Anda di halaman 1dari 28

CASE BASED DISCUSSION

LIMFADENOPATI COLLI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik
Stase Bedah Kendal







Disusun oleh :
Bagus Ayu Purnamasari
NIM : 01.210.6101

Pembimbing:
dr. Haris Tiyanto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
RSUD dr. H. SOEWONDO
KENDAL
2014
2

HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Bagus Ayu Purnamasari
NIM : 012106101
Fakultas : Kedokteran Umum
Tingkat : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Bidang pendidikan : Ilmu Bedah
Judul : Limfadenopati Colli
Pembimbing : dr. Haris Tiyanto, Sp.B



Mengetahui :

Pembimbing



dr. Haris Tiyanto Sp.B













3

BAB I
CASE BASED DISCUSSION

STATUS PENDERITA
I. Identitas
Nama : Nn. Ilfah
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh di pabrik garmen
Alamat : Kumpulrejo, Kab. Kendal
Ruang : Kenanga II
No. CM : 450718
Tanggal Masuk : 31 Agustus 2014
Tanggal Keluar : 2 September 2014

II. ANAMNESIS ( Dilakukan secara Autoanamnesis Pada Tanggal 1
September 2014, pukul 07.00 WIB )

A. Keluhan Utama :
Benjolan pada leher kiri semakin membesar.

B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 bulan lalu pasien mengeluh ada benjolan di leher kiri
yang semakin lama dirasakan pasien semakin membesar, kenyal, bisa
digerakkan atau tidak melekat pada dasarnya, tidak ada perubahan warna
maupun suhu, pasien tidak merasakan sakit pada benjolan di lehernya
namun pasien merasa kurang nyaman dengan benjolan yang semakin
membesar, dan pasien tidak pernah memijatkan benjolannya.
Satu hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien memeriksakan diri
ke Klinik SM, dokter klinik merujuk pasien untuk menindak lanjuti
4

penyakitnya ke Rumah Sakit dr. H. Soewondo Kendal. Pasien merasa
keluhan benjolan di leher kirinya semakin membesar, sakit (-) dan setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan benjolan mobile (-), suhu dan warna
benjolan sama dengan sekitarnya, konsistensi kenyal (+), berbatas tegas
(+), permukaan rata (+).

C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat sakit seperti ini : Disangkal
2. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
3. Riwayat penyakit DM : Disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat penyakit paru paru : Disangkal
6. Riwayat alergi : Disangkal
7. Riwayat penyakit keganasan : Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
2. Riwayat penyakit DM : Disangkal
3. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
4. Riwayat penyakit paru paru : Disangkal
5. Riwayat penyakit keganasan : Disangkal

E. Riwayat Pribadi dan Kebiasaan
1. Riwayat konsumsi alkohol : Disangkal
2. Riwayat konsumsi obat obatan : Disangkal
3. Riwayat paparan bahan karsinogenik/radiasi : Disangkal
4. Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja di pabrik Garmen. Biaya pengobatan menggunakan BPJS

5

III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
2. Tanda vital :
a. Tensi : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80 kali/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
c. Frekuensi respirasi : 20 kali/menit, reguler
d. Suhu : 36,8
0
C (per axiller)
3. Kulit : Warna ikterik (-), kering (-), peteki (-)
4. Kepala : Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, lurus, mudah
rontok (-), luka (-)
5. Wajah : Tampak pucat (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil bulat isokor
dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema
palbebra (-/-), eksopthalmus (-/-)
7. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-), membran timpani intak (+/+)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi
penghidu normal
9. Mulut : Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), gusi berdarah (-) , bibir
kering (+), lidah kotor (-), stomatitis (-), luka pada sudut
bibir (-)
10. Leher : Bentuk simetris (+), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi
vena-vena leher (-), Massa (+) di leher kiri diameter 3
cm, sakit (-), mobile (-), suhu dan warna benjolan sama
dengan sekitarnya, konsistensi kenyal (+), berbatas tegas
(+), permukaan rata (+).
11. Thorax : Bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),
6

pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-), KGB supraklavikuler (-/-),
KGB infraklavikuler (-/-)

a. COR
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea
midclavicularis, sinistra, pulsus para sternal (-), pulsus
epigastrium (-)
Perkusi : Batas jantung
- Kiri bawah : ICS V, 2 cm medial linea midclavicularis sinistra
- Kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra
- Kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
- Pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-), murmur
(-).

b. PULMO
Depan Belakang
I : Statis : simetris kanan kiri, retraksi
(-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang tertinggal,
retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
I : Statis : simetris kanan kiri, retraksi
(-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang
tertinggal, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
7

Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)

12. Abdomen
Inspeksi : Defense muscular (-), Meteorismus (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+) disemua kuadran abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) normal

13. Ektremitas :


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan darah rutin :
Leukosit : 6,3 x 103/uL (Nilai Rujukan : 4,0 10,0)
Hemoglobin : 10,5 g/dL (Nilai Rujukan : 13,0 18,0)
Hematokrit : 31,5 % (Nilai Rujukan : 39,0 54,0)
Trombosit : 223 x 10
3
/uL (Nilai Rujukan : 150 500)
PT : 13 detik (Nilai Rujukan : 11,3 14,7)
APTT : 30,6 detik (Nilai Rujukan : 27,4 39,3)
Hasil Pemeriksaan kimia klinik :
Superior Inferior
Akraldingin
Oedem
Pucat
Gerak
Reflex fisiologis
Reflex patologis
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
+/+
-/-
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
+/+
-/-
8

Glukosa Sewaktu : 96 mg/dl (Nilai Rujukan : 75 115)
Ureum : 16 mg/dl (Nilai Rujukan : 10 50)
Creatinin : 0,59 mg/dl (Nilai Rujukan : 1,50 1,10)

V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis :
1. Benjolan pada leher kiri
Pemeriksaan fisik :
2. Massa (+) di leher kiri diameter 3 cm, sakit (-), mobile (-), suhu dan
warna benjolan sama dengan sekitarnya, konsistensi kenyal (+), berbatas
tegas (+), permukaan rata (+).
Laboratorium :
3. Hemoglobin : 10,5 gr/dL (L)
4. Hematokrit : 31,5 % (L)

VI. ASSESMENT
1. Limfadenopati Colli
DD : susp. Limfadenitis TB

VII. Rencana Pemecahan Masalah
a. Ip Dx
1. Darah rutin
2. PT/APTT
3. Ureum dan Creatinin
4. Patologi Anatomi
b. Ip Tx
Non medikamentosa :
1. Bed-rest
2. Diet bubur lauk lunak
Medikamentosa :
- Pre-Operasi
9

1. Antibiotik
a. Inj. Ceftriaxone 3x1 gr
2. Analgetik
a. Inj. Ketorolac 3x30mg
3. Simtomatis
a. Antipiretik (Inj. Paracetamol 1x30 mg)
4. Operative
a. Ekstirpasi
b. Curetage

-Post-Operasi
1. Inj. Ceftriaxone 2x1gr
2. Inj. Gantamicine 2x30 mg
3. Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
4. Inj. Metronidazole 3x50 mg
5. Inj. Asam tranexamat 3x500 mg

c. Ip Mx
1) Keadaan umum
2) Vital sign











10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kelenjar Getah Bening Normal
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi
Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal
(limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati
generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB
hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila
pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris. Ada
sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB
pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening
(KGB) di daerah kepala dan leher.

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,
11

cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus
perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang
menghubungkan simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan
merupakan alur untuk pembuluh darah dan syaraf.
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di
dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih
luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.


Gambar 2. Skema kelenjar getah bening (KGB).

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity.
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,
parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulla
12

merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks
mengandung sel T.
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa
postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel
B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak
inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar
yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan
sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam
sel plasma.

2.1.2. Fungsi Kelenjar Getah Bening
Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai
mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau
metabolisme.

2.2. Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai
45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati
adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati
pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus
ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis
dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan
disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih
banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus.
Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus
limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya
dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan
suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko
13

keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia <40
tahun yang memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4%.

2.3. Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
Infeksi
- Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian
atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus
(CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks
Virus, Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati servikalis yang
merupakan salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer
atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada
beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk
demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit
flu (influenza like illness).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar
dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi
dan menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2%
virus HIV ada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk
limpa, lapisan usus dan otak.
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat mengandung
immunoblas yang sangat banyak. Pada beberapa kasus juga tampak sel-
sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit dijumpai
sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak
dijumpai sel-sel plasma.
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized
14

lymphadenopathy/ PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat
KGB yang berjauhan, simetris dan bertahan lama. PGL adalah gejala
khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi HIV-nya
itu sendiri.
PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala,
dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4
menurun hingga kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL
juga mengalami splenomegali.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm
dalam setiap kelompok
Berlangsung lebih dari satu bulan
Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya
Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan
kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang
bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya
kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna
merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah
ditemukan dengan cara menyentuhnya.
Biasanya kelenjar ini berukuran sebesar kacang polong sampai
sebesar buah anggur.
- Infeksi bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus
beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila
berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks
atau abses tubo-ovarian.

15




Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan
limfosit. Kemudian mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan
massa debris. Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan
KGB berwarna merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya penderita
demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi.
16

- Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak
karakteristik sel epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel
plasma. Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Sel epiteloid berupa sel bentuk poligonal
yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas,
kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang
pucat, berlekuk dengan kromatin halus.
Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di
paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami
dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh
makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan
bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat
menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan
hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen
menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB
tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe
(limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang
yang mempunyai imunitas baik, 3 4 minggu setelah infeksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi
penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam
makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon.
Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis
regional disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon
mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam
tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap
basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang
didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan
hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit (Datta, 2004).
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang
sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-
17

primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB
lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan
keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-
primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar
limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus,
mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama
dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih
dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa
orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa
orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil,
selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau
bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak
nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai
bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan
yang lebih jarang di regio supraklavikular (Mohapatra, 2004).
Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004)
limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima
stadium yaitu:
1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan
diskret.
2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke
jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis.
3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening)
akibat pembentukan abses.
4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.
5. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium
penyakit. Kelenjar limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali (i)
18

terjadi infeksi sekunder bakteri, (ii) pembesaran kelenjar yang cepat
atau (iii) koinsidensi dengan infeksi HIV.


Gambar 3. Limfadenitis granulomatosa. Tampak sel epiteloid
pada aspirat penderita limfadenitis tuberkulosis.

- Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif
suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu
diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum
halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin
berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel yang hamper
sama. Biasanya tersebar dan tidak berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan
ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar
belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed
Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated
dengan sitoplasma yang banyak dan pucat.

19


Gambar 4. Limfoma Hodgkin. Tampak sel Reed Sternberg
klasik dengan atar belakang limfosit dan eosinofil.

Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum
dari limfadenopati dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada
penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan teknik biopsi aspirasi
jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma
daripada limfoma.


Gambar 5. Metastasis keratinizing squomous cell carcinoma.
Tampak sel-sel yang mengalami keratinisasi pada aspirat dari
penderita karsinoma laring.

- Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati
adalah penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi,
20

penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman,
Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus
(SLE).
- Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti
fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine,
penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
- Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di
daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
Meskipun demikian, masing-masing penyebab tidak dapat
ditentukan hanya dari pembesaran KGB saja, melainkan dari gejala-
gejala lainnya yang menyertai pembesaran KGB tersebut.

2.4. Diagnosis
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang apabila diperlukan.

2.4.1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta, riwayat
penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.

Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi
oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja.
Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh
Mikobakterium, Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus.

Gejala penyerta
21

Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan
kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness),
ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada
wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi
Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan
kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat
mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.

Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-
obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat
umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).

Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan,
misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat mengakibatkan penyakit
Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena Tularemia.

2.4.2. Pemeriksaan fisik
22

Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan
kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan system
kekebalan tubuh.
Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri
tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal.
Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada
proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau
keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi rubela
dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki
risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan
oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan
degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan dapat
digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan,
baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya
kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan
adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan
keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat
digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
23

Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi
fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk
jembatan-jembatan kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik
bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan
bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan
pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus (EBV).
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang
dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati
dan limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon
dengan obat demam, kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok,
strawberry tongue, perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada
telapak tangan dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan
kepada penyakit Kawasaki.

2.4.2. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.

24


Gambar 6. Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak
adanya hypoechoic, round, tanpa echogenic hilus (tanda panah). Adanya
nekrosis koagulasi (tanda kepala panah).

CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5
mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT scan.

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
limfadenitis TB :
a. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan
kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.
Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada
spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif
(Mohapatra, 2009; Bayazit, 2004).
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur
positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009).
25

Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan
Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur.
Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh
M.bovis (Bayazit, 2004).
b. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk
menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen
mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified
derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi.
Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila
indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi
aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan
biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%
(Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi
aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Pada
pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid,
nekrosis kaseosa. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran
konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada
aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), bahwa gambaran
sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan
karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell.
Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi
eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur

2.4. Pengobatan
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.
26

Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau
bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan
diagnosis yang belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan
respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan
kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.



















27

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien mengeluh ada benjolan di leher kiri yang semakin lama dirasakan
pasien semakin membesar, pasien tidak merasakan sakit pada benjolan di lehernya
namun pasien merasa kurang nyaman dengan benjolan yang semakin membesar.
Penyebab benjolan dileher pada kasus ini kemungkinan disebabkan oleh infeksi
bakteri ditunjukkan dengan adanya pus saat dilakukan ekstirpasi sebagai tindakan
operatif pada benjolan. Namun karena pasien tidak mengeluhkan gejala invasi
bakteri dan hasil laboratorium leukosit tidak meningkat maka selanjutnya hasil
curetage dikirim untuk diuji di laboratorium Patologi Anatomi.
Untuk mendiagnosis penyakit ini diperlukan informasi yang didapatkan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, Limfadenopati dapat disebabkan oleh
keganasan, infeksi, penyakit autoimun, kelainan-kelainan yang jarang didapatkan
dan iatrogenik (obat). Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting untuk
mengevaluasi usia penderita, lokasi, karakteristik, dan lamanya limfadenopati,
serta gejala lain yang menyertai untuk mengarahkan pada penyebab
limfadenopati. Pada pasien ini ukuran kelenjar getah bening 3cm (> 0,5 cm) ini
merupakan ukuran yang abnormal untuk kelenjar getah bening, konsistensi
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. KGB yang menetap atau
bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan
diagnosis yang belum tepat. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai
adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk
menangani pasien ini.




28

DAFTAR PUSTAKA

Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27]. Available
from: www.uptodate.com.
Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion
clasification update. Revision proposed by the American Head and Neck
Society and the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2002;128:751-8.
Leung AKC, Robson WLM. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Diakses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/467025
Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis. Pediatrics in
Review (21);12.2000
Bazemore A, Smucker DR. Lymphadenopathy and Malignancy. Am Fam
Physician 2002;66:2103-10. Diakses dari
http://www.aafp.org/afp/20021201/2103.html

Anda mungkin juga menyukai