Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Referat

Gangguan Tuba Eustachius

Pembimbing :

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK,


KEPALA DAN LEHER (THT KL)

RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG

Periode 24 Oktober 2016 s/d 26 November 2016

Daftar Isi

Kata pengantar 2

Bab I Pendahuluan

latar Belakang 3

Bab II Pembahasan

Anatomi telinga 4

Anatomi tuba 7
Fungsi tuba 8

Gangguan fungsi tuba 9

Tuba terbuka abnormal 10

Myoklonus palatal 13

Palatoskizis 13

Obstruksi tuba 14

Barotrauma 19

Otitis media akut 23

Otitis media supuratif kronis 30

Bab III Penutup

Kesimpulan 45

Daftar pustaka 46

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infeksi-infeksi telinga adalah kondisi-kondisi yang melibatkan dan seringkali peradangan


dari area-area berbeda dari telinga.Paling sering berasal dari infeksi virus, jamur dan
bakteri.Pada kebanyakan kasus-kasus, infeksi-infeksi telinga adalah tidak serius dan hilang
dengan sendirinya. Bagaimanapun, infeksi-infeksi bakteri dapat memerlukan perawatan dengan
antibiotik-antibiotik.Dibiarkan tidak terawat, infeksi-infeksi ini dapat menjurus ke komplikasi-
komplikasi serius, terutama untuk anak-anak kecil. Infeksi ini sering terjadi pada penderita alergi
yang sering mengalami infeksi berulang atau sering sakit batuk pilek hilang timbul berulang-
ulang.

Telinga tengah adalah ruangan kecil sebesar kacang polong berlokasi tepat dibelakang
selaput gendang telinga. Itu secara normal terisi dengan udara yang masuk ke area itu melalui
saluran-saluran eustachian/eustachian tubes (kanal-kanal yang pergi dari belakang hidung dan
tenggorokan menuju telinga tengah). Saluran-saluran Eustachian (kadangkala disebut saluran-
saluran auditory) mencegah penumpukan tekanan didalam telinga-telinga.Mereka umumnya
tetap tertutup, namun terbuka selama menelan dan menguap untuk mengimbangi tekanan udara
pada telinga tengah dengan tekanan udara diluar telinga.Telinga tengah juga mengandung tulang-
tulang kecil yang mengirim getaran-getaran dari selaput gendang telinga ke telinga dalam.

Kebanyakan infeksi-infeksi telinga terjadi pada telinga luar atau tengah ,infeksi-infeksi
telinga dalam adalah jarang. Infeksi-infeksi telinga tidak menular. Bagaimanapun, infeksi-infeksi
virus (sepertiselesma, influensa) yang dapat mendahuluinya adalah menular dan dapat menjurus
ke infeksi-infeksi telinga. Infeksi-infeksi telinga adalah lebih umum pada anak-anak daripada
orang-orang dewasa karena saluran-saluran mereka lebih pendek dan lebar. Sebagai tambahan,
jaringan adenoid (adenoid tissue) dibelakang tenggorokan lebih besar dan dapat menghalangi
tuba eustachius.

BAB II

PEMBAHASAN

Anatomi telinga

Telinga terbagi kepada tiga yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.1

Telinga luar

Telinga luar terdiri dari batas paling luar yaitu daun telinga, masuk ke liang telinga
sampai batas paling dalam yaitu membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin
dan kulit. Liang telinga sepanjang kira-kira 2 - 3 cm berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar
keringat) dan rambut. Kelenjar keringat ada di seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian
dalam haya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flasksida (membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis
dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di
tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus
pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran
timpani kanan. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek
cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada
tuba eustachius.

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-
depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah
terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan
stapes.

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkat lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-
tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut attik.
Di tempat ini terdapat auditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus degan batas paling luarnya adalah membran timpani.
Batas depan telinga tengah merupakan tuba eustachius dan batas bawahnya terdapat vena
jugularis(bulbus jugularis). Di batas belakang terdapat aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars
vertikalis. Batas atas terdapat tegmen timpani (menigen/otak). Batas paling dalam pula berturut-
turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar(round window) dan promontorium.

Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane)
sedangan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
Gambar 1 : Anatomi telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam2

Anatomi Tuba Eustachius

Gambar 3: Tuba Eustachius.

Tuba eustachius merupakan saluran berbentuk seperti huruf S yang menghubungkan


kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa, panjang tuba sekitar 36 mm dan berjalan
ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah. Sedangkan pada anak dibawah 9 bulan
panjangnya adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu bagian tulang yang terdapat 1/3
bagian belakang dan bagian tulang rawan yang terdapat pada 2/3 bagian depan.

Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian
tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior,
superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu
dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan tersebut merupakan bagian yang sempit
yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup
dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani
terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujung lain pada nasofaring. Pada anak-
anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke
telinga tengah. 3

Gambar 4: Perbedaan tuba eustachius anak dan dewasa

Fungsi tuba eustachius

Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi bagi tubuh, yaitu:

1. Ventilasi

Tekanan pada dua sisi membran timpani harus sama pada orang normal. Tekanan yang
berubah menjadi positif atau negatif akan mempengaruhi pendengaran seseorang. Tuba
Eustachius harus terbuka secara periodik untuk menyeimbangkan tekanan udara pada
telinga tengah. Pada keadaan normal, tuba Eustachius tetap tertutup dan hanya terbuka
saat menelan, mengunyah dan menguap. Bila fungsi tuba buruk pada bayi dan anak-anak,
maka dapat terjadi masalah telinga. Namun hal tersebut dapat kembali normal pada usia
7-10 tahun.

2. Perlindungan

Tuba Eustachius yang menutup dalam keadaan normal dapat melindungi telinga tengah
dari suara tinggi yang berasal dari nasofaring, sekaligus melindungi dari refluks sekresi
nasofaring. Refluks ini terjadi dengan mudah jika diameter tuba lebar (patulous tube),
pendek (seperti pada bayi), atau membran timpani yang perforasi (menyebabkan infeksi
telinga tengah yang persisten). Tekanan tinggi di dalam nasofaring juga dapat membuat
sekresi nasofaring masuk ke dalam telinga tengah, misalnya meniup hidung dengan kuat.

3. Pembersihan sekresi telinga tengah (drainase)

Membran mukosa tuba Eustachius dan bagian anterior telinga tengah dilapisi oleh sel
silia. Silia bergerak kearah nasofaring guna untuk membersihkan sekresi dan debris
dalam telinga tengah ke arah nasofaring. Fungsi pembersihan dipengaruhi oleh
pembukaan dan penutupan yang aktif dari tuba.

Gangguan Fungsi Tuba Eustachius

Pada keadaan normal, tuba tetap dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila
oksigen diperlukan masuk ke dalam telinga tengah, seperti saat mengunyah, menelan dan
menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor velli palatine apabila perbedaan tekanan
berbeda Antara 20- 40 mmHg. 4

Gangguan fungsi tuba dibedakan menjadi tiga, yaitu gangguan dilatator (gangguan
pembukaan), gangguan fungsi tuba, serta tuba eustachius yang terbuka abnormal. Gangguan
pembukaan tuba dapat dibagi lagi menjadi obstruksi fungsional, disfungsi dinamik, dan obstruksi
anatomik. 5

Gangguan tuba terbuka abnormal dapat ditemukan pada beberapa kelainan seperti
mioklonus palatal, palatoskisis, rhinitis atrofi, akibat penurunan berat badan yang drastis, dan
penggunaan obat-obat tertentu saat kehamilan. Sedangkan obstruksi tuba dapat karena beberapa
penyebab seperti radang adenoid, tumor nasofaring, radang nasofaring, barotrauma, OMA,
OMSK, OMS, dan otosklerosis. 4

Pada anak, mekanisme pembukaan tuba eustachius saat menelan sering kali menjadi
masalah. Hal ini disebabkan karena adanya kolaps kartilago tuba eustachius yang persisten,
gangguan muskulus tensor veli palatine, atau kedua-duanya.

Gambar 5. Ketidakberhasilan mekanisme pembukaan tuba

Gejala gangguan tuba yang dirasakan pasien bervariasi sesuai dengan kelainan yang
mendasari. Umumnya, keluhan utama pasien adalah gejala ketidakseimbangan tekanan di
telinga, yaitu pasien akan merasa penuh pada telinga, adanya sensasi berdetup (popping), dan
rasa sakit pada telinga. Pada pasien yang mengalami gangguan tuba terbuka, dapat terjadi
autofoni (sensasi suara sendiri yang bergema). Pada barotrauma dapat terjadi sensasi seperti di
bawah air, berdenging, dan seperti ada tekanan dalam telinga.

Beberapa parasat dapat dilakukan untuk menilai fungsi tuba eustachius, seperti parasat
Valsava, parasat Politzer, atau parasat Toynbee. Parasat Toybnbee merupakan parasat yang paling
aman untuk dilakukan. Namun pemeriksaan parasat tersebut masih kurang sensitif untuk menilai
fungsi tuba. Pemeriksaan penunjang tetap diperlukan untuk memastikan kelainan tuba
Eustachius. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain otoskopi, timpanometri,
Rinne atau Weber, dan nasofaringoskopi. Timpanometri dapat mendeteksi gerakan dari membran
timpani dengan respirasi hidung, terutama saat pasien dalam posisi tegak. Suara distorsi dari
respirasi hidung dan pertuturan dapat didengar dengan mikrofon yang ditempatkan di meatus
eksternal.6 Pemeriksaan nasofaringoskopi dilakukan untuk menilai adakah massa yang
mengobtruksi tuba Eustachius.

Tuba terbuka abnormal

Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara masuk ke
telinga tengah waktu respirasi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh hilangnya jaringan lemak di
sekitar mulut tuba sebagai akibat turunnya berat badan yang hebat, penyakit kronis tertentu
seperti rhinitis atrofi dan faringitis, gangguan fungsi otot seperti myasthenia gravis, penggunaan
obat anti hamil pada wanita dan penggunaan estrogen pada laki-laki.

Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau autofoni(gema suara
sendiri terdengar lebih keras). Keluhan ini kadang-kadang sangat mengganggu, sehingga pasien
mengalami stress berat.

Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat membran timpani yang atrofi, tipis dan bergerak
pada respirasi (a telltale diagnostic sign).

Pengobatan pada keaadaan ini kadang-kadang cukup dengan memberikan obat penenang
saja. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan untuk memasang pipa ventilasi (Grommet).7

Myoclonus Palatal

Myoclonus palatal, sekarang disebut palatal tremor, adalah kontraksi ritmik dari otot-otot
palatum yang terjadi secara periodic. Terbagi kepada essensial dan simptomatik. Kontraksi ini
dapat disertai dengan mioklonus pada otot lainnya, termasuk di wajah, lidah, tenggorokan, dan
diafragma. Kontraksi yang sangat cepat, terjadi sesering 150 kali per menit, dan dapat bertahan
selama tidur. Kondisi ini biasanya muncul pada orang dewasa dan dapat bertahan selamanya.
Orang dengan palatal mioklonus biasanya menganggapnya sebagai masalah kecil, meskipun
beberapa sesekali mengeluh dari suara klik di telinga dari kebisingan dibuat sebagai otot
palatini tensor veli dalam kontraksi palatum dan kadang-kadang dapat terdengar oleh pemeriksa.
Penyebab kepada bunyi klik dari dalam telinga tidak diketahui tetapi lebih sering ditemukan
pada myoklonus palatal essensial yang bersifat idiopatik.Keadaan ini jarang terjadi dan penyebab
yang pasti belum diketahui.8

Palatoskisis

Palatoschizis adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus nasal median dan
maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embrionik.Pada palatoskisis terjadi gangguan
abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba
eustachius dimana sfingter pada muara tuba Eustachii bekerja kurang baik.Hal ini menyebabkan
kemungkinan terjadinya obstruksi tuba yang menyebabkan infeksi ke telinga tengah pada anak
dengan palatoskisis, lebih besar dan lebih mudah kambuh dibandingkan dengan anak
normal.Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan koreksi palatoskisis sedini mungkin.Pasien
dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi velopharyngeal,
perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi.Adanya hubungan
antara rongga mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada
bayi.Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan
timbulnya ketulian yang memperburuk fungsi bicara pada pasien dengan
palatoschisis.Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai
dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya
pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan palatum
terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai
dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis jugadapat bersifat
unilateral atau bilateral.

Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu :

1. Cleft palatum molle

2. Cleft palatum molle dan palatum durum

3. Cleft lip dan palatum unilateral komplit

4. Cleft lip dan palatum bilateral komplit 9

Klasifikasi celah palatum Veau


Sedangkan klasifikasi celah palatum menurut Kernahan dan Stark:
A. Celah inkomplit unilateral kiri dari palatum primer
B. Celah komplit kiri palatum primer hingga mencapai foramen insisivus
C. Celah komplit bilateral dari palatum primer
D. Celah inkomplit dari palatum sekunder
E. Celah komplit dari palatum sekunder
F. Celah komplit kiri dari palatum primer dan palatum sekunder
G.Celah komplit bilateral dari palatum primer dan palatum sekunder
H. Celah inkomplit kiri dari palatum primer dan inkomplit kiri dari palatum sekunder

Klasifikasi menurut Kernahan dan Stark9

Obstruksi tuba

Obstruksi tuba eustachius dapat terjadi secara inflamasi intrisik (intraluminal,


periluminal) seperti infeksi atau alergi. Dapat juga terjadi obstruksi secara ekstrinsik (peritubal)
yaitu pembesaran adenoid.Obstruksi tuba umumnya terjadi karena otitis media, baik dalam
bentuk barotrauma, otitis media supuratif, maupun otitis media non supuratif.Salah satu bentuk
otitis media non-supuratif adalah otitis media serosa.Keadaan ini sering ditemukan pada rhinitis
alergika dan pada orang yang sering pilek. Dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti
peradangan di nasofaring, peradangan adenoid atau tumor nasofaring.Gejala klinik awal yang
timbul pada penyumbatan tuba oleh tumor adalah terbentuknya cairan pada telinga tengah (otitis
media serosa).Oleh karena itu setiap pasien dewasa dengan otitis media serosa kronik unilateral
harus dipikirkan kemungkinan adanya Ca nasofaring. Sumbatan mulut tuba di nasofaring juga
dapat tejadi oleh tampon posterior hidung (Bellocq tampon) atau oleh sikatriks yang terjadi
akibat trauma operasi (adenoidektomi).

Peradangan pada nasofaring (ISPA)

Hal ini merupakan penyebab tersering dari disfungsi tuba eustachius. Hidung yang
tersumbat atau mukus yang timbul saat flu atau infeksi lain merupakan factor pencetus terjadi
disfungsi tuba dalam ISPA. Akibat infeksi, baik dari virus, bakteri maupun jamur dapat
menyebabkan mukosa tuba eustachius menjadi radang dan membengkak dan akhirnya
menyebabkan terjadinya gangguan pada motilitas silia tuba di mana silia menjadi lumpuh. Silia
yang lumpuh ini mengakibatkan fungsi pencegahan invasi kuman menjadi terganggu dan kuman
dapat masuk ke dalam telinga tengah dan menyebakan peradangan telinga tengah.

Kuman penyebab terjadinya gangguan fungsi tuba akibat ISPA adalah dari golongan
bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae, Staphylococcus
aureus, Streptococcus pneumonia, Pneumococcus, Moraxella catarrhalis danHaemophilus
influenza. Sering kali bakteri ini sering ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun, meskipun
juga potogen pada orang dewasa. Pada banyak kasus, Disfungsi Tuba Eustachius yang terjadi
ringan atau tidak berlangsung lama, oleh itu kadangkala tidak diberikan pengobatan khusus
karena gejala akan segera hilang seiringan dengan penyembuhan, namun di anjurakan untuk
melakukan perasat valsava yaitu dengan menarik napas dalam-dalam lalu mencoba membuang
napas dengan menutup mulut atau menjepit hidung. Pemberian dekongestan nasal spray/ tetes
diberikan jika pasien mengalami batuk pilek atau hal lain yang menyebabkan hidung tersumbat.
Walau bagaimanapun tidak dianjurkan menggunakan lebih dari 7 hari karena akan memperburuk
kongesti di nasal.

Rhinitis alergi

Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang disebabkan proses
inflamasi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE) akibat paparan alergen pada mukosa
hidung.
Rinitis Alergi perennial : Gejala timbul sepanjang tahun, terus menerus tanpa variasi
musim dan penyebab tersering ialah allergen inhalan seperti debu,bulu hewan, jamur atau
allergen ingestan.

Rinitis Alergi musiman tergantung 4 musim dan tidak terdapat di Indonesia. Penyebabnya
spesifik yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah
rinokonjungtivitis karena gejala yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata(mata
merah disertai lakrimasi).

ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) membuat klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan lama dan seringnya timbul gejala, dan berdasarkan gejala yang dialami pasien,
bukan berdasarkan penyebab. Klasifikasi baru membagi rinitis alergi menjadi 2 kategori, yaitu
intermiten dan persisten.

Kategori intermiten adalah apabila gejala timbul kurang dari 4 hari per minggu atau
kurang dari 4 minggu.

Kategori persisten adalah apabila gejala timbul lebih dari 4 hari dalam seminggu dan
berlangsung lebih dari 4 minggu.

Gejala rinitis alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut),rasa gatal (pada mata, telinga,
hidung, tenggorok, danpalatum), hidung berair, mata berair, hidung tersumbat, postnasal drip,
tekanan pada sinus, dan rasa lelah. 10 Gejala spesifik pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap
di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung yang
disebut allergic shiner. Selain itu, tampak juga anak menggosok-gosok hidung karena gatal
dengan punggung tangan yang disebut allergic salute.Rhinitis menyebabkan mukosa hidung
teriritasi, membengkak dam menyempitkan saluran tuba eustachius akhirnya menyebabkan
terjadinya gangguan pada motilitas silia tuba. Pemberian antihistamin disarankan apabila
memang ternyata penyebabgangguan tuba eustachius adalah dari alergi, pada situasi ini
antihistamin membantu untuk meringankan kongesti nasal dan peradangan dan sekaligus
diharapkan mengembalikan fungsi tuba eustachius. Selain itu boleh juga diberikan steroid nasal
spray bila ada alergi atau penyebab peradangan yang persisten di hidung, pemberian steroid nasal
spray membutuhkan beberapa hari untuk efek yang penuh, oleh itu penderita tidak akan
merasakan perubahan saat awal mula pemakaian.

Hipertrofi adenoid

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior
nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin Waldeyer. Secara fisiologik
pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia
3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering
terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan
mengakibatkan sumbatan pada koana dan tuba Eustachius.Akibat sumbatan koana pasien akan
bernapas melalui mulut sehingga terjadi (1) fasies adenoid, yaitu tampak hidung kecil, gigi
insisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien
tampak seperti orang bodoh; (2) faringitis dan bronkitis; serta (3) gangguan ventilasi dan
drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Obstruksi dapat mengganggu
pernapasan hidung dan menyebabkan perbedaan dalam kualitas suara. Akibat sumbatan tuba
Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media
supuratif kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan retardasi mental,
pertumbuhan fisik berkurang, gangguan tidur dan tidur ngorok. Hipertrofi adenoid juga dapat
menyebabkan beberapa perubahan dalam struktur gigi dan maloklusi. Terapinya adalah
adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan obstruksi hidung, obstruksi tuba
Eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain.
Gambar 7: Obstruksi tuba eustachius karena hipertrofi
adenoid Sikatriks post adenoidektomi

Jaringan sikatrik (scar) adalah penonjolan kulit akibat


penumpukan jaringan fibrosa sebagai pengganti jaringan
kolagen normal. Pada post
adenoidektomi, terbentuk
sikatriks sehingga menyebabkan terjadinya obstruksi tuba.

Gambar 8. Adenoidektomi b) Sikatriks

Karsinoma nasofaring

Gejala yang timbul oleh tumor nasofaring beraneka ragam, tidak ada gejala pasti yang khusus
untuk tumor nasofaring karena tumor primer itu sendiri dalam nasofaring kadang tidak
menimbulkan gejala. Tumor nasofaring dapat menimbulkan gejala-gejala hingga penderita
datang berobat keberbagai ahli.Tumor ini menimbulkan gejala bila sudah ada penyebaran. Gejala
nasofaring (tumor primer ) bisa asimptomatik atau bisa saja memberikan gejala berupa hidung
mampet dan epistaksis ringan. Tempat predileksi tumor nasofaring adalah di fossa Rossenmuler
yang terletak tepat di belakang torus tubarius yang merupakan tempat muara tuba eustachius di
nasofaring. Hal ini membuat sumbatan tuba eustachius gampang terjadi. Gejala obstruksi tuba
eustachius dapat berupa tinitus, tuli akibat otitis media serosa, danr asa tidak nyaman sampai rasa
nyeri (otalgia). Tumor nasofaring juga dapat menginfiltrasi ke dasar tengkorak dan gejala yang
ditimbulkan dapat berupa diplopia, juling, dan neuralgia terminal.Bila menginfiltrasi ke
parafaring, gejala yang timbul adalah paralisis motorik atau sensorik pada faring dan laring.

Otitis Barotrauma

Merupakan keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba- tiba di luar telinga
tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk
membuka.Otitis barotrauma merupakan tipe paling sering barotrauma. Ia disebabkan oleh
perbedaan tekanan antara telinga tengah dengan tekanan atmosfir. Pasien dengan perforasi
membran timpani tidak akan mengenai barotrauma, melainkan telinga tengahnya terlokulasi. Ia
memerlukan perubahan tekanan yang nyata untuk mengakibatkan kondisi ini. 12 Membran
timpani mempunyai 2 bagian; bagian media yang bisa kolaps dan bagian lateral yang rigid, jadi
udara dapat melewatinya tetapi tidak dapat disedot keluar.Pada saat pesawat naik, tekanan
atmoster menurun dan ini kemudian menyebabkan tekanan dalam telinga tengah lebih positif
sehingga mebran timpani terdorong ke lateral. Pasien akan merasakan telinganya terasa penuh
pada saat ini, tetapi masih dapat diatasi dengan menguap, mengunyah, menelan, atau parasat
valsava. Barotrauma otitis lebih sering terjadi pada saat pesawat turun. Saat pesawat turun,
tekanan atmoster menjadi normal kembali dan bila terjadi dengan cepat akan mengakibatkan
tekanan di telinga tengah menjadi negatif. Salah satu penyebab terjadinya obstruksi tuba
eustachius adalah terjadinya Locking phenomenon. Locking phenomenon digambarkan
sebagai berikut : cairan telinga tidak akan berjalan sehingga tekanan negative diberikan perlahan-
lahan pada tuba eusatachius. Namun begitu, a tekanan negative diberikan secara tiba-tiba, akan
terjadi obstruksi istmus tuba secara tiba-tiba.
Gambar 12: Gambaran locking phenomenon

Perbedaan tekanan antara telinga tengah dan tekanan atmosfer yang melebihi 60 mmHg
akan menyebabkan M.tensor veli palatini tidak dapat membuka tuba eustachius.Maka perbedaan
tekanan tidak berlaku sewaktu pesawat naik karena tekanan telinga tengah cenderung lebih tinggi
dari tekanan atmosfir, tetapi berlaku sewaktu pesawat turun karena tekanan telinga tengah
menurun secara progresif berbanding tekanan atmosfir, maka udara seperti ditarik ke dalam tuba.
Hal ini tidak akan berlaku sekiranya tuba terbuka secara normal oleh gerakan otot. 10,11

Gambar 9: Keadaan tuba eustachius pada barotrauma


Apabila perbedaan tekanan melebihi 90cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak
mampu membuka tuba.Pada keadaan ini terjadi tekanan negative di rongga telinga tengah,
membrane timpani tertarik ke dalam yang menyebabkan rasa nyeri. Membrane mukosa teregang,
tersumbat dan menjadi edema, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan
kadang- kadang disertai dengan rupture pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan
rongga mastoid tercampur darah. Membrane timpani menjadi kurang elastis, menyebabkan
hantaran getaran suara berkurang, maka mengganggu pendengaran.10,12 Gejala klinik adalah
kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, perasaan ada air dalam telinga dan kadang- kadang
tinnitus dan vertigo.

Tabel 1. Gred barotrauma telinga tengah pada pemeriksaan auriskopik

Gred membran timpani


0 Gejala tanpa tanda- tanda kelainan membrane timpani
1 Injeksi membrane timpani
2 Injeksi dengan perdarahan ringan dalam membrane timpani
3 Perdarahan jelas pada membrane timpani
4 Darah bebas di telinga tengah, gegendang kebiruan dan bulging.
5 Perforasi membrane timpani

Gambar 10 . Kondisi membran timpani pada otoskopi menurut gred barotrauma

Penatalaksanaan biasanya konservatif saja, yaitu dengan dekongestan lokal atau dengan
melakukan perasat Valsalva selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Perasat Valsalva
dilakukan dengan cara meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet serta mulut
ditutup. Bila tuba terbuka maka terasa ada udara masuk ke dalam rongga telinga tengah yang
menekan membrane timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila ada infeksi
jalan napas atas.10,11,12 Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah
sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk miringotomi dan bila perlu memasang pipa
ventilasi (Grommet).

Gambar 11. Pemasangan Pipa Grommet

Faktor predisposisi terjadinya barotrauma otitis adalah pasien yang mengalami infeksi
saluran napas atau rhinitis alergi. Maka sebaiknya dihindari naik pesawat terbang pada kondisi
seperti ini. Tetapi apabila naik pesawat terbang tidak dapat dihindari, pengobatan dan
pencegahan barotrauma dapat dilakukan. Pada pasien dengan rhinitis alergi, yang dapat
dilakukan sebelum penerbangan adalah menyemprotkan kirtikosteroid nasal dan minum
antihistamin oral (Loratadin tablet 10 mg). Pada pasien dengan masslah rekurens atau faktor
resiko barotrauma seperti ISPA, dekongestan sistemik dapat diminum sehari-2 hari sebelum
penerbangan. Dekongestan spray juga dapat dipakai, yaitu Oxymetazoline spray, disemprotkan
satu jam sebelump pesawat mendarat, kemudian disemprotkan lagi 5 menit kemudian setelahnya.
Setelah itu disemprotkan tiap 20 menit hingga mendarat. Bila terjadi barotrauma berat, dapat
diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi telinga. Pencegahan baraotrauma konservatif dapat
dilakukan dengan mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsalva, terutama sewaktu
pesawat terbang mulai turun untuk mendarat. .Jangan tidur sewaktu pesawat akan
mendarat.Sebaliknya, lakukan aktivitas yang dapat membantu pembukaan tuba (minum,
menguap, makan permen, dsb). Hindari aktivitas menyelam atau menaiki pesawat sekiranya lagi
sedang infeksi saluran napas atas.10,11 Komplikasi yang dapat terjadi adalah nyeri telinga yang
memburuk, namun jarang menyebabkan kerusakan serius pada telinga.Kadangkala menyebabkan
perforasi membrane timpani, namun biasanya dapat menutup sendiri dalam beberapa minggu.
Yang lain adalah mudahnya terkena infeksi akut telinga,gangguan pendengaran atau vertigo.
Prognosis biasanya baik karena gangguan pendengaran biasanya bersifat sementara.
Namun,sekiranya aktivitas terkait perubahan tekanan dilakukan lagi, barotrauma dapat terjadi
lagi. Oleh itu, pencegahan adalah penting untuk mengatasi hal ini.

Otitis Media Akut

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang terjadi secara akut (kurang dari 2
bulan).13-15 Beberapa literature juga mengatakan bahwa OMA merupakan peradangan telinga
tengah tanpa mengenai sel-sel mastoid. Telinga tengah merupakan daerah yang steril sehingga
tidak ada flora normal pada tempat tersebut.

Epidemiologi

Di Amerika, OMA merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada anak-
anak. Paling sering disebabkan oleh infeksi bacterial dan telah ditangani dengan pemberian
antibiotic. Sebanyak 60-80% anak-anak pada usia 1 tahun mengalami OMA pertama kali. Pada
usia 2-3 tahun, hingga 80-90% anak-anak terkena OMA untuk pertama kali. Insiden tertinggi
pada usia 6-24 bulan dengan diikuti penurunan insiden pada usia sekolah yaitu usia 5-6 tahun.
Frekuensi OMA making berkurang pada usia sekolah yang lebih lanjut, remaja dan dewasa.16

Etiologi

Disfungsi tuba eusthacius merupakan penyebab mayor terjadinya OMA. Tuba eustachius
memiliki 3 fungsi, yaitu ventilasi antara telinga tengah dengan tekanan udara lingkungan,
drainase secret dari telinga tengah ke nasofaring, serta proteksi telinga tengah dari suara dan
secret. Jika ketiga fungsi ini terganggu secara akut, maka dapat terjadi OMA. Kebanyakan yang
terjadi adalah obstruksi tuba eustachius.penyebab dari obstruksi tuba sendiri terjadi karena 2
penyebab, yaitu intrinsic dan ekstrinsik. Obstruksi tuba secara intrinsik disebabkan karena
inflamasi tuba eustachius atau karena edema mukosa tuba akibat alergi. Sedangkan obstruksi
tuba secara ekstrinsik diseabkan oleh hipertrofi adenoid atau karena tumor nasofaring.12 Inflamasi
dari tuba eustachius menyebabkan silia silia dari tuba itu sendiri mejadi rusak dan menyebabkan
fungsi tuba menurun. Salah satunya fungsi proteksi, yang menyebabkan migrasi bakteri di
nasofaring masuk ke telinga tengah yang seharusnya steril. Kuman penyebab utama pada OMA
adalah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus.
Selain itu dapat juga ditemukan Hemofilus influenza, Escherichia collii, Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.13

Patofisiologi

Pada OMA, terdapat perubahan pada mukosa telinga tengah. Beberapa tahapan tersebut
yaitu stadium oklusi tuba esutachius, stadium hiperemis atau presupurasi, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi

Stadium oklusi tuba eustachius memiliki gambaran retraksi pada membrane timpani akibat
karena adanya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat adanya absorpsi udara. Oklusi
tuba menyebabkan drainase tertanggu dan menyebabkan efusi pada telinga tengah walaupun
pada gambaran membrane timpani didapatkan normal ataupun sedikit pucat.10

Gambar 1. Membran timpani dengan retraksi.17


Stadium hiperemis merupakan lanjutan dari stadium oklusi dari tuba eustachius. Pada fase
ini terdapat gambaran pembuluh darah yang melebar atau kemerahan pada membrane timpani.
Selain itu, tampak juga edema pada membrane timpani.

Gambar 2. OMA Stadium supurasi.17

Stadium supurasi memiliki gambaran edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di kavum timpani.
Oleh karena itu terdapat gambaran bulging pada membrane timpani. Pada stadium ini, biasanya
pasien mengeluh sakit, nadi dan suhu tubuh meningkat, dan rasa nyeri di telinga semakin hebat.

Stadium perforasi lanjutan dari stadium supurasi yang tidak ditangani dengan baik ataupun
pengobatan yang terlambat serta virulensi kuman yang tinggi. Karena ada bulging atau
penekanan eksudat purulent yang terbentuk maka semakin lama membrane timpani akan rupture.
Setelah rupture dari membrane timpani, maka akan keluar eksudat purulent ke liang telinga. Pada
stadium ini pasien sudah tidak mengeluh sakit dan nadi serta suhu sudah tidak tinggi.

Selanjutnya terdapat stadium resolusi yang merupakan fase penyembuhan dari OMA.
Tergantung dari fase terakhir terjadi. Jika membrane timpani masih utuk atau pada stadium
oklusi tuba eustachius hingga stadium supurasi, mungkin membrane akan tetap utuk dan dapat
kembali normal. Sedangkan jika terjadi perforasi, maka pada stadium ini terjadi penurunan
jumlah secret yang keluar dari telinga dan akhirnya menjadi kering. Tetapi jika tidak terjadi
penyembuhan setelah stadium perforasi, maka OMA akan berlanjut menjadi OMSK (otitis media
supurasi kronik).
Gejala klinis serta pemeriksaan yang dapat dilakukan

Pada stadium awal hampir tidak ditemukan gejala. pada stadium hiperemis dapat
ditemukan nyeri telinga tempat terjadinya peradangan. Pada stadium lebih lanjut terdapat demam
tinggi. Setelah itu terdapat keluar cairan dari telinga yang sakit. Jika telah terjadi rupture
membrane timpani, maka akan terdapat gangguan pendengaran konduktif. Nyeri belakang
telinga juga dapat menjadi tanda-tanda komplikasi yang sudah muncul. Riwayat infeksi saluran
pernafasan yang berulang dapat menyebabkan OMA. Selain riwayat infeksi saluran pernafasan
yang berulang, dapat juga disebabkna oleh oklusi tuba eustachius karena hipertrofi adenoid dan
neoplasma nasofaring.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan otoskop. Pada


pemeriksaan dengan otoskop dapat ditemukan gambaran sesuai dengan stadium. Pada stadium
oklusi, terdapat gambaran retraksi membrane timpani. Pada stadium hiperemis terdapat
gambaran pelebaran pembuluh darah atau membrane timpani yang merah. Pada stadium supurasi
terdapat gambaran bulging disertai dengan edem dan hiperemis membrane timpani. Bila telah
perforasi terdapat membrane timpani berlubang dan adanya secret pada membrane timpani.
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaa garpu tala seperti tes Rinne, Weber, Swachbach.

Pada pemeriksaan fisik dan mengetahui gejala yang baik saja sudah dapat menentukan
OMA. Pemeriksaan penunjang jarang dilakukan untuk diagnosis OMA. Pemeriksaan penunjang
dilakukan untuk mencari komplikasi yang mungkin timbul akibat OMA. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah foto x-ray schuller untuk melihat mastoid sudah terinfeksi atau tidak. serta
pemeriksaan audiometri jika terdapat gangguan pendengaran

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara medikamentosa dapat diberikan sesuai dengan stadium


penyakitnya. Selain itu dapat juga diberikan terapi suportif sepert analgetik dan antipiretik.
Pada stadium oklusi tuba eustachius dapat diberikan HCl efedrin 0.5% pada anak-anak dan
HCl efedrin 1% pada orang dewasa selama 3 hari. Obat ini digunakan untuk membuka oklusi
tuba.

Pada stadium hiperemis dan stadium supurasi, dapat diberikan antibiotic broadspectrum
selama 7-10 hari dan analgetik jika nyeri serta antipiretik jika terdapat demam. Pemilihan
antiobiotik dapat dilihat di gambar di bawah. Selain antibiotic, pada stadium supurasi dapat
dilakukan miringotomim atau merupakan tindakan bedah kecil untuk mencegah perforasi. Tetapi
mirinogotomy sudah jarang dilakukan.

Pada stadium perforasi dapat dilakukan cuci telinga dengan menggunakan H 2O2 3% selama
3-5 hari serta antibiotic.

Tabel 1. Antibiotic pilihan yang dapat diberikan pada pasien OMA

Otitis media supuratif kronik (OMSK)

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul. Secret yang keluar dapat encer, kental, bening atau berupa nanah. 13 OMSK merupakan
lanjutan dari OMA stadium perforasi. Pada OMA stadium perforasi, virulensi kuman yang hebat
akan menyebabkan prognosis penyakit tidak berlanjut ke stadium resolusi, sehingga akan
berlanjut menjadi OMSK. Selain itu juga terjadi akibat pembiaran oleh pasien OMA atau pasien
yang tidak kunjung berobat pada OMA.
Epidemiologi

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa
penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak
Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut
(OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami episode ini dalam umur 12
bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan
secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.

Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak- anak
Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika
Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1%

Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Tahun 2008
kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
hampir sama.

Etiologi

OMSK disebabkan oleh beberapa kuman dengan berbagai macam golongan atau kelompok.
Beberapa bakteri penyebab yang paling sering menyebabkan OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa dan stapilokokus aureus. Selain bakteri, terdapat juga infeksi jamur.18

Patofisiologi

Adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang
hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama
terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius
berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran
nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering
menimbulkan OM berbanding pada orang dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas,
bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah.Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah.Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,
seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin
kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami
hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi
pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan
tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.13,19

Klasifikasi
Tipe aman
Ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas
dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi hal ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob,
luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous.Sekret mukoid
kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah.13
Secara klinis tipe aman terbagi atas:

- Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa.
Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel
mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus
dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi
pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-
kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior

- Fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Tipe ganas
Tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Lebih sering mengenai pars flaksida
dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi di mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel menumpuk yang telah nekrotis.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

- Kongenital
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese,tuli saraf
berat unilateral, dan gangguan keseimbangan

- Didapat
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati dan
tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses
pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk
kolesteatoma. Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat,yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. 13

Gejala klinis serta pemeriksaan

OMSK memiliki gejala antara lain terdapat otore atau keluar cairan dari telinga selama lebih dari
2 bulan, baik terus menerus maupun hilang timbul. Serta timbul gejala komplikasi seperti nyeri
belakang telinga, nyeri belakang mata, demam tinggi, penurunan kesadaran, serta kejang.
Terdapat juga penurunan pendengaran. Selain itu terdapat riwayat OMA sebelumnya.13

Pemeriksaan dapat menggunakan otoskop dan akan ditemukan membrane timpani yang
perforasi. Perforasi membrane timpani yang dilihat dapat mempengaruhi perkembangan
penyakitnya. Pada OMSK dapat ditemukan perforasi central, marginal atau pada tepi membrane
timpani, dan tipe atik atau pada pars flaccid. Selain itu juga dapat ditemukan secret pada liang
telinga. Selain pemeriksaan dengan otoskop, dapat juga menggunakan foto x-ray posisi schuller
untuk mengetahui komplikasi dari OMSK pada mastoid. Selain itu dapat dilakukan CT-scan dan
MRI jika terdapat komplikasi. Tes audiometri juga dapat digunakan untuk menilai derajat tuli
dan menentukan tipe tuli pada pasien OMSK dengan gangguan pendengaran13

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab dan pada
stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom,
maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengawal
infeksi sebelum operasi.13,20

Pada OMSK benigna tenang, keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang
serta gangguan pendengaran.21

Pada OMSK benigna aktif, prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Pemberian antibiotika :
a) antibiotika/antimikroba topikal
b) antibiotika sistemik.21

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian
dilakukan mastoidektomi.21

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :21
Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
Mastoidektomi radikal
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Miringoplasti
Timpanoplasti
Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Gambar 3. Skema penatalaksanaan OMSK.13

BAB III

Penutup
Kesimpulan

Tuba Eustachius adalah bagian dari telinga tengah yang berupa saluran yang
menghubungkan cavum tympani dan nasofaring. Dari muara tuba pada cavum tympani menuju
ke muara tuba di nasofaring berjalan ke arah inferomedial. Tuba eustachius ini dibagi menjadi:
pars osseus dan pars cartilaginea.

Fungsi dari tuba eustachius adalah menjaga agar tekanan pada cavum tympani sama
dengan tekanan pada dunia luar dan menjamin ventilasi udara dari cavum tympani. Tuba
biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga
tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot
tenso veli palatini apabila terdapat perbedaan tekanan.

Disfungsi Tuba Eustachius merupakan suatu keadaan terbloknya tuba eustachius atau
tidak bisa terbuka secara baik, terbuka abnormal, myoklonus palatal, palatoskisis, dan obstruksi
tuba. Saat udara tidak dapat masuk ke dalam telinga tengah, tekanan udara di luar membran
timpani lebih besar dibandingkan tekanan udara di telinga tengah sehingga mendorong membran
timpani masuk ke dalam. Membran timpani menjadi tegang dan tidak bergetar dengan baik
ketika dilalui oleh gelombang suara.

Daftar pustaka

1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna R. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga,


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. 7 th ed. Jakarta:
Balai Penerbit FK-UI; 2012.p. 10-13.
2. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL et al. Disorder of Hearing. Harrisons Principle of
Internal Medicine. 19th ed. New York : McGraw Hill Education ; 2015. P. 217-224
3. Ganong W. Pendengaran dan keseimbangan. In: Ganong W, editor. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Jakarta: EGC; 2008. p. 7985.
4. Djaafar Z, Helmi, Restuti R. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
dan leher. In: 7th ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2012. p. 5869.
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Kelainan telinga tengah. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Dan Leher. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2012.p. 63-4.
6. Borg M. Symptomatic myoclonus. Neurophysiol Clin. 2006;36:309-18.
7. Stomatognatic. Celah palatum (palatoscizis). Vol. 2. Universitas jember. 2013.H.99-104.
Diunduh dari: http://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/viewFile/2050/1657
8. Schilder AGM, Bhutta MF, Butler CC, Holy C, Levine LH, Kvaerner KJ, et al.
Eustachian tube dysfunction: consensus statement on definition, types, clinical
presentation and diagnosis. Clin Otolaryngol [Internet]. Oxford, UK: Blackwell
Publishing Ltd; 2015 Oct 7;40(5):40711. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4600223/
9. Patel A. Pathology of eustachian tube treatment and management [Internet]. Medscape.
2013 [cited 2016 Sep 12]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/858909-treatment#a1128
10. Jane N. Principle and practice of travel medicine. In: 2nd ed. United Kingdom: John
Wiley & Sons; 2013. p. 3701.
11. Muhammad M, Suhail M. No Title. In: Textbook of ear, nose, and throat disease. 12th ed.
New Delhi: JP medical; 2013. p. 5860.
12. Buku ajar ilmu kesehatan.edisi ketujuh. badan penerbit fakultas kedokteran
indonesia.h.58-70.jakarta
13. Djaafar Z, Helmi, Restuti R. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
dan leher. In: 7th ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2012. p. 5869.
14. Scott-Brown WGleeson M. Scott-Brown's Otorhinolaryngology, head and neck surgery.
7th ed. [England]: Edward Arnold; 2008.
15. Ballenger J, Snow J. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th ed. Baltimore:
Williams & Wilkins; 2003.
16. Cunningham M, Guardiani E, Kim HJ, Brook I. Otitis media. Future Microbiology 2012
06;7(6):733-53.
17. Bull T. Color atlas of E.N.T. diagnosis. 4th ed. London: Mosby-Wolfe; 2003.
18. Sulabh B, Tarun O, Suresh K, Amit S, Pratibha V. Changing microbiological trends in
case of chronic suppurative otitis media patient. International Journal of Current Research
and Review 2013;5(15):76.
19. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjunath D. Clinico-
epidemiological study of complicated and uncomplicated chronic suppurative otitis
media. J Laryngol Otol. May 2008;122(5):442-6.
20. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjunath D. Clinico-
epidemiological study of complicated and uncomplicated chronic suppurative otitis
media. J Laryngol Otol. May 2008;122(5):442-6.
21. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: Burden of illness and management options.
Geneva: World Health Organization; 2004

Anda mungkin juga menyukai