibiotik yang dapat


digunakan adalah sefalosporin pada derajat 1 dan 2.
Sementara itu, derajat 3 menggunakan kombinasi sefalosporin
dan aminoglikosida. Jika pasien alergi terhadap penisilin, maka
pilihan lainnya adalah klindamisin. Antibiotic pertama harus
diberikan sesegera mungkin dalam rentang waktu 3 jam pasca
cedera. Untuk mengurangi resiko kejadian infeksi, upaya yang
dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaksis yang
dilanjutkan dengan prosedur pembedahan.6 Terapi antibiotik
profilaksis diberikan sebelum, sesaat hingga 24 jam paska
pembedahan untuk mencegah terjadinya infeksi. Penggunaan
antibiotik profilaksis telah terbukti dapat menurunkan resiko
infeksi pada daerah luka operasi.2,9

2. Debridemen luka dan fraktur untuk membersihkan benda-


benda asing dan jaringan mati.2

3. Menutup luka. Penjahitan luka dapat dilakukan secara langsung


pasca debridemen pada fraktur terbuka derajat I dan II.
Sementara itu, fraktur derajat III biasanya dibiarkan terbuka
sementara dan dibalut dengan bahan yang kedap air.
Penjahitan luka selanjutnya dilakukan dalam waktu 48-72 jam
setelah tindakan pertama2

4. Fiksasi fraktur

I. Mekanisme penyembuhan fraktur

Gambar 15. Tahapan penyembuhan fraktur

Penyembuhan dimulai pada saat cedera dengan terbentuknya


hematoma fraktur, dilanjutkan dengan tahap inflamasi yang diakhiri
dengan terbentuknya jaringan granulasi. Kemudian, terjadi
pembentukan soft callus yang akhirnya mengalami kalsifikasi dan
remodeling.10
1. Hematom fraktur
Pembentukan hematoma fraktur merupakan tahap yang berbeda
dari proses penyembuhan tulang. Ini adalah penentu pertama dan
mungkin yang paling penting dari hasil penyembuhan. Beberapa
penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa menghilangkan
hematoma fraktur menyebabkan terhentinya proses
penyembuhan. Selama pembentukan hematoma fraktur, sejumlah
perubahan lingkungan mikro lokal terjadi. Gangguan suplai darah
menyebabkan penurunan signifikan ketersediaan oksigen.
Saturasi oksigen lokal yang rendah mengubah ekspresi genetik
sel osteoprogenitor, mendorong proliferasinya, pembentukan
matriks ekstraseluler, dan diferensiasi menuju kondrosit.
Lingkungan ini juga menginduksi pelepasan beberapa molekul
inflamasi, kolagen, serta faktor pertumbuhan angiogenik dan
osteogenik. Selain hipoksia, eksudasi CO2 dari sel mati dan
sekarat, produksi asam laktat, dan konversi gula darah membuat
lingkungan mikro lokal menjadi asam. Lingkungan asam ini
mendukung aktivitas resorptif osteoklas, dan kadar kalsium
meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan dengan kadar sirkulasi
perifer. Fosfor, alkali fosfatase, asam laktat, dan beta dan gamma
globulin juga meningkat pada hematoma fraktur. 10

2. Inflamasi
Fase inflamasi yang adekuat merupakan prasyarat untuk
keberhasilan penyembuhan tulang. Tahap inflamasi diaktifkan
setelah pembentukan hematoma dan melayani dua tujuan utama.
Pertama, itu mempersiapkan situs untuk proses penyembuhan
yang akan datang dan kedua memunculkan rasa sakit yang
memaksa individu untuk melumpuhkan anggota tubuh yang
terkena. Sejumlah besar sel menyerang lokasi fraktur yang tertarik
oleh banyak molekul inflamasi. Leukosit polimorfonuklear, limfosit,
monosit darah, dan makrofag hadir dan melepaskan sitokin.
Mereka mengerahkan efek kemotaktik, merekrut sel inflamasi dan
mesenkim lebih lanjut, dan merangsang angiogenesis,
meningkatkan sintesis matriks ekstraseluler. Ekspresi RUNX1
(runt-related transcription factor 1) mendominasi yang penting
untuk proliferasi sel punca hematopoietik dan sel osteoprogenitor.
TNF-α memainkan peran penting dalam tahap inflamasi, karena
diregulasi secara signifikan. Tidak adanya TNF-α menunda
penyembuhan patah tulang, sementara jumlah yang berlebihan
menghancurkan tulang [9, 10]. Sejumlah sitokin hadir, tetapi peran
pastinya sebagian besar masih belum jelas. Interleukin-17 (IL-17)
memiliki efek ganda meningkatkan keluaran osteogenik tetapi juga
resorpsi tulang oleh osteoklas. Tingkat banyak molekul inflamasi
(IL-6, IL-8, IL-12) dan anti-inflamasi (IL-10) meningkat secara
signifikan. Dalam minggu pertama setelah fraktur, lokasi fraktur
mengembangkan identitas osteogenik.10
3. Jaringan Granulasi
Setelah tahap inflamasi berakhir, area situs fraktur diatur
membentuk jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah
kumpulan sel yang longgar (terutama sel mesenkimal, endotel,
dan imun) yang tersebar di dalam matriks ekstraseluler. Sel punca
mesenkimal dari periosteum dan jaringan yang berdekatan terlihat
pada jaringan granulasi. Endapan fibrin dihilangkan oleh makrofag
dan melalui aksi enzim fibrinolitik. Terdapat aktivitas mitogenik
yang signifikan di area tersebut, yang didukung oleh pembentukan
pembuluh darah kecil yang baru.10
4. Pembentukan kalus lunak
Soft callus berhubungan erat dengan pembentukan kartilago
melalui osifikasi endokhondral. Osifikasi endokondral dapat dilihat
sebagai upaya tubuh untuk meningkatkan stabilitas di lokasi
fraktur, memungkinkan proses osifikasi dimulai. Kalus lunak
meluas ke seluruh celah fraktur yang menghubungkan ujung-
ujung tulang. Proses ini mirip dengan pertumbuhan tulang yang
diamati pada lempeng pertumbuhan. Kondrosit mulai menyiapkan
tulang rawan dan matriks ekstraseluler. Kepadatan seluler secara
signifikan lebih tinggi dari kartilago artikular yang sehat tetapi
susunannya berbeda [13]. Selain kondrosit, fibroblas mulai
meletakkan stroma yang membantu dan mendukung pertumbuhan
pembuluh darah. Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa merokok
berdampak buruk pada aspek khusus penyembuhan tulang ini,
yaitu, pertumbuhan pembuluh darah ke dalam. 10
5. Pembentukan kalus keras
Kalus keras identik dengan pembentukan anyaman tulang.
Tergantung pada stabilitas situs fraktur, woven bone dapat
terbentuk segera setelah pembentukan jaringan granulasi melalui
osifikasi intramembran (fraktur stabil), atau dapat mengikuti
osifikasi endokhondral. Selama osifikasi intra-membran, sel-sel
osteoprogenitor berdiferensiasi langsung menjadi osteoblas, tanpa
pembentukan kartilago sebagai langkah perantara. Pada fraktur
yang kurang stabil, kartilago yang sebelumnya dibentuk oleh
kondrosit digantikan oleh tulang. Saat fraktur sudah terhubung,
pembentukan kalus keras dimulai dan berlangsung sampai
fragmen - fragmen tersebut menyatu dengan kuat (3-4 bulan).
Kalus tulang terbentuk di pinggiran fraktur secara progresif
bergerak ke sentral.10
6. Remodeling
Tahap remodeling merupakan tahap akhir dari penyembuhan
tulang sekunder yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada fase ini garis fraktur telah terisi atau dijembatani oleh tulang
yang utuh. Selama perjalanan waktu, beberapa bulan atau
mungkin beberapa tahun, maka bentuk tulang alan berubah
perlahan menyerupai tulang aslinya seiring dengan proses
resorpsi dan formasi tulang.10
J. Komplikasi
1. Fraktur leher femur
Pada fraktur leher femur komplikasi yang bersifat umum:
trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus.1
a. Nekrosis avaskuler kaput femur biasanya terjadi pada 30%
pasien fraktur leher femur dengan pergeseran dan 10% pada
fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasilisasi fraktur lebih ke
proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler
menjadi lebih besar.
b. Nonunion Lebih dari 1/3 pasien fraktur leher femur tidak dapat
mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser.
Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih
ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi yang jelek,
reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan
lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan
tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur
penderita.
c. Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur
atau nekrosis avaskuler
d. Anggota gerak memendek
e. Malunion
f. Malrotasi berupa rotasi eksterna
2. Fraktur batang femur
Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah syok, emboli
lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, trombo-
emboli, dan infeksi.1
Komplikasi lanjut dapat berupa:
a. Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami
union dalam 4 bulan.
b. Nonunion, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan
sklerotik dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi
interna dan bone graft.
c. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen, maka diperlukan pengamatan terus-menerus selama
perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Malunion juga
menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga diperlukan
koreksi berupa osteotomi.
d. Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh
adanya adhesi periartikuler atau adhesi intramuskuler. Hal ini
dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis
dilakukan lebih awal.
e. Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum
terbentuk union yang solid.
3. Fraktur suprakondiler femur
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen
fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma
pembuluh darah besar, dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat
berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.1
4. Fraktur subtrokanter
Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion dan
malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau
bone grafting.1
BAB III

ANALISA BERDASARKAN DASAR TEORI DAN BERDASARKAN


BASIS

A. Dasar Diagnosis
Pasien datang ke IGD RSUP Tadjuddin Chalid pada hari Senin, 31
Oktober 2023 dan merupakan rujukan dari RS Islam Faisal Makassar
dengan keluhan nyeri dan SSSbengkak pada paha kiri akibat
terpeleset di WC saat hendak mengambil air wudhu untuk sholat
ashar 5 hari yang lalu. Pasien jatuh dengan badan menumpu pada
paha kiri. Pasien kemudian dibawa ke RS Islam Faisal lalu dirujuk ke
RS Tadjuddin Chalid untuk mendapatkan penanganan yang lebih
lanjut .
Pada pemeriksaan fisik pada status regional femur sinistra look
didapatkan pembengkakan, deformitas, pada perabaan (feel)
didapatkannyeri tekan, nyeri saat digerakkan, NVD baik, akral hangat,
CRT < 2 detik, dan untuk move ROM terbatas.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan hasil fraktur kominutif 1/3
proksimal femur sinistra. Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada
darah rutin terdapat leukositosis, pada pemeriksaan glukosa
didapatkan hiperglikemia.

B. Alasan Rencana Penatalaksanaan


Dari uraian diatas maka penatalaksanaan pada kasus ini adalah
diberikan terapi cairan ringer laktat untuk keseimbangan hemodinamik
pasien pemberian anti nyeri dengan ketorolac, dan ranitidine sebagai
gastroprotector, diberikan juga antibiotic ceftriakson sebagai antibiotic
spectrum luas pada post operasi, dan dipersiapkan transfusi PRC 2
bag, di ruang operasi diberikan transfusi PRC sebanyak 500 cc.
Kemudian dilakukan juga pemeriksaan foto rontgen femur AP/Lat
sinistra untuk memastikan ada tidaknya fraktur lalu dipasang traksi
untuk memfiksasi kaki kiri kemudian ditindak lanjuti oleh dokter
spesialis orthopedi di RS Tadjuddin Chalid dengan penanganan
definitive yaitu ORIF dengan A2FN (Under C Arm dan Fraction Table)
yaitu dengan posisi pasien supine pada meja operasi untuk visualisasi
bagian proksimal femur dengan bantuan teknologi c-arm untuk melihat
organ target dalam tubuh pasien dengan menggunakan radiasi yaitu
fluoroskopi atau sinar x.
.
BAB VI

KESIMPULAN

Pasien perempuan usia 71 tahun datang ke IGD RSUP Tadjuddin


Chalid dengan keluhan nyeri dan bengkak pada paha kanan karena
jatuh terpeleset di WC saat hendak mengambil air wudhu dengan
posisi jatuh menumpu pada paha kanan. Pasien merupakan rujukan
dari RS Islam Faisal Makassar. Pasien didiagnosa fraktur kominutif 1/3
proksimal femur sinistra. Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas
tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur
femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot,
kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah). Fraktur kominutif adalah
terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang biasanya terpecah belah.
Penatalaksanaan medis pada kasus fraktur femur biasanya melalui
pembedahan jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan
syok, emboli lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf,
trombo-emboli, dan infeksi. Pada kasus ini tampak bahwa fraktur femur
kominutif ini dilakukan tindakan operasi yaitu ORIF dengan A2FN
(Under C Arm dan Fraction Table).
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman et al. Fraktur Femur. SMF Bedah RSUD Dr. H. Abdul


Moeloek Universitas Lampung. 2015.
2. Agustini Made Priska, Suyasa I Ketut, Dusak I Wayan S, Asmara A.a
Gde. Gambaran Karakteristik Fraktur Intertrochanter Femur di RSUP
Sanglah Denpasar Periode 1 Januari 2019-31 Desember 2019. Jurnal
Medika Udayana. 2021:10(9);102-106.
3. Hermanto, Rudy, Laily I, Saiful N. Studi Kasus : Upaya Penurunan
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur. Health Sciences
Journal. 2020: 4(1); 90-111
4. Noor, Zairin. 2015. Gangguan Muskuloskeletal. Banjarmasin: Salemba
Medika. p524-p534.
5. Wantoro G, Muflihatul M, Henni K. Analisis Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Ambulasi Dini Post ORIF pada Pasien Fraktur Femur
Study Retrospektif. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi. 2020: 9(2);
283-292
6. Rachman, Taufik, Rizki R, Selfi RR. Pola Penatalaksanaan Fraktur
Femur di RSUP Dr M Djamil Padang Tahun 2020. Jurnal Ilmu
Kesehatan Indonesia. 2023: 4(2); 81-87
7. Ridwan, Utari Nurul, Abdul MP, Prita AMS. Karakteristik Kasus Fraktur
Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr H Chasan
Boesoirie Ternate Tahun 2018. Kieraha Medical Journal. 2019: 1(1); 9-
15
8. Ramadhani, Rianti Puti, et al. Hubungan Jenis Kecelakaan dengan
Tipe Fraktur pada Fraktur Tulang Panjang Ekstremitas Bawah. Jurnal
Integrasi Kesehatan & Sains. 2019: 1(1); 32-35
9. Firdaus, Yolanga Virgi, et al. Evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis
pada pasien bedah ortopedi di Rumah Sakit Bangil. Intisari Sains
Medis. 2021: 12(2); 407-414
10. Pountos, Ippokratis, Peter V. Giannoudis. Fracture Healing: Back to
Basics and Latest Advances. Springer International Publishing. 2018:
3-17
11. Karadsheh Mark. 2023. Intertrochanteric Fractures Orthobullets.
Diakses dari

https://www.orthobullets.com/trauma/1038/intertrochanteric-fractures

Anda mungkin juga menyukai