Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

KATARAK

Oleh:
Aliyyudestrina Windya Nerdneaesti

202010401011017

Pembimbing:

Dr. dr. Arti Lukitasari, Sp. M

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat stase Ilmu Kesehatan

Mata dengan mengambil topik “Katarak”.

Referat ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian

Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis

ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam

penyusunan Referat ini, terutama Dr. dr. Arti Lukitasari, Sp.M, selaku dokter

pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam

penyusunan dan penyempurnaan Referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang

kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Banyuwangi, 20 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL….......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR….........................................................................................................ii

DAFTAR ISI….........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN…..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang….................................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan…..............................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA….......................................................................................3

2.1 Anatomi Lensa….................................................................................................................3

2.2 Fisiologi Lensa......................................................................................................................5

2.3 Katarak..................................................................................................................................12

a) Definisi............................................................................................................................12
b) Epidemiologi................................................................................................................12
c) Etiologi............................................................................................................................13
d) Patofisologi....................................................................................................................14
e) Klasifikasi.......................................................................................................................16
f) Gejala klinis..................................................................................................................21
g) Diagnosis........................................................................................................................23
h) Diagnosis banding.......................................................................................................24
i) Tatalaksana....................................................................................................................24
j) Komplikasi....................................................................................................................32
k) Prognosis.......................................................................................................................35

BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di


Indonesia dan di dunia. Dari semua kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50%
disebabkan oleh katarak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, saat
ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di negara
miskin atau berkembang. Kebutaan yang terjadi di negara miskin dan berkembang
ini dapat dicegah karena penyebab utama kebutaan di negara ini adalah katarak.
Kondisi ini juga dialami Indonesia sebagai negara berkembang. Di Indonesia
diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar
0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun.
Mengutip hasil survei kebutaan di Indonesia yang dikembangkan oleh
International Center of Eye Health (ICEH) dan direkomendasikan oleh WHO
melalui metode Rapid Assasment of Avoidable Cataract (RAAB), yang
memberikan gambaran situasi aktual dan data akurat prevalensi kebutaan serta
gangguan penglihatan. Survei yang dilakukan di 15 Propinsi Indonesia pada
populasi usia 50 tahun, mendapatkan angka prevalensi kebutaan tertinggi sebesar
4,4,% (Jawa Timur) dan terendah sebesar 1,4% (Sumatera Barat), yang mana
sebanyak 64-95% disebabkan oleh katarak. Diperkirakan setiap tahun kasus baru
buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah penduduk atau kira-
kira 250.000 orang/tahun (KEMENKES RI, 2017).
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa (Vaughan, 2016). Bisa terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak pada
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, tetapi dapat juga terjadi akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Katarak
menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang
keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada
retina. Setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak disebabkan oleh berbagai faktor
seperti faktor fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan

1
gangguan perkembangan, infeksi virus di masa pertumbuhan janin dan usia.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa. Kelainan sistemik atau metabolic yang
dapat menimbulkan katarak antara lain diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi
miotonik (Gracia et al, 2016) .
Pengobatan katarak adalah dengan pembedahan. Setelah pembedahan
lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokuler.
Dengan peningkatan pengetahuan mengenai katarak, penatalaksanaan sebelum,
selama, dan post-perasi diharapkan penanganan katarak dapat lebih diperluas,
sehingga prevalensi kebutaan di Indonesia bisa diturunkan (Gracia et al, 2016).

Besarnya pertambahan jumlah pasien dengan katarak disebabkan oleh


beberapa faktor diantaranya adalah karena akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan mata masih terbatas terutama di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan
kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan
yang memadai termasuk keberadaan dokter spesialis mata. Berdasarkan latar
belakang di atas, kita, sebagai dokter umum, harus memahami jalan penyakit
katarak agar dapat berkontribusi menurunkan angka backlog itu untuk mencegah
katarak sedini mungkin.

B. Tujuan Penulisan
Referat ini ditulis bertujuan untuk memahami anatomi, fisiologi dari lensa,
juga definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis,
diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
katarak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lensa


Pembentukan lensa manusia dimulai pada masa sangat awal embriogenesis,
kurang lebih pada umur kehamilan 25 hari. Awalnya terbentuk suatu vesikel optik
dari otak depan atau diensefalon yang kemudian membesar dan merapat ke
ekoderm permukaan, yaitu suatu sel-sel kuboid selapis. Pada umur 27 hari
kehamilan, sel-sel kuboid tersebut menebal dan berubah menjadi sel-sel kolumnar
yang disebut lens plate. Setelah itu, pada umur 29 hari kehamilan, terbentuk fovea
lentis (lens pit), cekungan kecil di sebelah inferior center lens plate. Pada umur
kehamilan 35 hari, sel-sel posterior vesikel lensa memanjang, menjadi lebih
kolumner yang selanjutnya disebut serabut primer lensa, dan mendesak lumen
vesikel hingga seluruhnya terdesak pada umur 40 hari. Kemudian nukleus dari
serabut primer lensa akan bergesear dari posterior ke anterior, dan akhirnya
menghilang. Pada proses ini, sel-sel anterior vesikel lensa tidak mengalami
1
perubahan. Sel-sel kuboid selapis ini dikenal sebagai epitel lensa .

Gambar 2.1 Embriologi mata


3
Kurang lebih pada umur 7 minggu kehamilan, terbentuk serabut lensa
sekunder dari epitel lensa di area ekuator yang mengalami multiplikasi dan
memanjang secara cepat. Bagian anterior berkembang ke arah kutub anterior
lensa, dan bagian posterior juga mengalami perkembangan ke arah posterior kutub
lensa, namun masih di dalam kapsula lensa. Pada proses ini, serabut baru terus
menerus terbentuk selapis demi selapis. Serabut lensa sekunder yang terbentuk
antara umur kehamilan 2 hingga 8 bulan membentuk nukleus fetalis.
Lensa merupakan bangunan bikonveks, tersusun oleh epitel yang mengalami
diferensiasi yang tinggi. Lensa terdiri dari 3 bagian yaitu: (a) kapsul, yang bersifat
elastis; (b) epitel, yang merupakan asal serabut lensa; dan (c) substansi lensa yang
lentur dan pada orang muda dapat berubah, tergantung tegangan kapsul lensa.
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang iris
lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris. Di
anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus. Bagian
lensa terdiri atas kapsul, epithelium lensa, korteks dan nukleus. Enam puluh lima
persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi
diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di
2
jaringan tubuh lainnya .

Gambar 2.2 Anatomi lensa

4
2.2 Fisiologi Lensa
Lensa merupakan struktur yang memiliki fungsi sangat besar dalam
mekanisme refraksi cahaya. Beberapa aspek fisiologis penting pada lensa adalah
transparasi lensa, aktivitas metabolime pada lensa, dan proses akomodasi.

Gambar 2.3Struktur lensa


a. Kapsula lensa
Merupakan suatu membran hialin tipis dan transparan kolagen tipe IV yang
berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta
mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal
kapsul berada di bagian anterior (14µm) dan posterior zona preekuator, dan
bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior (3µm).
b. Epitel lensa
Terletak di bagian anterior lensa dan ekuator antara kapsul dan serat lensa.
Lapisan epitel lensa terbentuk dari selapis sel kuboid. Pada bagian ekuator
sel ini menjadi sel kolumnar yang secara aktif membelah untuk
membentuk serat lensa yang baru.
c. Nukleus dan korteks lensa
Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang
paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal, infantile, dan
5
dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda
dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan
nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya
korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras
dibanding korteks lensa yang lebih muda.
Lensa harus dijaga tetap jernih dan transparan. Beberapa faktor yang menjaga
transparansi lensa adalah:
 Avaskular
 Struktur sel dalam lensa
 Protein lensa, crystallin yang panjangnya lebih pendek dari panjang
gelombang cahaya (< 10 nm)
 Karakter kapsul lensa yang semipermeabel
 Mekanisme pompa yang mengatur keseimbangan elektrolit dan air dalam
lensa

Gambar 2.4 Pompa transport elektrolit

Lensa memerlukan suplai energi ATP secara kontinyu untuk transpor aktif
dari ion dan asam amino, sintesis protein dan GSH. Sebagian besar energi yang
diproduksi digunakan di epitel yang merupakan situs utama dari proses transpor
aktif. Sebagai struktur yang avaskular, lensa sangat bergantung pada pertukaran

6
kimia dengan aqueous humor untuk metabolismenya. Komposisi kimia dari lensa
dan pertukarannya dengan aqueous humor dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 Pertukaran kimia dalam lensa

Keseimbangan Elektrolit lensa mata dipengaruhi oleh osmolaritas lensa


yang diatur oleh kanal ion natrium dan kalium pada permukan epitel. Lensa
memiliki mekanisme transport aktif yang manggunakan ATP(Na/K ATPase)
untuk membuka kanal sehingga ion dapat masuk kedalam lensa. Lensa
membutuhkan deposit kalium yang tinggi sehingga kanal akan terbuka dan
natrium di dalam sel akan keluar dan kalium dari aquoeus akan dapat masuk.
Selain itu ion kalium dan natrium dapat masuk melalui difusi pasif melewati celah
pada lensa. Kanal H2O pada lapisan epitelium lensa relatif sedikit yaitu berkisar
antara 60 – 65 %. Dan sisanya terdapat pada serat kolagen lensa
Radikal bebas (seperti asam hypochlorous (HClO), hidroksil radikal (˙OH),
superoksida bebas (O2˙−), dan H2O2) ini terus-menerus hadir di setiap sel hidup dan
penyebab stres oksidatif pada sel tersebut. Untuk menghilangkan stres ini, beberapa
mekanisme homeostatis dalam lensa biasanya terlibat. Ini termasuk perbaikan sistem
dan molekul scavenger di selaput sitosol, dan mitokondria. Contoh molekul tersebut
adalah glutathione tereduksi (GSH), sistein, asam askorbat, vitamin E, metionin,
glutation peroksidase, thioltransferase (TTase), thioredoxin (TRx), dan

7
glutathione reduktase (GR). Kerja gabungan molekul ini akan menyebabkan
lingkungan yang stabil yang bebas stres oksidatif. Sistem homeostatik lain dan
sistem perbaikan pada lensa bekerja untuk menghapus protein rusak dan asam
nukleat.
Molekul terpenting yang bekerja dalam lensa sebagai antioksidan adalah
GSH. Disintesis dan dikeluarkan oleh epitel, dan langsung melindungi protein dari
oksidasi. Di sisi lain, askorbat juga memiliki penting peran dalam antioxidation,
tetapi dengan produk dehydroascorbic acid (DHA), secara eksperimental
ditemukan menyebabkan katarak GSH tidak ada. Oleh karena itu, GSH memiliki
peran penting mengurangi DHA baik secara langsung maupun melalui sistem
TTase (yang kami akan menjelaskan di bawah ini). GSH juga bekerja untuk
melindungi epitel dari mekanisme oksidatif lain, dan ketiadaan GSH
menyebabkan kerusakan DNA saat terpapar stres oksidatif pada tikus.
Seiring berjalannya usia, sintesis dan sekresi GSH menurun, menyebabkan
peningkatan progresif glutation disulfida (GSSG). Tingkat GSSG yang tinggi
secara langsung disebabkan oleh signifikan penurunan aktivitas GR. Hal ini
berdampak langsung pada nukleus lensa yang rentan dengan stres oksidatif.
Penurunan kadar GSH ini telah dipastikan ada pada kondisi lensa yang mengalami
katarak. Selain itu, kehadiran metionin sulphoxide reduktase A dapat berpotensi
menyebabkan disfungsi pengawal α-crystallin.
Kehadiran tingkat stres oksidatif yang lebih tinggi akan menyebabkan
protein menjadi thiolated oleh Sistein γ-glutamil, GSSG dan Sistein untuk
mensintesis S-glutathionylated proteins (PSSG), PSSγGC, PSSC, dan campuran
disulphides. Protein disulfida dan disulfida campuran masih mungkin untuk
dipulihkan sesuai keadaan aslinya dengan menggunakan mekanisme perbaikan
utama. Mekanisme pertama adalah GSH-dependent enzyme system, yang juga
dikenal sebagai glutaredoxin, dan hadir di sitosol dan mitokondria. Ia bekerja
2
untuk mengkatalisasi PSSG, dan kemudian mengubahnya menjadi GSH.
Mekanisme lain adalah enzim TRx yang juga hadir dalam sitosol dan
mitokondria, dan NAPDH-dependent. Perannya adalah untuk mengurangi molekul
inter- dan intra - PSSP. TRx dan TTase bekerja sama untuk mempertahankan dan
mengembalikan struktur, fungsi, dan konformasi protein. Oleh karena itu, kadar

8
TRx dan TTase meningkat dalam kasus stres oksidatif yang signifikan. Ketika sel
hidup terkena H2O2, mereka dapat bekerja baik untuk mengaktifkan G3PD. Namun,
aktivitas mereka juga secara signifikan menurun dengan usia.Glukosa merupakan
sumber energi yang esensial untuk lensa. Pada lensa 80% glukosa dimetabolisme
secara anaerobik melalui jalur glikolitik dan 15% melalui jalur HMP shunt serta
sebagian kecil melalui siklus Krebs. Glukosa masuk lewat diffusi dari celah – celah
lensa. Glukosa yang masuk 95% akan melalui proses fosforilasi oleh enzim
hexokinase menjadi Glucose – 6 – PO4 melalui glikolisis dan jalur pembentukan
pentosa lewat jalur hexosa monofosfat. Pentosa dibutuhkan untuk sinteis protein.
Sisanya akan lewat jalur sorbitol dimana glukosa akan dirubah menjadi fructosa
dengan enzime aldose reductase dan polyol dehidrogenase.
Glukosa merupakan sumber energi yang esensial untuk lensa. Pada lensa 80%
glukosa dimetabolisme secara anaerobik melalui jalur glikolitik dan 15% melalui
jalur HMP shunt serta sebagian kecil melalui siklus Krebs. Glukosa masuk lewat
diffusi dari celah – celah lensa. Glukosa yang masuk 95% akan melalui proses
fosforilasi oleh enzim hexokinase menjadi Glucose – 6 – PO 4 melalui glikolisis dan
jalur pembentukan pentosa lewat jalur hexosa monofosfat. Pentosa dibutuhkan untuk
sinteis protein. Sisanya akan lewat jalur sorbitol dimana glukosa akan dirubah
menjadi fructosa dengan enzime aldose reductase dan polyol dehidrogenase.

9

Pada pasien diabetes mellitus akibat kortikosteroid

menghambat Na+/K+-ATPase konsentrasi natrium tinggi dibagian

intraselular dan menurunnya kadar potassium akumulasi air pada
bagian serat lensa, terbentuknya katark subkapsular poosterior.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, m. ciliaris berelaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil;
dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus
pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat, m.ciliaris berkontrasi
sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus siliaris,
zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada retina dikenal dengan
3,4
akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya usia .

Gambar 2.7 Akomodasi mata

10
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung;
jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan; terletak di
tempatnya. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara
normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda
dari aqueous dan vitreous humor yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 D dari sekitar 60 D seluruh
kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksi
2
diberikan oleh udara dan kornea.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi
lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.

Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi

Akomodasi Tanpa akomodasi

M. Silliaris Kontraksi Relaksasi

Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat

Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih

Tebal axial lensa Meningkat Menurun

Dioptri lensa Meningkat Menurun

11
2.3 Katarak
2.3.1 Definisi
Katarak berasal dari yunani katarrhakies, inggris cataract, dan latin
cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata yang mengarah pada penurunan penglihatan pada seseorang akibat
3
kurangnya intensitas cahaya yang masuk ke mata .
Definisi lain menyebutkan bahwa katarak merupakan suatu keadaan dimana lensa

mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein, atau terjadi akibat keduanya (Ilyas,

& Yulianti, 2014).

Gambar 2.8 Mata katarak


2.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak
merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan
yang paling sering ditemukan.

12
Gambar 2.9 Persentase Penyakit Mata

Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat


disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Pada penelitian
yang dilakukan di amerika serikat didapatkan adanya 10% orang menderita
katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-
75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak congenital,
3
katarak traumatic dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan .

2.3.3 Etiologi
Katarak dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
4
hamil, atau penyebab lainnya.
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap
4
motor/pabrik yang mengandung timbal.
Katarak dapat dikarenakan trauma. Cedera pada mata seperti pukulan keras,
tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga
4
menimbulkan gejala seperti katarak.
Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik
4
lainnya seperti diabetes mellitus.

13
2.3.4 Patofisiologi
Katarak dapat terjadi dengan banyak faktor dan interaksi yang komplek dari
5
bermacam-macam proses fisiologis
a. Berdasarkan usia lensa, terjadi peningkatan berat dan ketebalan serta
menurunnya kemampuan akomodasi. Semakin lanjut, dengan semakin
menuanya lensa, terdapat penurunan rata-rata, sehingga air serta metabolit
larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel-sel nukleus
melalui epitel dan kortek yang terjadi dengan diikuti penurunan kecepatan
5
transport air, nutrisi, dan antioksidan .
b. Peningkatan sebaran cahaya pada lensa disebabkan reaksi biokimia yang
dimulai sejak prenatal. Reaksi ini menyebabkan kekakuan, bahkan
pewarnaan lensa yang biasanya proses ini lebih signifikan mengenai
nukleus daripada korteks. Inilah alasan mengapa lensa kehilangan
kemampuan akomodasinya.
c. Usia juga mempengaruhi kepadatan dari lensa mata, usia semakin tua maka
kepadatan dari epitel lensa juga menurun dan sifat sifat dari serat lensa juga
berubah. Meskipun epitel dari lensa yang mengalami katarak kejadian
apotosisnya rendah, hal ini tidak menyebabkan penurunan yang signifikan
terhadap kepadatan lensa. Sedikit saja perubahan pada epitel lensa, sudah
dapat mengakibatkan perubahan struktur dari serat dan keseimbangan, hal ini
inilah yang menyebabkan lensa kehilangan sifat transparannya,
d. Pada katarak diabetik, Pada jalur poliol glukosa dirubah menjadi sorbitol
yaitu bentuk alkoholnya. Disini seharusnya kemudian sorbitol dipecah
menjadi fruktosa oleh enzym Polyol Dehydrogenase, namun pada
Diabetes Mellitus kadar enzym Polyol Dehydrogenase rendah sehingga
sorbitol menumpuk di dalam lensa mata. Hal ini menyebabkan terjadinya
kondisi hipertonik yang akan menarik masuk cairan akuos ke dalam lensa
11
mata, merusak arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa ,
e. Crystallin, protein dalam lensa yang bening dan larut air, mengalami
proses non enzimatik sejak yakni deaminasi, tiolasi, karbamilasi,glikasi,
fosforilasi, asetalisasi, proteolisis dan cys-metilasi. Proteolisis, secara
spesifik, menyebabkan pemotongan dan pelepasan fragmen crystallin.

14
Selain itu, proses deaminasi crystallin menyebabkan crystallin berubah
menjadi α- and β-crystallin yang merupakan turunan gula. Proses ini
berkorelasi kuat dalam proses kekeruhan lensa menjadi katarak. Zat ini
lebih sering menumpuk di nukleus daripada di korteks. Crystalin yang
juga peka terhadap stress oksidatif akan mengalami kerusakan sehingga
membuat lensa kaku, terutama di nukleusJalur ubiquitin-proteosome yang
bertugas menghilaangkan protein hasil stres oksidatif mengalami
2
penurunan seiring bertambahnyaa usia.
f. GSH, antioksidan yang diproduksi epitel lensa, mengalami penurunan
produksi seiring bertambahnya usia. Dampaknya, lena mengalami stres
oksidatif dan membuat crystallin saling cross-linked. Penumpukan
2
crystallin cross-linked ini membuat lensa keruh.
g. Penggunaan kostikosteroid jangka panjang dapat meginduksi terjadinya
PSCs. Tergantung dari dosis dan durasi dari terapi, dan respon individual
terhadap kortikosteroid yang dapat menginduksi PSCs. Terjadinya
katarak telah dilaporkan melalui beberapa rute : sistemik, topikal,
5
subkonjungtival dan nasal spray .

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:

1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa


yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan
dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan
osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di
tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga
6
terjadilah sklerosis nukleus lensa.

15
Gambar 2.10 Proses katarak

2.3.5 Klasifikasi

a) Berdasarkan morfologi

Terdapat tiga jenis tipe umum dari katarak yaitu nuklear, kortikal, dan
posterior subkapsular. Tabel dibawah merupakan sistem penentuan derajat katarak
9
dari The Oxford Clinical Cataract Classification and Grading System .
Tabel 2.1 Grading The Three Common Types Of Cataract
Tipe Katarak Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4
Nuclear Mild Moderate Pronounced Severe
Nucleus pada
lensa menjadi
kuning dan
sclerosis
Cortical Kekeruhan Kekeruhan 10 Kekeruhan Kekruhan
Dievalusi 10% ruang -50% ruang 50-90% rua mencapai lebih
dengan intra pupil intra pupil ng intra pupil dari 90% ruang
menentukan intra pupil
presentase dari
ruang intra pupil
yang mengalami
kekeruhan
Posterior Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan
subcapsular mencapai 3 mencapai mencapai mencapai lebih
Dievaluasi % dari area 30% area 50% area dari 50% area
dengan kapsul kapsular kapsular kapsul
menentukan posterior posterior posterior posterior
presentasi dari
area kapsular
posterior yang
mengalami
kekeruhan
Sumber : American Optometric Association, 2004

*penilaian derajat katarak dapat dilakukan jika dilakukan midriatil pada pasien

16
Pada katarak nuclear (Gambar 2.11), batas dari kataraknya dapat terlihat
karena indeks biasnya meningkat, meskipun dalam pemeriksaan tidak
memperlihatkan bayangan apapun.

Gambar 2.11 Katarak Nuklear

Pada katarak kortikal (Gambar 2.12), kekeruhan dimulai dari pinggiran


lensa atau bagian kortek lensa selanjutnya katarak berkembang ke arah sumbu
9
penglihatan dan akhirnya mengganggu penglihatan sentral .

Gambar 2.12 Katarak Kortikal


Pada katarak subkapsular posterior (Gambar 2.13), pada katarak ini dimulai
dari sentral lensa meluas ke daerah perifer. Dan akhirnya mengganggu tajam
9
penglihatan. Biasanya pasien mengeluhkan silau .

Gambar 2.13 Katarak Subkapsular Posterior


b) Berdasarkan Etiologi

1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
17
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. 23 % dari katarak
kongenital merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara
autosomal dominan dan dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita infeksi seperti rubella, rubeola, chiken pox,
cytomegalo virus, herpes simplek, herpes zoster, poliomyelitis, influenza,
Epstein-Barr syphilis dan toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada
trimester I.
2. Katarak senilis
Katarak senilis (age-related cataract) merupakan jenis katarak
didapat yang paling sering ditemukan karena proses degeneratif pada
laki-laki maupun perempuan, biasanya berusia di atas 50 tahun. Pada usia
sekitar 70 tahun, hampir 90% individu menderita katarak. Kondisi
kekeruhan biasanya bilateral akan tetapi hampir selalu kondisi salah satu
mata lebih berat dari mata lainnya. Secara morfologis katarak senilis
dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu katarak kortikal dan katarak nuklear.
Kedua jenis katarak ini sering terjadi secara bersamaan.
3. Katarak traumatik
Katarak yang dapat terjadi karena trauma tumpul, trauma tembus,
dan trauma kimia. Pada trauma basa yang masuk mengenai mata
menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar
glukosa dan askorbat. Trauma tumpul dapat langsung menyebabkan
lensa menjadi opaqe namun bisa juga kekeruhan terjadi beberapa tahun
setelahnya.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan
sel lensa faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan
lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosikiitis, miopia tinggi,
ablasi retina, dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat
kelainan sistemik (diabetes mellitus) yang akan mengenai kedua mata
atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.

18
5. Katarak toksik
Katarak yang disebabkan oleh zat zat kimia yang dapat berupa obat
ataupun zat lain yang bisa menyebabkan kekeruhan pada lensa. Beberapa
jenis obat yang paling sering menyebabkan kekeruhan lensa antara lain
kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, amiodaron, dan statin.
c) Berdasarkan stadium
Menurut tebal tipis nya kekeruhan pada lensa, katarak senilis dibagi menjadi
7
4 stadium :
1. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama dibagian perifer korteks berupa
garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji sebuah
roda. Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam
penglihatan dan masih bisa dikoreksi mencapai 6/6

Gambar 2.14 Katarak insipien


2. Katarak imatur atau katarak intumesen
Kekeruhan terutama di bagian posterior nukleus dan belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa. Karena
lensa menyerap cairan, akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan
bilik mata depan menjadi dangkal dan bisa menimbulkan glaucoma
sekunder. Lensa menjadi lebih cembung, akan meningkatkan daya bias,
sehingga kelainan refraksi menjadi lebih miop.

Gambar 2.15 Katarak imatur


19
3. Katarak Matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi putih
keabu-abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal melihat gerakan tangan
atau persepsi cahaya.

Gambar 2.16 Katarak matur


4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks
dan nukleus tenggelam ke bawah (katarak morgagni) atau lensa akan
terus kehilangan cairan dan keriput (shrunken cataract). Operasi pada
stadium ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.

Gambar 2.17 Katarak hipermatur


Tabel 2.2 Perbedaan stadium katarak
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka


mata

Shadow test - + - Pseudops

20
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Gejala Insipien Imatur/ Matur Hipermatur/
Intumesen Katarak
Morgagni
Visus 5/5 s.d 1/60 1/300 – 1/~ 1/~
dengan
koreksi
Kekeruhan Perifer ke >> kapsula Penuh Korteks
lensa sentral. posterior merata mencair/ lensa
Seperti mengkerut
jeruji roda
Iris shadow - + - -
Fundus + + - -
refleks Tetapi lebih
suram
Iris Normal terdorong normal Tremularis
Komplikasi Glaucoma Glaucoma Glaucoma
fakomorfik fakomorfik fakolitik,
uveitis
fakotoksik

2.3.6 Gejala klinis


Seorang pasien biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara progesif
dari penglihatan. Katarak berkembang perlahan biasanya dalam tahun. Gejala
awal adalah penurunan penglihatan dan silau. Derajat dari kaburnya penglihatan
7,8
dilihat dari letak dari kekeruhan . Bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa
penderita merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan di bagian perifer.
Kekeruhan di supkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan
4
penurunan penglihatan pada keadaan terang . Pada katarak nuklear penglihatan
8
jauh semakin kabur . Penderita merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata
7
seperti biasanya karena miopisasi . Penglihatan ganda dan melihat adanya bayang
8
bayang lain jarang terjadi

21
Gambar 2.18 Penglihatan normal dan penglihatan kabur pada katarak

Secara obyektif didapatkan leukokoria yaitu pupil berwarna putih pada


katarak matur. Tes iris shadow (bayangan iris pada lensa) positif pada katarak
imatur dan negative pada katarak matur. Reflek fundus menjadi gelas (fundus
7
reflek negatif) pada katarak matur .

a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien


dengan katarak senilis. Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat
klinisnya lansung pada keluhan aktivitasnya yang terganggu. Dalam keadaan
lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan
pemeriksaan. Setiap jenis katarak biasanya mempunyai gejala gangguan
penglihatan yang berbeda, tergantung pada cahaya, ukuram pupil dan derajat
myopia. Setelah diketahui riwayat penyakit, pasien dilakukan pemeriksaan
mata lengkap, dimulai dengan kelainan refraksi.
b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga
silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari. Peningkatan sensitivitas
terutama timbul pada katarak posterior subkapsular. Pemerikasaan silau

22
(test glare) dilakukan untuk mengetahui tingkat gangguan penglihatan
yang disebabkan oleh submber cahaya yang diletakkan di dalam lapang
pandangan pasien.
c. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan
dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat.
Sebagai akibatnya, pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan
dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini
disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second
sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.
d. Noda, berkabut pada lapangan pandang.
e. Ukuran kaca mata sering berubah.

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian


besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup
padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada
stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang
10
didilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp .
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini
katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar
celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain
daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi
pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa
panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
a) Anamnesis
Data demografi penderita (contoh: usia, jenis kelamin) harus dikumpulkan
terlebih dahulu sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut. Anamnesis pada
pasien harus menunjukkan hilangnya penglihatan secara mendadak atau
bertahap. Biasanya baru dikeluhkan dalam hitungan tahun, karena
penglihatan masih bsa dikompensasi oleh mata satunya dengan

23
penglihatan yang lebih baik. Penderita juga ditanyakan tentang gangguan
8
penglihatan lainya misalnya silau .
Pada anamnesis juga harus ditanyakan riwayat penyakit sebelumnya
meliputi riwayat pada mata dan riwayat kesehatan secara umum. Riwayat
pada mata meliputi riwayat refraksi sebelumnya atau pemakaian
kacamata sebelumnya berapa ukuranya, adanya penyakit mata
8
sebelumnya, riwayat pembedahan pada mata, dan riwayat trauma .
Riwayat kesehatan secara umum juga ditanyakan, karena dapat menjadi
etiologi, atau menentukan prognosis dan kesesuain terapi bedah yang
akan dipilih. Riwayat terapi yang sudah didapat sebelumnya. Ditanyakan
8
juga adanya alergi terhadap obat khususnya antibiotik .
b) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen. Pada stadium
8,7
insipien atau imatur bisa dikoreksi dengan lensa kacamata terbaik .
2) Lampu senter : reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal.
Tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna
putih keabu abuan. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah pada
7
katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar .
3) Oftalmoskop, sebelum melakukan pemeriksaan sebaiknya pupil
dilebarkan. Pada stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan
kehitam hitaman dengan latar belakang jingga sedangkan pada
stadium matur hanya didapatkan warna kehitaman tanpa latar
8
belakang jingga atau reflek fundus negatif .
4) Slit lamp biomikrskopi : dengan alat ini dapat mengevaluasi luas,
8
tebal dan lokasi kekeruhan pada lensa .
2.3.8 Diagnosis Banding
Diagnosis lain dari leukokoria adalah leukoma kornea, hipopion, perdarahan
vitreus, endoftalmitis, PHPV (Primary Hyperplasi Persistent Vitreous), ablasio
retina, retinoblastoma.
2.3.9 Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup

24
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui
dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan
hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
3,10
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E .
Penatalaksanaan definitif untuk katarak adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang
kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi
IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu Intra Capsuler Cataract Exstraction (ICCE) dan Exstra Capsuler
Cataract Exstraction (ECCE).
Indikasi operasi katarak ialah:
1. Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering. Operasi
katarak dilakukan ketika cacat visus menjadi menyebabkan gangguan
signifikan pada kehidupan sehari-hari pasien.
2. Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan,
operasi dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
- Glaukoma lens-induced
- Endoftalmitis fakoanafilaktik
- Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina yang
terapinya terganggu karena adanya kekeruhan lensa.
3. Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak agar pupil kembali menjadi hitam.
Evaluasi dan persiapan yang perlu dilakukan sebelum operasi adalah:
1. Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah pasien memiliki penyakit
diabetes mellitus, hipertensi dan masalah jantung, PPOK dan daerah
potensi infeksi seperti periodontitis dan infeksi saluran kemih. Gula darah
harus terkontrol dan hipertensi tidak boleh diatas 160/100 mmHg
2. Pemeriksaan mata:
- Untuk melihat apakah pasien ada radang atau infeksi pada mata,

25
- Bola mata: dalam, kecil/besar
- Kelopak mata : blepharitis, entropion, ektropion
- Nasolakrimalis : mucocele
- Kornea : kekeruhan (jaringan parut, degenerasi, distrofi)
- Bilik mata depan : kedalaman

- Pupil : reaksi pupil (direct & indirect), RAPD (+) kerusakan nervus

optikus terangkan prognosis visual, irregular, pseudo eksfoliasi
(materi PEX)
- Iris : neovaskularisasi, atrofi, sinekia, koloboma
- Lensa : tipe katarak, maturitas, luksasi lensa
- Pengukuran TIO memastikan tidak ada glaukoma,
- Anel test, bila duktus tersumbat untuk terapi DCR (operasi katarak
dilakukan 1 bulan kemudian),
- Biometri, menentukan ukuran IOL
3. Selain itu, juga harus diketahui pasien tersebut memiliki riwayat alergi
atau tidak dan juga mengetahui apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-
obatan tertentu seperti warfarin, antiplatelet

1. Tekanan darah tinggi dan tidak terjadi penurunan tekanan darah


dengan pemberian obat anti hipertensi sebelum operasi
2. Tekanan intraokular yang tinggi
3. Infeksi mata
4. Gula dara tinggi (>200mg/dl) sebelum operasi
Jika dipastikan tidak ada kontraindikasi operasi, maka persiapan operasi ialah:
1. Tandai mata yang akan dioperasi
2. Pasien dipuasakan pada hari operasi,
3. Bulu mata dicukur,
4. Diberi tetes midriatikum untuk memperlebar pupil pada mata yang akan
dioperasi interval 15 menit
5. Tetes pantocain mata kanan dan kiri 1 tetes

26
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, Phacoemulsification
dan Small Incision Cataract Surgery (SICS).
a) Intra Capsuler Cataract Exstracsion (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari
40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
3,4,5
endoftalmitis, dan perdarahan .
Tetapi, beberapa kelemahan dan komplikasi bisa ditemukan pada
0 0
ICCE. Insisi yang besar pada limbus, biasanya 160 -180 , biasanya
beresiko: penyembuhan yang lambat, rehabilitasi penglihatan yang
lambat, againt the rule astigmatisma, iris inkarserasi, kebocoran luka
pasca operasi, dan inkarserasi vitreous. edema kornea biasanya terjadi
5
saat operasi dan komplikasi segera post operatif .
Kontraindikasi absolut ICCE yaitu katarak pada anak-anak dan usia
muda, katarak dengan trauma rupture kapsular. Kontraindikasi relatif
5
ICCE yaitu, myopia tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni .

Gambar 2.19 Intra Capsuler Cataract Exstracsion

27
b) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Mengangkat lensa dengan menyisakan kapsul posterior, kapsul
anterior dipotong dan diangkat, nukleus di ekstraksi dan korteks lensa
4
dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi . Teknik
ECCE memiliki beberapa keunggulan dibanding ICCE, karena kapsul
5
posterior masih utuh, dengan alasan :
 Pada ECCE dilakukan insisi kecil, sehingga diharapkan lebih sedikit
trauma pada endotel kornea
 Komplikasi jangka panjang dan jangka pendek karena vitreous yang
masuk ke kornea, iris dan tempat insisi bisa dimimalkan
 Penempatan IOL bisa lebih baik karena kapsul posterior masih utuh
 Kapsul posterior yang masih utuh menjadi penghalang yang
membatasi pertukaran beberapa molekul antara aquos dan vitreous.
 Kapsul yang masih utuh mencegah bakteri dan mikroorganisme lain
masuk ke bagian posterior dan dapat menyebabkan endophtalmitis.
 Pada kapsul yang utuh jika dilakukan implant IOL yang kedua, bedah
filtrasi, transplantasi kornea dan perbaikan luka, maka dapat dilakukan
lebih mudah dan dengan tingkat keamanan yang tinggi.

Gambar 2.20 Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

c) Phacoemulsification
Phacoemulsification (phaco) maksudnya membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat

28
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.
Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini
kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus
yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
ECCE dan phacoemulsification merupakan ekstraksi nuklues lensa
yang hampir sama, dilakukan dengan membuka anterior kapsul. Kedua
tekhnik tersebut menggunakan irigasi dan aspirasi cairan dan material
kortikal selama pembedahan. Penempatan IOL dari kedua tekhnik ini
4
pada kapsul posterior yang lebih anatomis dibandingkan anterior IOL
Pada ECCE membuang kapsul lensa dilakukan secara manual dengan
standard ECCE atau dengan memasukkan jarum ultrasonically ke
nuklues kemudian aspirasi substrat lensa melalui jarum, hal ini yang
4
disebut phacoemulsification .
Keuntungan Phacoemulsification insisi kecil, meminimalkan
komplikasi dari luka yang tidak ditutup dengan benar, penyembuhan luka
lebih cepat, rehabilitasi penglihatan lebih cepat. Dengan tekhnik yang
relatif tertutup saat operasi tekanan intraokuli lebih bisa terkontrol,
tekanan vitreous juga bisa lebih terjaga dan menurunkan resiko
pendarahan khoroidal. Teknik phacoemulsification membutuhkan mesin
4
dan alat alat yang lebih canggih dibandingkan tekhnik yang lain .

29
Gambar 2.21 Phacoemulsification

d) Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah ³. Apabila lensa
mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa
pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai
berikut:
 kacamata afakia yang tebal lensanya
 lensa kontak
 lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam
mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang
telah diangkat
Tabel 2.3 keuntungan dan kerugian teknik bedah katarak
Jenis teknik bedah Keuntungan Kerugian katarak

Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada


cataract extraction  Tidak ada komplikasi kapsul posterior
(ECCE) vitreus  Dapat terjadi
 Kejadian perlengketan iris
endophtalmodonesis dengan kapsul
lebih sedikit
 Edema sistoid makula lebih
jarang
 Trauma terhadap
endotelium kornea
lebih sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan

30
Intra capsular  Semua komponen lensa
cataract extraction diangkat  Incisi lebih besar
(ICCE)  Edema cistoid pada
makula
 Komplikasi pada
vitreus
 Sulit pada usia < 40
tahun
 Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi
 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika
 Pendarahan lebih sedikit ada IOL
 Teknik paling cepat

Edukasi yang perlu diberikan pasca operasi adalah:


1. Pasien diminta untuk tetap berbaring selama 3 jam dan tidak boleh
bergerak berubah arah ataupun mengangkat badan.
2. Untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang post operasi bisa diberikan
injeksi ketorolac.
3. Keesokan harinya perban dibuka dan dilakukan pemeriksaan mata apakah
terdapat komplikasi post operasi.
4. Obat tetes mata antibiotik-steroid diberikan 4 kali sehari selama 2 minggu,
2 minggu selanjutnya 3 kali sehari, 2 kali sehari, dan 2 minggu terkahir 1
kali sehari.
5. Pasien pasca operasi katarak tidak boleh batuk, mengedan, merokok,
mengangkat beban berat lebih dari 5 kg, membungkuk, ketika melakukan
sholat disarankan dilakukan dengan cara tidur, minimal 1 minggu
Evaluasi pasca operasi:
1. Pasien kontrol pertama pada minggu ke 1, kontrol II minggu ke-2, kontrol
III minggu ke-4, kontrol IV minggu ke-6
2. Dilakukan pemeriksaan:
- Visus atau tajam penglihatan, dapat menggunakan pinhole
- Segmen anterior : adakah perdarahan/hifema, kekeruhan, hipopion, flare
cell, reflek pupil, sinekia posterior
3. Setelah 6-8 minggu pasca operasi benang jahitan korneo-sklera diambil.
4. Pengukuran kacamata
31
Penanganan rutin pasca operasi dengan menggunakan tetes mata steroid dan
antibiotik 4 kali sehari selama 2-4 minggu setelah pembedahan. Diberikan juga
obat tetes mata floxa diteteskan setiap hari 1 jam 1 tetes, dimulai pasien ketika
sampai rumah setelah operasi hingga menjelang tidur. Tetes mata xitrol diteteskan
2 jam 1 tetes , dimulai saat pasien tiba dirumah pasca operasi hingga menjelang
tidur. Selama waktu tersebut penderita dapat membaca, melakukan aktivitas
ringan, berbelanja, mandi dan berkeramas secara hati hati. Implant yang
dimasukkan pada pembedahan secara normal memberikan penderita penglihatan
jelas untuk jarak jauh tetapi perlu menggunakan kacamata baca. Kacamata dapat
7
diresepkan mulai 8 minggu setelah pembedahan .
2.3.10 Komplikasi
Rasa berair dan sensasi adanya benda asing umum terjadi setelah
pembedahan. Biasanya penderita dapat ditenangkan tetapi kemungkinan
endophtalmitis, komplikasi paling penting yang mengancam penglihatan harus
dipertimbangkan. Hal ini merupakan kejadian akut pasca operasi yang
mengancam penglihatan yang memerlukan rawat inap di rumah sakit dan
pengobatan segera. Onset biasanya 4-5 hari setelah pembedahan. Gejala –
7
gejalanya meliputi memburuknya penglihatan dan nyeri .

1. Komplikasi Intra Operatif


Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif
 COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil
dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean
syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)
 Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

32
 Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti
penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis
anterior kronik dan endoftalmitis.
 Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
3. Komplikasi lambat pasca operatif
 Ablasio retina
 Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi
rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
 Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah
Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi
Tabel 2.4 Komplikasi Dini Pasca Operasi

Masalah Gejala Tanda Pengobatan


TIO↑ Nyeri, sakit Kornea keruh Ukur TIO, obati dengan
dalam, asetazolamid sistemik 250
penglihatan mg 2-4 kali sehari (1-2
kabur hari) & tetes mata
glaukoma
Insisi yang Penglihatan Uji seidel (+) Jahit luka di kamar operasi.
bocor buruk dengan Jika kamera okuli anterior
fluoresein terletak dalam & TIO
normal, lensa kontak lunak
dapat dipasang pada mata.
Dilakukan peninjauan tiap
hari
Pendarahan Mata merah, Kemerahan Lanjutkan tetes mata,
subkonjung tidak nyeri difus pada pastikan teknik yang baik
tiva bola mata untuk meneteskan obat
Edema Penglihatan Kornea keruh Singkirkan adanya
kornea buruk peningkatan tekanan dan
menambah tetes mata
steroid topical
Erosi epitel Berpasir , Fluoresein Teruskan tetes mata.
(konjungtiv berair test, dapat Monitor secara cermat
a/ mengalami untuk menyingkirkan
kornea) injeksi infeksi awal
konjungtiva

33
Konjungtiv Nyeri, Konjungtiva Antibiotik
itis kemerahan tarsal bengkal (missal:ofloxacin) setiap 2
dengan secret dengan jam. Tinjau sering-sering
mukopurulen penglihatan untuk memastikan tidak
yang baik ada perkembangan menjadi
endophtalmitis

Tabel 2.5 Komplikasi pasca operasi yang membutuhkan penanganan segera


Masalah Gejala Tanda Tanda (slit Pengobatan
(observasi lamp)
dengan
penlight)
Endoftalmiti Mata Mata merah, Kemerahan, SEGERA
s merah, kornea sel-sel dan rawat inap
nyeri keruh. hipopion pasien.
biasanya Defek pupil pada kamera Antibiotik
dengan aferen okuli anterior spectrum luas
secret topical yang
mukopurul intensif. Perlu
en & sampel
penglihata vitreus dan
n buruk aquos untuk
pada hari mikroskop,
ke 3-5 kultur dan uji
sensitivitas
Edema Penglihata Segmen Fundus Tetes mata
macula n buruk anterior dengan s;it anti inflamasi
(retina) selama 60 normal lamp dan (steroid &
hari angiografi nonsteroid),
pertama fluoresein injeksi steroid
setelah menunjukkan sekitar mata,
pembedah peningkatan anti-inflamasi
an cairan dalm non steroid
retina sekitar sistemik
fovea (misal :
ibuprofen)
Kekeruhan Kemundur Mata putih Kapsul post Buat lubang
bag.post an tanpa dpat keruh pada kapsul
kapsul epitel penglihata kelainan atau putih. dengan laser
berasal dari n secara eksternal. Implant tidak YAG(sebelu
lensa alami(1 bertahap, Reflek terkena mnya

34
bln & 2 thn karena fundus menggunaka
stelah terjadi dapat samar n tetes mata
pembedahan) kekeruhan anestesi).
kembali Kornea,
pada lensa kamera okuli
anterior dan
implant tidak
dipengaruhi
oleh laser

2.3.11 Prognosis

Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat


memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak
sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-
kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
4
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.

35
BAB III

KESIMPULAN

Katarak adalah kekeruhan lensa pada mata yang menyebabkan

berkurangnya tajam penglihatan seseorang secara bertahap perlahan-lahans.

Prevalensi katarak sangat tinggi di dunia, katarak salah satu penyakit yang dapat

menyebabkan kebutaan. Gejala yang dirasakan oleh penderita umumnya

penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya (fotofobia) semakin lama jika lensa

semakin keruh penderita katarak akan sulit menerima cahaya untuk dapat

mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan kabur pada retina.

Ada beberapa jenis katarak berdasarkan etiologinya maupun berdasarkan

kejadiannya. Katarak yang sudah terlalu matur dan mengganggu penglihatan

hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Ada 4 jenis macam operasi

katarakyaitu ICCE, ECCE, SICS atau Phacoemulsification.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology. 2008-2009. Lens and Cataract. San


Fransisco : AAO
2. Alamri M, Alsammahi A, Alharbi M, Alshammari H, Alshehri M, Saeedi I, et
al. Pathophysiology of cataracts. Int J Community Med Public Health
2018;5:3668-72.
3. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum. Editor: Paul
Riordan, Jhon P Whitcher. EGC. Jakarta: 2009.
4. Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all.
(2010-2011). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology. Section 11. Dalam
American Academy of Oftalmology : San Francisco.Hal 45-69
5. American Academy of Opthalmology . Pediatric and Strabismus, Basic and
Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of The AAO . San
Francisco. 2004 : 21-32, 96-37, 153-154 , 282
6. Budiono S. Djiwatno. Katarak Senilis Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
2006. Hal 47-50
7. Datiles DM. Methods Used For Cataract Evaluation: Documentation Of Cataract
And Its Effect On Vision in Clinical Evaluation Of Cataract Volume I Chapter
73B.
8. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo
C.R, et all. .2014. Care of The Adult Patient With Cataract. In Optometric
Clinical Practice Guideline.. American optometric association: U.S.A
9. Harper RA dan John PS, 2011, Lensa dalam Oftlmologi Umum, EGC: Jakarta,
hal 169 – 177.
10. Ilyas, S., Yulianti, S. R., 2014, Ilmu Penyakit Mata, edisi 5, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
11. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo
C.R, et all. .2014. Care of The Adult Patient With Cataract. In Optometric
Clinical Practice Guideline.. American optometric association: U.S.A
12. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum. Editor: Paul
Riordan, Jhon P Whitcher. EGC. Jakarta: 2009.
13. Sreelakshmi V, Abraham A. 2016. Age Related or Senile Cataract: Pathology,
Mechanism, and Management. Department of Biochemistry, University of
Kerala, Kariavattom, India.
14. Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all.
(2010-2011). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology. Section 11. Dalam
American Academy of Oftalmology : San Francisco.Hal 45-69
15. Lukitasari A (2011). Katarak diabetes. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala,
11(1):42-47.
16. Kemenkes Ri, 2017, Deteksi Dini 'Pupil Mata Putih' Cegah Kebutaan Pada Anak
17. F dan Diah M, 2011, Katarak Juvenil, Inspirasi no XIV, hal. 37 – 50
18. Handayani Feldman, B. H., Heersink, S., 2006, Cataract in the Adult Eye,

37
American Academy of Ophthalmology
19. Gracia ET, et al. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan angka kejadian
katarak di instalasi rawat jalan (poliklinik mata) RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado Periode Juli 2015-Juli2016. Jurnal Kedokteran Klinik. Desember 2016.
Vol 1(1)
20. Asbury dan Vaughan. 2010. Oftamologi Umum edisi 17. Jakarta. EGC
th
21. Bowling, B., 2016, Kanski’s Clinical Ophthalmology; A Systemic Approach, 8
edition, Elsevier: Sydney, Australia

38

Anda mungkin juga menyukai